Part 5

Televisi berlayar lebar memutar video klip baby shark kartun lumba-lumba. Di depannya, Sienna menari seadanya untuk mengambil perhatian sang keponakan. Mulutnya tak berhenti mengikuti alunan lagu anak-anak tersebut. Kedua tangan terulur ke kanan-kiri, bertepuk tangan. Terkadang ia bergerak memutar dengan kedua tangan menekuk dan membuka-tutup lengan.

"Baby tek, tututu, baby tek, tututu, baby tek, tututu." Ken ikut bernyanyi. Ia bergerak memutar. Tangannya mengikuti gerakan Sienna dan terlihat lucu sekali.

Sienna semakin semangat menghibur sang keponakan. Tawanya sangat lepas. Kemudian, ia berlari kecil memutar. Ken mengikutinya dari belakang. Bokongnya yang montok terlihat menggemaskan.

"Yeeee, baby shark sudah selesai," seru Sienna sembari merentangkan kedua tangan ke atas. Ken mengikuti gerakannya dan berseru.

Keduanya duduk di karpet berbulu, kemudian Sienna merebahkan tubuh.

"Anty Tien, tapek?" tanya Ken sambil mengusap kening Sienna. Bocah itu berlagak orang dewasa yang tahu memberi perhatian.

"Iya, Sayang." Sienna mengembangkan senyum lebar.

"Ken duda tapek." Bocah itu meringsek ke bawah ketiak Sienna, merebahkan diri.

Sienna tertawa dibuatnya. Ia langsung memiringkan tubuh menghadap Ken. Kepala disangga menggunakan salah satu tangannya, sedangkan satunya lagi mengusap pipi gembul bocah itu. Lalu, beralih mencolek-colek hidung mancungnya menggunakan jari telunjuk.

"Kau tampan sekali. Perpaduan dua orang yang tidak gagal," puji Sienna lirih.

"Ampan pelti Daddy." Ken mendongak, menatap wajah Sienna. Matanya berkedip-kedip lucu sekali. Ditambah bulu matanya yang lentik dan panjang, membuat bocah itu semakin tampan.

"Eeehm, oke, tampan seperti Daddy." Sienna mengalah, tidak ingin mengecewakan bocah itu.

"Anty Tien duda tantik pelty Mommy Mogan." Salah satu tangan bocah itu menangkup wajah Sienna.

"Mommy sama Aunty, saudaraan, Sayang. Jadi, wajahnya agak mirip." Sienna mengembangkan senyum lebar. Kemudian, ia mengecupi hidung Ken dan menggelitiki pinggangnya

Bocah lelaki itu tertawa riang. Tubuhnya menggeliat ke sana-kemari berusaha menghindar gelitikan Sienna.

"Geli, Anty Tien." Ken terbahak. Ia berusaha menjauhkan tangan Sienna dari tubuhnya.

Merasa kasihan, Sienna pun menyudahi kejahilannya. Ia berganti mengecupi pipi gembul Ken, dan berhenti saat bel pintu berbunyi.

"Ada tamu sepertinya. Aunty Sien lihat dulu, ya."

Ken mengangguk. Ia membiarkan Sienna beranjak, sedangkan dirinya mengambil mainan, menyibukkan diri di karpet bulu.

Sienna membuka pintu. Ia mendapati seorang lelaki bersandar pada tembok, menunduk, dan langsung mengangkat kepala. Matanya yang terhalang kacamata hitam langsung mengarahkan pandangan ke dirinya.

"Kata Marlin, anakku ada di sini," ucap lelaki itu, suaranya terdengar berat berkharisma.

Sienna mengangkat sebelah alisnya. Ia bersandar pada kusen pintu, bersedekap. "Merasa memiliki anak? Dari siapa? Perempuan yang kau khianati?" tanyanya santai, tapi terdengar ketus.

Sienna memerhatikan penampilan Diego. Sudah tidak beraturan. Dua kancing kemeja putih bagian atas telah terlepas, tetapi jas hitam masih melapisi. Dada bidangnya agak terlihat membuat dirinya terpaku sesaat, tetapi segera menyadarkan pikirannya lagi.

"Aku ingin melihat keadaannya."

Sienna terkekeh sinis. "Tidak usah sok peduli, kalau kau sendiri tidak menginginkan kehadirannya."

"Sien, aku tidak pernah mengatakan itu. Aku peduli pada anakku. Aku menginginkan kehadirannya. Aku juga menyayanginya."

"Bulshit!" Sienna menegakkan tubuh. Menajamkan tatapan. "Kau sibuk sendiri, Diego. Kau sibuk dengan duniamu sendiri dan hanya sibuk dengan istri sialanmu itu! Kau tahu? Tadi Ken menangis histeris, tidak berhenti, membuat Marlin dan pelayan lain kebingungan menanganinya. Dia terus memanggil-manggil Mommynya. Sementara kau di mana? Marlin berulang kali menghubungimu, tapi kau tidak mengangkat teleponnya. Dan istri barumu ... oh God!" Ia mendesah, napasnya memburu, menggeleng heran. "Ada anak kecil menangis histeris, tapi enak-enakkan party? Bitch in your house, Bastard!"

"Tadi, aku ada meeting. Ponsel kutinggal di ruang kerja. Tentu aku tidak tahu Marlin menelepon, Sien," jelas Diego membela diri.

"Banyak alasan." Sienna mengibaskan tangan. "Pergi dari rumahku, Diego. Ken baik-baik saja di sini. Dia bahagia tanpamu. Dia akan tidur di sini sampai batinnya membaik lagi."

Diego tidak mengindahkan ucapannya Sienna. Ia menerobos masuk, langsung memanggil sang anak yang sedang bermain.

"Daddyyy!" seru Ken riang. Senyumnya mengembang lebar saat Diego melangkah menghampiri.

Lelaki itu langsung mendudukkan diri di samping sang anak. Ia mengangkat Ken, memangkunya. Lalu, mengecupi pipi gembul bocah itu berulang kali.

"Dinosaulus belantem. Ini talah, menanis," adu Ken sambil memperlihatkan dinosaurus beda jenis dan ukuran kepada sang daddy.

"Jelek dong, kalau menangis," balas Diego, mendapat anggukan cepat dari anaknya.

"Seperti Ken, kalau menangis jelek."

"Ken tida menanis." Bocah lelaki itu menggeleng.

"Nanny Marlin bilang, Ken, tadi menangis."

"Nanny Malin o'ong, Daddy. Ken tida nanis."

"Ken, kau latihan drama sama Daddymu?" Sienna berdecak. Ia menatap gemas Ken sambil mendaratkan pantat ke sofa belakang mereka.

Sementara Diego langsung menoleh ke arah Sienna, menatapnya. "Pasti kau yang mengajari anakku berbohong, Sien," tuduhnya.

Sienna melotot. "Enak saja. Aku mengajarkan Ken yang baik-baik."

"Anty Tien, tini." Ken melambaikan tangan, meminta Sien duduk di depannya.

Sienna terpaksa menurut. Ia beranjak, lalu mendudukkan diri di depan Diego dan Ken.

"Dinosaulus mau pelang. Anty Tien, ini." Ken memberikan salah satu dinosaurus berukuran kecil ke Sienna, sedangkan miliknya berukuran besar.

"Tiuu, tiuu, tiuu. Matan dinosaulus Anty Tien." Ken mengayun-mengayunkan dinosaurus miliknya, ditubrukkan ke dinosaurus milik Sienna.

"Oh my God, Aunty kalah. Aaaa." Sienna menjatuhkan dinosaurusnya. Ken tertawa riang.

Diego mengembangkan senyum melihat anaknya tertawa lepas. Ia pun membantu Ken menyerang dinosaurus Sienna. Keduanya kompak menyerang milik perempuan itu, membuat Sienna kewalahan melayani.

"Ayo, Daddy, teluuus. Piuuuu." Ken berseru lantang.

Tanpa sadar ketiganya tertawa renyah. Benteng pertahanan antara Diego dan Sienna pecah karena Ken berhasil mengubah suasana.

"Anty Tien, Ken lapal," kata bocah itu sambil memegang perut. Wajahnya dibuat memelas mungkin. Permainan pun disudahi.

"Oke, Aunty masak dulu buat Ken." Sienna melemparkan tatapan ke jam dinding, sudah menunjukkan pukul 17.45. "Kau mau makan di sini sekalian?" tawarnya kepada Diego.

"Kalau dikasih, aku tidak menolak."

"Aku tidak akan memberimu. Tapi, kalau ada lebih, terpaksa," balas Sienna. Ia beranjak, lalu mengayunkan kaki menuju dapur.

Perempuan itu melepas atasan blouse panjang, menyampirkan ke punggung kursi makan. Ia menggunakan apron hitam sebagai pelapis tanktop.

Untuk menu makan malam, ia akan membuat spaghetti mushroom creamy sauce, tidak terlalu rumit dan mempersingkat waktu untuk Ken. Ia juga akan membuat grilled salmon sebagai pendamping spaghetti.

Sienna menyiapkan semua bahannya. Sambil menunggu merebus mie spaghetti, ia membuat tiga potong grilled salmon yang sudah diberi perasan lemon dan olesan mentega. Ia menambah lada hitam di grilled salmonnya, kecuali milik Ken.

"Oh, syukurlah kau membuat lebih. Aku juga lapar." Suara Diego di belakang Sienna, membuat perempuan itu berjingkat.

Sienna berdecak. Ia melirik lelaki itu yang mengintip masakan dirinya, tepat di sampingnya. "Kau tidak beda jauh dengan setan." Teringat Ken, ia barkata lagi. "Anakmu kau tinggal sendiri." Agak tinggi nada suaranya.

"Tidur."

"Hah?!" Sienna kaget lagi. "Katanya lapar malah ditinggal tidur."

Diego mengedikkan bahu.

"Sana menyingkir dariku," usir Sienna saat Diego masih di tempat.

"Ingin melihatmu memasak. Takutnya dikasih racun."

"Iya, khusus punyamu akan kukasih racun. Biar mati sekalian. Anggap saja sebagai karma."

"Kau tidak jauh kejam dari penjahat bayaran."

"Lebih kejam lagi kau dan Milly," kata Sienna tak mau kalah sambil membolak-balikkan salmon di teflon.

"Ucapanmu terlalu kasar, Sien."

"Hanya kepadamu dan Milly."

Diego mendengkus. Sienna meniriskan rebusan mie yang sudah matang, membuang airnya ke wastafel.

"Kenapa? Tidak terima?" tanya Sienna seakan menantang, tetapi ia tidak memandang Diego.

"Demi istri murahan, istri bak berlian pun kau lempar. Dasar pria bodoh. Bahkan, hanya dimanfaatkan saja kau tidak sadar," cecar Sienna lagi sambil mengangkat salmon dari teflon, memindahkannya ke piring. Entahlah, rasanya ia ingin terus mengumpati Diego.

"Stop membandingkannya, Sien."

Sienna menghadap Diego setelah mematikan kompor. Ia bersandar sambil bersedekap. Keduanya saling berhadapan dan bertatapan.

"Nyatanya bagaimana, Tuan Wallis? Megang Ken, tidak sudi. Merebut suami orang, jagoannya. Foya-foya, menghabiskan uang, nomor satu. Dibanding Morgan, siapa yang terbaik? Aku tebak, kau pasti sedang menyesal, 'kan, memiliki istri nenek sihir?" Sienna menyunggingkan senyum ejekan.

"Jangan sok tahu, Nona." Diego mendekatkan wajahnya ke wajah Sienna.

Sienna mendongak, semakin menantang. "Aku tahu dan sangat tahu, Tuan Wallis. Gayanya menghina butikku dan padahal ... kerjanya hanya jual diri."

Diego mendelik, tetapi sama sekali tidak membuat Sienna takut.

"Setelah menamparku, apa lagi yang ingin kau beri untukku?" tanya perempuan itu.

Diego tidak menjawab, tetapi ia langsung mencium bibir Sienna untuk membungkam mulut perempuan itu yang terlalu banyak omong. Ia menarik tengkuk Sienna, semakin memperdalam ciumannya dan melumatnya kasar.

"Aku akan menginap di sini, kalau Ken tidur di sini," ucap Diego setelah melepas ciumannya. Lantas, ia berlalu dari hadapan Sienna yang masih mematung.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top