|1| Before Story
"Namaku adalah Peter."
Di dalam ufo alien berbentuk donat yang aneh, untuk pertama kalinya Peter melihat dengan jelas penyihir yang ia kejar sejak di bumi. Ia terlihat sangat familiar, namun terlihat sangat berbeda dari yang ia ingat. Ia tidak mau sampai salah mengira seseorang, jadi ia akan bersikap seperti orang biasa yang baru mengenal seseorang.
"Strange. Stephen Strange."
Sementara sang mantan dokter bedah syaraf itu sendiri juga tampak pernah melihat anak itu. Jauh sebelum kecelakaan yang mengubah hidupnya. Namun, nama Peter itu sangat umum. Tidak mungkin ada kebetulan seperti ini...
"Tunggu. Dr. Strange?"
...kan?
"...Mr. Parker?"
.
.
Tony Stark adalah ayah yang tidak sempurna. Setelah kekasihnya meninggalkan anak mereka padanya ketika berusia 5 tahun, ia tidak tahu harus melakukan apa. Peter adalah anak yang baik, dan ia bahkan tidak pernah membayangkan jika ia akan memiliki anak sebaik dan sesempurna Peter. Ia jenius, ia adalah matahari yang bersinar terang. Tetapi dari sekian gelar yang ia miliki, tidak termasuk gelar resmi seperti PhD dan sebagainya, menjadi seorang ayah adalah hal yang tidak pernah ia bayangkan sebelum ini.
"Daddy?"
Kata-kata yang meluncur dengan polos dari anak berusia 5 tahun itu tampak sedikit meluluhkan hatinya. Mereka saling bertatapan, dan Tony tampak hanya menghela napas. Ia tahu Peter anak yang baik...
"Hey buddy.."
...tetapi ia tidak yakin siap menjadi seorang ayah.
.
.
Saat ia mengatakan itu, tentu saja ia benar. Ia tidak siap menjadi seorang ayah. Ia tidak pernah memperhatikan anak itu, ia terlalu canggung untuk hanya menyapa anak itu atau menemaninya saat tidur. Ia hanya memberikan material, dan juga bertanya untuk basa basi saja. Hanya Pepper dan juga Rhodey yang menemani Peter selama ayahnya tidak ada.
"Daddy?" Hari itu, ia baru saja selesai meeting dan juga beberapa pesta yang harus ia datangi. Kepalanya pusing dengan alkohol yang banyak ia konsumsi. Rhodey membawanya bersama Happy ke dalam rumah dimana Peter tampak mengintip dari balik pintu kamarnya.
"Hei buddy, bukankah ini sudah pukul 11 malam? Kenapa kau belum tidur?" Rhodey tampak segera menghampiri setelah melempar Tony ke sofa di ruang tengah. Happy tampak beranjak dan mencari selimut untuk bossnya itu.
"Daddy belum pulang, dan bibi Pepper khawatir. Apakah daddy minum lagi?" Peter menatap Rhodey sebelum menatap Tony yang tidak sadar dan Happy yang berjalan akan membawa selimut, "paman Happy, biar Peter yang menyelimuti daddy."
Happy menoleh ke bawah dan menatap Rhodey yang mengangguk sebelum memberikan selimut itu pada Peter. Ia membawanya dengan susah payah, dan menyelimuti ayahnya setelah ia memanjat sofa dan menepuk badan Tony beberapa kali, ia mengecup pelipis Tony.
"Selamat tidur daddy..."
.
.
"Mr. Stark, Sir. Ini sudah pukul 10 pagi. Anda menginformasikan saya jika saya harus membangunkan anda pukul 9 pagi, Sir..."
Tony tampak menggerutu, mendengar suara JARVIS yang bervolume lebih besar. Ia memegangi kepalanya, tampak bangkit dari posisinya dan menatap kearah sekeliling. Kepalanya masih berdengung sehabis mabuk semalam.
"Pukul 10? Aku harus berada di bandara hari ini," ia tampak memegangi kepalanya dan menggerutu pelan, "tidak biasanya kau tidak memaksaku untuk bangun J."
"Tuan muda Peter meminta saya untuk membiarkan anda tidur sebentar , Sir," dahinya berkerut, Tony tampak tidak senang.
"Peter!" seolah menunggu Tony untuk memanggilnya, tidak perlu waktu lama untuk anak itu berlari kearah ruang depan dengan segelas air dan juga dua buah pil berwarna putih. Semacam obat sakit kepala yang Peter tahu selalu diminum oleh ayahnya setiap ia mabuk.
"Daddy, aku baru akan membangunkanmu. Aku membawakan--"
"Berhenti disana anak muda. Kau tahu apa yang sudah kau lakukan?" Tony tampak menatap Peter yang berhenti begitu saja saat mendengar nada tidak suka dari Tony, "kau bisa membuatku terlambat. Dan sudah kukatakan untuk tidak mengubah perintah dari Jarvis tanpa sepengetahuanku atau aku akan menghilangkan otoritasmu untuk memerintah Jarvis."
"Tetapi daddy..."
"Tidak ada tapi-tapian, J--apakah Rhodey sudah tiba?" Tony tampak segera bangkit dan berbicara dengan Jarvis. Meninggalkan Peter yang tampak hanya berdiri membawa nampan berisi air dan dua pil di tangannya dan menunduk sedih.
"Aku hanya ingin daddy beristirahat sebentar..."
.
.
"Pete? Buddy?" Rhodey memang sudah mengatakan pada Peter jika ia bisa membiarkan Tony beristirahat satu jam lebih lama dari alarm Jarvis. Dan ia menunggu saat waktunya Tony dibangunkan. Peter adalah anak yang baik, ia bahkan tidak mengerti kenapa sahabatnya bisa begitu beruntung mendapatkan anak seperti Peter.
Tetapi, alih-alih melihat Tony yang senang karena Peter berusaha memberikan minum dan obat, ia hanya melihat Peter yang berjalan membawa nampan tidak tersentuh di tangannya dan hanya menundukkan kepalanya.
"Ada apa?"
"Paman Rhodey? Tidak," Peter tertawa pelan dan tampak memalingkan wajahnya, "daddy... daddy tidak suka aku membawakannya obat karena aku menyuruh Jarvis untuk tidak membangunkan daddy..."
...
"Kau tidak apa Buddy?"
"Y-ya," ia mengangguk, tampak akan melewati Rhodey, namun pandangannya tampak berkabut saat tanpa sadar air matanya mengalir begitu saja. Tubuhnya gemetar dan ia bahkan bingung harus melakukan apa karena tangannya terlalu sibuk dengan nampan di tangannya dan tidak bisa menghapus air matanya. Dan akhirnya, ia hanya bisa terisak pelan. Satu hal yang membuat Rhodey segera berlari dan menghampirinya.
"Hei-hei buddy, jangan menangis..."
"Aku tahu daddy tidak suka dengan anak yang cengeng," Rhodey menghapus air mata itu dan mengambil nampan yang ada di tangan Peter, "aku tidak ingin daddy semakin membenciku. Daddy tidak pernah sayang padaku... Daddy dan Mommy tidak pernah menyukaiku. Tetapi aku tidak ingin tinggal sendirian... aku takut daddy akan membuangku juga..."
Isakan itu menjadi tangis pelan, dan Peter hanya bisa membenamkan wajahnya di tubuh Rhodey. Dan pria berkulit tan itu hanya bisa mengusap kepala Peter, dan menenangkannya sambil memikirkan satu hal yang bisa membuatnya berhenti menonjok wajah Tony sahabatnya saat ini.
"Kenapa daddy tidak menyayangiku..."
.
.
"Aku tahu kau terus menatapku seolah kau ingin membunuhku Rhodes, jika itu karena aku terlambat, maka pembelaanku adalah karena anak itu mengubah alarmku seenaknya," mereka baru saja tiba di Afghanistan. Rhodey masih menatap tajam kearah Tony saat mereka menunggu jemputan Tony.
"Karena kau menyalahkan anakmu yang membuatku ingin menyumpalmu dengan rudal-rudal ini Tones," Tony tampak menatap Rhodey yang menyilangkan tangannya, "Peter bahkan ragu untuk membangunkamu karena kau mabuk semalam. Ia menyelimutimu semalam, ia sampai bertanya apakah kau bisa istirahat sebentar. Yang seharusnya kau salahkan adalah aku yang memperbolehkannya membiarkanmu tidur 1 jam lagi. Tetapi aku merasa kecewa karena kau bahkan memarahinya tanpa tahu jika ia kesana karena takut kau merasa sakit kepala."
...
"God, aku bahkan yakin kau tidak sadar ia membawa obatmu."
Tony hanya diam.
"Kau harus segera sadar jika anakmu adalah sesuatu yang paling penting dalam hidupmu sekarang sebelum semuanya terlambat Tones," jawab Rhodey tampak diam dan melihat jemputan yang ada di depan mereka, "aku akan bertemu di titik pertemuan. Telponlah Peter sesekali Tony."
.
.
Tony sudah mengatakan beberapa kali jika ia sama sekali tidak siap untuk memiliki anak. Namun, itu karena ia selalu mendengar bagaimana anak kecil dan semua tantrumnya. Dan Peter, ia tidak punya semua hal yang disebutkan itu. Ia adalah anak yang baik dan juga mandiri. Meskipun ia tidak memiliki anak lain selain Peter, ia tahu Peter adalah anak yang sempurna dimata semua orang. Rhodey, Pepper, bahkan Happy sudah mendapatkan hati Peter.
Kenapa ia tidak bisa menyukai anak itu?
Bukan hanya sekali ia mencoba untuk mendekati anak itu. Ia mungkin tidak bisa menunjukkannya secara langsung, dan ia sangat jarang melakukannya. Namun, ia mencoba untuk menghabiskan waktu hanya untuk memandangi anak itu saat tidur, dan beberapa kali ia mencoba untuk memulai pembicaraan orang tua anak padanya.
Tidak...
Ia bukan tidak menyukai anak itu. Sejak awal Tony bertemu dengan Peter, ia hanya merasa takut karena bayangan ayahnya Howard Stark yang mengabaikannya sejak kecil menghantuinya. Setiap saat, Peter tampak mirip dengannya saat kecil dan membuatnya membayangkan dirinya yang selalu meminta perhatian pada ayahnya.
Ia menghela napas.
Ia harus sadar jika ia bukan ayahnya, dan Peter bukanlah dirinya. Peter jauh lebih baik darinya, dan ia berhak mendapatkan lebih dari yang ia dapatkan selama ini. Ia memandangi handphonenya, namun walau ia mencoba untuk meyakinkan diri ia akan menghubungi Peter, ia ragu.
Ia sudah terlalu banyak mengecewakan Peter, dan ia bahkan tidak akan heran jika Peter membencinya saat ini.
'Apa yang kau pikirkan Tony Stark,' ia memijat batang hidungnya dan menghubungi menara.
Satu nada sambung, dua nada sambung...
"Halo daddy?" Suara melengking tinggi khas anak kecil yang terdengar disana tampak bersemangat dengan nada ceria. Entah kenapa senyumannya begitu saja tersungging di wajahnya.
"Hei Pe--"
BLAR
.
.
Peter Stark tampak bermain dengan mainannya dan sedang bersama Pepper yang menjaganya saat suara Jarvis menggema disana.
"Tuan muda, Ms. Potts, ada panggilan masuk dari Mr. Stark."
"Daddy?!" Pepper tampak tertawa melihat wajah sumringah dari Peter yang sebelumnya tampak sedih dan kecewa karena ayahnya marah padanya sebelum ia berangkat ke Afghanistan, "Mr. Jarvis! Sambungkan aku pada daddy! Aku ingin bicara dengan daddy!"
Jarvis tidak menjawab, namun suara dari speaker terdengar sudah tersambung kepada Tony yang menghubungi.
"Halo daddy?"
"Hey Pe--"
Dan suara telpon tampak terputus begitu saja membuat Peter membulatkan matanya, dan tampak Pepper mengerutkan dahinya. Tony memang terkadang tidak sopan, namun memutuskan hubungan telpon tanpa mengatakan apapun terutama saat ia yang pertama menghubungi adalah hal yang baru.
"Daddy?"
.
.
"Kita pernah bertemu sebelumnya," Yinsen--pria yang menyelamatkan hidupnya itu tampak berbicara saat mereka berada di penjara gua di Afghanistan. Tony hanya menatap kearah Yinsen. Ia begitu banyak bertemu dengan orang, dan ia tidak ingat dengan semuanya, "aku tidak akan heran jika kau tidak ingat denganku. Tetapi aku akan selalu ingat dengan anak laki-lakimu Mr. Stark. Namanya Peter?"
"...ya."
"Anak yang sangat sopan dan juga ramah. Ia adalah anak terpintar yang pernah kutemui. Sangat mirip dengan ayahnya, namun sifatnya kurasa tidak menurun padamu," Tony hanya menatap tajam pria tua itu yang hanya tertawa.
"Kau sendiri, kau punya keluarga?"
"Ya, dan aku akan menemui mereka setelah keluar dari sini," Yinsen mengangguk dan kembali bekerja pada Arc Reactor yang ada di dada Tony.
"Apakah kau bahagia bersama dengan keluargamu?"
...
"Aku akan menganggap itu pertanyaan bodoh jika aku tidak berbicara dengan anda," Yinsen tampak tertawa pelan, "tentu aku bahagia. Aku akan melakukan apapun untuk bisa bersama dengan mereka."
Tony diam, berpikir apakah ia selalu memikirkan Peter? Apakah ia selalu ingin bertemu dengannya? Dan didalam lubuk hatinya, ia tahu jawabannya adalah ya. Ia tidak akan menghabiskan waktu selama berjam-jam untuk melihat Peter tertidur atau menghindar darinya hanya karena bayangan dari ayahnya.
Didalam hatinya, ia selalu berharap bisa memiliki keluarga normal bersama dengan anak sematawayangnya.
"Bagaimana dengan anda? Apakah anda bahagia bersama dengan anak itu?"
...
"...aku tidak yakin jika aku bahagia."
"Kalau begitu, kau adalah pria yang memiliki segalanya, namun tidak memilikinya."
.
.
Ia berjalan sedikit tertatih saat helikopter membuka. Sebelumnya ia duduk di kursi roda, namun ia masih bisa berjalan, dan ia sama sekali tidak sabar untuk bertemu dengan Peter yang dari berita yang diberikan pada Rhodey ikut Pepper menjemputnya bersama Happy.
Dan saat ia berjalan keluar helikopter, ia bisa melihat Pepper yang menggendong Happy begitu juga dengan Happy yang sudah siap didepan mobil mereka. Pepper membangunkan Peter yang tampak terlalu lelah bahkan tidak terbangun saat suara helikopter sangat kencang. Dan saat ia terbangun, ia membuka mata dan menatap Tony dengan mata merah dan sembabnya. Ia membisikkan sesuatu pada Pepper sebelum Pepper mengangguk dan menurunkannya perlahan.
Ia berjalan kecil, mata merahnya tampak tidak lepas dari Tony yang menunggunya berhenti di depannya. Dan saat ia di depan Tony, anak itu tampak menunduk dan menatap kearah tanah. Ia bahkan tidak berani langsung memeluk Tony meski ia tahu anak itu tampak ingin melakukannya.
"A-aku tidak menangis," ia mengusap air matanya yang akan keluar lagi, "jadi... jadi apakah aku boleh memeluk daddy?"
Tony tidak menjawab, namun ia berjongkok mengabaikan rasa sakit di tubuhnya dan memeluk tubuh kecil itu begitu saja. Ia tidak mengatakan apapun, dan Peter hanya bisa diam dengan wajah kagetnya sebelum air mata itu pecah dan ia membalas pelukan ayahnya yang pertama kali ia dapatkan selama 1 tahun hidupnya bersama dengan ayahnya.
"Jangan tinggalkan aku lagi daddy... aku akan jadi anak yang baik..."
"Tidak akan Pete, tidak akan..."
.
.
"Aku adalah Iron Man!"
Tony tampak menatap Peter yang memakaia topeng dan juga tangan palsu seperti miliknya. Sudah 1 tahun lamanya sejak kejadian itu, dan meski Tony masih sangat canggung bersama dengan Peter, namun hubungan mereka jauh lebih baik daripada sebelumnya.
Tony tertawa melihat anaknya sebelum menggendongnya.
"Baiklah buddy, jadi kau ingin kostum Iron Man? Aku bisa membuatkanmu yang lebih dari sekedar topeng seperti ini."
"Tidak," Peter melepaskan topeng Iron Mannya dan menatap ayahnya sambil tersenyum lebar, "aku tidak ingin menjadi Iron Man. Aku ingin menjadi sepertimu daddy, seperti Tony Stark!"
.
.
Tony tampak bernapas tidak karuan saat melihat apa yang ada di depannya. Invasi dari para robot yang menyerang Stark exponya memang berakhir, namun Tony sama sekali tidak menyangka jika ia harus merasakan kepanikan seperti ini. Saat ia melihat Peter yang berdiri tegap dengan polosnya dan akan diserang oleh para robot itu, beruntung ia bisa menghancurkan robot itu.
Namun, ia tidak bisa terus melindungi Peter dan itu membuat anak itu terluka. Ia hanya bisa diam melihat bagaimana tubuh mungil anak itu tampak berbaring dengan beberapa perban di kepala dan tubuhnya.
He can't save him...
"Ia baik-baik saja Tony," Rhodey mencoba untuk menenangkan Tony dan melihat kearah sahabatnya sekarang, "ia akan baik-baik saja."
He can't save his son...
"It's all my fault Rhodes... Peter terluka karena aku," ia menyentuh tangan kecil itu dan menggenggamnya dengan pelan seolah sentuhannya akan semakin memperburuk luka Peter sedikit saja.
"Daddy?" Tony menatap kearah Peter yang membuka mata sedikit, "terima kasih sudah menyelamatkanku tadi..."
Tidak...
Ia tidak bisa menyelamatkan Peter sama sekali. Ia tidak menyelamatkannya, ia hanya membuatnya semakin terluka.
Ia gagal melindungi Peter, dan gagal menjadi seorang ayah...
Ia hanya akan melukai Peter...
Dan lebih baik jika ia tidak bersama dengan anak itu.
.
.
"Daddy! Daddy, tidak! Kenapa mereka membawaku! Daddy, aku akan menjadi anak yang baik! Jangan tinggalkan aku daddy!"
Ia bahkan tidak menghabiskan waktu 1 tahun lamanya untuk benar-benar menjadi ayah yang baik untuk Peter. Namun, ia tahu ini adalah hal terbaik yang bisa ia lakukan untuk Peter. May Parker adalah adik dari Mary--mantan kekasihnya. Ia mendengar tentang kematian mantan kekasihnya itu, dan bagaimana May ingin mengasuh Peter seperti anak kandungnya sendiri. Perempuan itu tidak bisa memiliki anak, dan saat ia lahir, ia memang menyayangi Peter seperti Peter adalah anaknya. May bahkan sebenarnya tidak setuju saat Mary menurunkan Peter di tempatnya, karena ia lebih baik mengasuhnya.
Dan itu artinya, May akan lebih tepat untuk mengasuhnya. Bersama dengan Tony hanya akan membuat Peter dalam bahaya, dan ia tidak ingin kejadian saat Obadiah akan membunuhnya terjadi kembali.
"DADDY!"
"...maafkan aku buddy," Tony tampak memeluk anak itu, "tetapi kau harus ikut dengan bibimu..."
"Kenapa? Apakah aku menjadi anak yang nakal daddy? Aku tidak akan meminta untuk masuk ke tempat kerjamu lagi, atau mengutak-atik Jarvis lagi. Aku tidak akan mengganggu daddy lagi saat sedang tidur. Jangan tinggalkan aku daddy. Aku tidak akan meminta apapun setelah ini," isakan itu menjadi tangis kuat yang membuat Tony hampir mengurungkan niatnya. Namun, keselamatan dari Peter adalah yang utama, bahkan jika itu membuat Peter membencinya.
"I don't wanna go daddy... please..."
Dan Tony sedikit menghentakkan Peter saat anak itu tidak mau melepaskan tangannya yang memeluk Tony.
"Kau bisa membawanya Ms. Parker," ia berdiri dan berbalik, tampak mencoba menulikan dirinya dan tidak sama sekali berbalik meski Peter berteriak memanggilnya beberapa kali.
.
.
"Perjanjian Accord?"
Peter Parker berusia 14 tahun saat ia melihat di TV bagaimana dunia akan membuat perjanjian itu dan bagaimana Avengers terpecah menjadi dua. Dimana ayahnya dan pamannya Rhodey melawan Kapten Amerika.
Meskipun sudah sangat lama sejak ia berhubungan dengan ayahnya, namun ia selalu menghubungi Pepper ataupun Rhodey untuk menanyai keadaan dari ayahnya dan juga semua orang yang ia kenal termasuk Happy.
Ia juga sudah menerima dan mengerti alasan dari Tony untuk meninggalkannya saat ia masih kecil adalah untuk melindunginya. Dan saat ini, ia tahu ia bisa melindungi dirinya sendiri bahkan melindungi ayahnya. Ia memiliki kekuatan untuk melakukannya, dan ia akan melakukannya tanpa ragu untuk ayahnya.
Ia ingat bagaimana Rhodey mengatakan jika ia tidak pernah melihat ayahnya seakrab itu dengan seseorang.
Dan saat ia memikirkan bagaimana ayahnya harus bertarung dengan sahabatnya sendiri, mengingatkannya bagaimana ia harus bertarung melawan Harry dulu. Dan ia tahu itu berat, bukan hanya karena Kapten Amerika kuat, namun meski mungkin ayahnya tidak mengakuinya, pria itu sudah menjadi sahabat terdekat untuk Tony.
Ia ingin membantunya, setidaknya ia tidak ingin membiarkan ayahnya melewati ini sendiri. Tony mungkin menyalahkan dirinya yang menjadi ayah yang buruk untuk Peter, namun bagi Peter ayahnya akan selalu pria bernama Tony Stark.
.
.
"Aku tahu kau kekurangan orang untuk melawannya..."
Ia tahu mungkin ayahnya akan menolaknya. Ia bukan apa-apa jika dibandingkan dengan Natasha Romanoff, Black Panther, ataupun pamannya Rhodey dan Vision. Tetapi, setidaknya ia akan membantu ayahnya sebisa yang ia bisa lakukan. Dan disinilah dia, saat ini berdiri di depan ayahnya dengan seragam Spiderman miliknya.
"Kau yakin?"
"Tentu, aku mendukungmu," aku akan mendukungmu sampai kapanpun dad.
"Aku tahu kalau kau tidak ada hubungannya dengan semua ini. Dan dari suaramu, kurasa kau bahkan mungkin seusia dengan anakku," Peter terdiam tampak menatap kearah Tony yang tersenyum getir, "kau terlalu muda untuk terlibat dalam hal semacam ini."
"Kau... kau punya seorang anak?" Ia bahkan tidak sadar ketika pertanyaan itu keluar dari mulutnya. Ia tampak menunggu Tony yang diam dan tidak langsung menjawabnya.
"Aku kehilangan statusku sebagai ayahnya karena sikapku dulu. Tetapi aku yakin kehidupannya sekarang lebih baik daripada saat ia bersama denganku," Peter hanya ingin mengatakan jika kehidupannya bersama dengan Tony adalah yang terbaik. Ia hanya ingin bersama ayahnya, dan ia tidak bisa untuk menuruti keegoisannya saat ini.
"Kurasa... ia merindukan anda."
"Aku bahkan bisa menghitung jari berapa kali aku berbicara dengannya ataupun mengantarkannya tidur sebelum aku menanamkan benda ini di tubuhku. Aku ragu ia akan mengingatku sebagai ayahnya," ujarnya sambil mengangkat bahunya, "tidak apa, selama ia berada di tempat yang aman, aku akan melakukan apapun bahkan jika aku harus berpisah dengannya..."
...
"Dan untuk tawaranmu Spiderman, kurasa kau harus memikirkannya dua kali. Ini bukan hanya mengejar pencuri ataupun menghentikan perampokan bank. Ini jauh lebih berbahaya," lanjutnya sambil berdiri dari posisi mereka di atas atap toko donat itu.
"Tetapi aku ingin membantumu."
"Kenapa kau bisa begitu mempercayaiku?" Tony tampak menatap Peter yang menggigit bibir bawahnya.
"Apakah salah jika seorang anak percaya dan ingin membantu ayahnya?"
Ia menjawab dengan nada berbisik. Namun Tony mendengarnya, dan dengan perlahan ia membuka topeng yang menutupi identitasnya.
"...oh god. Peter..."
.
.
Dan setelah kejadian itu dan kejadian Homecoming, hubungan Peter dan juga Tony membaik. Ia memang masih tinggal dengan adik dari ibunya, namun ia selalu menghabiskan waktu liburnya di menara Stark. Menemani ayahnya semenjak Avengers terpecah. Dan ia tidak berbohong saat mengatakan jika Tony adalah ayah terbaik yang bisa ia dapatkan. Tony selalu memberikan upgrade dari seragam Spidermannya hanya untuk menjamin keselamatan dari anak itu.
Dan bahkan perlahan ia sedikit merasa Tony menyebalkan dengan semua sikap overprotectivenya. Meskipun pada akhirnya, rasa senang tidak bisa ia sembunyikan.
"Dad? Aku akan pergi darmawisata ke New York minggu ini. Jadi aku tidak akan berada di mena--WHOAAA," Peter tampak menoleh pada bagian dalam lab dimana Tony berada--jika yang dikatakan Friday benar. Dan yang ia temukan adalah sebuah kostum Spiderman baru yang didesign oleh ayahnya, "ini keren..."
"Oh Peter, bagaimana? Kau suka dengan seragam barumu? Iron Spider," Tony tampak muncul di belakang Peter yang masih menatap dengan wajah berbinar dan mengangguk cepat beberapa kali.
"Apakah itu artinya aku sudah resmi menjadi Avengers?"
"Tentu tidak, kau baru berusia 16 tahun Pete, kita sudah membicarakan hal ini," Tony tampak menepuk kepala Peter beberapa kali dan membuatnya merengut karena itu, "lalu apa yang tadi kau bicarakan tentang darmawisata?"
"Oh, kami akan ke New York minggu ini. Jadi, aku tidak bisa menemuimu di menara," jawab Peter tampak segera melupakan rasa kesalnya karena masih tidak bisa meyakinkan Tony jika ia bisa menjadi anggota Avengers.
"Apa harus kuubah jadwal darmawisatamu agar kalian mampir ke menara Stark?"
"Jangan! Mereka tidak tahu jika aku anakmu dad," Tony hanya tertawa, tidak begitu tersinggung karena Peter menyembunyikan fakta bahwa ia adalah anaknya.
"Jadi, kapan aku bisa mencoba seragam baru ini," ia tampak kembali mendekat dan menatap dengan tatapan seolah akan menyantap makanan kesukaannya. Ia sangat 'lapar' untuk mencobanya.
"Not so fast kiddo, aku masih belum menyelesaikannya," Tony menggeleng dan tampak tertawa pelan saat melihat Peter yang kembali kecewa mendengar itu.
.
.
Dan ia tidak menyangka, seragam itu terpaksa digunakan saat Peter dengan sangat nekatnya mengejar ufo donat yang membawa Strange. Dan sekarang, ia bahkan menyusulnya masuk ke ufo itu.
Seolah itu belum cukup mengejutkan, Tony bahkan tidak tahu jika Peter mengenal Strange.
"...bagaimana kau bisa mengenalnya Peter?"
Ada rahasia yang disembunyikan oleh Peter.
To be Continue
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top