Part 18 - Antara Kenan dan Dini
"Nah, itu Nara. Dia pacar Barra ketua OSIS kita."
"Jadi itu Nara? Cantik sih, ya cocok lah sama Barra."
Nara tersenyum senang ketika melewati dua orang siswi yang sedang bergosip. Rasa percaya dirinya semakin melambung tinggi. Mata setiap murid yang ada di koridor seolah tertuju padanya.
"Nara," suara Barra terdengar memanggil.
Nara menoleh, memasang senyuman secantik mungkin menyambut sang pacar. Warga SMA Panca Dharma melirik iri, terutama kaum Hawa. Ini salah satu rasa yang Nara sukai selama pacaran dengan Barra, rasa bangga.
Barra berdiri tepat di hadapan Nara. "Maaf tadi gue nggak bisa jemput," sesal Barra.
"Nggak masalah. Gue di antar sama Kak Kenan. Oh iya, gue belum cerita, ya? Beberapa minggu ini gue dititipkan di rumah Kak Kenan karena orangtua gue keluar kota," cerita Nara.
"Tetangga lo yang suka ikut campur itu? Ah, gue cemburu dengarnya," Barra cemberut.
Nara terkekeh. Pacarnya terlalu terbuka tentang cemburu.
"Kenapa tadi malam HP lo mati? Gue khawatir karena lo nggak bisa dihubungi. Gue tanya ke Dini dia juga nggak tau kenapa HP lo mati dan susah dihubungi," Barra menghela napas.
"Gue baik, kok. Tadi malam gue sedikit berantem sama Kak Kenan. Ah, udahlah! Nggak perlu bahas Kenan. Gue masih sebal banget sama dia. Masa nyuruh gue makan malam Pake cara nendang pintu," ungkap Nara dengan nada kesal.
"Kak Kenan nggak pernah manis sama gue akhir-akhir ini. Tapi kalau bersikap sama Dini, dia sok baik," Nara mengomel.
Barra memperhatikan ekspresi Nara ketika berbicara tentang Kenan. Kadang perempuan itu merenggut, berdecak atau cemberut. Seribu ekspresi yang secara tersirat menyatakan bahwa Nara bersemangat bercerita tentang Kenan.
"Pokoknya gue sebal sama Kak Kenan. Masa dia kasih helm punya aku ke Dini," Nara menghentakkan kakinya. Seolah ia sedang menginjak wajah sok ganteng Kenan.
Barra mengacak rambut pada puncak kepala Nara. "Lo bawel banget, sih."
Nara cemberut. "Ih, gue malah dibilangin bawel. Sebel, ah."
Nara memutar tubuh. Melanjutkan perjalanan menuju kelasnya. Tas ransel yang Nara sandang semakin ia eratkan.
Barra memperhatikan punggung Nara yang semakin jauh. "Hati-hati di jalan," Barra sengaja menaikkan nada suaranya agar dapat didengar Nara.
"Gue nggak dianterin ke kelas, gitu? Nggak dibujuk atau apa?" cibir Nara.
Nara berjalan cepat menuju kelas. Orang-orang masih curi-curi pandang pada pacar si ketua OSIS ini. Menyadari pada nitizen memperhatikannya Nara segera memasang gaya anggun.
Langkah Nara berputar menuju toilet. Keinginan untuk buang air kecil sudah tidak dapat untuk ditunda lagi.
"Jangan bohong sama gue, Dini. Lo ada masalah sama Nara, kan? Gue perhatikan hubungan kalian dingin."
Nara menghentikan langkahnya. Segera ia bersembunyi di balik dinding sebelum membelok menuju toilet perempuan. Ada Dini dan Nisa di samping toilet, keduanya tampak serius.
"Gue nggak tahu harus cerita mulai dari mana, Nis. Kalau Nara tahu apa yang terjadi mungkin dia nggak akan mau sahabatan sama gue lagi," Dini menunduk untuk menyembunyikan kesedihannya.
"Tentang apa? Apa yang lo sembunyikan?" Nisa menuntut penjelasan.
Sementara Nara mempertajam pendengarannya. Otak Nara sibuk menerka-nerka.
Dini mengumpulakan kepingan keberanian untuk berbagi cerita pada Nisa. Memantapkan hati. "Sebenarnya gue suka sama --"
"Lo suka sama siapa?!" Nara keluar dari tempatnya bersembunyi.
Dini dan Nisa terkejut. Terutama Dini, wajah perempuan itu seketika berubah pias.
"Lo suka sama siapa?" tanya Nara menuntut.
Mata Dini bergerak gugup. Tangannya mulai berkeringat. Dini tidak siap dengan kehadiran Nara.
"Jawab, Dini!" tuntut Nara.
"Gue suka sama Kak Kenan," lugas Dini. Hanya kebohongan ini yang terlintas di otak kecilnya. Pengakuan ini lebih baik daripada Dini mengatakan suka pada pacar sahabatnya sendiri.
"Apa?" Nara memastikan kebenarannya. Ia tak percaya.
"Lo suka sama Kak Kenan?" ulang Nisa.
Dini mengangguk sebanyak dua kali. "Gue suka sama Kak Kenan."
"Tapi gimana bisa? Selama ini kita semua selalu menerka-nerka kalau Kak Kenan suka Nara," ujar Nisa.
"Pantas aja lo gencar banget dekatin Kak Kenan," Nara berujar dengan nada sedikit sinis, tanpa sadar. Sudut hati Nara seakan tidak terima dengan pengakuan Dini. Ini terlalu mendadak.
Setelah mengatakan itu Nara memasuki toilet untuk buang air kecil. Berlagak tak peduli dengan pengakuan Dini, walau sebenarnya sangat mengusik perasaan Nara. Oh ayolah, memangnya Nara akan bertindak seperti apa lagi?
"Apa gue salah?" tanya Dini selepas kepergian Nara.
_o0o_
Kenan baru saja selesai rapat dengan anggota BEM. Ruangan yang digunakan untuk rapat sudah tampak sepi. Beberapa mahasiswa beranjak pergi, sebagiannya lagi bertahan untuk berdiskusi seputar pelajaran atau pun masalah lain.
Kenan men-shut down laptopnya. Ia tutup benda canggil tersebut, kemudian Kenan simpan ke dalam tas ransel hitam miliknya.
"Kenan, tugas dari Bu Ayu udah gue kirim lewat e-mail. Lo tinggal print dan kumpulkan ke beliau," Novi mendekati Kenan. Ia mengambil kursi di yang tak jauh dari laki- laki itu.
"Mata kuliah ekonomi makro itu, ya? Deadline-nya kapan?" Kenan hampir saja lupa tugas kelompoknya yang satu itu, seputar EPS, ROA dan ROE.
"Senin depan, sih. Masih lama," beritahu Novi. Ia persembahkan senyuman tercantik untuk Kenan.
"Ngobrol apa lo berdua? Nggak ngajak-ngajak, nih," Yogi ikut bergabung dengan Kenan dan Novi.
Kenan melirik sekilas, "kepo lo."
"Nov, lo jangan berharap lagi sama si Kenan ini. Dia udah punya cewek. Gosipnya cewek Kenan anak SMA. Gue udah pernah ketemu, dan ternyata...." Yogi menjedah kalimatnya.
Novi menatap penasaran. "Ternyata apa?"
"Ternyata memang anak SMA, Cuy," Yogi tertawa renyah. "Namanya Dini."
"Bacod lo!" sambar Kenan.
Novi merasa kecewa sebab Kenan tidak meralat ucapan Yogi. Respons yang tidak sesuai dengan harapan Novi.
"Nanti malam kita nongkrong yuk di warung Pak Anam. Buang suntuk. Dan yang punya pasangan wajib bawa!" beritahu Yogi pada anggota BEM yang ada di sana.
"Terus yang jomblo bawa apa?" tanya salah satu anggota BEM.
"Bawa jiwa dan raga," jawab Yogi. Disambut gelak tawa.
"Terutama presiden mahasiswa kita ini!" tunjuk Yogi pada Kenan. "Lo wajib bawa pacar lo si Dini!"
Kenan memutar bola matanya jengah. Apa penjelasan Kenan saat di warung beberapa waktu yang lalu kurang jelas? Dini bukan pacarnya.
"Wajib! Lo harus bawa Dini," tuntut Yogi.
"Pak Ketua kita benaran udah punya cewek?" tanya yang lainnya.
"Punya lah. Emangnya elo jomblo!" jawab Yogi, dan lagi-lagi disambut dengan tawa meriah.
"Gue emang jomblo! Masalah buat lo?!" sahut si penanya tadi dengan nada bercanda. Suasana semakin cair.
Pada akhirnya Kenan itu tertawa akan candaan teman-temannya. Kenan senang jika ia dan timnya dalam kebersamaan yang menggembirakan seperti sekarang. Rasanya ada ikatan kekeluargaan yang kuat.
Dan tanpa sadar Kenan menjanjikan akan membawa Dini pada acara mereka malam ini.
Tbc
Pengen double up
Pada mau nggak????
Awas ada typo😁
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top