Part 12 - Awal

"Bother, ternyata lo ada di sini," ujar seseorang sambil menepuk punggung Kenan.

Kenan dan Dini sedikit terkejut akan kehadiran tiga orang laki-laki. Ketiganya tampak cukup keren, gaya mereka mencerminkan anak kuliahan. Dini menebak bahwa ketiga laki-laki yang datang ini adalah teman kampus Kenan.

"Jai, gue kira siapa," sungut Kenan. Laki-laki yang dipanggil Jai tertawa ringan.

"Pantas dicariin di kampus nggak ketemu, ternyata asik pacaran di sini," goda teman Kenan yang lainnya, Ardo.

Dini kaget. Hei, ia bukan pacar Kenan.

"Kenalkan ini Dini. Teman gue," Kenan mengenalkan Dini pada ketiga temannya.

Teman-teman Kenan saling melirik jail. Mereka tidak percaya pada pengakuan Kenan.

"Hai, semua. Gue Dini," Dini menimpali perkataan Kenan.

"Teman atau teman?" ujar laki-laki yang bernama Ardo.

Kenan mengangkat satu alianya. "Memangnya apa lagi kalau bukan teman?"

"Ternyata benar lo selera sama anak SMA, Bro. Lah, terus si Novi mau lo ke manakan?" Jai bertanya dengan nada setengah berguyon. Jika sudah digoda seperti ini telinga Kenan terasa panas.

"Gue memang temannya Kak Kenan," sela Dini penuh keyakinan.

"Gue pernah dengar gosip kalau Kenan pacaran sama anak SMA. Ternyata ini orangnya," Yogi menatap Dini intens sambil memainkan alis. Seolah sedang menilai.

"Ih, bukan!" sanggah Dini.

Di kampus Kenan tersebar gosip bahwa Kenan pacaran dengan murid SMA. Tidak ada yang tahu kebenaran gosip ini. Karena memang hanya kabar burung, sebab Kenan tidak memberi klarifikasi. Selain itu, Kenan juga cukup akrab dengan beberapa teman perempuan di organisasi dan kampusnya.

"Lo pacarnya Kenan, kan?" teman Kenan tak mau kalah.

"Bukan! Dibilang bukan!" Dini cemberut, sebab perkataannya tidak didengarkan.

"Kampret lah kalian! Jangan ganggu Dini," Kenan membela. Coba untuk melerai agar Dini tidak dijaili.

"Iya juga nggak apa kali! Biar jelas kalau Dini ini pacar lo, Ken. Biar nggak gue tikung," canda Jai.

Kenan menghela napas. Tidak ada gunanya memang menjelaskan pada ketiga temannya itu.

"Terus si Novi lo ke mana kan? Semua orang tau kalau dia suka sama lo?" tanya Yogi sok serius. Laki-laki yang satu organisasi dengan kenan ini memang memiliki rasa keingintahuan yang tinggi terhadap hal-hal tidak penting.

"Novi buat lo aja," jawab Kenan asal.

"Dini juga buat gue aja dong," sahut Jai.

Kenan mendelik. Tatapan sebal dari Kenan membuat Jai tertawa ringan. Oh ayolah, kenapa Kenan sensitif sekali?

"Kakak-kakak ganteng ini jangan rebutin gue, ah. Gue jadi merasa paling cantik nih," canda Dini, ia coba untuk nyaman dan mengakrabkan diri.

Ardo tertawa menanggapi candaan yang dilontarkan Dini. "Lucu banget sih adek yang satu ini. Gemeeees. Kalau udah putus dari Kenan hubungi Kakak aja," goda Ardo.

Kenan mendengus dongkol melihat tingkah Ardo. Laki-laki yang bernama Ardo itu memang terkenal playboy. Wajahnya tampan dengan tubuh atletis, jadi wajar kalau setiap perempuan di fakultas akan mudah jatuh dalam pelukan Ardo.

"Dini, ayo kita cabut. Nggak baik dekat-dekat sama para cabul," ajak Kenan sambil meminum sisa teh botol miliknya.

"Iya, Kak," Dini mengiyakan saja.

"Wah, parah! Kenan, lo buru-buru cabut takut ditagih PJ? Parah! Parah!" Jai berkata dengan nada dramatis.

"Kepala lo PJ!" dengus Kenan. "Dini, kamu tunggu di parkiran aja sementara Kakak pergi bayar. Jangan tunggu di sini, nggak aman," ujar Kenan pada Dini.

Dini mengangguk.

"Ih, Kakak Ken posesif banget ternyata," Ardo menirukan suara perempuan yang terdengar mendayu. Dibalas yang lain dengan tawa, termasuk Dini.

"Do, kerjain laporan lo! Jangan nongkrong mulu. Jadi mahasiswa abadi baru tau rasa lo!" sindiran Kenan membuat Ardo terdiam. Kenan membuka kartunya.

Ya, Ardo memang hobi nongkrong dan anti mengerjakan tugas.

_o0o_

"Teman-teman Kak Kenan asik semua, ya. Pada jail," cerita Dini sambil turun dari mobil Kenan, kini mereka telah sampai di depan pagar rumahnya.

"Aku juga heran kenapa bisa punya teman kayak mereka," canda Kenan.

"Mereka teman kampus Kakak?" tanya Dini lagi.

"Iya. Ardo satu kelas, sementara Jai dan Yogi kenal di organisasi," cerita Kenan.

Dini mengangguk. Kemudian ia sodorkan helm motif terngkorak pada Kenan yang selama dalam perjalanan Dini pangku. "Makasih buat helmnya. Makasih juga untuk tumpangannya."

"Simpan aja," kata Kenan.

Dini angkat satu alisnya. "Simpan? Helm ini? Tapi kan ini punya Nara."

"Nara nggak butuh helm itu lagi," Kenan tersenyum miris.

Hubungan yang Kenan jaga selama bertahun-tahun dengan Nara hancur dalam hitungan hari. Bahkan Kenan simpan rapat rasa sukanya agar hubungan mereka tetap terjaga dan untuk menghindari rasa canggung. Namun, semua rusak sudah. Takdir memang kadang selucu itu.

"Nara sama  Barra cuma pacaran. Mereja belum nikah. Selama janur kuning belum melengkung, boleh nikung," Dini coba mencairkan suasana.

"Dasar bocah!" Kenan tidak habis pikir dengan pemikiran Dini.

"Kak Kenan jangan sedih karena Nara. Kayak aku dong, dibawa senang aja," Dini tersenyum bangga.

Kenan mencibir. "Pura-pura bahagia! Aku nggak mau semunafik itu menjalankan hidup."

"Ayolah, Kak. Cewek bukan hanya Nara di muka bumi ini. Dan cowok juga bukan hanya Barra," cibir Dini.

"Ya, manusia memang bukan hanya mereka. Tapi kalau yang di sayang ya cuma Nara," debat Kenan.

Dini menggaruk tengkuknya. Benar juga sih, laki-laki ada banyak di muka bumi tapi yang Dini suka hanya Barra, setidaknya untuk saat ini. Sepertinya Dini salah pilih Kenan sebagai teman untuk berdebat.

"Benar. Aku juga nggak baik-baik aja. Bohong kalau aku bilang senang lihat Nara dan Barra jadian. Jadi penggemar diam-diam itu nggak enak," curhat Dini.

Tidak ada yang tahu betapa dirinya sangat bahagia setiap melihat Barra, baik saat laki-laki itu melintas di depan kelasnya atau saat Barra maju memberi kata sambutan sebagai ketua OSIS ketika ada acara sekolah. Rasa itu Dini simpan baik-baik.

"Sedih juga perlu, tapi lakukan seperlunya saja. Jangan terus bohong pada diri sendiri. Udah ah, masuk sana! Jangan lupa istirahat, jiwamu yang lelah butuh istirahat," suruh Kenan.

"Ih, sok puitis banget. Kak Kenan, langsung pulang atau mau mampir dulu?"

"Hmmm, aku pulang saja. Helmnya simpan dengan baik. Siapa tahu nanti perlu kalau kita pergi keluar untuk buang suntuk."

Dini tersenyum, artinya ia setuju untuk menyimpan helm hitam bermotif terkorak tersebut.

Kenan kembali masuk ke dalam mobil. Ia nyalankan mesin mobilnya, lalu kuda besi di masa modern itu pergi menjauh.

Dini tatap kepergian mobil Kenan hingga hilang di tikungan komplek. Dini tersenyum kecil, bersama Kenan cukup menghibur kala ia sedih tentang Barra.

Kenan bisa menjadi patner yang tepat untuk berbagi cerita. Apalagi saat ini posisi mereka sama-sama patah hati. Dan mereka patah hati pada pasangan yang sama, Nara dan Barra.

Tbc

Gimana sama part ini?

Masih mau baca??

🛇 awas ada typp 🛇

Instagram : ami_rahmi98

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top