Part 1

"Kau yakin akan melakukan hal gila itu?" Eliz, sahabat Sienna, bertanya penuh keraguan. Perempuan itu berdiri di balik meja kasir butik, sedangkan Sienna sedang merapikan pakaian yang menggantung.

"Kenapa tidak? Kehidupan Morgan hancur setelah kedatangan Milly. Dan si bodoh Diego dengan teganya tetap melangsungkan pernikahan keduanya bersama Milly di saat Morgan lagi sekarat. Di rumah itu ada keponakanku yang masih kecil. Aku akan membawanya pergi setelah dia nyaman denganku."

"Tapi, keponakanmu bukan tanggung jawabmu, Sien."

"Morgan sudah memasrahkan Ken denganku. Dia tidak terima anaknya diasuh sama ibu tiri yang hanya menginginkan ayahnya saja."

Eliz mengangkat bahu dan mengembuskan napas pasrah. Ia tahu Sienna. Perempuan itu memiliki ambisi yang tinggi jika sudah menginginkan sesuatu. Butik yang sekarang menjadi tempat kerjanya pun, hasil jerih payah Sienna selama ini. Perempuan itu seorang desainer busana, karyanya sudah cukup terkenal di kotanya.

"Kau tidak takut jatuh cinta sungguhan dengan Diego?" Eliz mengetuk-ngetukkan bolpoin ke meja berlapis kaca depannya.

"Jatuh cinta dengan jerk macam Diego? Oh, yang benar saja, Eliz. Aku hanya menjalankan missi membalaskan dendamnya Morgan. Pokoknya Milly harus merasakan bagaimana sakitnya diselingkuhi. Dan Diego harus tahu bagaimana rasanya ditinggal orang yang dicintai, anaknya."

"Walaupun jerk, tapi pesona Diego sangat kuat. Dia tampan, mapan, bertubuh tinggi, tegap, kekar, dan wanita manapun pasti akan jatuh hati kepadanya."

Sienna menghampiri Eliz. Ia mengepalkan kedua tangan di atas meja, menatap serius ke perempuan di depannya. "Dan dia pria tak punya hati yang mempermainkan Kakakku. Kau tahu, Eliz. Hanya Morgan satu-satunya keluarga yang kupunya. Sekarang dia sudah di dalam liang lahat karena perbuatan pasangan bajingan itu," ucapnya geregetan.

"Oke, oke. Aku hanya bisa mendoakan semoga missimu berhasil dan Ken bisa bersamamu."

"Itu lebih bagus daripada mengajakku berdebat."

Obrolan kedua perempuan itu terhenti saat gerombolan wanita sosialita masuk ke butiknya. Suara mereka sangat heboh sembari memilih-milih pakaian. Milly salah satunya, tetapi diam di tengah-tengah ruangan. Ia melemparkan tatapan jijik, seakan meremehkan koleksi yang tersedia di butik Sienna. Gayanya yang angkuh, benar-benar membuat Sienna ingin menjambaknya. Akan tetapi, perempuan itu hanya menatapnya dingin dari ujung kepala sampai kaki.

"Koleksi pakaian di sini tidak ada yang bagus. Kalian tidak salah masuk butik?" tanya Milly kepada empat temannya. Ia membenarkan kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya. Bibirnya yang dilapisi lipstick merah menyala, sangat cocok dengan perannya sebagai antagonis.

Sienna bersedekap sembari mengangkat dagu. Masih menatap dingin perempuan itu, ia menunggu kelanjutan Milly menilai butik miliknya. Sedangkan Eliz melayani empat perempuan yang masih sibuk memilih pakaian.

"Jelek semua. Bukan seleraku sekali," ucap Milly lagi, angkuh.

Sienna berjalan menghampiri. Ia langsung menyeret Milly keluar dari butiknya. "Tidak usah bikin ribet. Pergi dari butikku dan jangan pernah menginjakkan kakimu di sini, bitch," ucapnya tegas sambil mengempaskan tangan Milly.

Perempuan itu mengaduh kesakitan. "Beraninya kau bermain kasar padaku? Aku bisa menghancurkan butikmu dalam sekali jentik."

"Menggunakan kekuasaan suamimu yang tak lain Kakak iparku? Silakan kalau kau bisa. Dan lihat, siapa nanti yang akan nangis darah. Kau ... atau aku," kata Sienna sambil mendorong dada Milly menggunakan telunjuknya.

"Kau dan Kakakmu sama saja, perempuan murahan."

"Hah? Apa? Katakan lagi." Sienna menatap Milly mengejek. "Kau yang wanita murahan! Kau merebut suami Kakakku! Dan gara-gara kalian, Kakakku meninggal!" serunya, tidak peduli menjadi bahan tontonan.

"Kakakmu yang merebut Diego dariku!" Milly tak kalah seru suaranya.

Belum sempat Sienna menyahut, Milly lebih dulu ditarik empat temannya. Mereka berjalan menjauh. Sementara Sienna mendesis sembari masuk ke butik.

"Bitch! Tunggu pembalasanku," geram Sienna.

"Angkuh sekali dia. Diego memang sudah buta. Sudah dapat berlian macam Kakakmu, milihnya yang urakan begitu," ucap Eliz sambil merengkuh Sienna dari samping. "Tenangkan emosimu."

"Lihat saja nanti. Setelah aku bisa membuat Diego jatuh cinta kepadaku dan berpaling dari perempuan itu, keduanya akan sama-sama tersakiti," gumam Sienna sangat yakin.

"Lalu kau akan pergi ke mana bersama Ken?"

"Ada satu tempat yang sudah kutargetkan dan jauh dari negara ini," jawab Sienna, napasnya masih menggebu.

"Lalu, butik ini?"

"Adanya kau untuk apa? Jangan takut masalah stock barang, nanti aku bicarakan dengan temanku yang sama-sama desainer."

Eliz tidak menyahut lagi. Sienna jika sedang emosi bahaya, dirinya bisa kena semprot sepanjang hari. Dan mendiamkan perempuan itu memang solusi terbaik sampai emosinya mereda sendiri.

***

Keesokan hari, masih pagi, Sienna datang ke rumah Diego menjenguk sang keponakan. Tidak ada yang melarang kedatangan dirinya ke sana. Sienna sering mampir ketika Morgan masih hidup, sebelum mengalami kecelakaan seminggu lalu.

Perempuan itu sudah di kamar bocah dua tahun yang masih tidur. Ada seorang pengasuh yang menjaga, setia mendampinginya di ranjang.

"Semalam dia susah tidur, Nona. Menangis terus. Baru bisa tidur jam empat pagi," tutur Marlin, sang pengasuh.

"Orang tuanya tidak ada yang peduli?" tanya Sienna sambil mengusap-usap pelan kepala bocah lelaki itu.

"Tuan sempat membopongnya, tapi Nyonya Milly mengajaknya ke kamar lagi."

"Majikanmu gila semua, Marlin." Sienna gemas sendiri. Kemudian, ia menatap kasihan kepada Ken. Bocah  yang belum tahu apa-apa itu harus merasa terasingkan sejak dini. Sienna berjanji dalam hati, akan selalu menjaga dan memberi kasih sayangnya kepada sang keponakan.

Tidak berselang lama, Ken menggeliat. Ia meringik. Dengan cepat Sienna mengangkat dan menggendongnya.

"Sayang, ada Aunty Sien di sini. Jangan menangis, oke." Sienna menepuk-nepuk bokong Ken penuh perhatian, berhasil menenangkan keponakannya.

Bocah lelaki itu masih menyandarkan kepala di bahu Sienna. Sesekali mengucek matanya.

"Kau masih ngantuk?" tanya Sienna sambil menggoyang-goyangkan tubuh, mencoba memberi kenyamanan kepada sang keponakan.

"Nona, saya siapkan air hangat dulu untuk Tuan Ken mandi."

Sienna menatap Marlin sembari mengangguk. "Iya, Marlin. Nanti biar aku yang memandikan Ken."

Marlin segera berlalu dari hadapan Sienna menuju kamar mandi yang masih seruangan dengan kamar Ken. Sementara Sienna masih memberi ketenangan kepada keponakannya. Tubuhnya tidak bisa diam dan salah satu tangannya terus menepuk pelan bokong Ken.

"Kau di sini?"

Mendengar suara berat dari ambang pintu, Sienna menoleh. Diego berdiri di sana. Sepertinya baru bangun tidur, rambutnya masih acak-acakkan.

"Sudah tahu pakai nanya," ketus Sienna. Ia menatapnya tak suka. "Teganya kau membiarkan Ken menangis semalaman. Ayah macam apa kau lebih mementingkan wanita murahan itu, daripada anakmu yang lebih membutuhkan perhatianmu?"

"Dia istriku," koreksi Diego.

"Tanpa diperjelas aku sudah tahu. Dan kalian pantas disebut sebagai pasangan bajingan."

"Diam kau, Sien. Jangan mengatakan hal buruk di samping anakku."

"Sesukaku. Mulut-mulutku. Biar dia tahu sekalian kalau orang tuanya yang sekarang, Ba-ji-ngan," ucap Sienna penuh penekanan di akhir kalimat. Kemudian, ia mengabaikan Diego saat melihat Marlin keluar dari kamar mandi. Ken sudah benar-benar bangun dan ia mendudukkan bocah lelaki itu di meja wastafel.

"Maafkan Aunty sudah marah-marah ke Daddymu, Sayang. Dia pantas mendapat omelan dari Aunty. Dia sudah tega kepadamu," kata Sienna merasa bersalah kepada bocah lelaki itu.

Ken menyahut dengan ocehannya yang tidak jelas dan membuat Sienna semakin gemas melihatnya. Perempuan itu tidak tahan untuk tidak mengecupi pipi gembul sang keponakan.

***

Apakah missi Sienna akan berhasil untuk membawa pergi Ken dari Diego?

Ada yang nunggu kelanjutannya?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top