Until The End Of Life

Sore itu Taehyung berlari. Menyusuri seluruh koridor sekolah, menaiki kemudian menuruni anak tangga yang banyaknya bukan main. Seolah tak kenal lelah, kakinya terus melangkah mencari keberadaan seseorang yang siang tadi mengiriminya pesan bahwa ia sedang sangat membutuhkan dirinya. Taehyung yakin ada sesuatu yang tidak beres saat itu, sehingga ia segera bertanya pada teman sekelasnya yang notabenenya sepupu dari orang tersebut, tak peduli bisikan teman lain yang duduk didekatnya yang munyuruhnya untuk diam karena sosok yang mengajar saat itu bukanlah orang yang akan menerima satupun alasan. Dan pada akhirnya Taehyung harus rela kepalanya terlempar penghapus papan dan menghabiskan waktu istirahatnya dengan menyikat toilet.

Ketika ia kembali ke dalam kelas Jimin memanggilnya. Menyuruhnya untuk segera menemui Jungkook dan juga memberi tau Taehyung mengenai rencana pertunangan Jungkook nanti malam. Sebenarnya saat itu juga Taehyung akan pergi, namun sialnya guru galak itu kembali muncul di kelasnya untuk kembali mengajar.

Taehyung berdiri sambil terengah di depan pintu lapangan basket indoor sekolahnya. Perasaan lega terasa ketika matanya menangkap sosok Jungkook yang memunggunginya sambil mendribble bola kemudian memasukannya kedalam ring.

Tanpa pikir panjang, Taehyung segera menyeret langkah mendekat, bersamaan dengan Jungkook yang kembali mendribble bola ke tengah lapangan.

"Kenapa baru datang?" Tanya Jungkook sambil terus mendribble bola, tanpa melirik Taehyung sedikitpun. Toh, dia sudah tau yang datang pasti Taehyung.

Taehyung tak menjawab, ia memilih ikut bermain, merebut bola dari tangan Jungkook, mendribblenya kemudian melemparnya kedalam ring, namun gagal.

Taehyung merengut, menatap jengkel pada bola yang memantul seolah mengejeknya. Ia berbalik cepat ketika mendengar kekehan dari Jungkook dibelakangnya. Tangannya mengepal, siap untuk memukul sambil melempar tatapan tajam yang malah membuat Jungkook tertawa.

Jungkook menghentikan tawanya kemudian melirik jam tangan mewah yang terpasang apik di pergelangannya. Tanpa sadar menghela napas lelah ketika merasa waktu berjalan begitu lambat.

Taehyung menatap Jungkook yang mulai merebahkan diri di ubin. Ia tau keadaan Jungkook tengah kacau. Ia tau disaat yang seperti ini rasanya percuma jika menanyakan keadaan Jungkook. Jawaban yang ia terima mungkin hanya kalimat 'aku baik-baik saja.' atau 'Tidak ada yang terjadi, jangan khawatir.' Ia sudah terlampau hafal semua tentang Jungkook.

Taehyung ikut merebahkan diri di sebelah Jungkook. Memiringkan tubuhnya untuk sekedar menatap Jungkook yang terpejam.

"Jungkook, aku ada disini." Ucap Taehyung pelan sambil mengganggu Jungkook dengan meniup-niup wajahnya.

"Aku tau. Kau akan selalu ada untukku begitupula denganku. Terus seperti itu hingga akhir hidup ku, hidupmu dan hidup kita."

Klise memang, tapi jujur saja Taehyung suka dan ia juga tau bahwa kata-kata itu bukan sekedar gombalan semata, karena Jungkook mengucapkannya dengan tulus. Taehyung tersenyum sebelum merubah posisinya menjadi terlentang.

"Yayaya... kau memang raja gombal."

Kini giliran Jungkook yang tersenyum. Kedua kelopaknya tebuka, menampakan manik hitam yang dapat menenggelamkan siapa saja, begitu kelam juga dalam.

Tangan kanan Jungkook bergerak masuk ke dalam saku celananya kemudian mengeluarkan beberapa bungkus permen warna kuning dengan rasa lemon.

"Tae, mau permen?"

Taehyung mengangguk, tangannya terulur hendak meraih permen di tangan Jungkook. Namun dengan jahil Jungkook kembali memasukan permen-permen itu ke dalam saku dan menyisakan satu permen kemudian memakannya.

"Kalau mau, rebut ini dari mulutku."

"Sialan kau!" Umpat Taehyubg sambil mendang nendang kaki Jungkook. Tak lama kemudian Taehyung bangkit, Jungkook yang merasakan pergerakan di sebelahnya segera membuka mata dan menahan kaki Taehyung yang hendak pergi, menyebabkan Taehyung jatuh dengan suara 'gedebuk' keras.

"Kau baik-baik saja, kan?" Tanya Jungkook sambil mengangkat kepalanya, menatap Taehyung khawatir sedangkan yang ditatap terus mengumpat tak karuan.

"Aku mau pulang saja, kau menyebalkan." Ujar Taehyung gusar sambil menendang tangan Jungkook yang masih memegang sebelah kakinya. Taehyung kembali bangkit, berjalan beberapa langkah menjauhi Jungkook sebelum berhenti dan berbalik.

"Kau tidak pulang?" Tanya Taehyung yang dengan cepat melupakan kekesalannya tadi .

Jungkook menghela napas lalu menggeleng. "Malam ini aku menginap disini saja." Ujarnya sambil kembali memejamkan mata.

Beberapa detik kemudian Jungkook tersenyum kala merasakan seseorang berbaring di sebelahnya, memeluknya erat sambil menduselkan kepala ke dada bidang Jungkook.

"Kalau begitu aku akan menemanimu, Jungkook."

***

Taehyung duduk di wastafel sambil menguap lebar, kakinya yang menjuntai ia ayunkan layaknya seorang bocah. Matanya setengah terbuka ketika Jungkook keluar dari salah satu bilik kamar mandi dengan rambut setengah basah.

"Kau lama sekali, Kookie." Keluh Taehyung sambil merengut. Kedua tangannya terbuka lebar, siap menerima pelukan dari Jungkook.

Jungkook yang melihat itu tersenyum gemas. Kakinya melangkah cepat kemudian memeluk Taehyung erat. Taehyung menduselkan kepalanya keceruk leher Jungkook sambil berguman tidak jelas, menyebabkan Jungkook kembali tertawa. Tangan kananya ia gunakan untuk mengelus surai coklat Taehyung dengan lembut.

"Kita harus segera bergegas sebelum siswa yang lain datang." Ujar Jungkook sembari berbalik dan menawarkan punggung tegapnya untuk dinaiki. Taehyung dengan senang hati menerimanya.

"Aku benci pagi hari." Gumam Taehyung sambil meloncat kepunggung Jungkook.

"Aku tau. Tapi melewati pagi bersamaku bukan hal yang buruk, kan?" Tanya Jungkook. Ia sempat membetulkan posisi Taehyung di punggungnya sebelum satu tangannya ia gunakan untuk membuka pintu toilet.

"Eum! Hanya ketika bersamamu semuanya akan terasa baik-baik saja." Jungkook terkekeh, melirik Taehyung dari sudut matanya. Jelas bocah itu masih setengah sadar.

"Nanti sore kita jalan-jalan, bagaimana? Aku tunggu di ruang musik. Tae, kau dengar, kan? Yah, jangan tidur lagi."

.
.
.

Senyum antusias milik Taehyung terpaksa sirnah ketika sosok yang terlihat setelah pintu ruang musik terbuka bukanlah Jungkook melainkan Jimin. Atensinya kembali teralih pada tuts-tuts piano dihadapannya, menekannya secara asal sehingga menghasilkan melodi kacau yang terdengar suram.

Jimin menyempatkan diri untuk menghela napas sebelum berucap.

"Tae, tadi siang Jungkook diseret oleh suruhan ayahnya. Jangan menunggunya, dia tidak akan datang dan mungkin beberapa hari kedepan kita tidak bisa menemuinya."

.
.
.

"Kemana saja?"

Taehyung menunduk, menghindari tatapan dingin sang Ibu yang tengah melipat tangan di depan dada. Jari-jarinya bergetar, memilin ujung jas sekolahnya sampai kusut. Banyangan-bayangan tentang sang ibu yang akan menghukumnya mulai berkeliaran di otaknya. Entah hukuman yang seperti apa lagi. Membayangkannya saja sudah membuatnya hampir menangis.

Ibunya tidaklah kejam, ia hanya khawatir. Ya, khawatir. Karena kalau sampai ada apa-apa pada dirinya, maka yang terkena imbasnya bukan hanya dirinya sendiri, tetapi juga hyungnya.

Mata Taehyung terpejam kuat ketika kedua bahunya diremas oleh sang ibu. Rasanya sakit ketika kuku-kuku panjang itu mengerat, seolah ingin menusuknya semakin dalam kemudian mencabiknya.

"Kau tau apa yang telah kau lakukan? KAU TAU APA YANG TERJADI PADA HYUNGMU, HAH? KAU INGIN DIA MATI, BEGITU?" Murka sang ibu sambil mengguncang tubuh Taehyung. Taehyung mulai terisak, perlahan air mata mulai menetes secara bergatian dari kelopak indahnya.

"Apa... apa yang terjadi pada hyungku, eomma?"

.
.
.

Jungkook kecil menatap sebuah punggung sempit yang bergetar dari balik pagar rumahnya yang terkunci. Ia mendekat perlahan, tak ingin mengeluarkan suara sekecil apapun agar sosok yang tengah berjongkok itu tidak terkejut. Dengan hati-hati jemari Jungkook mulai mengenggam rangkaian besi pagar rumahnya. Matanya menatap iba pada pemilik punggung itu.

Dan Jungkook tau siapa sosok itu. Ia terlampau mengenalnya. Pasti Kim Taehyung, memang siapa lagi yang akan melakukan hal semacam ini selain dia?

"Kau baik-baik saja, Tae?"

Taehyung kecil mendongak, berbalik kemudian kedua tangan kecilnya meraih tubuh Jungkook lewat sela-sela pagar, meminta pelukan yang segera disambut dengan gerakan yang sama dari Jungkook. Dia masih menangis ketika Jungkook mulai mengusap surai beraroma strowberi miliknya. Meski terhalang besi pagar, keduanya tetap terus berpelukan hingga tangis Taehyung mereda.

"Kau tau, Jungkook? Rasanya sakit sekali ketika jarum-jarum itu menembus kulitku. Aku sudah katakan pada ayah dan ibu kalau aku takut jarum dan tidak akan mau datang ke rumah sakit lagi, namun ibu selalu saja marah ketika aku mengatakannya."

Jungkook semakin mengeratkan pelukannya, tangan kecilnya masih setia mengusap bahu kecil Taehyung untuk memberinya ketenangan.

Sampai akhirnya pelukan itu terpaksa lepas ketika sepasang tangan menarik Taehyung secara kasar. Menyeretnya ke dalam sebuah mobil dan berlalu meninggalkan Jungkook dengan segala kekalutannya.

"Kau lihat itu, Jungkook? Bukankah mereka mirip seperti kita." Ucap seorang gadis di belakang Jungkook.

Jungkook diam, tak ingin melihat juga melawan kata-kata kakaknya. Ia terlalu malas dan bosan pada kakak perempuannya yang menaruh perasaan benci yang begitu besar pada dirinya.

"Di keluarga mereka, kakaknya merebut kehidupan adiknya. Sedangkan kita, adiknya yang merebut hak milik kakaknya."~~~

Jungkook terbangun dengan peluh yang membanjiri tubuhnya. Napasnya terengah, kepalanya juga pening. Mimpi itu datang lagi, mimpi tentang penggalan-penggalan masa lalu yang selalu sukses mengacaukan pikirannya.

Tangannya meraih gelas di meja sisi ranjang. Ditegaknya air tersebut dengan rakus hingga sisa setengah. Geraman miliknya terdengar ketika matanya melihat pintu kamar yang tertutup rapat. Sial, mereka pasti menguncinya.

Jungkook hampir saja merebahkan tubuhnya kembali sebelum suara ketukan dari jendela kamar menggagalkan rencananya. Di sana Park Jimin sepupunya dan Min Yoongi alias Suga kekasih Jimin berdiri. Sungguh, hampir saja Jungkook terjungkal dari ranjang ketika mereka tiba-tiba muncul. Jangan salahkan Jungkook karena mengira mereka hantu, salahkan mereka yang memakai hoodie hitam dan-oh mengapa Min Suga sangat mirip hantu?

"Jungkook, cepat keluar. Taehyung membutuhkanmu."

Jungkook mengerjap beberapa kali sebelum melompat dari ranjang, meraih jaket kulit yang tersampir di sofa kemudian kabur dari rumah dengan bantuan mereka. Yah, mereka memang mirip hantu, tetapi tanpa mereka mungkin hubungungan Jungkook dan Taehyung tidak akan berjalan lancar. Mereka sudah seperti malaikat penolong dan tukang pos disaat yang bersamaan.

.
.
.

Taehyung menggenggam erat tangan hyungnya yang terasa dingin. Air matanya kembali terjatuh ketika mengingat kata-kata ibunya tadi sore.

Kemarin malam, ketika ia menginap di sekolah bersama Jungkook, hyungnya tiba-tiba pingsan. Kedua orang tua mereka membawanya ke rumah sakit. Mereka sudah mencoba menghubungi Taehyung, namun saat itu ponselnya mati. Ibu Taehyung bilang, belakangan ini penyakit hyungnya kambuh, namun ia sembunyikan karena ia merasa bersalah pada Taehyung yang selalu mejadi donor untuk dirinya.

Hyungnya memang terlahir sakit-sakitan. Kedua orang tua mereka sudah terlanjur menaruh banyak harapan besar kepada hyungnya. Sehingga ketika mereka mengetahui jika anak pertama mereka berbeda dengan anak yang lain, mereka berusaha keras untuk melakukan apapun yang dapat membuat anaknya sembuh dan hidup seperti anak-anak normal pada biasanya.

Kemudian kelahiran Taehyung adalah anugerah berharga untuk mereka. Taehyung dan kakaknya memiliki golongan darah langka yang sama. Maka dari itu, kedua orang tuanya merawat Taehyung dengan ekstra, berharap Taehyung cepat besar dan tumbuh dengan sehat, sehingga apabila suatu saat anak pertama mereka membutuhkan donor, maka Taehyung telah siap dan harus selalu siap menjadi pendonor untuk kakaknya.

Taehyung semakin mengeratkan genggamannya pada jemari sang kakak.

"Hyung, kau akan baik-baik saja, kan?"

.
.
.

Taehyung terbangun ketika merasakan guncangan ditubuhnya. Matanya mengerjap beberapa kali akibat cahaya lampu yang agak menyilaukan. Mata Taehyung membola ketika menyadari kehadiran Jungkook yang tengah berjongkok di bawah sambil menggenggam sebelah tagannya. Sepasang manik karamel dan hitam itu bertemu, sarat akan cinta juga kepedihan disaat yang bersamaan.

Taehyung meringsut, memeluk leher Jungkook dengan begitu erat. Matanya terpejam menikmati kehangatan yang Jungkook berikan.

"Bagaimana jika sekarang kita... menyerah?"

Mata Taehyung terbuka cepat ketika mendengar penuturan Jungkook yang begitu tenang. Tak ada yang membuka suara setelahnya. Yang terdengar hanyalah suara mesin pendeteksi detak jantung dan dengungan halus penghangat ruangan.

"Aku tidak menyerah, aku hanya mengalah." Ucap Taehyung memecah keheningan.

"Baiklah, kau mengalah dan aku menyerah."

Dan keduanya terkekeh sembari mengeratkan pelukan masing-masing.

.
.

Taehyung menulis sebuah pesan pada selembar kertas origami berwarna biru kemudian meletakannya di atas meja sebelah ranjang sang kakak. Dirinya melirik sekilas pada Jungkook yang menunggunya di depan pintu ruang inap kakaknya sebelum mengalihkan atensinya ada tubuh kakaknya yang terbaring.

"Hyung, kau harus sembuh. Aku menyayangimu." Ucap Taehyung tulus lalu mencium kening dan kedua sisi pipi sang kakak.

Taehyung berlari pelan kearah Jungkook. Saling melemparkan senyum dan mengaitkan kedua tangan mereka sebelum pergi keluar dari rumah sakit.

'Besok operasinya sudah bisa berjalan. Kalian tidak perlu khawatir, ambil semua yang hyung butuhkan. Ketika hyung sembuh nanti, sering-sering kunjungi aku dan Jungkook. Aku bersama dengan Jungkook, jadi kalian tidak perlu khawatir. Hyung, jaga semuanya baik-baik. Aku sangat menyayangi kalian. Hiduplah dengan bahagia, maka aku dan Jungkook juga akan bahagia.

Kim Taehyung."

.
.
.
.
.
.
.

"Jungkook, aku mencintaimu." Ucap Taehyung tulus dengan mata yang mulai terpejam.

"Aku tau, aku bahkan lebih mencintaimu, Tae. Dan cintaku akan terus bertambah hingga akhir hidupku." Mereka berdua tersenyum dalam pelukan hangat ditemani rembulan juga angin malam yang berhembus tenang.

***

Yoongi menumpukan kepalanya pada permukaan meja yang dingin. Pria manis itu sengaja datang pagi-pagi buta ke sekolah, alasanya agar dapat menikmati wi-fi gratis sekolahnya. Namun sepertinya hari ini ia lebih memilih melanjutkan tidur ketimbang ber wi-fi'ria.

"Suga Hyung."

Yoongi mengerinyit ketika mendengar suara yang amat familiar di telinganya. Kepalanya terangkat, menatap bingung pada sosok tegap yang berdiri di ambang pintu.

"Tumben datangnya pagi. Apa kau baik-baik saja, kau terlihat sedih."

Jimin menunduk, bahunya bergetar. Yoongi yang melihat itu segera menghampiri Jimin dan memelukanya.

"Jimin..."

"Hyung, mereka meninggal bunuh diri."

.
.
.

Fin.

Yuhu...ini dibuat dalam rangka ikut memeriahkan Mini Give away kak losteu-latae . Sebenarnya ni cerita udah ku buat dari awal pengumuman, tapi karena males ngedit, banyak tugas(alasan) juga acara aniv sekolah, jadi baru bisa publis skarang.

Sebelumnya aku mau minta maaf ke kakak karena aku gk bisa ngerangkai kata-kata indah nan manis buat kakak, mohon dimaklumi😅 seenggaknya kakak gk bernasib sama kyk temen" aku yg ultah, karena kadang kata" ku terkesan kejam dan nyumpahin*plak. Ok, jadi harapannya buat kakak semoga kakak selalu mendonorkan(?) cerita-cerita kakak buat para pembaca setia kakak. Jangan patah semangat, kibarkan terus bendera KookV. Semoga tambah kece, sehat, bahagia, murah rejeki, sukses selalu em...apa lagi ya? Aah.. pokoknya semua yang baik deh buat kakak😄 muah~*tepis💥.

Mian banyak typonya, cerita pasaran, gak nyambung juga gk seru😅. mkasih udah baca. Terakhir, minta vote ama komen nya yaw...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top