25 | Sebuah Misi

Bismillahirrahmanirrahim
Vote dan komen dulu sebelum membaca :)

Happy Reading

Alhamdulillah.

Akhirnya mereka berlima bisa bernapas lega. Mendaratkan bokong di sofa double dalam ruangan. Arunika melirik Meira yang masih berjalan mondar-mandir dengan raut wajah bimbang.

“Mei, duduk dulu,” titah Arunika.

“Aku minta maaf. Gara-gara kami kita hampir mengulang bersama adik tingkat.” Meira mendesah seraya duduk di samping Arunika. Netranya penuh sirat kekhawatiran, pun bendungan air mata mengepul di pelupuk mata. “Ka, are you okay?

Arunika mengangguk. Bibirnya melengkungkan senyum. Berusaha terlihat baik-baik saja, Arunika membelai pipi Meira untuk menyeka air mata yang mulai bersimbah. “Meira, kita satu tim. Artinya jika kalian yang jatuh, kami pun ikut jatuh. Yang terpenting, jangan di ulangkan lagi, ya? Allah memberikan kesempatan kedua untuk kita agar lebih teliti dengan PPL ini.”

Mengangguk mengerti, Meira menatap Arunika dengan iris mata sendu. “Terima kasih semuanya. Aku sangat beruntung Allah memberikan sahabat-sahabat terbaik di dunia ini seperti kalian.”

Merek berlima sama-sama saling merajut kasih. Berpelukan dengan jiwa yang tersakiti. Berawal untuk merajut kehidupan dan berharap ada satu hal yang bisa membuat hati mereka puas dengan baju toga yang melekat nanti. Tak ada tujuan kuliah selain untuk membanggakan orang tua menyaksikan anak-anaknya lulus dengan gelar sarjana.

Itulah mimpi setiap mahasiswa. Memberikan rasa haru untuk ayah dan bunda. Walau nyatanya Arunika tak lagi memilik permaisuri hati yang melahirkannya, tapi ia ingin bunda bahagia melihatnya dari sana.

Ehem!

Menyadari kehadiran seseorang, mereka memupus jarak. Membidikkan mata ke arah laki-laki yang sedang berada di ambang pintu, Arunika lantas tersenyum kaku tatkala menyadari jika lelaki itu adalah pria berpengaruh dalam kerja sama pembuatan pupuk. Dan pria tersebut yang tadi membela mereka, memberikan penjelasan agar para senior di perusahaan Pupuk Sriwidjaja memberikan kesempatan.

Di depannya ada Bisma yang kini memberi isyarat lewat mata agar mereka berlima untuk berdiri. Dengan cekatan, mereka mengikuti perintah Bisma.

“Perkenalkan semuanya, ini adalah Pak Johan. Beliau adalah direktur PT Angkasa Jaya dan beliau juga termasuk investor yang terlibat dalam pelatihan ini.” Bisma memperkenalkan pria berjas itu dengan sangat sopan.

Pria bernama Johan tersebut mengulum senyum selebar mungkin seraya menangkupkan kedua tangannya di depan dada. “Senang bisa kenal dengan kalian. Saya percaya kalian adalah mahasiswa terbaik, hanya saja mereka salah menilai. Dengan satu kesalahan mereka melupakan kerja keras kalian semua selama satu bulan.”

Tak ada yang menimpali, kecuali deretan gigi yang tersenyum lebar.

“Sebenarnya saya malu mengatakan ini. Namun, jika tidak ada saya kalian pasti mengulang semester depan, bukan?” Johan mengayunkan tungkainya lalu duduk di sofa. Melipat kaki kanannya agar berada di atas kaki kiri.

Mendengar hal itu, Arunika mengerutkan keningnya. Wajahnya mendongak, menatap penuh tanya kepada pria tambun yang kini duduk dengan gagah di sofa. Sepertinya ada yang tidak beres di sini.

“Ma-maksud Bapak apa, ya?” sahut Meira pelan. Dia melirik ke arah samping, saling tukar kontak mata dengan Arunika.

Johan berdiri, berjalan mendekati Bisma seraya memasukkan kedua tangannya di saku celananya. Memasang seringai licik di sudut bibirnya, Johan menepuk pundak Bisma pelan. “Saya sudah membuat kesepakatan dengan Bisma. Di dunia ini sudah hal lumrah untuk saling timbal balik, 'kan? Pun dalam kamus hidup saya itu menjadi hal utama. Tidak ada yang gratis di sini. Termasuk ketika saya membantu kalian di hadapan jajaran investor lainnya.”

“Saya ingin kalian mencuri semua produk pupuk non subsidi, NPK, dan urea yang telah diolah oleh para siswa. Tenang, kalian tidak akan masuk penjara jika menjalankan misi ini dengan halus. Ketika semuanya sudah kalian selesaikan, saya akan membawa semua produk tersebut ke dusun dan menjual di sana.” Johan menatap seluruh anggota PPL dengan ekspresi lugas.

Arunika memicingkan kelopak mata ke arah Bisma. Wajah pucat pasi yang tadi menghias lantas terkikis begitu saja. Mencuri. Perbuatan yang diharamkan dan tak patut dibenarkan. Ah, ia tahu kehidupan ini keras. Namun, tidak akan ia melakukannya jika semata-mata untuk tak mengulang mata kuliah di semester depan.

“Baik. Kami semua setuju untuk menjalankan misi ini,” tanpa meminta persetujuan, Meira memberikan jawaban. Pun kontan mereka semua menatap Meira penuh  sirat tak kesukaan.

“Mei, apa-apaan sih? Mencuri apapun itu dengan dalih agar kita tidak mengulang PPL tidak bisa dibenarkan, Mei. Pokoknya aku nggak setuju.” Arunika akhirnya buka suara. Nada tinggi mendominasi, pun iris mata yang kentara menarik atensi.

Johan menoleh ke arah Arunika, mendekati perempuan itu dengan mimik wajah seringai. Mengangkat kedua alisnya, Johan berusaha terlihat tenang. “Jika kalian tidak setuju, mudah saja. Selamat mengulang di semester depan.”

“Nggak, Pak. Kami setuju,” sergah Meira dengan cepat. Matanya memberi isyarat kepada Bisma untuk mengurus semua hal yang berkaitan dengan Pak Johan. “Maaf sekali Pak teman saya ini nggak tahu di terima kasih sekali. Saya akan mengurus dia dulu. Permisi, Pak.” Tak mengindahkan pelototan tajam dari Arunika, perempuan ini dengan cekatan menarik Arunika untuk segera keluar.

Dia serahkan semua urusan tersebut dengan Bisma. Dan saatnya menjelaskan semuanya kepada Arunika.

Sesampainya di tengah taman yang penuh dengan tumbuh-tumbuhan hijau, Meira melepaskan genggaman tangannya di lengan Arunika. Menarik napas perlahan, lalu ia keluarkan dari rongga mulut.

“Meira, ini nggak bisa dibenarkan. Mencuri aset perusahaan bukan hal yang main-main. Jika ketahuan urusannya bukan di polisi aja, Mei. Namun, dengan Allah juga. Please, kali ini dengerin perkataan aku.” Arunika membingkai wajah sendunya, meraih jemari Meira untuk ia remas guna merubah pikiran sahabatnya.

“Aku tahu, Ka dan aku juga tahu apa yang suami kamu perbuat ketika di UKS tadi? Apakah kamu tidak mau membalas semua jerih payahnya yang menyakitimu selama ini. Saatnya kamu menghancurkan Aga. And it's time you taught him a lesson.” Seolah memberikan keyakinan, Meira menyeka sisa air mata yang berada di wajah Arunika.

Arunika menggeleng, perlahan beningan itu kembali menyeruak dengan kencang. Mengingat perlakukan Aga tadi kontan membuat jiwanya tak tenang. “Mei, sejahat-jahatnya Mas Aga dia adalah suamiku. Dan ini bukanlah ajang perlombaan siapa yang bisa memenangkan. Dan aku tidak bisa menghancurkannya, Mei. Jika dia hancur aku pun ikut hancur.”

Mendesah pasrah, Meira mengangkat tangannya dan menggerakkan jemari agar Arunika sedikit memajukan wajahnya. Ikut menuruti, Arunika bergeming ketika Meira membisikkan sesuatu tepat di depan telinganya. Deru napasnya tak teratur bersama rasa kalut yang membuncah tak menentu.

“Mau kan bekerjasama dengan Pak Johan? Ini nggak akan lama, Ka. Dia memberi waktu kepada kita hanya tiga minggu,” sambung Meira tatkala sudah menyelasaikan perkataannya tadi.

Arunika termangu, menatap Meira punuh rasa ragu. Seolah tak bisa membuat perubahan, Arunika akhirnya setuju. Dia mengangguk dan tak lana itu Meira memeluknya dengan rasa yang menggebu.

“Ika, janji untuk selalu bahagia bersama? Biar masalah hidupmu tak pernah ingin berdamai, ingat ada kita di sini yang akan selalu merangkulmu. Suatu saat nanti kita buktikan kepada Aga bahwa kamu kuat walau badai menerjang.”

Arunika terkekeh mendengar penuturan Meira. Mengendurkan rasa haru yang menyalip, Arunika menyentil kening Meira menggunakan jemarinya. “Majas yang kamu gunakan terlalu berlebihan.”

Akhirnya mereka berdua sama-sama saling tertawa lebar. Walau hanya guyonan sederhana, Arunika tak bisa menampik rasa haru yang mengerjang.

Dihapus sebagian kepentingan penerbitan


Untuk, Arunika dalam proses penerbitan. Silahkan follow instagram @miftahuljannah6_ dan @penerbitlova !!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top