Part 16 - Tarik ulur

Saat jam pulang telah tiba. Nara dan Dini berjalan bersama menuju parkiran sekolah. Kedua saling diam, sejak tadi pagi entah mengapa hubungan Nara dan Diri terasa dingin.

"Ini helmnya," Dini memberikan helm motif tengkorak tersebut pada Nara begitu mereka sampai di parkiran.

Nara mengambil benda itu. Ia tatap Dini tanpa minat.

"Kak Kenan udah jemput, gue pergi dulu kalau begitu," beritahu Nara, ingin tahu seperti apa reaksi yang akan Dini tunjukkan.

"Gue tahu. Itu mobilnya," Dini melirik mobil Kenan yang terparkir di tepi gerbang. Reaksinya tampak santai, membuat Nara sulit untuk menerka apa yang ada dalam benak Dini.

"Gue duluan," pamit Nara  seadaanya. Persahabatan mereka terasa dingin hari ini.

Dini diam. Matanya mengawasi langkah Nara yang bergerak menjauh. Hingga temannya itu hilang dibalik mobil Kenan.

Perasaan Dini memuncah. Dini iri. Nara begitu dicintai semua orang. Seolah semua yang ada di muka bumi ini untuk Nara, termasuk cinta Barra dan perhatian Kenan.

Tidak seperti Dini yang entah mengapa sulit sekali untuk mendapatkan keinginannya. Oke, Dini akui beban hidupnya tidaklah seberat orang-orang yang sedang depresi karena cinta. Namun tetap saja ini menyakitkan.

Di lain sisi Nara duduk tidak nyaman di dalam mobil Kenan. Laki-laki itu menghancurkan mood Nara yang sejak awal memang sudah tidak utuh. Nara menekuk wajah dengan ekspresi sebal

"Helm itu punya Dini. Kenapa ada di lo?" begitu pertanyaan yang Kenan berikan saat Nara baru saja mendaratkan bokongnya di kursi mobil.

Satu lagi, Kenan memakai kata lo sebagai kata ganti nama Nara. Baiklah, Nara akui ia yang memulai terlebih dahulu mengunakan lo-gue. Namun yang tidak Nara terima di sini Kenan menggunakan nada datar saat berbicara.

Mendadak Nara ingin mendengar  Kenan yang lembut ketika berkomunikasi dengannya.

"Kemarin helm itu udah gue kasih ke Dini. Rasanya nggak pantas kalau lo mengambil hak dia," ungkap Kenan dengan ekspresi dingin. Kenan mengatakan kebenaran yang memang terjadi. Karena sejak dulu ia cukup terbuka pada Nara.

Nara merasakan helm yang berada di pangkuannya panas. Seketika helm itu terasa berat.

"Besok kembalikan helm itu pada Dini. Dan minta maaf padanya," tambah Kenan.

"Kenapa?! Kenapa gue harus minta maaf untuk helm busuk ini?!" pekik Nara emosi. Nara tidak terima Kenan membela Dini dari pada dirinya.

Kenan berdecih terkejut dengan kalimat kasar yang keluar dari bibir Nara. Gadis kecilnya berubah frontal sekarang.

"Gue juga nggak butuh helm ini," kesal Nara sambil menghempaskan helm tersebut ke kursi belakang.

Kenan semakin terkejut dengan tingkah Nara. Sangat berbeda seratus delapan puluh derajat dari Nara-nya yang dulu. Fokus Kenan pada jalanan hampir saja pecah karena perempuan itu. Kenan tidak mengenal sosok Nara yang duduk di sisinya kini.

"Lo berubah," lirih Kenan.

"Gue nggak berubah! Gue nggak berubah. Kalian yang jahat! Kalian semua yang nggak memahami gue!" amuk Nara. Emosinya meluap.

Kenan menepikan mobilnya di jalanan sepi. Ia tidak ingin terjadi sesuatu jika mengemudi dalam keadaan emosi. Tak apa jika Kenan terluka bila terjadi sesuatu, namun saat ini ada Nara dalam mobilnya. Kenan tidak ingin perempuan itu terluka.

"Gue nggak mau memperpanjang masalah, Nara. Jiwa pemberontak yang ada dalam diri lo, membuat lo sulit untuk melihat hal-hal baik. Dan ya, selamat karena lo membuat rasa peduli gue berkurang terhadap lo!" tandas Kenan kejam.

Jika Nara tidak mengerti dengan kalimat halus, maka Kenan akan gunakan kata-kata yang menusuk hati.

"Lo egois! Ingin menang sendiri! Oke, nggak masalah kalau lo bersikap begitu ke gue. Tapi pada orangtua lo? Ck, lo ingin menang atas keegoisan lo pada mereka?" decak Kenan prihatin.

"Jangan merekayasa! Jangan buat seolah-olah ini semua salah gue! Kalian semua yang terlalu keras. Dan gue yakin lo yang menghasut orangtua gue agar bersikap nggak adil. Membuat gue yang paling bersalah, dan lo muncul sebagai pahlawan yang paling benar," tuding Nara.

Hati Kenan sakit dituduh begitu oleh perempuan yang ia cintai.  Miris. Apa Kenan salah mencintai orang?

"Gue nggak sepicik itu!" Kenan menutup pembicaraan mereka. Kenan tidak tahan mendengar kata-kata Nara yang akan membuat perasaannya hancur.

Sisa perjalanan mereka habiskan dalam keheningan dibalut emosi. Matahari sore membakar kata-kata yang terlontar dari bibir Kenan dan Nara, membuat semuanya semakin buruk. Seolah tidak ada titik temu untuk kembali berdamai dalam sebuah hubungan baik.

"Mood lo boleh hancur di hadapan gue. Tapi tolong jaga sikap di hadapan mama. Dia sangat senang lo akan tinggal di rumah," Kenan memperingati.

Nara melirik tajam. Ia turun dari dalam mobil Kenan. Belum sempat Nara memasuki rumah, mobil Kenan melewasat jauh dan pergi entah ke mana. Nara tak tahu.

Bahu Nara melemas. Sebenarnya ia tidak suka dengan keadaan ini. Namun rasa egoisnya melambung tinggi.

"Nara, ayo masuk. Tante, sudah siap kan kamar untuk kamu ala-ala putri raja," suara Ibu Kenan terdengar  bersemangat. Wanita itu muncul dari balik pintu utama.

Nara pasang senyuman palsu menghadapi Arum -Ibu Kenan-. Seperti kata Kenan, Nara akan bersikap manis.

_o0o_


"Kak Kenan," Dini terkejut melihat kehadiran Kenan di rumahnya. Laki-laki itu duduk manis di ruang tamu bersama sang ibu. Ia baru saja  pulang dari minimarket depan komplek untuk membeli beberapa makanan ringan.

"Ayo, cepat sini. Punya pacar ganteng kok bilang sama Bunda," suara Suci mengudara dan terdengar memerintah, ada kesan bercanda juga.

Dini mendengus ketika ibunya mengatakan Kenan adalah pacarnya. "Kak Kenan ini teman aku, Bunda. Bukan pacar, ih."

"Sayang banget. Padahal Bunda pengen banget punya calon mantu ganteng kayak Nak Kenan. Sosor terus ya Dini sampai dapat," canda  Suci.

Kenan tertawa mendengar itu, sementara Dini mengerang malu.

"Ya sudah, kalian silahkan ngobrol. Tante ke dalam dulu," pamit ibu Dini sebelum berlalu pergi meninggalkan Kenan dan Dini berdua.

Dini mengambil posisi pada sofa single di depan Kenan, menyamkan diri di sana. Ia letakkan kantung berisi makanan ringannya di atas meja.

"Kak Kenan nggak kasih kabar kalau mau datang," Dini membuka pembicaraan.

"Ini," Kenan meletakkan sebuah helm di atas meja tamu, helm bermotif tengkorak.

"Lho?" Dini bingung.

"Maaf karena Nara mengambilnya dari kamu," ujar Kenan tulus.

"Tapi ini memang punya Nara. Aku nggak enak sama dia kalau Kak Kenan kasih helm ini ke aku."

"Kakak sudah kasih helm ini ke kamu. Berarti ini punya kamu, bukan Nara lagi. Rasanya nggak baik mengambil sesuatu yang sudah diberikan," jelas Kenan.

Apa Dini harus tersentuh dengan tindakan Kenan ini?

"Makasih, Kak," Dini tersenyum senang.

"Lain kali kalau Nara berbuat sesuatu yang aneh kamu harus lapor sama Kakak. Tingkah anak itu benar-benar berubah sekarang, dia sangat sulit diatur dan sok dewasa. Apalagi saat ini orangtuanya sedang keluar kota, Kakak takut nggak bisa menjaga dia dengan baik," Kenan mencurahkan isi hatinya pada Dini.

Dini mengangguk. "Hmmm, tenang aja, Kak. Nara akan terus aku awasi selama di sekolah. Tapi hari ini sikap Nara dingin banget sama aku."

"Dia lagi badmood sejak kemarin karena orangtuanya menitipkan Nara ke Kakak tanpa persetujuannya," Kenan lanjut bercerita.

"Jadi, Nara tinggal di rumah Kak Kenan?"

"Iya, begitulah," jawab Kenan.

Mata Dini mengerling jail. "Eheeem, bisa PDKT-an dong ini."

"PDKT-an apanya? Tadi saja kami baru barantem. Udah ah, Kakak pamit dulu. Sampaikan salam sama ibu kamu," Kenan bersiap untuk pergi.

"Nggak mau makan dulu, Kak? Atau kita minum teh bareng?" tawar Dini.

"Lain kali aja. Ini udah terlalu sore."

Dini mengangguk menanggapi perkataan Kenan. "Hati-hati di jalan, Kak."

Tbc

Selamat membaca teman2 😊😊 semoga suka 😚😚


Kasih kritik dan saran 👉

Ig : ami_rahmi98

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top