Part 10 - Bolos ala anak baik-baik
"Mama dengar Nara sudah punya pacar," ibu Kenan meletakkan sepiring nasi goreng di hadapan Kenan.
Kenan mengangguk. Kemudian ia makan masakan sang ibu dengan lahap.
Wanita yang biasa disapa Arum itu mengangguk. "Rudi pasti sangat marah. Dia sangat menjaga Nara dan menentang Nara untuk pacaran."
"Om Rudi kecewa, Ma. Bukannya marah," sanggah Kenan.
"Sama saja. Andai Nara paham bagaimana perasaan khawatir orangtuanya," ibu Kenan menyayangkan.
"Nara tipe perempuan yang keras kepala, Ma. Egois dan merasa sudah dewasa," Kenan lanjut memakan nasi gorengnya dengan lahap.
"Mama takut Nara terbawa arus pergaulan yang salah. Jiwa pemberontak dan ingin bebas dalam dirinya sangat kuat."
Kenan terdiam sejenak memikirkan perkataan sang ibu. Di usia yang sekarang Nara memang butuh pengawasan yang lebih ketat. Namun Kenan sendiri sudah lepas tangan untuk ikut campur dalam hidup perempuan itu.
Dan harus Kenan akui ia tidak bisa, tak bisa jika tidak peduli pada Nara.
"Awasi Nara dengan baik," nasehat ibu Kenan.
_o0o_
"Kita mau ke mana? Ini bukan jalan ke sekolah," Nara bertanya dengan nada heran.
Barra membawa mobilnya ke arah yang berlawan dengan lokasi sekolah. Laki-laki itu tampak santai. Mengendarai dengan kecepatan sedang.
"Kita bakal bolos hari ini," jawab Barra singkat.
"Bolos? Gue baru tahu kalau ketua OSIS kenal kata bolos. Jangan becanda Barra, walau gue bukan murid teladan tapi gue nggak pernah bolos sekolah. Ayo, putar balik mobilnya!" suruh Nara.
"Kalau Kak Kenan tahu gue bolos, gue bakal digantung sama dia," ceplos Nara tanpa sadar.
Wajah Barra berubah ketika Nara menyebut nama Kenan. "Kenan? Cowok yang kemarin? Tetangga lo itu?"
Nara mendengus. Kenapa ia harus menyebut-nyebut nama Kenan? Hah, Nara belum terbiasa tanpa laki-laki itu.
Hei ayolah, baru kemarin Kenan dan Nara memutuskan untuk tidak saling peduli. Dan itu baru beberapa jam yang lalu. Jadi, wajar jika Nara belum terbiasa.
"Jangan bahas Kak Kenan. Gue nggak ada hubungan lagi sama dia. Mulai sekarang hubungan kami hanya sebatas tetangga," ujar Nara sebal. Ia buang pandangannya ke arah jalanan.
"Mulai sekarang? Apa kemarin hubungan kalian lebih dari sebatas tetangga?"
Nara seolah tertampar atas pertanyaan Barra. Harus seperti apa Nara menyebut hubungan dirinya dan Kenan kemarin?
"Jangan dibahas lagi!" Dan Nara memilih untuk tidak memperpanjang pembahasan tentang Kenan.
"Lo suka sama Kenan?" tanya Barra.
"Barra, udahlah!" lugas Nara.
"Gue cuma mau tahu. Kalau memang nggak suka, ya lo tinggal katakan tidak! Dan kalau lo memang suka, gue harus berusaha untuk menghapus perasaan lo," jelas Barra dengan tenang.
"Kami cuma sebatas tetangga. Sejak dulu sampai sekarang. Apa itu sudah cukup menjawab pertanyaan lo?!" tanya Nara lugas.
Barra mengangguk. "Gue senang mendengarnya. Nara, apa lo mau tahu kenapa gue bisa suka sama lo?"
Nara melirik penuh minat. "Kenapa bisa?"
"Gue suka sama lo sejak pandangan pertama. Lo pasti lupa, hari pertama MOS kita pernah dihukum bareng karena terlambat," cerita Barra.
Nara mengangkat satu alisnya. Sungguh, Nara memang tidak ingat. Oke, Nara memang mengingat ia pernah terlambat di hari pertama MOS. Namun jika salah satu di antara orang-orang terlambat itu adalah Barra, Nara sungguh tidak mengingat hal itu.
"Kita dihukum jalan jongkok keliling lapangan sebelum masuk barisan. Gue orang yang lo tabrak saat jalan jongkok. Gue yang kena tabrak, justru gue yang kena omel sama lo," Barra tertawa pelan.
"Jalan jongkok itu pakai mata, kan lo jadi nabrak gue. Siapa yang suruh lo jalan di sini?" omel Nara kala itu.
Nara tertawa. "Jadi, lo cowok yang nggak sengaja gue tabrak waktu itu. Ya, habis lo jalan jongkoknya lama banget."
"Bukan gue yang lama, lo aja yang ngegas," cibir Barra. "Tapi sejak saat itu gue tertarik sama lo. Seumur-umur baru pertama kali gue ketemu orang yang nggak terpesona sama muka ganteng gue pada pandangan pertama. Lo justru memaki-maki."
Nara tertawa renyah. Saat itu dia tidak begitu fokus dan memperhatikan tampang Barra. Kalau tahu Barra ganteng luar biasa sudah Nara jadikan pacar sejak saat itu.
"Gue sering liat lo dihukum karena datang terlambat," ucap Barra.
"Well, lo benar-benar suka sama gue?"
Barra mengangguk. "Gue suka sama lo."
"Bagus deh kalau lo benar-benar suka sama gue! Seenggaknya gue punya orang untuk bergantung, selain Kenan," Nara menyandarkan kepalanya pada kaca mobil.
"Perasaan sejak tadi jalan yang kita lewati ini terus," gumam Nara sambil menatap bingung pada jalanan sepi yang mereka lalui.
"Dari tadi kita memang cuma muter-muter di komplek perumahan gue," jawab Barra dengan polosnya.
"Apa?" Nara langsung menghadiahi Barra dengan tatapan aneh. Apa semua ketua OSIS memang bolos dengan cara seperti ini?
Kuker amat!
_o0o_
"Selamat datang." Barra membuka pintu rumah untuk Nara.
Nara menatap ragu rumah mewah milik keluarga Barra itu. Rumah berlantai dua tersebut didominasi warna putih. Dari pintu utama Nara dapat melihat ruang tamu yang luas, lalu tangga berbentuk setengah lingkaran menuju lantai dua.
"Orangtua gue pergi kerja," cerita Barra.
Dan apa itu artinya mereka hanya berdua?
"Kita bisa melakukan apa pun di dalam," tambah Barra.
Apa pun? Nara mulai berpikir yang tidak-tidak.
"Kita bisa belajar bareng, main game bareng atau diskusi tentang hal-hal positif. Tenang aja, asisten rumah gue ada di dalam kok."
Huh, Nara terlalu jauh berpikir. Pemikiran Barra sungguh positif. Anak baik-baik mah gitu, Nara saja yang otaknya jorok.
"Lo mau minum apa?" tanya Barra sambil mempersilahkan Nara untuk duduk di sofa ruang tamu.
Nara duduk dengan nyaman, ia tersenyum. Matanya masih sibuk menjelajahi ruang tamu milik keluarga Barra. Hingga mata Nara terhenti tepat di foto besar yang tergantung di dinding.
"Itu foto keluarga lo?" tanya Nara seraya menunjuk pada satu titik di dinding.
Barra mengangguk. "Gue ganteng kan di situ."
Nara mencibir. Cih, percaya diri Barra tinggi sekali.
"Masih gantengan bokap lo," ungkap Nara. Barra cemberut dengan bibir maju beberapa senti, membuatnya terlihat menggemaskan. Dengan ekspresi apa pun wajah bule Barra tetap saja tampan.
Di antara kebersamaan mereka tiba-tiba ponsel milik Nara bergetar. Ada telepon masuk dari Dini.
"Halo, Nara. Lo ada di mana? Ini udah bel masuk. Kenapa lo belum datang? Gue udah cek di barisan murid terlambat dan lo nggak ada. Buruan datang ke sekolah sebelum guru masuk ke kelas kita," cerca Dini dari sebrang sana dengan cepat.
"Gue bolos hari ini," jawab Nara dengan nada tanpa beban.
"Apa? Wah, parah. Parah lo! Bolos nggak ngajak-ngajak," Dini mendecak kecewa.
"Gue ada di rumah Barra sekarang. Dia yang ngajak gue bolos," sahut Nara.
Hening. Kehebohan Dini mendadak redup. Membuat Nara menjadi bingung. Dini berubah kalem dalam sekejab.
"Dini, lo masih di sana?" tanya Nara.
"Hah?" nada suara Dini berubah tidak semangat. "Ra, guru mau datang, nih. Gue masuk kelas dulu."
Lalu panggilan itu putus.
"Siapa?" tanya Barra.
"Dini. Dia marah-marah karena nggak diajak bolos," cerita Nara.
Barra tertawa renyah. "Teman lo yang satu itu agak aneh. Dia terlalu antusias terhadap semua hal."
"Terutama cowok ganteng," sahut Nara. Lalu, keduanya tertawa ringan mengingat setiap tingkah aneh Dini.
Tbc
Lebih suka Nara sama Kenan
Atau
Nara sama Barra
Ayo pilih yang mana???
Makasih udah mampir 😚😚
Awas ada typo 😁😁😁
Yok yang mau kenalan lebih jauh bisa follow ig aku. Aku sering bagikan quotes dari cerita-ceritaku di ig
👇
Ig : ami_rahmi98
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top