Part 17
Turun dari helikopter, Diego berlari cepat memasuki mansion. Tujuannya langsung terarah ke ruangan bawah tanah. Melewati hall, ia melihat para pelayan sedang sibuk bersih-bersih. Mansion mengalami kerusakan cukup parah. Eduardo sialan! Pria itu memulai perperangan dengan orang yang salah. Diego tidak akan membiarkan kelompok mereka menang dan menghancurkan dirinya hanya karena perebutan senjata api.
Membiarkan para pelayan itu sibuk, Diego melanjutkan langkah memasuki ruangan perpustakaan. Pintu masuk menuju ruang bawah tanah dijaga oleh Pedro dan George. Kedatangannya disambut kedua orang itu yang mempersilakan dirinya turun.
"Sien," panggil Diego seraya berlari menuruni anak tangga.
Sienna yang mendengar, langsung berlari menuju tangga sembari membopong Ken. "Diego," panggilnya bertepatan dengan lelaki itu menginjakkan kaki di anak tangga terakhir, lantas segera menghampiri dirinya.
Diego memeluk keduanya. Mengecup kening Sienna dan Ken bergantian, tampak khawatir dan cemas. "Kalian baik-baik saja?"
Sienna mengangguk.
"Daddy, tatuuut," adu Ken. Suaranya terdengar memelas. Ia merentangkan kedua tangan ke arah Diego, meminta digendong.
Melihatnya, Diego langsung mengambil alih sang anak dari Sienna, menggendongnya erat-erat. Sedangkan Ken melingkarkan kedua tangan ke lehernya dan menyandarkan kepala ke bahu kirinya.
"Ada olang tahat, Daddy. Nemba doool, doool, doool. Ken tatuuut."
Diego mengecupi pipi kanan sang anak sembari mengusap-usap kepalanya, memberi ketenangan. "Maafkan Daddy, Sayang. Sekarang kau jangan takut, ya. Daddy sudah ada di sini."
Ken manggut-manggut menurut. "Tama Mommy Tien, Daddy."
"Iya, Sayang."
Ken mengangkat kepala. Mengulurkan satu tangannya ke Sienna, meminta perempuan itu mendekat. "Mau peyuk, Mommy Tien."
Mendengar permintaan sang keponakan, Sienna terdiam. Ia menatap bergantian bocah itu dan Diego, masih ragu menerima permintaan Ken. Padahal Diego baru saja melakukan hal yang sama, bahkan sampai mengecup keningnya dan ia tidak mempermasalahkan. Namun, tadi di luar kesadarannya, berbeda dengan sekarang.
Melihat Diego mengangguk, akhirnya Sienna mendekat. Ia mengulurkan tangan memeluk Ken dan terpaksa memeluk ayah bocah itu sekalian.
"Ada Daddy dan Mommy Sien. Ken tidak boleh takut lagi, oke. Penjahatnya sudah diusir sama para Uncle," kata Diego sambil melirik Sienna. Tatapan perempuan itu mengarah ke dadanya dengan kepala bersandar di tubuh Ken.
"Daddy tida boyeh pelgi."
"Iya, Sayang. Daddy tidak akan pergi." Diego berganti menatap sang anak, lalu mengecup keningnya lagi. Merasakan punggungnya dicengkeram Sienna tidak keras, ia menatap perempuan itu kembali. "Sien, terima kasih sudah melindungi anakku," ucapnya lembut. Ia melihat Sienna mendongak, lantas saling bertatapan. Sebelum akhirnya, perempuan itu mengangguk dan menatap Ken.
"Kita sudah boleh ke atas? Ken pingin minum susu dari tadi." Sienna berusaha mengalihkan perhatian dari Diego. Degub jantung yang berdebar kencang berhasil membuat darahnya berdesir dan menghangat. Entah karena apa, tetapi kali ini ia agak canggung dekat-dekat dengan lelaki itu.
"Boleh. Tapi, jangan kaget melihat keadaan atas sekarang. Masih banyak bekas darah berceceran di lantai. Kerusakan barang juga cukup parah."
"Iya." Sienna manggut-manggut.
"Sayang, kita ke atas sekarang, oke. Kau harus memejamkan mata biar penjahatnya tidak datang lagi." Itu hanya akal-akalan Diego saja agar Ken tidak melihat bercak darah di lantai. Ia tidak ingin anaknya semakin ketakutan dan berujung trauma dengan kejadian yang baru saja menimpanya.
"Ken tidul, Daddy."
"Iya. Ken, sembunyiin kepalanya ke ceruk Daddy."
"Ote, Daddy." Ken melepaskan pelukan dari Sienna. Ia melingkarkan kedua tangan ke leher Diego dan menyembunyikan kepala ke ceruk sang ayah. "Ken tudah tidul, Daddy."
"Anak pintar. Kita ke atas sekarang." Diego merasakan anggukan sang anak. Lantas, mengecup kepala bocah itu sambil meraih tangan kiri Sienna.
Keduanya meninggalkan ruangan bawah tanah, mengayunkan kaki menaiki anak tangga dengan Diego menuntun Sienna. Lelaki itu bernapas lega Sienna tidak menolak dan membantah. Sampai lantai atas, ia beralih merengkuh perempuan itu menuju kamar Ken, dan Sienna masih menurut tanpa sepatah kata pun bantahan.
Sembari melangkah sampai di kamar, pandangan Sienna sibuk mengecek keadaan sekitar. Ia sangat terkejut melihat kondisi mansion. Beruntung, semalam Pedro tidak telat menyalamatkan dirinya dan Ken. Ia tidak tahu andai Pedro datang terlambat, pasti para penjahat itu berhasil menemui dirinya dan sang keponakan sambil menodongkan pistol.
"Dia tidur sungguhan," ucap Diego saat mendengar dengkuran halus dari mulut mungil sang anak. Ia menidurkan perlahan Ken ke kasur, disusul dirinya berbaring di samping bocah itu.
"Dia tidak tidur sejak ada penyerangan." Sienna duduk menyerong di tepi ranjang, meghadap Diego.
"Kau juga?"
Sienna mengangguk.
"Sini." Diego menepuk bantal sebelah Ken. "Kau juga butuh istirahat."
Sienna tampak ragu, tapi tidak lama ia menurut dan merebahkan diri di sebelah Ken. Ia terbaring melentang, menatap langit-langit. Sementara Diego berbaring miring, memeluk sang anak.
"Kata Pedro, ada penyerangan, belum lama setelah aku pergi." Lelaki itu menatap teduh Sienna yang mengangguk.
"Iya. Apa mereka orang suruhan Eduardo? Aku teringat itu. Kau bilang, mereka akan menyerangmu kalau kau tidak memberikan apa yang mereka mau." Kali ini Sienna menoleh ke arah lelaki itu.
"Sepertinya iya."
"Apa kebakaran kebun gandum juga ulah mereka?" tanya Sienna penasaran.
"Masih diselidiki lebih dalam. Tapi, firasatku juga mengatakan jika itu ulah mereka. Aku teringat ancaman yang pernah dilontarkan dulu. Mereka akan membakar kebun gandum kalau aku tidak menyerahkan senjata api."
Sienna mendesah, menarik napas panjang. "Selicik itu mereka, Diego."
"Mereka akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginannya."
"Pasti mereka tidak akan diam sampai di sini. Mereka belum mendapatkan apa yang mereka mau."
"Aku akan meminta bantuan kepada DEA. Aku tidak bisa bergerak sendiri untuk melawan mereka."
Sienna menyetujui. Lawan Diego bukan orang sembarangan. Mereka adalah pelaku kriminal besar. Namun, tetap saja dirinya masih was-was.
"Lebih baik kau tidak berangkat dulu ke butik, Sien. Aku yakin mereka masih mengincarmu. Dan aku yakin, kemarin yang berusaha membunuhmu juga orangnya Eduardo."
"Tapi, kenapa ingin membunuhku? Mereka memiliki urusannya denganmu."
"Mereka akan menyakiti siapa pun yang dekat denganku. Aku sudah hafal cara licik mereka."
Pikiran Sienna langsung tertuju kepada Morgan. Antara lega dan sedih, tetapi ia bersyukur karena Morgan tidak berada di situasi seperti sekarang. Kakaknya tidak akan merasakan kepanikan, ketakutan, dan keresahan di setiap waktunya. Meskipun Ken yang berada di situasi seperti sekarang, tetapi ada dirinya yang akan selalu melindungi bocah itu.
"Kau bisa tidur sekarang. Mereka tidak akan datang lagi."
Sienna mengangguk. Ia memiringkan tubuh menghadap Ken dan Diego. Menguap kecil, ia menekuk lengan menggunakan kedua tangannya sebagai bantalan kepala. Kemudian, ia memejamkan mata.
Diego menatap lekat perempuan di depannya. Ia menyadari Sienna memiliki wajah cantik dan sifat keibuan yang tinggi. Perempuan itu tidak hanya memprioritaskan diri sendiri, tetapi juga memikirkan keselamatan sang anak. Berbeda jauh dengan Milly. Sampai pagi ini pun istrinya belum pulang.
Diego mengambil ponsel dalam saku celananya. Ia mencari kontak seseorang lantas menghubungi. Tidak lama menunggu, ia mendengar kata sapaan dari orang tersebut.
"Apa semua sudah beres?" tanyanya.
"Sudah, Tuan. Sudah saya ajukan ke pengadilan. Tiga hari lagi Anda harus menghadiri sidang, untuk membuat keputusan."
"Baik. Aku akan datang. Jangan beritahu dia. Aku tidak ingin urusannya semakin berbelit-belit."
"Baik, Tuan."
Diego memutuskan sambungan telepon. Lalu, menelepon seorang tukang bangunan, memintanya merenovasi mansion. Selesai menelepon orang tersebut, ia berganti menelepon kantor DEA, membuat janji bertemu dengan kepala DEA siang nanti.
Diego menyimpan ponselnya ke saku celana lagi, setelah selesai dengan semua urusan. Ia kembali fokus dengan sang anak, lalu menatap Sienna. Adik iparnya terlihat begitu lelap. Ia tidak tahu bagaimana ketakutannya mereka semalam, pun dengan para pelayan. Teringat para pekerjanya, ia juga harus memberikan waktu istirahat kepada mereka setelah selesai membereskan kekacauan di bawah.
Diego mengulurkan salah satu tangannya ke pipi Sienna. Menangkupnya, lalu memberi elusan lembut di sana. Kulit wajah perempuan itu terasa halus dan kenyal bak jelly. Melihat Sienna membuka mata sedikit, ia mengulas senyum.
"Tidur. Aku hanya ingin memberi ketenangan untukmu," ucap Diego, lirih.
Sienna pun terpejam kembali. Ia memang sangat ngantuk dan tidak berpikir apa pun lagi.
***
Milly dibuat terkejut dengan kondisi mansion berantakan. Suasana pun terasa sepi, ia tidak melihat satu pun pelayan wara-wiri. Hanya ada penjaga yang berjalan ke sana-kemari dengan senapan selalu dalam genggaman.
"Mansion kenapa? Kenapa berantakan seperti ini?" tanyanya kepada salah satu penjaga yang berdiri di dekat tangga.
"Ada masalah semalam, Nyonya."
"Ooh." Milly mengangguk paham. "Diego di mana? Apa dia baik-baik saja?" tanya Milly lagi.
"Untuk apa tanya keadaanku?"
Mendengar suara Diego dari belakangnya, Milly berbalik badan. Ia langsung berlari menghampiri Diego. Akan memeluk lelaki itu, tetapi langsung diempaskan.
"Diego." Suaranya terdengar kecewa dengan sorot mata seakan terluka.
Diego melemparkan tatapan dingin kepada perempuan itu. "Jangan sentuh diriku lagi, Milly."
"Diego, kau kenapa? Aku istrimu."
Diego tersenyum sinis. "Apa masih pantas dianggap istri? Pergi tidak jelas. Tidak pernah peduli dengan anakku. Asal kau tahu, Milly. Aku menyesal telah menikahimu. Aku menyesal telah menyakiti istri pertamaku dan lebih memilihmu. Aku menyesal telah bertemu denganmu lagi. Aku menyesal telah memberi kesempatan untukmu bersinggah di hatiku lagi."
"Diego, kenapa kau jadi berubah setelah bergaul dengan Sienna? Apa perempuan itu yang sudah meracuni otakmu, hah?! Dulu kau selalu membelaku saat dia menghinaku. Tapi, sekarang kau tidak peduli sama sekali dengan diriku."
"Jangan menyalahkan Sienna. Dia tidak ada hubungannya dengan urusan kita. Dan sikapku ini impas untukmu yang tidak pernah memedulikan anakku." Diego menatapnya tajam, kemudian ia meninggalkan Milly yang mematung di tempat.
Perempuan itu mengepalkan kedua tangan, menahan geram. Melihat Diego masuk ke ruangan perpustakaan, Milly buru-buru naik ke lantai dua menuju kamar Ken. Mencari Sienna.
***
Duh, Mommy Sien yang kalem ini bakal diapain coba sama Milly?
Btw, guys. Kemarin aku habis bikin tugas buat daftar event di Karos untuk awal tahun depan. Jadi, kemarin-kemarin belum sempat nulis ini dan posting agak lambat.😂😂 Tapi, sekarang sudah beres dan bisa fokus ke cerita ini lagi.
Kalian mau tahu event apa? Pokoknya nantikan ceritanya di awal tahun depan. Untuk bocoran-bocoran informasi bisa pantau di IG-ku @yuli_nia994.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top