Part 24 - Kita teman

Aku berpikir kita berdua adalah sepasang kekasih,
Tetapi bukan.
---

Nara duduk di salah kursi yang ada di pinggir lapangan. Matahari bersinar cukup terik walau hari sudah memasuki pukul 3 siang. Angin berhembus dan menerbangkan anak rambut Nara. Fokus Nara tertuju pada Barra yang sedang berlatih untuk lomba atletik bersama beberapa orang lainnya dan pelatih.

"Ya ampun, Kak Dion keren banget. Uh, pengen deh lapin keringatnya."

"Kak Barra juga keren banget!"

"Lemes gue siang-siang gini disodorin cogan."

Nara mendengar bisikan-bisikan heboh dari anak-anak kelas 10. Lima orang adik kelas Nara berdiri di pinggir lapangan, mereka bermaksud menikmati ciptaan Tuhan yang sedang asik latihan.

Jeritan heboh terdengar ketika Barra melambai ke arah... Nara, mungkin. Oh bukan mungkin, Barra memang melambaikan tangan ke arah Nara.

"Itu, pacarnya Kak Barra."

"Mana?"

"Itu yang lagi duduk sendiri."

"Yang benar? Lah, gue bakal jadi yang kedua dong kalau gitu."

Nara tertawa dalam hati mendengar perkataan adik-adik kelasnya. Dengan sengaja Nara tersenyum anggun, ia selipkan anak rambut ke belakang telinga. Nara ingin menunjukkan betapa cantik dirinya dan ia memang pantas bersanding dengan Barra.

"Kak Barra semangat!" teriak beberapa murid lain.

Nara geleng-geleng kepala. Ck, dasar para bocah, pikir Nara.

Ponsel yang sedang Nara genggam bergetar tiba-tiba. Lagi-lagi chat masuk dari Kenan mewarnai pop up ponsel Nara.

Kak Kenan sok iya: aku udh di depan gerbang

Mata Nara membola. Depan gerbang? Gerbang di mana maksudnya? Jangan katakan Kenan kini berada di depan gerbang sekolah Nara.

Nara mengacak rambutnya frustasi, menanggalkan kesan anggun yang sejak tadi Nara bangun. Segera Nara beranjak dari kursi dan berlari menuju gerbang utama SMA Panca Dharma. Gerakan yang terlalu heboh membuat Nara menjadi pusat perhatian beberapa siswa.

Langkah Nara melambat saat matanya menangkap sosok Kenan yang duduk di kursi depan pos satpam sekolah. Laki-laki itu tampak keren dengan pakaian khas anak kuliah yang trendy. Lagi-lagi Nara mengagumi Kenan yang terlihat sangat tampan di matanya sejak tadi malam.

Dan Nara mengutuk murid-murid yang melirik malu-malu ke arah Kenan. Ingin rasanya Nara mencongkel mata mereka yang genit. Apa tidak pernah lihat cowok tampan? Norak sekali, pendapat Nara.

"Nara," panggil Kenan dengan wajah sumringah, bahagia sekali tampaknya.

"Kak Kenan, kenapa datang tiba-tiba? Udah kayak jelangkung tau nggak, sih?" omel Nara begitu ia berdiri di hadapan Kenan. Sengaja Nara berdiri di hadapan laki-laki itu untuk menghalangi pandangan para siswi genit.

"Aku lagi bahagia. Duduk dulu sini," Kenan menepuk sisi kursi kosong yang ada di sampingnya.

"Nggak mau, ah! Aku mau berdiri aja," tolak Nara.

Mata Kenan berubah tegas. "Duduk!"

"Iya," respons Nara dengan cepat. Ia menurut saja dari pada mendapat tatapan tajam.

"Kak Kenan, aku nggak bisa pulang bareng --"

"Diam dulu! Aku lagi mikir," potong Kenan. Nara langsung menutup rapat mulutnya.

Mereka duduk di sana selama beberapa menit. Nara diam sesuai dengan instruksi Kenan yang memang sangat tidak bisa dibantah. Sementara Kenan? Laki-laki itu terlihat berpikir keras, terbukti dengan kerutan yang ada di kening Kenan.

Apa yang sebenarnya ada di otak laki-laki itu?

"Nara, kamu tahu nggak?" Kenan akhirnya buka suara.

Apa acara diam-diaman ini sudah selesai?

"Nara?" panggil Kenan. Sebab Nara tidak merespons.

"Aku udah boleh ngomong?" dengan polosnya Nara bertanya.

Kenan memutar bola mata dengan gerakan malas. "Kamu tahu, nggak."

"Nggak tahu!"

"Iya lah kamu nggak tahu, kan belum aku kasih tahu," dengus Kenan.

"Nah, itu tahu," sahut Nara.

"Oke cukup, jangan ajak aku debat dan buat apa yang ada yang di otak aku ini buyar. Sekarang biar aku yang ngomong. Nara, kamu tahu nggak satu tambah satu itu jadi apa?" tanya Kenan dengan nada serius.

"Satu tambah satu jadi kita," jawab Nara dengan gaya santai.

Kenan cengo, terbengong dan terdiam. Niat hati ingin menggombal ternyata gagal. Yogi mengajari Kenan untuk menggombal dengan mengatakan, Nara, kamu tahu nggak satu tambah satu itu jadi apa?

Dan seharusnya Nara menjawab, nggak tahu.

Barulah Kenan melancarkan aksi gombalnya dengan mengatakan, satu tambah satu itu jadi kita.

Alur gombalan tersebut seharusnya seperti itu.

"Kenapa kamu tahu jawabannya?" Kenan bersuara pelan.

"Gombalan lama. Semua orang tahu gombalan itu. Lagi pula dari mana sih Kak Kenan belajar itu? Bocah banget, deh."

Kenan semakin tercengang. Dia dikatakan bocah oleh bocah, gaes.

Kenan merasakan tengkuknya menegang. Akan Kenan beri pelajaran besok pada Yogi. Ah, malu sekali melakukan sesuatu yang bukan gaya Kenan yang macho. Kenan pasti sudah gila beberapa menit yang lalu.

Tiba-tiba suara tawa nan mendayu milik Nara terdengar. "Jadi, Kak Kenan, berpikir keras sejak tadi karena gombalan ini?"

Kenan membuang pandangannya. "Aku lagi belajar akting karena aku baru aja masuk organisasi kesenian."

"Masa? Bilang aja mau gombalin aku," cibir Nara.

"Ayo, pulang! Kita udah kesorean, nih. Mama pasti nungguin di rumah dan khawatir nggak jelas," Kenan mengalihkan pembicaraan.

"Aku nggak bisa pulang bareng Kak Kenan soalnya aku udah ada janji sama Barra. Kak Ken, duluan aja," dengan cepat Nara berdiri. Lalu melangkah pergi.

"Pulang!" Tidak kalah sigap Kenan meraih tas ransel yang Nara sandang di punggung. Ia tarik perempuan itu.

"Eh, eh," Nara otomatis berjalan mundur dan mengikuti gerak Kenan yang menariknya dari belakang.

"Nggak mau pulang," regek Nara. Dan Kenan tidak peduli.

-o0o-

Ibu kota selalu ramai dengan kesibukan yang tiada ujung. Kota yang kata orang-orang penuh ambisi. Jalanan tidak kunjung sepi dari kuda besi modern yang beradu ingin mendapatkan tempat di jalanan. Gedung-gedung beradu tinggi untuk meraih langit biru.

Dari balik kaca mobil Nara menyaksikan bisingnya ibu kota. Polusi udara sudah menjadi pasukan oksigen yang memang harus dihirup. Kenan duduk santai di balik kemudi mobil, well mereka terjebak macet.

Nara merasakan kantuk yang teramat sangat. Drama ibu kota terlihat sangat membosankan. Nara sandarkan kepalanya pada kaca jendela, lambat laun Nara kehilangan kesadaran dan memasuki alam mimpi yang menenangkan.

Dalam mimpi indahnya Nara merasakan puncak kepalanya diusap lembut. Nyanyian merdu membuat Nara samakin tidak ingin bangun.

These days it feels like you're mine, it seems like you're mine but no
Belakangan ini, rasanya seperti kamu milikku, sepertinya kamu milikku tapi bukan

It feels like i'm yours, it seems like i'm yours but no
Rasanya seperti aku milikmu, sepertinya aku milikmu tetapi bukan

These days, I hate hear that we're just like friend
Belakangan ini, aku benci mendengar bahwa aku hanya seorang teman

Tbc

Hayooo hayoo, Nara cuma mimpi atau beneran dinyanyiin?

Makasih udah mampir teman-teman 😊

Siapa yang mau satu part lagiiiii????

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top