Part 6
"Menciumku?" Sienna mengusap bibirnya pelan. Jantungnya berdebar. Ia sadar kejadian barusan. Itu sangat nyata. Namun, ia justru tersenyum licik mengetahui kelemahan Diego. Menurutnya itu akan sangat menguntungkan untuk menjebak lelaki itu jatuh cinta kepadanya. Begitu juga ia akan mudah membalas perbuatan Milly.
"Pokoknya jangan sampai terbawa perasaan sama si berengsek, Sien," tekan Sienna pada dirinya sendiri. Ia menarik napas panjang, melegakan diri.
Sambil menunggu Ken bangun dari tidurnya, Sienna mengambil kertas HVS dan pensil. Di meja makan, ia mendesain busana mengikuti naluri pikiran. Tidak ada konsep yang terancang sebelumnya. Akan tetapi, hasil yang didapat tidak mengecewakan. Bisa menjadi ide keluaran busana wanita terbaru di musim semi. Tinggal merevisinya sedikit dan menggambar ulang untuk dirapikan.
Setengah jam kemudian, Ken bangun. Diego membangunkannya yang terus mengecupi pipi gembul bocah itu berulang kali. Di depan perapian yang tak menyala, dengan televisi di atasnya menyala, keduanya bercanda-gurau sembari menunggu masakan Sienna matang.
"Halum. Ken tudah lapal, Daddy." Ken menghirup dalam-dalam aroma saus spaghetti. Tanpa mengucapkan apa pun, ia beranjak dari duduknya lalu berlari menghampiri Sienna di dapur.
"Lapal, Anty Tien," adu Ken sambil gelendotan ke paha kanan Sienna. Kepala mendongak, matanya berkedip-kedip lucu.
Sienna masih menyelesaikan menuang spaghetti ke tiga piring--di piring terakhir. "Aunty sudah selesai masak, Sayang. Sekarang kita makan, ya." Ia menatap Ken sambil mengulas senyum.
Ken mengangguk. "Tuapin, Aunty Tien."
"Oke." Sienna menyatukan ibu jari dan telunjuk tangan kanan membentuk huruf O. Sedangkan tangan satunya menaruh teflon ke wastafel.
Diego datang menghampiri. Tanpa ragu, Sienna meminta lelaki itu membawakan piring-piring ke meja makan. Ken membuntuti sang daddy, lalu duduk di kursi. Sementara Sienna menyiapkan minuman. Ia memiliki anggur merah untuk dirinya dan Diego, untuk Ken ia memiliki susu segar tanpa gula.
"Tuapin, Anty Tien," pinta Ken lagi saat Sienna baru mendaratkan pantat di kursi samping kanannya.
"Aunty Sien mau makan juga, Sayang. Suapin Daddy, ya?" tawar Diego, duduk di samping kiri bocah itu. Jas hitam sudah ia lepas, kemeja putihnya ia gulung sesiku. Dan ia terpaksa memakai setelan kerja untuk tidur nanti.
Ken menggeleng keras menatap daddynya. "Mau Anty Tien, Daddy." Ia memasang wajah cemberut. Bibirnya mengerucut.
Sienna tersenyum penuh kemenangan. "Anak kecil tidak bisa berbohong nyamannya dengan siapa. Dia tahu mana yang tulus, mana yang modus. Apalagi hanya pura-pura peduli saja," sindirnya sambil meraih piring berisi spaghetti milik Ken. Ia mengambil garpu, memutar-mutarkan ke spaghetti sampai membentuk gulungan kecil, lantas menyuapkannya ke Ken.
Diego menatap perempuan itu tak berkedip, tetapi menahan geram. Ia tidak tahu geram apa yang dirasakan sekarang. Apakah geram dengan ucapannya Sienna yang tak pernah terkontrol, atau geram karena perempuan itu selalu memamerkan tubuh seksinya kepada dirinya? Apron yang dipakai sudah terlepas dari tubuh perempuan itu, dan memperjelas bentuk tubuhnya yang ramping berlekuk.
"Tipe-tipe lelaki mata keranjang tidak bisa melihat yang seksi sedikit. Matanya langsung jelalatan ke sana-kemari. Sepertinya kalau aku telanjang pun langsung diterjang saat ini juga." Sienna berucap sangat lirih, takut terdengar Ken. Akan tetapi, ia menyunggingkan sebelah sudut bibirnya, dan sangat yakin Diego masih menangkap ucapannya. Terlihat dari gelagatnya yang salah tingkah, lelaki itu langsung meraih gelas kaki berisi anggur, meneguknya cepat.
"Hati-hati. Kalau kesedak nyawa bisa melayang," ucap Sienna lagi, mengulum senyum penuh arti.
"Mengkhawatirkanku?" tanya Diego dengan pedenya sambil meletakkan gelas ke meja.
"Jangan salah paham. Aku belum puas mencecarmu dan melihatmu menderita, jadi jangan mati dulu. Setelah kau dan Millyteng kena karma, mati pun tak apa. Aku dan Ken akan hidup bahagia." Sienna mengembangkan senyum yang dibuat-buat.
"Anty Tien, patetinya enak. Ken mau agi. Ken matih lapal. Tadi, pelang tama dinosaulus."
Perdebatan keduanya terhenti saat suara mungil Ken menyela di antara mereka. Tangan bocah itu mempraktikkan bagaimana ia menarungkan dinosaurusnya, terlihat sangat lucu.
"Kau menyukainya?" Sienna mengembangkan senyum.
Bocah lelaki itu manggut-manggut. "Ken tuta. Tamonnya tuga."
"Nanti minta Nanny Marlin buatkan kalau di rumah." Diego menimpali sambil melahap spaghettinya. Sementara Sienna mengambil spaghetti miliknya yang belum tersentuh sedari tadi.
"Tidak tuta." Bocah itu menggeleng.
"Kau seperti juri Master Chef, Sayang. Bisa menilai masakan." Sienna tergelak. Tanpa ia sadari Diego mengamatinya dalam diam.
Jam sepuluh malam, ketiganya masih menonton televisi setelah membersihkan diri. Ken duduk dalam pangkuan Sienna, berhadapan. Bocah itu baru saja terlelap, belum lama masih bergurau dengan sang daddy yang duduk di sebelah Sienna.
"Kenapa kau nangis?" tanya Diego kepada Sienna. Lelaki itu keheranan sendiri mendengar suara isakan dari mulut sang adik ipar.
"Filmnya bikin sedih." Sienna terisak. Tangan kanannya mengusap-usap kepala Ken penuh perhatian, ia juga semakin mengeratkan dekapan bocah itu. Sementara pandangan lurus ke arah televisi. "Sama persis kisah hidup Ken. Ditinggal Mommynya meninggal. Daddynya menelantarkan demi wanita lain. Untung saja masih ada aku di sini. Kalau tidak, pasti Ken akan bernasib sama seperti bocah di film itu."
Sienna sesenggukan. "Pokoknya Ken harus bahagia walaupun tanpa Mommynya dan orang tuanya yang lain. Ken tidak boleh merasakan sakit hati seperti yang dirasakan aku dan Morgan dari orang tua."
Diego menatap iba Sienna. Hatinya meluluh. Selama kenal, ia baru sekali melihat perempuan itu menangis tepat di hari meninggalnya Morgan. Ia tahu Sienna wanita kuat mental, tipe orang ceria, dan jarang mengeluh. Sama seperti Morgan, hanya saja sang istri lebih lembut, sedangkan Sienna lebih kasar dan pemeberani.
Malam ini tangis Sienna pecah lagi hanya karena film kehidupan yang menyedihkan. Namun, cukup menampar hatinya. Dan ia sadar sekarang, keputusannya menikahi Milly salah besar. Milly jelas tidak menginginkan Ken. Perempuan itu lebih mementingkan dunianya sendiri. Berbanding terbalik dengan Sienna sangat memikirkan masa depan Ken.
"Sien, maaf," kata lelaki itu. "Kalau aku tidak sebodoh itu ...."
"Kau memang bodoh!" Sienna semakin tergugu. Pikirannya berkecamuk penuh dengan bayang-bayang Morgan, kehidupan masa lalunya, dan sekarang Ken.
"Kau lelaki yang tidak berperasaan, Diego." Sienna menatap lelaki yang memakai bathrobe, sebagai ganti pakaian kerjanya.
Dalam keremangan cahaya, Diego masih melihat jelas wajah Sienna menahan luka dan sakit hati. Ia beringsut mendekat, lalu menarik Sienna ke dekapannya. "Maafkan aku," ucapnya penuh penyesalan.
"Bukan dengan aku, kau meminta maaf. Tapi, Morgan. Dia yang disakiti olehmu."
***
Keesokan hari, Sienna membawa Ken ke butik. Awalnya, Diego melarang dan akan membawa anaknya pulang. Namun, lelaki itu kalah telak oleh ucapan Sienna yang kembali kasar.
"Aku akan menjemputmu. Lebih baik kau tinggal di rumahku daripada Ken tinggal di rumahmu terus."
Itu ucapan terakhir Diego sebelum berlalu dari rumah Sienna. Dan masih terpikir dalam benak Sienna sampai siang ini.
"Oh my God! Kau sungguh-sungguh? Diego mengajakmu tinggal di rumahnya?" Eliz tercengang saat mendengar penuturan Sienna.
"Jangan keras-keras." Sienna menaruh jari telunjuk tangan kanan di depan bibir. Matanya melototi Eliz yang kegirangan. Tidak lama, ia melarikan pandangan ke arah Ken yang sedang bermain di sofa tunggu, di butiknya.
"Kau mau?" tanya Eliz memastikan. Keingin tahuannya sangat tinggi, dan ia sangat penasaran dengan keputusan Sienna.
"Belum memutuskan," jawab Sienna sambil memerhatikan keponakannya yang bermain di sofa.
"Tapi, ini peluang bagus untukmu, Sien. Rencanamu bisa berjalan lancar untuk membalas mereka. Apalagi dengan Milly, pasti bakal kepanasan perempuan itu melihatmu tinggal di sana."
"Benar juga sih." Sienna manggut-manggut sembari mengulum senyum. Kemudian, ia menatap Eliz yang berdiri di belakang meja kasir. "Kau tahu, aku sudah tahu kelemahan Diego. Dan aku yakin, tidak lama lelaki itu bakal jatuh hati kepadaku."
"Dan aku akan bertepuk tangan kalau kau jatuh cinta sungguhan sama Diego." Eliz berjinjit, mencondongkan tubuh agar lebih dekat dengan Sienna yang berdiri di depan meja kasir. Senyumnya mengembang lebar.
"Aku akan pergi jauh dengan Ken sebelum ucapanmu berubah nyata."
"Antle Meeek!"
Seruan Ken mengalihkan obrolan Sienna dan Eliz. Keduanya langsung menatap ke arah pintu masuk, pandangan mengikuti lelaki berpakaian rapi menghampiri Ken, langsung membopongnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top