Part 30

Diego berdiri di ambang pintu dengan kedua tangan dimasukkan ke saku celana sambil memerhatikan perempuan berpakaian sport bra dan legging hitam pendek, seperti yang pernah dipakainya beberapa hari lalu. Perempuan berkuncir kuda itu berdiri di tengah-tengah ruangan, terlihat begitu serius berlatih menembak. Menggunakan penutup telinga, pistol kecil tergenggam dalam kedua tangan, tatapannya fokus pada jejeran botol di meja depan jarak sepuluh meter. Sementara George dan Javier berdiri tegas di belakangnya, memerhatikan. Lalu, menoleh ke arah dirinya sambil mengangguk hormat.

Diego mengedikkan dagu, mengisyaratkan kepada keduanya agar meninggalkan ruangan dan langsung dituruti. Lantas, secara diam-diam dua lelaki berpakaian hitam-hitam itu meninggalkan ruangan, digantikan oleh dirinya yang berdiri di belakang Sienna sambil bersedekap.

"George, Javier, kenapa selalu melesat tembakanku? Kenapa sangat susah untuk menembak target?" Sienna berseru lantang. Namun, ia tidak mendapat jawaban dari orang yang ditanyanya. Ia berpikir karena penutup telinga yang dipakai, sehingga tidak mendengar suara apa pun kecuali letusan senjata api.

Diego melangkah maju. Ia berdiri di belakang Sienna, menempelkan tubuh sampai tak berjarak sambil menenggerkan kedua tangannya di pinggang telanjang perempuan itu. Ia  bisa merasakan Sienna berjingkat, tubuhnya menegang. Kemudian, detik itu juga langsung menoleh ke dirinya.

"Diego."

"Ya," balas Dieo lirih sambil mengulas senyum. "Sudah berapa lama berlatih menembak?" tanyanya.

"Baru mulai setelah berlatih boxing dan penyerangan menggunakan pisau. Kau kapan ke sini? George dan Javier?" Sienna menoleh ke sekitar mencari keberadaan dua bodyguardnya. Namun, tidak menemukan.

"Sudah kusuruh pergi." Diego menarik napas panjang, menghirup aroma wangi dari rambut Sienna yang begitu mengusik hidungnya. Aroma shampoo yang menyegarkan dan terasa menenangkan, ia menyukainya. Tanpa permisi, ia pun mendaratkan kecupan ke tengkuk perempuan itu. 

"Diego, kau merusak konsentrasiku kalau seperti ini." Sienna menahan napas bersamaan dengan bulu kuduknya berdiri. Ia menurunkan kedua tangan. Lalu, merasakan salah satu tangan lelaki itu mengusap pelan perutnya membentuk pola melingkar, membuat gelenyar aneh datang dari dalam tubuh. 

"Aku memiliki berita bagus hari ini." Diego mengecup pundak kiri Sienna, lalu menumpukan dagunya di sana.

Sienna menoleh, hanya bisa menatap sebelah wajah lelaki itu. Dan agak kegelian ketika cambang tercukur rapi itu menggesek-gesek kulit wajahnya. "Berita bagus apa?" tanyanya penasaran. "Kau baru pulang dari pabrik senjata api, apa ada hubungannya dengan Eduardo? Apa kau bersepakat memberikan senjata api itu ke mereka? Atau ...."

"Nanti kuceritakan kepadamu. Sekarang berlatih menembak dulu." Diego mengecup pipi Sienna, lantas melepaskan rengkuhan dan menjauh.

Sementara Sienna yang terlanjur penasaran langsung berbalik badan. "Kau sudah membuatku penasaran, Diego. Pokoknya harus cerita sekarang. Apa kau berdamai dengannya agar bisa menghentikan penyerangan ini?" Namun, ia justru dikejutkan oleh lelaki itu yang melepas kemejanya dan hanya menyisakan celana kain panjangnya saja.

"Kenapa kau bertelanjang dada?" Sienna mulai ketar-ketir. Dengan susah payah ia menelan ludahnya sendiri. Tubuh atletis berkulit agak kecokelatan eksotis itu, terlihat sekali jika suka olahraga. Dada bidangnya terlihat keras dan berotot, pun dengan bisep kanan-kiri yang kekar.

"Gerah, Sien. Kau sendiri memakai pakaian seperti itu." Diego meletakkan kemejanya ke kursi yang berjejer menempel dinding. Kemudian, ia kembali menghampiri Sienna. "Sekarang aku yang akan melatihmu."

'Bagaimana aku bisa konsentrasi jika harus melihatmu bertelanjang dada seperti itu? Tubuhmu, Diego. Tubuhmuuu ... aaarhg! Ternyata aku belum sesiap itu untuk hal yang lebih jauh. Eliz, ini gara-gara ide gila darinya dan sekarang Diego semakin berani bertingkah!' Sienna berseru dalam hati.

"Jarak satu meter dulu," kata perempuan itu, sebelum Diego sampai di dekatnya.

Diego mengernyit, menatap heran Sienna. Tapi, ia tidak memedulikan perintah perempuan itu dan terus melangkah maju.

"Aku bilang jarak satu meter dariku. Stop, di situ!" Sienna berseru lagi sambil melangkah mundur. Ia belum siap berdekatan dengan Diego jika lelaki itu bertelanjang dada. Membayangkan kulit dan kulit saling menempel, gairah dirinya bisa bahaya. Ia mungkin bisa menahan diri jika bermesraan dengan lelaki itu yang masih terbungkus pakaian lengkap. Tapi, jika sudah bertelanjang dada ....

Jantung Sienna berdebar kencang dan semakin menggila. Sedangkan tubuh terasa panas-dingin, tapi membuatnya kegerahan. Sial! Sekarang Diego sudah berdiri di hadapannya. Tanpa jarak. Membuat Sienna benar-benar salah tingkah.

"Kenapa terlihat salah tingkah?"

"Tidak." Sienna menggeleng, mendongak menatap lelaki di depannya.

"Ayo, mulai latihan lagi."

"Kau cukup melihat saja. Seperti George dan Javier yang hanya memerhatikanku dari kejauhan."

"Kau masih perlu arahan cara memegang pistol yang benar agar tepat sasaran."

"Iya. Aku tahu. Tapi, kau cukup menginstruksiku saja dari kejauhan."

"Sudah, jangan banyak omong, Sien." Diego membalikkan tubuh Sienna. Dari belakang, ia merengkuh tubuh perempuan itu sambil menggenggam kedua tangan Sienna dan mengarahkan pistol ke depan. "Tubuhmu harus berdiri tegak. Tatapan lurus ke depan, fokus pada target yang akan dibidik."

"Tadi, George dan Javier sudah mengatakan itu. Aku masih ingat." Dengan seluruh jiwa raga, Sienna menahan desiran yang menyerang. Ia benar-benar tidak fokus. Bayangannya terus tertuju pada dada telanjang lelaki di belakangnya, dan baru sadar Diego memiliki tato empat bintang di pinggang kanannya yang keras dan berotot.

Morgan, tolong aku! Aku tidak ingin terjebak perasaan dengan suamimu! Aku hanya ingin balas dendam saja. Please, tolong jangan biarkan perasaan aneh ini ada di hatiku. Aku tidak mau!

"Genggamanmu dikencangkan. Pistolnya jangan digoyangkan saat melepas tembakan. Shoot!"

Door!

Pikiran Sienna membuyar bersamaan dengan Diego melepaskan tembakan dan tepat mengenai botol. Pecahan kacanya berhamburan ke mana-mana.

"Lagi," kata Diego.

"Aku bisa sendiri."

"Oke." Diego menurunkan kedua tangan dan menenggerkan ke pinggang Sienna.

Perempuan itu mengarahkan pistol ke botol lain, lurus, dengan pandangan fokus ke titik tengah botol.

Door!

Sienna melepaskan tembakan, tapi gagal lagi. Tidak mengenai botol.

"Damn it! Susah sekali," keluh Sienna.

"Coba lagi. Genggam yang kuat." Diego mencoba menyemangati dan mendapat anggukan dari Sienna.

Perempuan itu melakukan hal yang sama, mengarahkan pistol ke target. Kali ini lebih serius, fokus, konsentrasi.

Door!

Pyeaar!

"Yes! Berhasil." Sienna berseru riang sambil tertawa lebar.

"Sisa lima botol. Tembakanmu harus mengenai itu semua dan aku akan bercerita apa yang terjadi tadi antara aku dan Eduardo."

Sienna menoleh ke belakang, mengulas senyum. "Janji, kau harus menceritakan semuanya."

"Iya."

Sienna menatap lekat lelaki itu, sebelum akhirnya fokus ke depan lagi menembak target. Sementara Diego masih di posisi yang sama.

Door!

Door!

Door!

Door!

Door!

"Yeah, satunya melesat lagi," keluh Sienna karena satu botol tidak terkena tembakan. Namun, ia langsung mengarahkan pistol ke target lagi. Fokus.

Door!

Tembakan terakhir, dan ia berhasil memecahkan botol itu.

"Akhirnya, kena juga." Sienna berkata lega seraya menurunkan tangan, lantas berbalik menghadap Diego. "Aku sudah berhasil menembak lima botol, dan kau harus cerita apa yang terjadi. Atau ...." Ia mencondongkan pistol ke perut Diego, menekankan ujungnya di sana. "Aku tembak dirimu sekarang," ucapnya bercanda seraya mengulas senyum.

Diego menaikkan sebelah alis. Mengambil alih pistol dari tangan Sienna, lantas menyelipkan ke ikat pinggang belakang. Kemudian, ia menarik perempuan itu, mendekapnya. Membuat Sienna refleks menenggerkan kedua telapak tangan di dada bidang lelaki itu.

"Aku bersama anak buahku menjebaknya, kami berperang cukup panas."

Sienna ternganga mendengarnya. "Lalu? Bagaimana jika Eduardo semakin brutal menyerang kita?"

"Kau tenang saja. Sekarang keadaan sudah aman. Eduardo berhasil ditangkap dan sekarang sudah diamankan oleh DEA."

"Sungguh?" Kali ini pelopak Sienna melebar, penuh binar menatap Diego.

"Ya. Kita sudah aman. Kau sudah bisa berangkat ke butik, beraktivitas seperti sedia kala dan keselamatan Ken akan aman."

Sienna berjinjit, melingkarkan kedua tangan di leher Diego, memeluknya erat-erat sambil tersenyum lebar. "Terima kasih."

Mendapat anggukan tulus dari lelaki itu. "Kau bisa menggelar fashion show tanpa ada gangguan lagi."

"Iya." Sienna mengangguk. Lantas, mengecup bibir lelaki itu saking bahagianya. "Aku berharap perperangan ini sudah selesai."

Diego hanya membalas dengan anggukan, lantas membopong Sienna dan berhasil membuatnya memekik kaget.

"Die." Sienna refleks memukul pundak lelaki itu. "Turunkan aku."

"Tidak." Lelaki itu menggeleng. "Bagaimana kalau kita merayakan kemenangan ini?"

"Dengan menyalakan kembang api? Yang benar saja? Itu akan memperburuk kondisi Ken nanti."

"Tidak, Sayang."

"Wait. Kau bilang apa barusan?" Sienna tidak salah mendengar bukan, Diego memanggilnya Sayang?

"Tidak."

"Setelah itu."

"Tidak ada."

"Kata ganti untuk memanggilku."

"Sayang."

"Kita tidak memiliki hubungan. Dan kau tidak bisa memanggilku Sayang."

"Kata siapa? Bukannya dirimu yang selalu bilang, aku kekasihmu? Di hadapan Milly dan yang lain."

"Tapi---."

"Kalau gitu, kita resmikan hubungan kita dari malam ini."

"Aku tidak bisa menjalin hubungan serius denganmu."

"Karena kau adik iparku?"

"Ya." Sienna mengangguk mantap. "Lagipula, aku sengaja memanggilmu Sayang di hadapan Milly agar dia cemburu. Biar dia tahu bagaimana rasanya sakit hati."

"Dan kau berhasil membelokkan perasaanku dari dia. Kau sudah berhasil membawa perasaanku semakin jauh dan itu untukmu."

"Bahkan, Kakakku belum lama meninggal. Kau baru saja cerai. Dan sejak kapan kau memiliki perasaan kepadaku?"

"Tidak tahu sejak kapan." Diego menjeda ucapannya, lantas melanjutkan lagi. "Bukankah lelaki brengsek sudah tersemat pada diriku? Jadi, tidak akan ada yang heran jika aku bisa dengan cepat memutuskan untuk berhubungan denganmu."

"Aku belum ingin berhubungan serius denganmu."

"Tapi, kau sudah masuk dalam bagian diriku."

"Die---."

"Sien, mulai malam ini kau sudah resmi jadi milikku. Tidak ada lelaki lain yang boleh mendekatimu, terutama Maxime atau siapa pun itu." Diego memotong ucapan Sienna dengan cepat, kemudian mencium bibir perempuan itu tanpa ada penolakan.

Sienna justru membalas sambil mempererat kaki yang melingkar di pinggang Diego. Keduanya saling menikmati, saling memagut, sampai gairah dalam tubuh membuncah dan panas.


***

Sudah tersedia versi lengkapnya di ebook ❤️❤️


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top