Part 26
Diego baru saja akan membalas ciuman perempuan dalam rengkuhannya. Namun, diurungkan ketika Sienna berlalu dan mengambil ponsel yang berdering di meja kerja. Ia mendesah berat, bersedekap. Dalam hati, mengumpati seseorang yang menelepon perempuan berambut gelombang yang digerai itu. Lalu, melototkan mata saat mendengar nama Maxime disebut.
Perempuan itu tertawa lirih, entah apa yang diucapkan si brengsek Maxime. Rayuan? Gombalan? Pujian manis? Atau ... kata-kata puitis yang mampu membuat hati perempuan itu melayang? Diego tidak suka melihat respons Sienna. Gemuruh dalam dada membangkitkan rasa cemburunya lagi. Ia menggeram, kedua tangannya mengepal kuat.
"Baru selesai meeting membahas perencaan fashion show busanaku." Suara Sienna terdengar lembut dan sabar.
"Aku ingin kau datang, Maxime. Makanya cepat pulang."
Diego semakin mendelik mendengar jawaban Sienna. Ia masih membiarkan perempuan itu berbincang sambil memandangi punggungnya
"Aku juga merindukanmu."
Merindukan? Dasar perempuan! Mengatai diriku mata keranjang, tetapi dirinya pun jelalatan!
Lelaki itu mendengkus, mengejek Sienna dalam hati.
"Yaa, tentu saja. Ken juga merindukanmu. Dia pasti senang bisa bermain denganmu lagi."
Enak saja! Aku tidak akan membiarkan anakku berdekatan dengan lelaki itu. Apa kau tuli, Sien? Sudah berulang kali kukatakan jangan mendekatkan Ken dengan dia.
Diego terus menggerutu dalam hati.
"Dinner romantis? Eeehm, oke. Aku akan menunggumu."
Fuck you, Sienna!
Diego sudah tidak tahan mendengar perbincangan mereka yang semakin ke mana-mana. Kedua telinganya terasa panas bak terbakar. Tubuh pun kegerahan karena temperatur air conditioner di ruangan seperti ikut bermasalah, menjadi sangat panas. Ia melangkahkan kakinya menghampiri Sienna, lalu merampas ponsel yang tergenggam di tangan kanan perempuan itu.
Sienna memekik, langsung berbalik menghadap lelaki berkemeja navy yang digulung sesiku.
"Diego, kau selalu saja merebut ponselku. Tidak sopan!" Perempuan itu menggerutu kesal.
"Kau melupakan peringatan dariku?" Diego memutuskan sambungan telepon, lantas menyimpan ponsel ke saku celananya bagian depan.
"But, I'm single! Masih bebas berdekatan dengan siapa pun, termasuk dengan Maxime."
"Single?" Diego menarik Sienna, merengkuhnya erat dengan kedua tangan melingkar di pinggang perempuan itu. "Sekarang kau sudah tidak single lagi."
Ia melihat perempuan itu mengernyit, tapi ingin mengatakan Sienna miliknya juga tidak sampai. "Intinya kau tidak single lagi. Bukan milik Maxime, atau lelaki lain." Akhirnya, hanya itu yang mampu terucap dari mulutnya.
"Lalu, siapa lelaki yang boleh denganku?" Sienna memancing lelaki itu agar lebih memperjelas ucapannya.
Keduanya saling bertatapan. Sienna masih menunggu dengan sabar Diego menjawab pertanyaannya.
"Kau?" celetuk perempuan itu, karena Diego masih diam. "Katakan, kalau lelaki itu, kau, Diego," desaknya.
Sienna merasakan dada lelaki itu naik-turun dengan cepat dan menyalur ke dirinya. Ia berusaha keras menahan debaran jantungnya yang bertaluan tak keruan. Tidak. Ia tidak boleh terbawa perasaan. Ingat visi-misimu, Sienna! Ingat!
"Mommyyy!"
Diego baru akan menjawab. Sudah membuka mulut, tapi keduluan suara Ken, membuat dirinya hanya menganga. Ia dan Sienna kompak menoleh ke arah pintu yang terbuka, Ken berdiri di sana bersama Eliz.
Merasakan Sienna menarik diri dari rengkuhannya, lelaki itu berdeham lirih. Lalu mengulas senyum kepada sang anak yang diam memandangi dirinya.
"Oo ... oooow. Kita salah waktu datang ke sini, Baby. Kita mengganggu Daddy dan Mommymu." Eliz tersenyum canggung kepada dua orang yang berdiri di samping meja. Sienna terlihat seperti pencuri yang tertangkap basah, tubuhnya menegang, raut wajahnya terlihat kikuk dan malu.
"Ken lapal, Daddy! Mau matan." Bocah itu melepaskan diri dari Eliz yang menggenggam tangan kirinya. Ia berlari, bokongnya yang montok terlihat lucu menggemaskan dari belakang, masih menjadi perhatian Eliz.
Perempuan itu masih berdiri di tempat. Sebelum akhirnya, ia melemparkan tatapan ke Sienna sambil tersenyum penuh arti. Ia mengedipkan salah satu matanya, lalu mengucapkan good tanpa suara. Diego tidak menyadarinya karena fokus kepada sang anak yang minta digendong.
Sienna mengembuskan napas lega melihat Eliz benar-benar berlalu. Malu setengah mati rasanya. Walaupun ide mendekati Diego dari perempuan itu, tetapi jika kepergok sedang bermesraan juga membuat hatinya nyes-nyesan.
"Oke, kita pergi makan sekarang. Ajak Mommy Sien."
Sienna mengalihkan pandangan kepada Ken dan Diego lagi. Ia tersenyum kepada bocah dua tahun itu.
"Ayo, Mommy Tien. Ken mau matan tama, Mommy Tien."
Alih-alih membalas ucapan Ken, Sienna justru berkata kepada Diego, "Masih bahaya untuk kita pergi-pergi. Bagaimana kalau mereka mengikutiku lagi seperti kemarin? Aku mengkhawatirkan Ken."
"Ada pengawal, kau tidak perlu cemas. Aku juga sudah memesan restoran private untuk kita makan siang. Tidak jauh dari sini."
Sienna mengangguk. "Oke. Kita makan siang sekarang, Baby." Ia mengecup salah satu pipi Ken, lalu mengambil tas tangannya di meja.
"Ponselku, Diego," pinta Sienna sambil mengecek isi tas. Ia menoleh ke arah lelaki itu, melihatnya menggeleng.
"Biar kubawa."
"Tidak bisa begitu. Nanti kalau ada klienku telepon?" Sienna menghampiri Diego. Tanpa persetujuan lelaki itu, ia merogoh saku celana Diego.
"Tanganmu hampir saja mengenai milikku."
"Jangan ngada-ngada. Aku tidak memasukkan penuh tanganku ke saku celanamu." Sienna berdecak. Sementara Diego menampilkan wajah mengesalkan.
"Ken mau matan et tim, Daddy." Ucapan bocah itu menengahi percakapan Sienna dan Diego. Dan diangguki oleh sang ayah.
Mereka berjalan keluar, dengan Ken masih dalam gendongan Diego. Melewati kasir, lagi dan lagi Eliz tersenyum penuh arti kepada Sienna. Perempuan itu agak meledek ketika Sienna menyampaikan pesan akan pergi makan siang.
"Look like a happy family," puji Eliz untuk Sienna, kepada salah satu karyawan yang dekat dengan dirinya.
Tatapan kedua perempuan itu masih mengikuti Sienna dan Diego yang keluar butik. George dan Javier yang berjaga dekat pintu keluar dengan sigap membuntutinya.
***
Restoran yang didatangi mereka tidak banyak orang, sangat private, masuk pun harus melakukan pembookingan terlebih dahulu. Terletak di salah satu gedung hotel dan berada di lantai tiga, restoran itu memiliki interior klasik bercampur modern, dinding kokoh dengan ukiran rumit, bola-bola lampu kristal menggantung mewah di langit-langit, serta alat makan telah tertata rapi di setiap meja bertaplak kain merah.
Sienna merasa tempat itu cukup aman untuk makan siang. Berjalan di samping kiri Diego sambil merengkuh lengan lelaki itu, ia mengitari pandangannya ke sekitar. Pramusaji terlihat sopan melayani setiap pelanggan, meskipun tak ada senyum yang terbit dari bibirnya.
"Kau yakin di sini aman?" Sienna memastikan lagi, tepat Diego mendaratkan pantat ke kursi.
"Ya." Diego mendudukkan Ken di antara dirinya dan Sienna. Ia memerhatikan perempuan itu duduk, lalu mengambil sesuatu dari tas. Sebotol hand sanitizer dikeluarkan dari sana, lantas meraih tangan sang anak dan membersihkannya menggunakan cairan pembasmi bakteri tersebut.
"Tanganmu, Diego." Sienna bergantian mengeluarkan cairan bening ke telapak tangan Diego, ketika lelaki itu mengulurkan ke hadapannya.
"Mau et tim, Daddy." Ken bersandar sambil menatap ayahnya.
"Makan dulu, baru boleh makan es cream, oke." Sienna yang membalas ucapan bocah itu, mendapat anggukan darinya.
"Ote, Mommy. Ken mau matan pateti." Bocah itu beralih menatap Sienna, berkedip menggemaskan.
Sementara Diego sibuk dengan buku menu mencarikan makanan keinginan sang anak. Akan tetapi, pandangan terusik ketika Sienna melepas blazer hitamnya menyampirkan ke punggung kursi, menyisakan dress merah menyala tak berlengan. Kemudian, ia melarikan pandangan ke pelayan laki-laki yang berdiri tak jauh darinya, terlihat sedang memerhatikan Sienna dan pandangan tertuju pada bahu seputih susu itu.
"Mau pamer sama pelayan di sini?" Diego berkata datar sambil fokus ke buku menu kembali.
"Hah?" Sienna melongo, tidak paham dengan ucapan lelaki itu.
"Tebar pesona dengan Maxime, George, dan Javier. Sekarang dengan pelayan di sini."
"What? Bahkan, George dan Javier pun kau cemburui?" Suara Sienna bernada. "Hei, mereka orang suruhanmu kalau kau lupa. Kenapa kau jadi posesif seperti ini denganku, Crazy Bastard?"
"Baby, katakan sama Mommy Sien jangan tebar pesona dengan laki-laki lain, oke. Nanti kau tidak punya Mommy lagi, mau?" Diego memprovokasi anaknya dan berhasil. Bocah itu mengangguk.
"Tida boyeh, Mommy. Mommy Tien tida boyeh pelgi. Mommy Molgan pelgi." Ken menggoyang-goyangkan jari telunjuk tangan kanannya sambil geleng-geleng.
Diego yang mendengar sambil membolak-balikkan buku menu, tersenyum puas. Ia telah menentukan menu makanannya, tetapi belum berniat memanggil pelayan.
"Tidak, Sayang. Mommy Sien tidak akan meninggalkanmu." Setelah mengucapkan itu sambil tersenyum kepada Ken, Sienna beralih menatap Diego sambil mengentakkan kaki. Ia gemas sendiri dengan lelaki yang sedang meliriknya, mengembangkan senyum tipis tanda kemenangan.
Mau bersikap manis dengan lelaki itu? Sepertinya ia sudah lupa dan kembali ke sikap awal. Ia tidak bisa tahan melihat sikap Diego yang tengil mengesalkan.
"Kau jangan mempengaruhi Ken." Sienna berucap lirih, menahan geregetan.
"Kau pun pernah melakukan hal yang sama kepada Ken. Pernah mengajari dia yang tidak baik. Then ... one-one." Diego tersenyum lebar, lantas mengangkat tangan kanan memanggil pelayan laki-laki.
"Pakai blazermu," ucap Diego lagi sebelum pelayan itu sampai ke tempatnya.
"Tidak. Biarkan dia tergoda olehku. Tandanya aku laku." Sienna bersikap santai sambil menyangga dagu menggunakan salah satu tangannya, bertumpu meja.
"How dare you!"
"Mommy Tien, Ken mau nonton tilex."
"Nonton tirex?"
"Eeem." Ken manggut-manggut.
"Oke. Wait, ya. Mommy ambilkan dulu ponselnya." Sienna meraih tas tangannya di kursi sebelah, lalu mengambil ponsel yang ada di dalamnya. Ia mengabaikan Diego yang sedang berbincang dengan pelayan.
"Sien, kau mau yang apa?" tanya Diego menoleh ke Sienna yang sibuk mengutak-atik ponsel.
"Samakan saja."
Mendengar jawaban singkat dan padat, Diego fokus kepada pelayan lagi. Ia mengatakan dengan detail semua menu yang akan dipesan. Tidak lama, pelayan itu berlalu, tetapi bergantian dengan George yang datang menghadap. George berbisik di sebelah telinga kanannya, detik itu juga tubuhnya menegang seketika. Ia beranjak dari kursi, dengan sigap langsung membopong Ken.
"Pakai blazermu. Kita harus bersembunyi," perintah Diego.
"Mereka di sini?" Sienna ikut menegang, langsung mengitari pandangan ke penjuru restoran.
"Iya. Ikut aku." Diego berjalan ke arah dapur, Sienna dan George mengikutinya. Ken yang tidak tahu apa-apa hanya diam menurut dalam gendongan sang ayah.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top