Part 2 - Pacar

"Ken? Kenan?"

Kenan terpaksa bangun dari posisi rebahannya. Suara seorang wanita memanggil dari lantai bawah, suara yang sulit untuk Kenan bantah. Kenan tinggalkan kasur dan game online yang sedang ia mainkan begitu saja.

"Ada apa, Tante?" tanya Kenan seraya turun dari tangga rumahnya.

Wanita yang biasa disapa tante Indah itu tampak kusut. Wanita berusia empat puluhan lebih itu adalah ibu dari Nara. Wajahnya sangat mirip dengan Nara yang cantik dan manis.

"Nara di mana?" tanya tante Indah.

"Dia sudah pulang, Tante," jawab Kenan.

"Pulang? Tapi anak itu nggak ada di rumah. Sudah Tante duga, anak itu memang nggak bisa ditinggal sebentar saja. Dia pasti pergi keluyuran," omel tante Indah.

"Ah, sial!" Kenan mengumpat pelan. "Maaf, Tan. Aku kecolongan kali ini. Tadi kami sedikit berantem. Aku kira dia akan berkurung di kamar karena kesal."

"Tolong kamu cari Nara. Sebentar lagi malam."

"Siap, Tante!" Dengan sigap Kenan mengambil kunci mobilnya yang tadi ia letakkan di atas meja ruang tamu.

"Hati-hati di jalan," samar-sama Kenan mendengar ibu Nara meneriakinya untuk hati-hati.

Kenan keluarkan mobil dari garasi rumah. Ia kendarai kuda besi itu dengan kecepatan sedang. Menelusuri jalanan di penghujung sore, langit sebentar lagi akan gelap.

Entah ke mana lagi kali ini Kenan akan mencari Nara. Terakhir saat pergi keluyuran dari rumah tanpa pamit, Kenan mendapati Nara di rumah seorang laki-laki yang kata Nara adalah gebetannya. Namun sejak penjemputan paksa Kenan, hubungan Nara dan sang gebetan yang bahkan belum dimulai kandas. Kejadian itu satu minggu yang lalu.

Dan Kenan belum mendapatkan update terbaru dengan siapa Nara dekat.

Kenan menghentikan mobil ketika di lampu merah. Fokus Kenan tertuju pada motor besar yang juga berhenti menunggu lampu merah, tepat di sisi mobilnya. Bukan motor atau si pengendara yang menarik perhatian Kenan, namun perempuan yang duduk di boncengan motor itu.

Perempuan itu, Nara.

"Sudah gue duga," desis Kenan.

Motor itu melaju saat lampu berubah hijau, begitu juga mobil Kenan. Akan Kenan pastikan motor tersebut tidak hilang dari pandangannya, dan di saat yang tepat ia akan menyalip.

Bunyi decitan ban mobil dan aspal yang beradu terdengar nyaring. Kenan berhasil menyalip motor yang membawa Nara, mobilnya menghalangi laju motor tersebut.

"Kenan," ujar Nara pelan begitu Kenan turun dari dalam mobil. Nara sudah tidak kaget dengan hal ini.

"Woi, lo bisa bawa mobil nggak, sih?! Lo kira ini jalanan nenek moyang lo?!" maki laki-laki yang membawa Nara sambil membuka kaca helm full face-nya.

"Pulang!" suara Kenan mengudara tegas.

Nara cemberut. Ia turun dari atas motor, Nara lebih baik mengalah seperti biasanyaa. Nara tidak ingin ambil risiko atau masalah ini akan semakin besar.

"Masuk ke mobil!" titah Kenan.

"Iya!" Nara memasuki mobil dengan patuh. Sementara Kenan mengawasi gerak-gerik perempuan itu.

Setelah memastikan Nara memasuki mobil, Kenan mendekati laki-laki yang membawa Nara. Laki-laki itu duduk manis di atas motor besarnya. Gayanya terlihat songong. Tak ingin kalah, ia tatap Kenan dengan tajam.

"Siapa lo?" tanyanya.

Kenan berdiri tepat di sisi motor. Ia tarik satu ujung bibirnya ke atas. "Elo yang siapa?" Kenan balas bertanya.

"Gue teman Nara!"

"Gue pacar Nara!" Pelan, namun tidak menghilangkan ketegasan dalam suara Kenan. Membuat lawan bicaranya mati gaya.

_o0o_

"Kak Kenan, bilang apa sama Rio?" tanya Nara dalam perjalan pulan mereka.

"Nggak bilang apa-apa," jawab Kenan dingin. Matanya tertuju pada jalanan.

Nara menghela napas. "Aku heran, deh. Rio itu orangnya keras. Berandalan di sekolah. Dia suka sama aku dari lama. Masa nggak ada perlawanan waktu Kakak bawa aku pulang gitu aja. Pasti Kak Kenan ngancem dia, kan?"

"Terserah kamu mau berpikir apa," sahut Kenan malas. Dia masih sebal pada Nara.

"Kalau gini terus aku bisa jomblo seumur hidup," dumel Nara kesal. Ia banting-bantingkan kepalanya ke kaca jendela mobil.

"Jangan dibanting kepala kamu, bisa-bisa kamu makin bodoh. Kaca mobilku juga bisa rusak," ejek Kenan.

Dan selanjutnya yang mengisih kebersamaan mereka adalah ocehan Nara yang panjang. Kenan nikmati suara yang mengalun dari bibir Nara layaknya pendengar setia sebuah radio.

Ah, mulut perempuan itu memang diciptakan tanpa rem.

_o0o_

Yuuhuuu~

Hari senin telah tiba. Awal minggu yang jauh dari weekend. Rutinitas Nara masih tidak berubah di senin pagi ini, upacara bendera. Di depan sana sedang berdiri kepala sekolah di atas mimbar dengan ocehan sepanjang rel kereta api.

Nara berdiri di barisan paling belakang, di sampinnya ada Dini. Keduanya berbisik-bisik tentang kepala plontos kepala sekolah.

"Kira-kira di jidat pak kepsek bisa mendarat pesawat nggak, ya?" tanya Dini.

"Bukan pesawat, tapi roket," sahut Nara.

Lalu keduanya terkikik pelan. Padahal obrolan mereka sama sekali tidak lucu.

"Pesawat roda dua," sambung Nara. Lalu mereka tertawa dengan suara sedikit lebih keras.

"Bukan roda dua, tapi --"

"Kalian berdua ikut saya!"

Mampus! batin Dini.

Mati gue! batin Nara.

Suara itu yang berasal dari belakang punggung Nara dan Dini, keduanya menoleh dengan gerakan pelan. Ketua OSIS berdiri tegak di depan mata mereka.

"Ikut saya! Cepat keluar dari barisan!" pintah laki-laki berseragam putih abu-abu itu.

"Lo dipanggil tuh!" bisik Nara.

"Lo juga dipanggil," sahut Dini.

"Kalian berdua!" tegas si ketua OSIS.

"Mau jadi apa bangsa ini kalau anak mudanya tidak berpendidikan? Pemalas. Tidak tahu aturan."

Pidato kepala sekolah menyela. Pidato yang intinya hampir sama dari minggu ke minggu. Herannya durasi pidato tersebut selalu bertambah panjang setiap minggunya, walau dengan isi yang sama.

"Cepat!"

Dengan ogah-ogahan Nara dan Dini melangkah malas. Mengikuti si ketua OSIS yang berjalan di depan. Mereka menelusuri pinggir lapangan.

"Berdiri di sana," pintah ketua OSIS itu sambil menunjuk baris orang-orang terbelakang. Oke, maksudnya terbelakang dalam artinya kumpulan murid-murid nakal yang terlambat datang atau pun yang tidak memaki atribut sekolah dengan lengkap.

Nara dan Dini berdiri di barisan paling belakang. Keduanya serentak memasang wajah masam. Si ketua OSIS itu memang tampan dengan wajah bulenya, tapi jika memberi hukuman seperti ini ia tidak terlihat tampan sama sekali.

"Pindah ke barisan paling depan!" Lagi-lagi si ketua OSIS memerintah.

"Untung ganteng," cibir Nara. Kemudian ia berjalan ke depan.

"Gue pacarin juga lo!" Dini ikut-ikutan mencibir, lalu Dini juga ikut berjalan ke barisan paling depan.

_o0o_

"Nara Putri Atalla."

Merasa namanya disebut Nara segera angkat tangan. "Saya," ujarnya.

"Minggu ini Anda terlambat datang tiga kali," si ketua OSIS membaca dosa Nara. Ah, nama Nara memang sering dicatat di buku dosa SMA Panca Dharma karena sering terlambat.

"Dan ditambah Anda bergosip selama ucapara berlangsung," ketua OSIS itu mengusap-usap dagunya, seolah memikirkan hukuman yang tepat bagi Nara.

Nara melirik kiri dan kanan, yang lain sudah menerima hukuman masing-masing. Hanya tinggal ia sendiri. Bahkan dari sini Nara dapat melihat Dini sedang mengepel koridor kelas sebelas sebagai hukuman.

Nara menantikan mulut ketua OSIS itu terbuka. Namun di detik ke dua puluh laki-laki itu masih tampak berpikir.

"Hukuman saya apa?" tanya Nara tidak sabaran.

"Hukumannya adalah lo jadi pacar gue."

Tbc

Masih mau lanjut?
Harus mau! Hehehe

Jangan lupa tinggalkan jejak 😊

⚠ awas typo ⚠

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top