PART. 8 - BIRTHDAY PARTY.
Two years later...
Di setiap serangannya, Vanessha mengerahkan seluruh tenaga untuk menendang dan melakukan tendangan lutut kepada samsak yang ada di hadapannya. Semakin kuat di setiap pukulannya. Dengan sorot mata tajam dan keringat yang bercucuran, serangan demi serangan dilakukan pada samsak yang menjadi target pukulan dan tendangannya.
Hampir dua jam, Vanessha berlatih di arena latihan dengan sebuah samsak merah yang tergantung untuk melatih pukulan sebagai bentuk pertahanan diri agar menjadi wanita yang mampu melindungi dirinya sendiri. Thai boxing adalah pilihan Vanessha.
Latihan diakhiri dengan sebuah teknik tendangan udara dimana Vanessha memutar tubuh dengan kaki kanan yang terangkat dan menendang telak pada samsak itu hingga terpelanting ke samping. Samsak itu mengayun kasar di atas gantungan dan Vanessha segera menangkapnya untuk menghentikan ayunan.
Kemudian, dia membungkuk dan mendaratkan dua tangan di lutut sambil bernapas terengah dan menenangkan diri selama beberapa saat. Menegakkan tubuh, Vanessha segera melepas kain panjang yang melilit pada tangan hingga pergelangan tangan untuk melindungi tangan dan menghindari pergeseran tulang.
"Mau sampai kapan kau berlatih seperti itu?" tanya Alena yang datang dari arah belakang dan Vanessha spontan menoleh.
"Sejak kapan kau datang?" tanya Vanessha serak. Dia berdeham pelan dan berjalan ke sudut arena untuk mengambil air mineral lalu meneguknya.
"Sekitar setengah jam yang lalu," jawab Alena sambil menatap sekelilingnya dengan penuh penilaian.
Sudah dua tahun terakhir ini, Alena aktif di dunia modelling dan menjadi salah satu model untuk desainer ternama di Milan. Dia baru saja pulang dari jadwal fashion show-nya.
"Dimana Ashley?" tanya Alena kemudian.
"Mungkin sudah pulang," jawab Vanessha sambil menyeka keringat dengan handuk kecilnya dan mulai membereskan tasnya.
"Untuk apa kau masih berlatih tinju padahal kita bertiga sudah lulus beladiri sejak remaja?" tanya Alena dengan ekspresi meringis saat melihat penampilan Vanessha yang begitu berantakan dan basah karena berkeringat.
"Untuk mengisi waktu luang," jawab Vanessha seadanya.
Meski sebenarnya, tujuan utama Vanessha adalah menghajar para mahasiswi yang berusaha mengusik, menghina, bahkan mengerjainya. Dia tidak mengerti kenapa tindakan pembullyan masih terjadi saat ini dan tidak tahu kenapa dirinya kerap kali menjadi target sesama wanita yang ingin membuatnya terlihat buruk.
Membekali diri dengan beladiri, Vanessha sempat menghajar beberapa orang yang dengan sengaja menukar bahan utamanya di dapur kampus. Meski mendapat diskors dan menerima hukuman dari ayahnya karena bertindak anarkis, Vanessha tidak merasa perlu bersalah atas apa yang terjadi.
Bahkan, minggu lalu, dirinya sempat menusuk tangan dari salah satu guru chef yang berniat melecehkannya. Mengingat hal itu membuatnya menggeram kesal dan tentu saja, dia kembali mendapat hukuman sementara guru itu dipecat.
"Apa wanita sialan yang bernama Sharon masih mengerjaimu? Jika ya, aku sangat mampu untuk membantumu menghancurkan wajah jeleknya itu," celetuk Alena dengan nada tidak suka saat menyebutkan salah satu nama yang pernah mengerjai Vanessha hingga Alena dan Ashley merasa perlu turun tangan.
"Dia tidak akan berani untuk melakukan apa-apa," ujar Vanessha sambil turun dari arena dan berjalan keluar dari ruang latihan diikuti Alena yang berjalan disisinya.
"Lalu apa yang kau lakukan sampai kau harus dirumahkan seperti ini?" tanya Alena bingung.
"Seorang guru melecehkanku dan aku menusuk tangannya," jawab Vanessha sambil memberikan senyuman bangga dan melihat reaksi Alena yang sama bangganya.
"Kenapa kau tidak menebas tangannya hingga putus sekalian?" ucap Alena dengan tatapan menerawang seolah membayangkan apa yang diucapkannya barusan. "Aku benci jika mendengar berita tentang pria yang begitu lancang dalam melewati batas teritori tubuh wanita!"
Tersenyum kecut, Vanessha merasa jijik dengan dirinya sendiri terutama tubuhnya sendiri karena sudah menyerahkan diri kepada satu-satunya bajingan yang pernah dikenalinya. Noel, nama yang sudah menjadi kutukan dalam hidupnya.
Setelah mendapatkan keperawanannya, pria itu pergi dan meninggalkannya tanpa kabar ataupun jejak selama dua tahun ini. Bahkan, dia tidak menghubunginya sama sekali. Vanessha pun enggan untuk menghubunginya. Meski begitu, lewat dari kejadian yang cukup membuatnya trauma, phobia ketinggiannya hilang menjadi penyuka olahraga ekstrim, menguasai beberapa teknik bela diri, dan tidak membiarkan siapapun untuk melukainya.
Yang membuatnya begitu jijik pada dirinya sendiri adalah dia masih merindukan Noel dan sentuhannya. Tidak jarang, dirinya bermimpi tentang kejadian itu dan terbangun dalam keadaan dirinya sudah begitu basah dengan perasaan yang mendamba. Bahkan, Vanessha sampai harus menghela napas berat saat mengingat semua kejadian itu sampai saat ini.
"Ayo kita keluar malam ini, aku akan mengajakmu untuk bersenang-senang karena hari ini adalah hari ulangtahunmu yang ke dua puluh!" seru Alena riang.
Tersenyum saja, Vanessha tidak merasa begitu senang meski hari ini adalah ulang tahunnya. Berbagai ucapan sudah diterima olehnya dalam berbagai bentuk, orangtuanya pun memberikan sebuah mobil sport terbaru yang tiba tepat jam dua belas malam, para sahabat ayahnya mengirimkan berbagai macam hadiah berupa tas, tiket liburan, hingga sejumlah uang dalam nilai besar untuk dibelanjakan.
Tadi pagi, Vanessha sudah diberi kejutan oleh Ashley dan para adik di mansion dengan sebuah kue ulang tahun dan macam-macam hadiah dari mereka. Alena kembali dari jadwal padatnya hanya untuk merayakan ulang tahunnya dan dia cukup bersyukur karena hal itu.
"Oke, kalau begitu aku akan membereskan diri," ucap Vanessha yang langsung disambut seruan senang dari Alena.
"Jam tujuh malam kita berangkat. Aku ingin beristirahat sebentar," putus Alena dan segera berjalan mendahuluinya untuk menju ke kamarnya.
Vanessha segera menuju ke kamar dan langsung melihat adanya sebuah buket bunga yang ditaruh diatas ranjangnya. Menyukai varian bunga, tentu saja itu membuatnya tersenyum dan segera menghampiri buket itu untuk melihat siapa pengirimnya.
Keningnya berkerut saat melihat kartu ucapan yang bertuliskan:
"Happy birthday to you, Love. See you soon, Noel."
Panik, juga cemas, itulah yang dirasakan Vanessha saat membacanya. Meski singkat, tapi kalimat yang tertulis di kartu itu terselip makna tersembunyi dan Vanessha merasa perlu waspada terhadap apa yang akan terjadi. Dia bukan lagi gadis naif yang masih berusia belasan tahun. Dia berbeda, cukup tangguh, dan dia yakin tidak ada yang perlu dicemaskan olehnya karena sudah pasti bisa menghadapi pria dengan gelar paling bajingan yang pernah ditemuinya.
Mengabaikan kegusaran yang mulai menyergap, Vanessha meninggalkan buket itu dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri guna mendinginkan tubuhnya dengan air dinging, tapi gerakannya terhenti saat melihat adanya sebuah kotak yang terbuka dengan isi berupa coklat kesukaannya.
Sambil mengambil satu butir dan memasukkannya ke dalam mulut, Vanessha membuka kartu yang terselip dari celah kotak dan membacanya. "Persiapkan dirimu, Sayang. Sudah saatnya. Noel."
Mata Vanessha melebar kaget dan menangkup dadanya yang bergemuruh cepat. Apa maksudnya? Batinnya. Dia menangkap adanya ancaman dari tulisan yang tertera di kartu. Berbagai macam pikiran buruk memenuhi isi kepala, Vanessha menggelengkan kepala dan segera menuju ke bawah pancuran air dingin agar dirinya bisa mengusir rasa tidak nyaman.
Dua tahun berlalu dan Noel tidak bisa mengancamnya dengan serangan kejutan seperti ini. Malam ini, dia berencana untuk bersenang-senang dengan sahabatnya dan tidak akan sekalipun memikirkannya lagi. Tapi setelah dirinya selesai membersihkan diri dan kembali untuk berpakaian, tatapannya tertuju pada kotak hitam yang diletakkan di sudut lemari. Itu adalah pakaian yang dibeli Noel untuknya, sebuah mini dress ketat berwarna hitam yang tidak pernah dipakainya, bahkan tidak pernah dilihat olehnya sejak pertama kali menerimanya waktu itu.
Membukanya kembali, Vanessha berpikir jika tidak ada salahnya memakainya malam ini dan segera menatap dirinya di cermin saat sudah mengenakannya. Cemerlang, pikirnya. Gaun itu menampilkan lekuk tubuhnya dengan sempurna dalam model bahu terbuka yang menonjolkan tulang bahu dan panjang yang hanya mencapai paha sehingga sepasang kaki jenjangnya terekspos dengan jelas.
Merasa seksi, Vanessha tersenyum puas saat sudah memberi riasan pada wajah dan membiarkan rambut panjangnya tergerai indah, kemudian menyempurnakan penampilannya dengan memakai stiletto warna yang sama dengan gaunnya.
Sudah selesai bersiap, Vanessha segera memasukkan ponsel dan dompet kartunya ke dalam tas tangan, lalu segera keluar dari kamarnya karena waktu sudah hampir pukul tujuh malam. Begitu sampai di anak tangga terakhir sebelum mencapai lobby mansion, Vanessha menegang seolah tubuhnya membeku saat melihat sosok yang membelakanginya sedang mengobrol dengan Alena dan Ashley disana. Itu Noel.
Seperti menyadari kehadirannya, pria itu menoleh dan Vanessha bisa melihat penampilan Noel yang tampak seperti baru pulang kerja dengan rambutnya yang berantakan dan setelan kerja tanpa dasi. Postur tubuh semakin menjulang dengan bentuk tubuh yang sempurna. Wajahnya semakin terlihat dewasa dengan bakal janggut yang tumbuh disekitaran rahang, dan dia begitu menawan.
Napas Vanessha tertahan saat sepasang mata berwarna hijau itu sedang menatapnya dengan sorot mata yang tajam dan penuh penilaian. Dia bisa melihat ada senyum puas yang terukir di wajah rupawan itu seolah mengenali pakaian yang dikenakan Vanessha saat ini.
"Lihat siapa yang datang, Nes!" seru Alena girang.
"Tentu saja kakak terbaik yang sangat tahu diri untuk mengunjungi kita disaat kakak tertua tidak pernah muncul untuk menunjukkan batang hidungnya," celetuk Ashley yang membuat Vanessha melirik padanya karena sangat tahu jika temannya itu sedang menyindir Joel, kakak tertua yang menjadi dambaan hati Alena sejak lama.
"Bisakah kau tutup mulut dan tidak menyinggung bajingan itu?" desis Alena tidak senang.
"Joel sangat sibuk dan kebetulan aku memiliki urusan disini sekalian mengunjungi kalian," tukas Noel santai yang membuat tatapan Vanessha kembali padanya dan sepertinya pria itu tidak mengalihkan tatapan darinya sejak tadi.
Vanessha spontan mengambil satu langkah mundur saat melihat Noel berjalan menghampirinya. "Apa maumu?"
Dengan santai, Noel membuka kedua tangan sambil terus melangkah kearahnya dan tersenyum lebar padanya. "Hello, Birthday Girl, apa kau merindukanku?"
Sebelum sempat menjawab, Noel sudah menariknya dalam pelukan yang erat dan sukses membuatnya menahan napas. Aroma tubuh Noel yang familiar dalam ingatan kini menyerbu masuk ke dalam indera penciumannya seolah melebur dalam tubuh hingga dia merasa sesak. Pelukannya seolah membakar setiap pembuluh nadinya sekarang.
"Aku merindukanmu," bisik Noel dalam nada suara yang hanya bisa didengar olehnya. 'Kau sangat menggairahkan dalam balutan gaun yang kuberikan."
Dengan sekuat tenaga, Vanessha mendorong dua bahu Noel untuk menjauh dan pelukan itu terlepas. Menatap Noel dengan waspada, Vanessha segera bergerak untuk menghampiri dua sahabatnya yang sedang asik mengobrol disana.
"Ayo kita berangkat," ucap Vanessha cepat.
"Tunggu, bagaimana jika kita mengajak Noel sekalian?" usul Ashley sambil menoleh pada Noel yang sedang terkekeh disana.
"Tidak!" seru Vanessha keras dan tersentak oleh spontanitasnya yang membuat kedua sahabatnya menatap dengan aneh dan penuh pertanyaan.
"Ada apa? Kenapa..."
"It's okay," sela Noel sebelum Alena melanjutkan ucapannya. "Itu adalah acara kalian para wanita. Silakan pergi, tidak perlu mengajakku, aku lelah."
Vanessha langsung berjalan keluar tanpa ingin menoleh ke belakang sementara Alena dan Ashley mendesah kecewa saat mendengar penolakan Noel.
"Aku tidak menyangka jika memiliki sepupu seperti itu. Kalau saja bukan sepupu, aku ingin menjadikannya sebagai salah satu kekasihku," ucap Alena saat mereka sudah berada di dalam mobil.
Sebuah limousine sudah membawa ketiganya menuju ke sebuah klub malam yang sudah dipesan oleh Alena khusus untuk merayakan ulang tahun Vanessha malam itu.
"Kurasa dia memang pantas mendapat julukan sebagai pria tertampan di keluarga kita. Dia sangat mirip dengan Uncle Wayne yang sangat tampan diantara para ayah," timpal Ashley.
"Apa kau masih menyukainya? Setahuku, kau menaruh perasaan padanya saat dia mengajarimu berkuda," tanya Alena pada Vanessha sambil memberikan cengiran lebar.
Memberikan ekspresi datar dan bersikap tenang, Vanessha berpikir sejenak tentang pertanyaan Alena, kemudian menyibakkan rambutnya sambil membuang tatapan ke luar jendela.
"Katakanlah, aku tidak ingin memiliki nasib yang sama seperti dirimu dengan Joel, Na," ucapnya.
Jawabannya membuat Alena mengerang kesal dan Ashley tertawa terbahak-bahak. Vanessha mengetahui sebuah kebenaran yang tidak diketahui keduanya mengenai Joel. Tentang status Joel, yang tidak sengaja diketahui olehnya saat dirinya pulang ke Jakarta bulan lalu. Setelahnya, semua orang memberikan peringatan tentang dirinya yang tidak boleh memberitahukan hal itu pada Alena, juga pada Ashley, mengingat keduanya begitu dekat.
Joel bahkan mendatanginya secara khusus dan memintanya untuk menyembunyikan hal itu karena dia ingin dirinya sendiri yang menjelaskan pada Alena suatu hari nanti. Merasa itu bukan urusannya, Vanessha menegaskan jika dirinya tidak mendengar apa-apa.
Tak lama kemudian, mereka tiba di sebuah klub malam langganan dan segera disambut oleh para penjaga klub yang sudah mengenal mereka dengan baik. Mereka langsung berjalan memasuki klub untuk menuju ke meja yang sudah dipesan Alena dan menikmati minuman.
Menjadi pusat perhatian, tentu saja, ketiganya tampak mempesona apalagi Alena yang sudah dikenali banyak orang oleh karena profesi sampingannya. Seperti sudah biasa, ketiganya mengabaikan setiap tatapan yang mengarah pada mereka dan tampak tidak terusik dengan perhatian semacam itu.
Ditengah keasikan mereka, seorang wanita menghampiri mereka dengan diikuti oleh tiga temannya. Vanessha adalah orang pertama yang melihat kedatangan empat wanita dengan kesan angkuh disana. Satu dari empat orang itu tampak familiar.
"Siapa kalian?" tanya Alena dengan satu alis terangkat dan menatap keempatnya secara bergantian sambil bersidekap.
Wanita pirang yang tampak familiar itu memberikan senyum sinis sambil bertolak pinggang dan menatap dengan tatapan merendahkan.
"Aku tidak menyangka jika si Jalang kecil itu berteman dengan supermodel pakaian dalam yang lebih jalang darinya," ucapnya sambil mengarahkan dagu pada Vanessha, kemudian pada Alena.
Hanya bergeming saja, ketiganya menatap wanita pirang itu tanpa ekspresi seolah sudah terbiasa dengan hinaan atau caci maki yang dilemparkan pada mereka. Pelatihan yang dijalani mereka sudah membuatnya terlatih dalam pengendalian diri dan tidak mudah terpancing emosi untuk hal-hal remeh yang timbul dari rasa iri hati dan tidak sederajat dengan mereka.
"Apa aku mengenalmu?" tanya Vanessha datar.
Wanita pirang itu langsung mendesis dan menatapnya penuh kebencian. "Apa kau sudah terbiasa merebut kekasih orang sampai lupa pada orang yang pernah menjadi korbanmu?"
Alena dan Ashley spontan menoleh pada Vanessha yang masih bergeming. Rambut pirang, wajah yang cukup cantik tapi menyakitkan, terkesan angkuh, dan mengingatkannya pada momen dimana Noel menghampirinya di sebuah kafe untuk memintanya berpura-pura menjadi kekasihnya demi memutuskan wanita itu. Tidak salah lagi, pikirnya.
"Kurasa kau sudah ingat," celetuk wanita itu lagi.
"Lalu apa masalahnya sekarang? Bukankah itu sudah lama sekali?" balas Vanessha sambil bersandar dan menyilangkan kaki tanpa memutuskan tatapan yang sukses membuat Alena dan Ashley tersenyum bangga.
"Aku sudah pernah bilang akan membuat perhitungan denganmu," jawabnya dengan alis terangkat tinggi-tinggi.
Vanessha tidak bisa menahan diri untuk tertawa hambar. Kejadian yang sudah begitu lama tapi bisa terjadi secara kebetulan bertepatan dengan kepulangan Noel yang ditemuinya kurang dari sejam lalu. Lelucon macam apa ini? Batinnya geram.
"Ada yang bisa menjelaskan apa yang terjadi di sini?" cetus Ashley sambil beranjak dan mulai bergerak untuk menghadap wanita pirang itu dengan berani.
Tiga teman yang mendampingi wanita pirang itu ikut maju seolah memberi dukungan pada temannya dengan menatap Ashley sinis.
"Tanya saja dia," sahut wanita pirang itu.
"Aku bertanya padamu karena kau yang menghampiri kami," balas Ashley lantang. "Kecuali jika kau ingin mencari masalah dan tidak usah bertele-tele dengan drama pembuka seperti itu."
"Dia adalah salah satu daftar panjang wanita Noel, Guys! Sudah sangat lama sekali, mungkin dua tahun," ujar Vanessha sambil memutar bola mata untuk memberitahu agar Alena dan Ashley mengerti.
"What?" pekik Alena dengan ekspresi tidak percaya dan menatap wanita pirang itu dengan tatapan seolah wanita itu gila. "Apa tidak ada urusan yang jauh lebih konyol dari ini?"
Tiba-tiba saja, wanita pirang itu melangkah mendekat untuk mengambil satu sloki minuman yang ada di meja dan menyiramkannya ke wajah Alena dengan kasar. Membuat Ashley dan Alena tersentak kaget hingga bergeming sepersekian detik disana. Tidak terima, Vanessha segera beranjak dengan tatapan yang menghunus tajam.
"Aku memberimu waktu tiga detik untuk pergi dari hadapanku!" desis Vanessha sengit.
"Apa kau pikir hal itu bisa membuatku takut?" balas wanita pirang itu dengan nada meremehkan disambut tawa bernada ejekan dari tiga temannya yang lain dibelakang.
"Satu," Vanessha mulai menghitung dan memberi tanda lewat tangan terangkat saat membaca pergerakan Ashley yang hendak melakukan sesuatu dan Alena yang sudah beranjak dengan wajah menggelap karena geram.
"Apa yang kau ingin lakukan? Hah?" ejek wanita pirang itu lagi.
"Dua," Vanessha kembali menghitung.
"Tiga saja langsung," balas wanita pirang itu lagi seolah menantang dan... BUGG!
Sebuah pukulan keras mendarat mulus di sisi kanan wajah wanita pirang itu hingga terpelanting ke samping dan mendarat dalam debuman yang begitu kencang. Tiga temannya yang lain tersentak dan hendak membalas tapi Alena dan Ashley sudah lebih dulu melakukan serangan.
Dengan teknik beladiri yang dikuasai mereka, tidak ada dalam hitungan menit, empat wanita pembuat masalah itu sudah merebah di lantai dengan erangan kesakitan dan sumpah serapah yang berkepanjangan. Hanya diangkat dan dibanting satu kali, tidak melakukan apa-apa selain hal itu, baik Alena, Ashley, dan Vanessha hanya mendesah malas karena sudah membuang waktu.
Sampai akhirnya, Vanessha menarik rambut wanita pirang yang masih meringis dan merebah di lantai itu hingga berdiri agar berhadapan dengannya.
"Jika aku melihatmu lagi satu hari nanti, aku pastikan tidak akan membiarkanmu bernapas seperti ini," desis Vanessha sambil menarik wanita pirang itu mundur dengan kasar.
Bersamaan dengan itu, para penjaga klub datang dan mengamankan empat wanita itu. Tentu saja, urusan tidak selesai sampai disitu karena adanya tindak kekerasan di tempat umum, maka Vanessha bersama Alena dan Ashley dibawa ke pihak berwajib dan ditahan sementara karena empat wanita yang menjadi biang masalah itu harus menjalani perawatan intensif.
"Shit! Aku tidak menyukai urusan seperti ini jika harus berhadapan dengan ayahku," umpat Alena saat mereka sudah berada di dalam sel kecil di kantor polisi itu.
"Kurasa mereka tidak akan datang. Mereka terlalu sibuk dan ayahku sedang berada di Himalaya," ujar Ashley santai.
"Dan itu berarti kita akan berada di tempat sialan ini selama berhari-hari, Bitch! Pikirkan sesuatu karena aku tidak mau berada di sini lebih dari sepuluh menit!" sembur Alena kesal.
"Kita saja sudah berada lima menit di sini," sahut Ashley yang semakin membuat Alena mendidih.
"Sudahlah, aku lelah dan ingin duduk sebentar. Ulang tahun yang menyenangkan, Kawan," ucap Vanessha sambil duduk di tengah sel dan bersandar di dinding yang begitu dingin.
Alena dan Ashley ikut duduk di sampingnya dan mengambil posisi kanan kiri sehingga Vanessha berada di tengah, kemudian Alena dan Ashley sama-sama menyandarkan kepala di bahu Vanessha sambil menatap luar sel dengan kesibukan kantor polisi yang terlihat membosankan.
"Maafkan aku dengan ide seperti ini," ucap Alena masam.
"Tidak apa-apa," balas Vanessha.
"Selamat ulang tahun, Adik Manis. Meski harus berada di sini, aku bangga padamu yang bisa melakukan hal seperti tadi. Itu sangat keren," sahut Ashley sambil tersenyum senang.
"Benar! Itu sangat keren!" seru Alena setuju sambil mengacungkan jempolnya.
Vanessha tersenyum dan ketiganya mulai mengobrol apa saja hingga tertawa terbahak-bahak seolah tidak peduli dengan suasana atau situasi apa yang akan terjadi kedepannya.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Aku cuma mau bilang kalau di revisi kali ini, aku nggak main aman.
Aku ngegas dan akan mempertajam karakter Nessie di versi ini. 😎
Dan untuk Noel? Tentunya tidak mengurangi kadar kebrengsekannya.
Because I love red flags man!
Who doesn't? Hahaha.
I know, y'all gonna like it.
Thank me later. 💜
26.09.24 (20.34)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top