Part 22
"Kita kehilangan jejak," ucap lelaki yang mengemudi. Ia mengurangi kecepatan laju kendaraannya.
"Jangan berhenti. Tetap lanjut. Kita harus mendapatkan mereka, terutama perempuan itu. Tambah kecepatan lagi," balas yang duduk di sebelahnya.
Orang-orang suruhan Eduardo melewati gedung terbengkalai, tempat Sienna dan dua bodyguardnya bersembunyi. Sang pengemudi mengikuti arahan. Ia menancap gas, menambah laju mobilnya. Sedangkan tiga temannya yang duduk di sebelah dan belakangnya dengan awas mengecek keadaan sekitar. Jalanan yang lurus, sepi kendaraan, dan sepi penghuni, membuat sang pengemudi menguasai jalanan.
"Sial! Mereka sudah tidak terlihat. Sangat cepat menghilang," umpat salah satunya yang duduk di belakang.
Mereka tertinggal jauh setelah mobilnya oleng disrempet Javier. Sedangkan satu mobilnya macet terkena tembakan di ban. Sekarang dalam perbaikan--mengganti ban. Mobil yang dikendarai memang tidak sebagus milik sang target. Hanya mobil bekas, rupanya sudah tua dengan cat telah memudar. Namun, mesin masih bagus setelah mendapat perbaikan.
Sementara di gedung lantai lima, George dan Javier masih mengintai dari sana, bersembunyi di balik tembok. Keduanya bernapas lega melihat kelompok penyerang itu tidak mencurigai gedung persembunyiannya.
"Sudah aman?" tanya Sienna, berjongkok. Ia mengatur pernapasannya yang memburu sembari menatap polos dua lelaki itu.
"Mereka sudah melewati gedung ini, Nona. Tapi, untuk sementara kita bersembunyi di sini dulu. Takutnya mereka balik arah dan menemukan kita lagi." Javier menyahut, memandang kasihan Sienna yang ketakutan.
"Sepertinya mereka orang yang sama, yang ingin membunuhku waktu di kapal." Sienna berdiri. Pistol masih dalam genggaman. Ia bahkan lupa jika sedang menggenggam senjata api itu, saking lelahnya berlari dan cemas.
"Mungkin mereka sering mengintai keberadaan Anda di butik selama ini." Kali ini George yang bersuara.
Sienna mengangguk. "Aku curiga ini ada hubungannya dengan musuh Diego. Bisa jadi waktu melakukan penyerangan di mansion, niat mereka mencariku, membunuhku, atau menculikku untuk dijadikan tawanan. Dan memperalatku untuk mengancam Diego, agar dia menyerahkan pabrik senjata apinya ke mereka."
George dan Javier kompak memerhatikan sang nona yang mengeluarkan opini. Perempuan itu menggigit bibir bawah, terlihat bingung, penuh tanya, dan penasaran. Dari gerak-gerik bola matanya penuh kegelisahan.
"Tapi, kalau niat mereka menculik Anda untuk dijadikan alat ancaman, tidak mungkin ada percobaan pembunuhan seperti saat di kapal. Sebab, akan ada dampak kerugian besar yang belum mereka dapatkan dari Tuan Diego." Masuk akal yang diucapkan George. Ia mendapat anggukan paham dari Sienna dan Javier.
"Saya curiga di balik ini semua, ada dua orang yang sedang mengincar Anda. Beda tujuan. Ada kemungkinan dari musuh Tuan Diego yang ingin menculik Anda untuk dijadikan tawanan, dan satu lagi dari seseorang yang menginginkan kematian Anda," lanjut George, serius.
Menginginkan kematian. Pikiran Sienna langsung tertuju pada Milly. Hanya perempuan itu musuh besar dirinya. "Aku mencurigai seseorang. Milly." Ia menatap bergantian George dan Javier. "Hanya dia musuhku. Jika ada yang menginginkan kematianku, mencurigai perempuan itu memang yang paling tepat."
"Tapi, Anda tidak bisa langsung menuduh orang tanpa ada bukti nyatanya, Nona. Apalagi dia istri Tuan Diego."
"Kalau begitu, ayo, kita cari bukti yang valid untuk membenarkan dugaanku." Sienna bersikeras. "Aku ingat, Diego ada mengirim orang untuk mengintai orang-orang yang mencurigakan di sekitarku. Kita bisa bekerja sama
dengan mereka. Kita putar arah mereka yang menjagaku dari jauh, untuk mengikuti ke mana pun Milly pergi. Diego pasti tidak akan berpikir sampai situ."
"Kita tidak kenal dan tidak tahu orang suruhan Tuan Diego yang lain." Javier menimpali setelah terdiam agak lama. George mengangguk mengiyakan.
"Serahkan itu padaku. Nanti aku tanya langsung ke Diego."
"Baiklah." Kedua lelaki itu berkata kompak diiringi anggukan.
"Dan sekarang kita harus lebih waspada lagi, Nona."
Sienna mengangguk mendengar ucapan George. Andai benar Milly ada andil dalam perencanaan pembunuhan dirinya, berarti Ken sangat tidak aman di mansion. Perempuan itu bisa saja mencelakai sang keponakan. Sial!
Sienna bingung. Ia tentu tidak ingin terjadi sesuatu kepada sang keponakan. Namun, ia juga tidak bisa selamanya membawa Ken ke butiknya. Pekerjaan dirinya mulai padat. Harus mengurus acara fashion show dan lainnya. Sementara, keadaan di luar semakin tidak aman.
"Sepertinya sudah aman untuk kita pergi dari sini," kata George sambil mengintai ke bawah.
Sienna mengalihkan pandangan dari lantai cor-coran ke lelaki itu.
"Kita pergi sekarang." George berjalan lebih dulu, diikuti Sienna dan Javier paling belakang. Ketiganya menuruni anak tangga tanpa pembatas pinggirannya. Langkahnya agak cepat, meskipun Sienna sangat hati-hati karena takut keseleo.
"Ke mana pun Anda pergi, Anda harus membawa pistol itu, Nona. Itu untuk perlindungan pertama Anda."
Sienna langsung menatap kedua tangannya. Memandang pistol dalam genggaman tangan kanan. Ia baru ngeh benda itu masih tergenggam erat.
"Ya. Aku akan mencoba menggunakan ini. Tapi, tidak tahu kalau nanti pas melepaskan tembakan justru salah sasaran."
"Anda bisa bela diri?" tanya George setelah sampai di lantai paling bawah. Mereka cepat-cepat menuju mobil.
"Tidak. Tapi, kalau urusan jambak-menjambak dan ribut sama Milly, masih oke, lah. Aku masih mampu mengalahkan dia." Sienna masuk ke mobil, bersamaan dengan kedua bodyguardnya.
"Anda perlu belajar bela diri dan menembak. Mungkin saat malam atau setelah pulang dari butik, Anda bisa belajar. Kami akan membantu." Javier memberi usul. Sekarang bukan dirinya yang mengemudi, melainkan George. Mobil pun mulai dilajukan dan meninggalkan gedung.
"Ide bagus. Aku mau." Sienna berkata semangat, mengulas senyum. "Bisa dimulai nanti malam sebelum aku tidur."
"Baik, Nona," balas kedua lelaki itu.
"Kita ke kantor Saviour Group," perintah Sienna. George pun mengikuti.
***
Bersama beberapa petinggi kantor, Diego berjalan menyusuri koridor setelah menemui klien di ruang meeting. Diiringi perbincangan ringan, tapi terkesan serius, para lelaki berjas hitam itu terlihat begitu berkarisma. Setiap langkahnya seolah mewakili jika mereka memiliki jiwa tegas dan patut disegani.
"DEA sedang membantuku. Mereka sudah bergerak dan berpencar mencari keberadaan Eduardo serta anak buahnya. Aku rasa, perusahaan, pabrik, dan kebun, akan menemui titik aman," kata Diego, saat salah satu relasi karyawannya mempertanyakan keamanan perusahaan. Apalagi, sebentar lagi perusahaan akan melakukan perayaan ulang tahunnya yang ke enam puluh. Sangat membutuhkan keamanan ketat.
"Dan aku berpikir, akan menunda perayaan pesta ulang tahun perusahaan lebih dulu. Diundur sampai keadaan benar-benar kondusif. Aku tidak ingin saat kita berpesta, akan digunakan kesempatan bagi mereka menyerang dan berakhir memakan banyak korban," imbuh Diego, dimengerti para karyawannya.
"Nanti akan kami sebarkan informasi ini ke para karyawan lain, Sir," balas salah satu dari mereka.
"Kapan akan diadakan perayaannya, tunggu kabar dariku atau Federic," kata Diego lagi. Setiap tahun, perusahaan utama selalu rutin melakukan perayaan ulang tahun. Itu bentuk syukur dari dirinya dan keluarga, serta mengingat perjuangan sang kakek yang telah berhasil mendirikan perusahaan tersebut dari zero to hero.
Kemudian, Diego berpisah dari para karyawannya menuju ruangan dirinya. Pun dengan Federic yang ikut kembali ruangan dirinya, tepat di depan ruangan Diego.
"Aku istirahat dulu. Kalau ada yang ingin bertemu denganku, katakan saja aku sedang tidak ingin diganggu," kata Diego kepada Federic.
"Baik, Sir. Mengerti." Federic mengangguk. Ia duduk di kursinya, setelah Diego masuk ke ruangan. Lalu, ia menyibukkan diri dengan komputer dan pekerjaan yang lain, mengecek laporan-laporan yang masuk untuk Diego.
Diego sendiri langsung mendaratkan pantat ke kursi kebesarannya. Ia memijit pangkal hidung sambil terpejam. Pusing, lelah, dan khawatir dengan keadaan yang sedang menimpanya sekarang, membuat energy agak terkuras. Meskipun terlihat baik-baik saja dari luar, tapi kondisi tubuh tak bisa membohongi dirinya.
Diego menarik napas panjang. Ia mengambil ponsel di saku jas dalam. Ponsel itu sengaja ia senyapkan sedari tadi. Kebiasaan dirinya jika sedang melakukan meeting maupun menemui para klien.
"Sienna." Diego mengernyit, pertama melihat layar ponsel yang dinyalakan terpampang miscall dari perempuan itu sebanyak sepuluh kali. Ia langsung menegakkan tubuh. Bukan hanya miscall yang didapat, tapi juga pesan suara. Cepat-cepat ia membukanya dan mendengarkan.
"Diego! Kami diserang! Mereka mengikutiku!" Disertai suara tembakan, ucapan Sienna terdengar panik penuh kecemasan. Diego menegang detik itu juga. Tanpa ba-bi-bu, ia langsung menghubungi sang adik ipar. Menunggu sesaat, sebelum suara di seberang sana menyapa dirinya.
"Sien, kau baik-baik saja? Kau di mana sekarang? Mereka masih mengikutimu?" Diego langsung memberondong banyak pertanyaan.
"Aku baik-baik saja. Kondisi sudah aman. Tapi, tadi sangat menakutkan karena terjadi baku tembak." Sienna menjeda ucapannya, lalu berkata lagi, "Diego, tadi aku panik jadi langsung meneleponmu. Kau jangan berpikir yang aneh-aneh tentangku, okay. George dan Javier melindungiku dengan baik. Sekarang kami lagi di kantor Saviour Group. Bye."
Sienna memutuskan sambungan telepon sepihak. Sementara Diego yang belum puas berbicara, melongo dibuatnya. Perempuan itu ... sudah membuatnya khawatir, lalu dengan seenaknya memutuskan sambungan telepon.
"Damn it, Sienna!" Diego mengumpat pelan. Jika diingat, akhir-akhir ini ia seringkali mengkhawatirkan perempuan itu. Berlebihan. Sangat.
Diego termenung. Mencari jawaban dari pikiran serta perasaannya yang gila karena Sienna. Dengan dirinya menciumnya berulang kali. Reaksi dari debaran dada yang dirasakan. Kekhawatiran berujung cemburu saat Sienna dekat dengan lelaki lain maupun ada lelaki yang mendekatinya, masih bisakah disebut perasaan biasa tanpa ada rasa spesial?
Untuk mengalihkan pikiran itu, ia kembali berkutat dengan ponselnya. Lantas, menghubungi Marlin menanyakan keadaan Ken. Diego bernapas lega mendengar kabar anaknya baik-baik saja. Setelah bersama Sienna, perkembangan Ken memang lebih baik, tidak pernah menangis, bertambah aktif, dan ceria.
Diego akui jika Sienna sangat layak menjadi seorang ibu. Untuk ...
Anakku
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top