29 | Sorry Again!
Bismillahirrahmanirrahim.
Happy reading.
Klik tombol bintang dan komen dulu, supaya semangat revisi kisah mereka ;) Kuyylah. Sayang kalian semuaa
Seminggu usai sindir-menyindir dengan Aga, Arunika pun terlibat untuk tak menegur sapa, jika tak laki-laki itu duluan yang menyapa. Pun ketika kemarin Aluna-sang mantan-menggelar resepsi megah di hotel, tak sama sekali pria itu mengajaknya untuk menjadi pasangan pergi.
Seluruh anggota magang di undang, tapi Arunika menolak mentah-mentah ajakan mereka. Namun, hatinya belum sekuat baja walau nyatanya sang mantan suami sudah naik pelaminan. Mendengkus nyeri, air mata itu menetes lagi. Bukan tentang kesakitan yang merongrong di hati, tapi rasa pening yang beberapa hari ini mengelayuti.
Saling diam jika sudah sampai rumah mertua, saling membelakangi jika tidur di tengah malam yang berotasi.
"Berangkat bareng, Ka?" Suara parau mendominasi angin yang berdesir kencang. Embun masih berhamburan, tapi rasa sesak masih membara di hatinya. Aga memicingkan netra tatkala iris matanya menangkap sosok anggun tengah menuruni undakan tangga.
Sampai di ujung anak tangga, Arunika menggeleng tanpa menyatukan kontak mata. "Aku dijemput Meira."
Lagi, pikir Aga. Jelas nyata, perempuan itu menjauhinya. Tampak terang-terangan malah di depan orang tuanya. Manik mata tak putus pandang, mengedarkan mengikuti langkah kaki Arunika menuju meja makan yang masih sepi. Tampak anggun dengan dress mustard dan jas almamater yang tersampir di lengannya.
"Kamu masih marah sama aku?"
Arunika menoleh ke asal suara, sebelum menundukkan tubuh di kursi meja makan. "Apa aku berhak marah sama Mas Aga?"
"Tapi-"
Sangkalan Aga terpotong, ketika Hana datang dari arah dapur dengan tangan membawa mangkuk tembikar berisikan mie instan. Sebenarnya keluarga ini sangat jarang sekali memasukkan mie instan ke dalam perut mereka. Namun, karna seluruh keluarga bangun kesiangan-Hana dan Arunika-jadilah mereka mengikuti jalur sederhana. Memberikan sarapan berupa mie instan yang Aga beli di minimarket depan.
"Ma, aku pulang ini langsung ke rumah Adiba." Clarissa yang keluar dari kamarnya langsung mengecup pipi Hana dengan manja.
"Iya, salam untuk besan. Tidur jangan kemalaman sama Adiba," teriak Hana tanpa melihat putrinya. Dia sibuk membagi mie instan dari mangkuk tembikar. Sudah tahu dan sangat sering sekali sang bungsu pasti menginap di rumah besannya. Kata Clarissa tak enak di sini, sepi karena tak ada tangis bayi.
"Kapan sih Mas buat perut Mbak Ika besar supaya menghasilkan bayi-bayi ucul. Kalai gitu kan aku sama Adiba betah di sini." Clarissa mengedipkan matanya kala mendapatkan pelototan dari Aga. Sungguh, sembari terkikik geli, ia menjulurkan lidah ke depan.
"Hush!" Hana mendelik ke arah putrinya yang kini telah mengambil alih duduk di samping Aga. "Bukan enak kata kamu kuliah sambil hamil muda."
"Nggak apa-apa kok kalian tunda dulu, Mama nggak mau maksa kalian. Arunika juga lagi sibuk-sibuknya, yang terpenting kalian tetap jaga kesehatan, ya?"
Arunika tersenyum tipis. Tipis sekali. Bahkan nyeri di hati tak bisa dipungkiri. Pun pembicaraan mengenai bayi-bayi lucu tak pernah masuk dalam obrolan mereka selama ini.
Tak kelang beberapa lama, klakson dari luar menyadarkan kesunyian yang menerpa. Arunika buru-buru menyampirkan ransel lavender di bahunya. "Ma, aku berangkat sekarang, ya." Dia mendekat ke arah Hana seraya memberikan kecupan singkat di tangan sang mertua.
"Kamu nggak sarapan? Akhir-akhir ini juga dijemput Meira, nggak berangkat sama Mas Aga, Ka?"
Arunika tersenyum bahkan hingga ke mata. Merasakan remasan lembut dari mertua yang masih setia di jemarinya. "Meira bilang nggak mau berangkat sendirian ke sekolah, Ma. Jadinya aku ikut diboyong oleh dia. Kalau masalah sarapan, sekarang masih puasa sunnah, Ma."
"Hati-hati aja ya, Sayang. Jangan kesorean pulangnya, kalau bisa ikut suamimu aja," teriak Hana tatkala Arunika sudah melimbai pergi dengan kepala yang masih menoleh ke belakang. Tanpa pamit dengan suami yang masih setia terpaku dalam duduknya, tanpa lirikan yang membuat laki-laki itu kian hampa.
Arunika berusaha mati-matian untuk menampik rasa gelisah. Bukan, dia tak ingin balas dendam selama sepekan ini. Namun, Arunika sedang membiasakan hati jika suaminya bisa saja pergi tanpa pamit lagi.
Setelah raga Arunika tak terlihat lagi dari ambang pintu, Hana mengetuk buku-buku jemarinya di meja makan untuk menghentikan lamunan Aga. Sontak saja laki-laki itu terperanjat. Menahan gemuruh di dada yang kian berdetak kencang.
"Kenapa sih, Ma?"
"Kamu lagi ada masalah sama Arunika? Nggak biasanya dia begini. Dan, akhir-akhir ini dia sering puasa Daud. Kamu mengerti kan maksud Mama?" Hana mengerutkan keningnya ketika kernyitan tajam dari sang putra yang sama belingsatan.
Mendenguskan napasnya pelan, Aga menyauk nasi dan menatap piring yang telah terisi makanan untuk sarapannya. Beberapa detik, ia terdiam. Berusaha mencerna kalimat sang ibu yang masih membuatnya terpaku enggan. Dia saat ini tak di kejar waktu. Namun, tiga detik sekali dia berhasil menyuapi ke dalam mulutnya.
"Mas jika ada masalah sama istri jangan larut-larut. Perbaiki segera sebelum membuncah."
Dihapus sebagian kepentingan penerbitan
Untuk, Arunika dalam proses penerbitan. Silahkan follow instagram @miftahuljannah6_ dan @penerbitlova !!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top