Part 15
Ada dua puluh orang penjaga keamanan yang dikirim ke mansion Diego, lulusan militer yang memang sudah terlatih secara fisik dan mental. Mereka berkumpul di ruang tamu berukuran besar, mendengarkan intruksi dari sang pemilik kediaman.
"Pedro, aku mempercayakanmu sebagai pemimpin keamanan. Tolong dirimu yang atur bagaimana kerjanya, yang terpenting mansion ini aman." Diego menatap Pedro yang duduk tepat di hadapannya. "Aku membutuhkan dua orang untuk mengikuti ke mana pun Sienna pergi. Bodyguard pribadinya."
"Diego, aku tidak membutuhkan bodyguard. Oh my God! Aku ingin bebas," sergah Sienna diiringi desahan. Bagaimana ia bisa kabur nanti jika terpantau dan dibuntuti bodyguard setiap saat.
"Kau juga sangat berlebihan, Diego. Kau terlalu over kepada Sienna." Milly ikut menimpali, wajahnya tampak bengis. Ia mendengkus lirih melepas rasa kesal di dada.
"Pedro, aku mau dia dan dia." Diego tidak mengindahkan ucapan dua perempuan yang berdiri di samping sofa dirinya duduk. Dua lelaki yang ditunjuk berdiri tegap, lantas mengangguk hormat.
"Siap, Tuan."
"Nama kalian?" Diego menatap dua lelaki itu serius.
"George."
"Javier."
"Oke. Tugas kalian mengikuti Sienna. Ke mana pun. Selalu pergi satu mobil dan jangan biarkan dia pergi seorang diri."
"Diego, are you kidding me?! Aku bukan tahanan. Kenapa sangat ketat dan aku merasa seperti anjing kalau seperti itu?" Sienna mengentakkan kaki, langsung menjadi pusat pandangan orang-orang di sekitarnya.
Sementara Diego menatapnya sayu penuh permohonan. "Untuk keamananmu. Aku sudah gagal menjaga kakakmu. Biarkan aku yang menjagamu sekarang untuk menebus kesalahanku terhadap Morgan."
"Tapi, kau berlebihan. Aku tidak suka seperti ini." Sienna mengerucutkan bibir, merajuk.
"Aku akan lebih tenang kalau kau dijaga mereka saat di luar. Bagaimana kalau pembunuh itu lebih nekat lagi dari semalam? Kau diculik, dibunuh, tubuhmu dipotong-potong menjadi beberapa bagian, lalu dibuang ke sungai atau dibakar. Itu lebih mengerikan daripada kecelakaan yang menimpa Morgan."
Lagi dan lagi Sienna mendengkus. Kali ini ia tidak memprotes. Berbalik badan lantas berlalu dari ruang tamu dan berseru, "Terserah kau lah, Bastard!"
Sienna menaiki anak tangga. Masih kesal. Berjalan mengentakkan kaki sambil komat-kamit tidak jelas, menggerutu. Pun dengan Milly yang ikut berlalu dari ruang tamu. Ia menuju kamarnya, segera menelepon Marcy.
***
"Aku akan menemui Diego langsung. Membuat kesepakatan deal atau war?" Eduardo berkata serius kepada Maxime dan dua anak buahnya. Ruang santai di belakang mansion itu menjadi tempat berkumpul mereka sembari melangsungkan sarapan. "Aku tidak bisa menunggu caramu yang terlalu lama, Max. Bisnis kita akan hancur tanpa Moreno. Persedian bahan baku cocaine sudah menipis. Pesanan costumer semakin bertambah."
"Apa kau yakin Diego akan menyerahkan senjata api itu kepada kita? Kalau disuruh milih, lelaki itu pasti akan memilih perang." Maxime menatap sang kakak, santai. Meskipun dalam benak ikut berpikir.
"Jika dia memilih perang, sekalian kita ambil alih pabriknya. Jangan setengah-setengah berperang. Dengan begitu, kita tidak akan kesulitan mengirim senjata api ke Moreno dan menjadi supplier senjata api ke beberapa negara dengan nilai tinggi. Tanpa sertifikat resmi, akan memudahkan costumer membelinya," usul Matt. Ia menatap satu per satu orang-orang yang duduk mengitari meja bundar di depannya.
Eduardo tampak mencerna ucapannya sebelum mengangguk mengiyakan. "Max, aku tidak ingin urusan perasaanmu terhadap perempuan itu tercampur dengan urusan kerja kita. Aku ingin rencana kita berjalan lancar. Dan kau harus ingat, kau dan dia berbeda."
Maxime menuang tequila ke gelasnya. Tidak menolak dan tidak mengiyakan. Ia sudah cukup dekat dengan Sienna, tidak bisa langsung menjauh dan akan membuat kecurigaan perempuan itu terhadap dirinya nantinya.
Meminum tequila sekali tandas, Maxime menatap sang kakak seraya mengangguk setelah menemukan jawaban. "Akan kuatur untuk itu. Tapi, aku tidak janji bisa menjauh darinya atau tidak," ucapnya.
"Kita masih membutuhkan perempuan itu, Ed. Maxime benar, kita bisa mencari tahu kelemahan Diego darinya. Seperti kesepakatan awal, perempuan itu akan menjadi alat untuk kita." Baron memberi suara, membuat ketiga rekannya bergelut dalam pikirannya masing-masing.
"Terpenting ingat jati diri kita. Siapa kita. Yang kita jalani bisnis gelap. Tidak ada kata kasihan untuk perlindungan diri dalam peperangan dan meraih kemerdekaan. Yang ada, membunuh atau mati terbunuh." Eduardo menekankan suaranya di akhir kalimat. Salah satu tangannya mengepal di atas meja, agak mencondongkan tubuh sampai dada menempel pinggiran meja. "Siang ini aku akan menemui lelaki itu di kantornya. Matt, kau ikut aku."
"Oke."
***
"Argh gila! Benar-benar gila, Eliz!" Sienna baru saja sampai butik, berjalan menuju ruangannya sembari berseru seperti orang kesurupan.
Eliz yang sedang merapikan busana-busana dengan setrika uap, menatap Sienna bingung. Ia meneliti perempuan itu, mencari tahu dari raut wajah antara senang atau kesal. Tetapi, yang ia temukan raut masam Sienna.
"Kenapa? Apa semalam kau dan Maxime bercinta setelah makan malam?" Eliz mematikan setrika uapnya. Ia ikut Sienna masuk ke ruang kerja perempuan itu. "Ayo, Sien, cerita. Aku penasaran. Kau tahu? Semalam aku terus berpikir dan membayangkan kalau kau dan Maxime bercinta. Oh, God! Pasti dia sangat panas, kan?" Ia tersenyum lebar, sementara Sienna berdecak.
"Hei! Pikiranmu sudah tidak tertolong. Bukan itu yang membuatku gila. Tapi, Diego."
"Diego? Dia yang bercinta denganmu?" Eliz melongo, bertanya memastikan.
"Bukan itu juga." Sienna mendengkus. "Kau ada lihat dua bodyguard di luar butik itu? Sekarang ke mana pun aku pergi dijaga sama mereka dan ini ulah Diego. Ya Tuhan, aku seperti hidup dalam tahanan kalau ke mana-mana harus ada bodyguard."
"Aku tidak paham. Dan kenapa Diego melakukan itu?" Eliz semakin penasaran. Sienna mulai menjelaskan dan ia mendengarkan secara saksama. Mendengar jika ada yang ingin membunuh temannya semalam, perempuan itu terpekik.
"Kau serius? Kau memiliki musuh?" tanya Eliz memastikan, tampak cemas.
Sienna menggeleng. "Tidak ada."
"Persaingan bisnis? Coba kau ingat-ingat siapa yang merasa tersaingi olehmu. Maksudnya yang memperlihatkan jelas war-nya kepadamu."
Sienna mulai sibuk berpikir dan mengingat lebih dalam lagi. Ia tidak menemukan musuh. Selama ini persaingan bisnis busananya bersama desainer-desainer kondang terbilang sehat. Memang banyak yang berprofesi sama, tetapi setiap desainer memiliki ciri khas tersendiri yang dapat disukai para costumernya.
"Aku tidak memiliki musuh." Sienna menggigit bibir bawahnya, menggeleng pelan.
"Tapi, memang bisa jadi ada yang membencimu dalam bisnis ini. Kalau itu alasannya kenapa Diego ngasih bodyguard untukmu, aku setuju. Kau perempuan. Kau sering pergi keluar. Kau butuh penjagaan untuk keselamatanmu."
Sienna menarik napas dalam menurunkan ego. Membuat darah yang berdesir membawa hawa panas, kini berhasil mendingin setelah mencerna ucapan Eliz. Ia mengangguk, menyetujui.
"Berarti aku harus membiasakan diri dengan para bodyguard itu?"
"Harus."
"Tapi, akan menyusahkanku nanti saat kabur dengan Ken."
"Ambil hati dua bodyguard itu. Bersikaplah baik dengan mereka. Aku yakin, mereka akan membantumu kabur nanti."
"Ah, kau benar."
"Masih banyak waktu untuk membuat dua bodyguard itu luluh kepadamu."
Eliz teman yang paling tepat untuk Sienna. Sedari dulu perempuan itu selalu memberikan pencerahan yang masuk akal jika dirinya sedang dalam kepeningan. Mengayunkan kaki menghampiri Eliz, Sienna memeluk perempuan itu dan membisikkan kata terima kasih.
***
Hari berganti terasa begitu cepat setelah kejadian percobaan pembunuhan terhadap Sienna. Tidak ada yang mencurigakan akhir-akhir ini. Semua berjalan normal. Namun, itu hanya untuk Sienna sendiri. Sementara di luar sana keadaan semakin keos. Bendera perperangan semakin berkibar jelas antara Diego, Eduardo, dan Moreno. Tiga komunitas itu saling tarik-menarik untuk mempertahankan hak milik. Eduardo yang berada di tengah-tengah antara Diego dan Moreno, paling banyak merancang rencana jahatnya.
Minggu lalu, Eduardo telah menemui Diego. Membicarakan keinginannya. Sudah bisa ditebak jawabannya. Dengan tegas, Diego tetap menolak penawaran harga tinggi dari senjata api yang ingin dibelinya.
"Kau menolak, kau siap berperang denganku. Dan kau tahu aku siapa, Diego."
"Kau pikir aku takut, Ed? Aku akan tetap mempertahankan produk senjata apiku dan tidak akan jatuh ke tangan orang yang salah."
"Bersiaplah kau akan hancur, Diego. Bisnismu, keluargamu, semua yang kau punya akan musnah dalam waktu sekejap. Dan pabrik senjatamu akan balik nama menjadi milikku."
"Aku. Tidak. Takut."
Percakapan saat pertemuan minggu lalu itu membuat Eduardo sangat bergairah untuk berperang. Ia juga meminta kerenggangan waktu terhadap Moreno untuk mengirim barang yang diinginkan. Meskipun begitu, ia juga harus menerima konsekuensi tidak menerima kiriman barang dari sang klien.
Sementara itu, Diego semakin memperketat penjagaan mansion. Ia juga memberi bodyguard untuk Milly, membuat perempuan itu menolak keras. Berbeda dengan Sienna yang pasrah mendapat pengawalan, Milly tetap menolak dan terus menolak.
"Terserah dirimu. Kalau ada apa-apa denganmu di luar, aku tidak akan peduli, Milly. Ini keputusanmu tidak mau dikawal," ucap Diego waktu itu, saking geramnya.
Milly pun menerima keputusan itu. Ia tidak ingin rencana jahatnya kepada Sienna tercium Diego. Bisa gagal semua. Untuk keamanan dirinya, Milly menemui Eduardo lantas melakukan kesepakatan kerja sama.
"Kenapa jadi seperti ini? Bagaimana dengan Ken, Diego?" Sienna menghampiri Diego yang berdiri di balkon kamar dirinya saat ini. Lelaki itu terlihat banyak beban dan sering melamun.
"Aku tidak tahu." Diego menatap Sienna yang berdiri di sampingnya. Tatapan sendu penuh cinta, hanya dirinya yang sadar. "Kalau aku mengalah dan menyalurkan senjata api ke tangan para mafia itu, warga sipil akan semakin bertindak brutal dalam penggunaan senjata api. Kau paham, kan?"
Sienna mengangguk membenarkan. Hubungannya dengan Diego mulai membaik sejak Diego memberitahu semua dalam bahaya. Namun, niat utama Sienna terhadap lelaki itu masih menempati barisan pertama. Ia akan pergi bersama Ken setelah waktunya sudah tepat.
"Kau jangan khawatir. Aku akan menjaga kalian semua." Diego menarik Sienna ke dalam dekapannya. Lalu, menoleh ke dalam kamar, arah ranjang. Anaknya sedang tidur siang, belum lama terlelap.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top