Part 14 - Mulai terlepas
Yg mau baca follow dulu.
Udah selesai baca boleh deh unfoll lagi 😎
Awas ada typo
***
Kenan berdiri di depan gerbang SMA Panca Dharma. Hari ini Kenan tidak ada kelas. Organisasi yang ia ketuai pun tidak memiliki agenda penting. Jadilah Kenan free satu hari penuh.
Kenan berencana akan buang suntuk bersama Dini. Tadi malam mereka telah janjian untuk pergi, dari pada berdiam diri dan galau merana memikirkan masalah percintaan.
"Hai, Kak," sapa salah seorang murid perempuan yang melintas, murid itu ingin cari perhatian Kenan. Kenan balas dengan senyuman ganteng sekedarnya.
Oh ayolah, siapa yang tidak jatuh hati dengan wajah tampan Kenan? Didukung dengan tubuh yang bagus dan gayanya yang trendy.
Seperti kesempatan kali ini, Kenan menggenakan kaos hitam dilengkapi kemeja berwarna berwarna navy yang memang sengaja tidak dikancing. Lalu kakinya yang panjang dibalut celana jeans. Jambul yang selalu jadi kebanggaan Kenan menambah keren penampilannya.
"Kak Kenan," pekik Dini sambil setengah berlari menghampiri.
"Jangan lari-lari, nanti jatuh," tegur Kenan.
Dini tersenyum tanpa dosa begitu sampai di hadapan Kenan. Ia atur napasnya. "Kak Kenan udah lama datang?"
"Baru aja. Udah bel pulang, kan? Ayo, kita pergi," ajak Kenan.
"Aku ambil motor dulu." Dini memutar tubuhnya dan kembali memasuki area sekolah.
"Oh iya," Dini berhenti, ia kembali menghadap Kenan. "Kak Kenan, bawa motor, kan?"
Kenan mengangguk. Ia menunjuk motor besarnya dengan gerakan dagu. Motor itu terpakir di tepi gerbang SMA Panca Dharma.
"Mantap jiwa! Kita keliling kota hari ini," ujar Dini girang. Lalu ia melangkah menuju parkiran sekolah. Di sana motor matic Dini terparkir.
Tak berapa lama Dini kembali menghampiri Kenan dengan motornya. Kenan tersenyum geli ketika melihat Dini menggunakan helm bermotif tongkorak yang ia berikan.
"Ayo, Kak," ajak Dini ambil menggas motornya.
"Kamu kelihatan kayak tukang begal pakai helm itu," Kenan tertawa ringan.
Dini mendelik kesal. "Berarti selama ini Nara juga kelihatan kayak begal pakai helm ini," balasnya dengan nada dongkol.
Kenan balas dengan tawa. Ketika Nara memakai helm itu Kenan tidak pernah beranggapan bahwa Nara mirip seorang begal. Nara terlihat cantik walau dengan helm hitam bermotif tengkorak, namanya juga cinta. Dan beda cerita jika Dini yang menggunakan.
"Susul aku, Kak," suruh Dini seraya melajukan motornya terlebih dahulu. Bergegas Kenan mengambil motornya dan mengikuti Dini.
Sementara itu ada Nara yang memperhatikan Kenan dan Dini dari kejauhan. Sejak kapan mereka berdua menjadi seakrab itu? Dan sejak kapan helm milik Nara ada pada Dini?
"Nara."
Lamunan Nara tersadar saat seseorang nempuk bahunya. Ia menoleh, dan mendapati Barra tersenyum ke arahnya.
"Nara, kita nggak bisa pulang bareng hari ini. Gue ada rapat OSIS ternyata," sesal Barra.
"Rapat?" ulang Nara, dan Barra mengangguk.
"Rapatnya nggak bisa dibatalkan," balas Barra.
Nara menjadi teringat tentang Kenan. Laki-laki itu akan membatalkan rapat organisasinya jika memiliki janji dengan Nara.
Ya, karakter setiap orang tidak dapat disamakan memang.
"Ya udah, gue pulang naik angkutan umum aja," putus Nara. Ia coba berbesar hati, walau kecewa.
"Gue benar-benar minta maaf," ulang Barra.
"Santai aja lagi. Kayak sama siapa. Gue pacar yang pengertian, kok," canda Nara.
"Langsung pulang ke rumah. Jangan keluyuran lagi. Sampai di rumah pelajarannya di ulang-ulang, PR dikerjakan," peringat Barra.
"Ashiiyaap!" Nara memberi hormat pada Barra.
Barra tertawa gemas. Ia acak rambut pada puncak kepala Nara. "Hati-hati di jalan."
-o0o-
"Dini, jangan ngebut!" Kenan setengah berteriak. Ia bawa motor miliknya semakin kencang mengejar motor matic milik Dini.
Jalan ibu kota tidak sepadat biasanya. Dini dengan leluasa mengendarai motornya, ia tersenyum jail melihat Kenan heboh sendiri. Laki-laki sejak tadi berteriak agar Dini tidak ngebut.
"Kak Kenan, kejar gue kalau bisa," teriak Dini di balik helm motif tengkoraknya. Ia gas motor miliknya, lalu melaju semakin cepat.
Mata Kenan melotot tak suka. Motor Dini melaju beberapa meter di depannya. Kenan sudah lelah untuk memperingati bocah itu agar tidak ngebut. Tapi tidak dihiraukan.
"Dini, jangan ngebut!" pekik Kenan. Ia buka kaca helm full face miliknya. Kenan kini berkendara di samping motor Dini.
Dini melirik Kenan. Ia tertawa senang, laki-laki itu terlalu khawatir. Membuat Dini semakin bersemangat untuk mengerjai Kenan.
Dini lajukan motornya menuju jembatan layang yang cukup legang. Dini menepi di sana, ia parkirkan motornya di pinggir jalan. Tak berapa lama Kenan sampai.
"Kamu ini bisa banget bikin orang jantungan. Jangan pernah lagi bawa motor ngebut! Itu bahaya," Kenan mengomel sambil turun dari atas motor. Ia buka helm full face dengan gerakan keren.
Dini terkekeh. Tubuh Dini bertumpuh pada pagar jembatan, dari sini terhampar jalanan ibu kota dipenghujung siang. Tampak sibuk seperti biasa.
"Ah, rasanya beban aku terangkat, Kak," ujar Dini sambil menikmati angin yang berhembus.
Kenan berdiri di sisi Dini.
"Aku jadi inget drama Korea kalau berdiri di sini. Angin bertiup-tiup, langit sore yang romantis. Kurangnya cuma oppa Korea yang tampan," khayal Dini.
"Lho, aku kurang tampan apa lagi?" Kenan jelas tidak terima. Ada dirinya yang tampan luar biasa di sini.
"Iya sih Kak Kenan tampan. Tapi masih lebih tampan Barra. Ugh, wajah bule Barra itu nggak ada tandingannya," Dini membayangkan Barra yang tersenyum.
"Nara juga lebih cantik dari kamu. Pantas Barra sukanya sama Nara," balas Kenan tidak mau kalah.
Dini mendelik. Kok nyebelin, ya?
"Pantas Nara pacarannya sama Barra. Itu karena Barra lebih ganteng dari dari pada Kakak," Dini memeletkan lidahnya.
"Fix, itu artinya kita sama-sama jelek," tandas Kenan. Dan Dini setuju.
"Padahal menurut mama aku, aku ini cantik. Papa aku juga bilang aku cantik. Nenek aku juga bilang aku cantik," desah Dini.
Kenan tertawa ringan. Ya, terkadang Dini sangat polos. "Itu karena mereka keluarga kamu. Ibu mana coba yang bilang putrinya nggak cantik?"
Dini cemberut. Walau begitu obrolan dengan Kenan cukup menghibur hatinya. Dini bersyukur karena punya teman untuk berbagi.
"Kalau Barra dan Nara benaran jodoh. Nasib kita gimana, Kak?" Dini mengalihkan pembicaraan.
"Nggak mungkin lah! Nara jodohnya Kakak. Dari kecil udah bareng, masa iya dia jodohnya sama yang lain. Kakak bakal protes sama Tuhan," tutur Kenan.
"Ya Tuhan, kalau Barra itu jodoh aku dekatkan lah. Kalau dia bukan jodoh aku, jodohin dong," Dini berdoa. Wajahnya sengaja dibuat nelangsa.
Dan kali ini tawa Kenan pecah. Hei, itu bukan doa tapi pemaksaan namanya.
"Kak, makan bakso, kuy. Aku ada rekomendasi warung bakso yang enak," ajak Dini.
"Ayo, deh. Laper juga, nih," Kenan mengusap-usap perutnya.
Dan sisa waktu mereka habiskan bersama hingga dipenghujung malam. Saling berbagi cerita sebagai pelarian dari masalah hati. Selama merasa nyaman tidak ada salahnya.
Tbc
Gimana sama part ini? Suka? Suka dong!
Ada yang setuju Kenan sama Dini?
Kasih komentar kalian. 😁
Ig : ami_rahmi98
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top