PART. 6 - NIGHT CLUB SENSATION.

WARNING: MATURE CONTENT 🥵

Written by CH-Zone
Revised by. Sheliu.


Sudah semakin larut tapi rapat yang sudah dilakukan sejak siang itu masih belum juga selesai dan itu membuat Noel mulai jenuh. Sudah menyelesaikan tahun terakhir kuliahnya, ayahnya seolah tidak ingin memberinya jeda untuk sekedar liburan dan langsung menuntutnya untuk menjalani salah satu perusahaannya sebelum menjadi penerus utama.

"Aku ingin kau menetap di Melbourne," tukas Wayne tanpa perlu melihat ke arah Noel.

"Menetap disana? Untuk apa?" tanya Noel dengan nada tidak suka. Rasa jenuh membuat suasana hati mulai memburuk terutama jika hasil akhir rapat selalu berujung dengan perintah tanpa konfirmasi seperti tadi.

Wayne menoleh dan menatapnya tajam. "Bukankah sudah kukatakan jika itu adalah cabang baru yang perlu kau urus dari awal sampai berkembang? Itu adalah ujian penentu sebelum kau memegang semuanya."

"Ada yang namanya teknologi dimana aku bisa mengurus segala hal kapanpun, dimanapun, dan dalam waktu apapun," balas Noel tanpa ragu.

"Aku ingin kau hadir dan terlibat dalam setiap urusannya, termasuk stok kopi dan teh untuk staff jika perlu," sahut Wayne ketus sambil memberi ekspresi tidak ingin dibantah.

Noel menggertakkan gigi dan tidak sengaja melihat ke arah Joel yang tampak menahan senyuman geli disana. Sudah pasti orang itu menjadi paling senang karena ada yang menemaninya sekarang, batin Noel kesal.

"Kurasa kau tidak perlu melakukan hal seperti itu, Dad. Kau tahu jika aku sangat mampu untuk melakukan semuanya tanpa perlu hadir, bukan?" ujar Noel sambil kembali menatap ayahnya dengan ekspresi tidak suka.

"Apa kau bermaksud untuk menolak perintahku, Emmanoel?" balas Wayne dingin.

"Aku memang adalah putramu tapi bukan pelayanmu. Aku sudah sangat cukup umur untuk menjadi dewasa dan memiliki hak untuk menentukan apa yang perlu kulakukan," tukas Noel tegas.

Kini, ekspresi Joel tertegun dan melirik pada Wayne yang memberi ekspresi biasa saja seolah tidak mendengar apapun disana. Bahkan, sorot matanya tampak begitu teduh dan seolah tidak terganggu dengan Noel.

"Aku tahu jika putraku sudah dewasa dan sangat mampu untuk membalas ayahnya seperti ini. Aku hargai keberanianmu karena itu berarti kau tahu bagaimana caranya menyuarakan pikiran dan membela dirimu," ucap Wayne kemudian.

"Baguslah jika kau mengerti," balas Noel datar.

Wayne menyeringai dan menoleh pada Joel. "Kalau begitu, percepat urusannya, El. Aku ingin dia segera angkat kaki dari sini dalam kurun waktu kurang dari 24 jam. Bekukan semua kepentingannya, termasuk otoritas yang dimilikinya selama waktu yang kutetapkan."

Noel membelalakkan mata sambil beranjak dan menatap Wayne dengan wajah yang sudah memerah dan kedua tangan yang mengepal kuat. "Apa yang kau lakukan, Dad?'

Wayne kembali menatapnya dan tersenyum sengit membalas ekspresi kemarahan yang ditampilkan Noel. Dengan santai, dia bersandar di kursi dan menyilangkan kaki tanpa mengalihkan tatapan seolah menantang Noel saat ini.

"Aku melakukan apa yang sangat perlu kulakukan saat ini. Dan kuyakin kau tahu apa maksudku, jadi ada lagi yang ingin kau layangkan sebelum rapat ini berakhir? Aku akan meluangkan waktu satu menit lagi untukmu," ucap Wayne tajam.

Noel hendak membalas tapi Joel sudah mengambil alih pembicaraan dengan intonasi suara tenang disana.

"Beri Noel sedikit waktu untuk berpikir, Uncle. Kau tahu jika dia masih muda dan keputusan seperti ini cukup berat untuk diterima," ujar Joel yang kini membuat Wayne menoleh padanya.

"Aku bahkan sudah membangun perusahaanku sendiri di usianya," sahut Wayne dengan satu alis terangkat.

"Tidak semua orang memiliki pemikiran dan kemudahan dalam merintis jalan hidupnya, Uncle. Jangan terlalu keras padanya, Noel membutuhkan waktu dan aku akan membantunya nanti," bujuk Joel dengan nada santai sambil mengulaskan senyum miring.

Noel memutar bola matanya dan kembali menghempaskan tubuh di kursi dengan perasaan marah yang tertahan. Dia tidak menyukai permainan ini sebab jika dia kembali menunjukkan aksi protesnya, sudah pasti ada hal-hal lain yang tidak diperlukan dilakukan oleh ayahnya dengan power abuse-nya yang menjengkelkan. Dan Joel berusaha untuk mencegah Noel melakukan hal itu.

"Baiklah," putus Wayne akhirnya sambil beranjak dan menatap Noel tajam. "Kuberi dirimu waktu selama satu minggu untuk bersenang-senang dan setelahnya kau harus menetap di Melbourne dengan ultimatum yang sudah kusebutkan tadi. Joel yang akan memandumu dan aku tidak ingin adanya pemberontakan atau aku akan melakukan penegasan yang akan membuatmu menyesal sudah melawanku."

Noel hanya mendengus melihat Wayne yang langsung pergi meninggalkan ruangan itu dan hanya meninggalkannya dengan Joel saja.

"Berapa lama aku harus disana?" tanya Noel sinis.

"Setidaknya dua tahun," jawab Joel santai.

"Dua tahun? Apa ada hal yang disengaja yang tidak kuketahui sampai ayahku melakukan hal seperti ini?" tuduh Noel tanpa basa basi.

"Aku tidak kekanakan seperti itu jika kau menuduhku sudah mengadu yang bukan-bukan pada para ayah, Noel. Jangan lupakan jika aku memegang otoritas atas hidupmu," desis Joel tajam.

Noel menggertakkan gigi sambil menatap Joel dengan tajam. Dua tangan sudah terkepal erat tanda bahwa dirinya perlu pengalihan untuk menguasai diri agar tidak meluapkan amarah yang tidak diperlukan. Tanpa berkata apa-apa, Noel segera meninggalkan ruangan dengan derap langkah cepat dan kasar.

Dia hampir mencapai lift saat cengkeraman kuat berada di siku kanannya dan membuatnya mendesis tajam sambil menghentikan langkah untuk menoleh dan mendapati Joel yang menahannya.

"Tenanglah dan jangan gegabah," tegas Joel.

"Tidak usah sok peduli padaku, El! Kau sama saja seperti mereka! Apa yang kulakukan tidak pernah membuat kalian puas. Tidak pernah mengakui kejeniusanku dan selalu dianggap rata-rata. Aku mampu melakukan apapun tapi dinilai belum siap. Apa sih maunya?" desis Noel sambil menghentakkan siku dan cengkeraman Joel terlepas.

"Tunjukkan!" sahut Joel lugas. "Tunjukkan semua yang kau katakan itu! Jika mereka menekanmu, terbanglah! Jika mereka menjatuhkanmu, bangkitlah! Jika kau diberi dua tahun, jadikan setahun atau kurang dari itu! Don't straight to the limit, be limitless! Jika kau bisa melakukan semua itu, maka tidak ada yang bisa menahan langkahmu untuk berbuat sesuka hatimu."

Mendengus kasar, Noel membuang tatapan ke arah lain sambil menggeram. Dia tidak menyukai para ayah diktator yang terus menekan hidupnya, sama sekali tidak peduli dengan kemampuan atau kekurangan diri tapi terus memecut dan memaksa para anak untuk melakukan apa yang diinginkan mereka.

"Aku bukan properti mereka, El. Aku tidak suka diatur, dikuasai, dan diperlakukan semaunya seperti ini. Bukankah semua orang memiliki hak untuk bebas memilih jalan hidupnya?" ucap Noel sinis.

Joel menghela napas dan mendekat untuk menepuk ringan bahu Noel sambil menatapnya tajam. "Aku tahu kau memikirkan seseorang dan aku sangat tahu rasanya. Tapi sesuatu yang berharga membutuhkan pengorbanan dan ada harga yang harus dibayar. Akupun masih dalam tahap untuk mengejar apa yang kuinginkan demi mendapatkan hadiah kemenanganku, Brother."

Noel kembali menatap Joel dengan tatapan menilai. Sudah menjadi rahasia umum jika Joel mencintai Alena, adik sepupunya yang selalu mencari masalah. Namun, untuk mendapatkan restu dari paman gilanya yaitu Nathan bukan hal mudah tapi Joel tetap berusaha untuk mendapatkan hal itu meski Alena sendiri tidak tahu tentang itu. Bagi Noel, kebodohan Joel hanya satu, yaitu urusan percintaan yang tidak pernah usai.

Sebaliknya, demi melindungi Vanessha dari pola didik Liam yang penuh tekanan, Noel sudah berencana untuk melatih wanita itu menjadi lebih percaya diri agar kuat dan mandiri. Tapi rencana itu menguap begitu saja sekitar lima menit yang lalu karena keputusan sepihak ayahnya. Mengingat hal itu, Noel kembali mendengus kesal.

"Pergunakan waktu satu minggumu dengan baik, Noel. Setelah itu, kita akan segera berangkat dan aku akan membimbingmu, tidak usah cemas," ujar Joel kemudian.

Noel hanya mengangguk sebagai jawaban dan segera memasuki pintu lift yang terbuka. Keduanya saling memberi tatapan tajam sampai akhirnya terputus oleh pintu lift yang tertutup.

Menghela napas, Noel yang masih kesal teringat pada Vanessha. Wajah cantiknya membuat senyum liciknya mengembang dan sukses membuat isi kepala Noel dipenuhi oleh imajinasi liarnya yang sudah lama ingin dilakukannya. Dia merasa jika satu minggu yang diberikannya cukup untuk membuatnya bersenang-senang dengan wanita itu.

Merogoh ponsel dari saku, Noel menekan angka satu dan menempelkan ke telinga sambil keluar dari lift itu. Telepon sudah tersambung dan dering ketiga pun diangkat.

"Halo."

Suara yang terdengar gugup dan nyaring itu sudah membuat Noel harus menarik napas berat. Noel merutuk dalam hati karena selalu merasa tersihir untuk apapun yang berkaitan dengan Vanessha.

"Persiapkan dirimu dalam satu jam kedepan. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat," ujar Noel langsung.

"Apa? Ini sudah malam dan besok aku ada kelas pagi," balas Vanessha langsung.

"Aku tidak menerima penolakan dan kau tahu jelas soal itu," ucap Noel tegas.

Senyumnya mengembang saat dia bisa mendengar hembusan napas berat dari sebrang sana, pertanda jika wanita itu menyerah.

"Baiklah," ucap Vanessha.

"Satu lagi," tambah Noel yang membuat Vanessha langsung mendesah malas. "Aku ingin kau memakai pakaian yang kuberikan padamu minggu lalu dan gerai rambutmu, jangan diikat, apa kau mengerti?"

Membayangkan Vanessha memakai gaun strapless bodycon berwarna hitam yang sengaja dibelinya waktu itu membuat Noel semakin senang dengan imajinasi liarnya. Sudah pasti, gaun itu akan membalut pas di tubuh wanita itu dan mengekspos kulit sehatnya secara terang-terangan.

"Baiklah," sahut Vanessha yang membuat alis Noel terangkat karena tidak percaya jika wanita itu langsung menyetujuinya. Tentu saja, hal itu membuatnya semakin senang.

"Aku akan segera menjemputmu. See you, Baby," ujar Noel yang langsung dibalas dengan Vanessha mengakhiri telepon itu tanpa membalas satu kata pun.

Tidak ingin membuang waktu, Noel segera menuju ke penthouse-nya untuk berganti pakaian dan menjemput Vanessha. Malam itu akan menjadi malam yang menyenangkan dan mendambakan wanita itu saja sudah membuat degup jantungnya mengencang dengan rasa tidak sabar untuk segera bertemu dengannya.

Dan sesuai ucapannya bahawa satu jam dia akan menjemput, Noel tiba di mansion dimana Vanessha sudah berdiri menunggu di lobby dengan ekspresi bosan. Keningnya berkerut saat mendapati Vanessha memakai gaun berwarna hijau. Mini dress yang masih terlihat sopan dengan memiliki lengan hingga batas siku dan diatas lutut yang memamerkan sepasang kaki jenjangnya yang menggiurkan.

"Jangan melihatku seperti itu," tegur Vanessha saat Noel sudah turun dari mobil dan memperhatikan penampilannya dari dekat.

Wanita itu bahkan mengikat rambut panjangnya dalam satu ikatan sederhana. Dia tampak begitu cantik dan sangat menawan tapi Noel tidak menyukai kenyataan jika wanita itu tidak menurutinya.

"Aku menyuruhmu memakai..."

"Aku bukan pelacur, Noel!" sela Vanessha tajam. "Gaun yang kau berikan sangat tidak senonoh dan aku tidak akan pernah memakainya! Jika kau ingin berdebat tentang hal itu, maka lebih baik batalkan urusan pertemuan ini. Aku memiliki kelas besok pagi!"

Terdiam, Noel cukup terkesan dengan ketegasan dari Vanessha saat ini. Dan itu membuat rasa tertariknya semakin meningkat begitu saja sehingga wanita itu terlihat jauh lebih menarik. Dia cukup terhibur dengan sikap keras kepala Vanessha itu.

Tanpa mengucapkan apapun, Noel beranjak mundur untuk membukakan pintu bagi Vanessha dan mempersilakannya masuk. Sambil mendengus pelan, Vanessha pun masuk ke dalam tanpa melihat ke arah Noel.

"Kemana kau akan membawaku?" tanya Vanessha saat Noel sudah melajukan kemudi.

"Bersenang-senang," jawab Noel semaunya.

Vanessha menggeram pelan dan mengarahkan tatapan pada Noel. "Aku tidak ingin kau melakukan sesuatu seperti minggu lalu. Aku akan sangat-sangat marah jika kau memberi tanda merah di tubuhku! Tanda itu baru hilang kemarin dan aku kesusahan mencari pakaian untuk menutupinya!"

Terkekeh pelan, Noel terlihat senang saat mengingat tanda merah yang sengaja diberikan saat mereka bercumbu di tempat tinggalnya. Hal itu dia lakukan agar di setiap kali Vanessha bercermin, di setiap kali itulah dia teringat apa yang Noel lakukan padanya. Dan membayangkan wajah merona malu dari wanita itu sudah menjadi kepuasan tersendiri untuknya.

"Tenang saja, Sayang. Aku tidak berniat melakukan hal yang sama, itu akan sangat membosankan," balas Noel santai.

"Noel!" seru Vanessha kesal.

Noel meliriknya dan mengarahkan satu tangan untuk membelai sisi wajah Vanessha dengan lembut. "Aku membutuhkanmu saat ini. Jujur saja, aku sangat penat dan berniat untuk mengajakmu mengenali dunia malam. Aku akan membimbingmu dan mala mini akan menjadi pelajaran kedua untukmu."

"Aku bahkan tidak mengerti apa maksudmu tentang pelajaran dan bagaimana bisa menjadi pelajaran kedua sementara aku tidak tahu tentang pelajaran pertama?" ucap Vanessha dengan suara bergumam.

"Saat tubuhmu bereaksi terhadap sentuhanku di minggu lalu adalah pelajaran pertamamu, Sayang," ujar Noel menjelaskan. "Kau sudah tahu bagaimana rasanya disentuh pria dan merakan kenikmatan lewat gairah yang meluap saat menerima sentuhanku."

Vanessha tampak menahan napas dan merasakan wajahnya memanas. Hal itu membuat Noel terkekeh geli karena reaksi wanita itu yang sangat menggemaskan.

Tak lama kemudian, mereka tiba di sebuah klub malam yang dimiliki salah satu kolega Wayne. Noel menyukai klub malam itu yang memberi fasilitas tentang menjaga privacy dan tidak adanya pemantauan karena Noel sudah memahami setiap sudut ruang hingga para pekerja di klub itu.

"Aku tidak percaya jika kau akan membawaku ke tempat semacam ini," gumam Vanessha dengan nada tidak percaya sambil menoleh untuk menatap Noel yang sudah tersenyum lebar padanya.

"Selama bersamaku, kau aman. Jangan pergi ke tempat ini tanpa perlindungan," ucap Noel sambil melepaskan sabuk pengaman Vanessha.

Segera keluar dari mobil, Noel menyerahkan kunci mobil pada seorang penjaga klub yang sudah dikenalinya dengan sorot mata tajam dan penjaga itu mengangguk mengerti. Merangkul pinggang Vanessha, Noel membimbingnya masuk dimana dia bisa merasakan ketegangan pada wanita itu.

Langkahnya terhenti saat Vanessha tiba-tiba berbalik sambil mencengkeram sweaternya. Tangannya otomatis memeluk saat wanita itu menghamburkan dirinya pada pelukan seolah meminta perlindungan. Dia memejamkan matanya selama sepersekian detik untuk menikmati kehangatan tubuh Vanessha yang mendesak lembut di dadanya.

"A-Aku tidak ingin mengetahui tempat seperti ini," ucap Vanessha lirih.

"Kau aman bersamaku," bisik Noel lembut. "Dan aku ingin kau mengunjungi tempat seperti ini untuk pertama kalinya bersamaku."

Mencium kening Vanessha singkat, Noel kembali membimbingnya untuk memasuki klub itu. Suara dentuman keras menyambut mereka, seorang DJ memimpin diatas sana dengan kumpulan banyak orang melompat dan menari bersama.

"Lihat sekelilingmu, biasakan penglihatanmu, dan apa yang kau lihat disini adalah hal yang biasa jadi tidak perlu histeris," ucap Noel tepat di telinga Vanessha saat mereka sudah tiba di depan meja bar.

Semakin tidak nyaman, Vanessha memperhatikan sekeliling sambil tetap mencengkeram sweater Noel seolah itu adalah bentuk perlindungan dirinya. Kesempatan itu diambil Noel untuk memeluknya erat dan mengecup pucuk kepalanya beberapa kali sambil memejamkan mata untuk menikmati luapan kerinduan yang dirasakannya.

"Apa mereka harus berciuman seperti itu di tempat umum?" tanya Vanessha sambil berjinjit untuk bisa mencapai telinga Noel saat pria itu membungkuk untuk mendengarkannya.

Noel tersenyum saja sambil menunjuk ke arah lain. "Bahkan ada yang melakukan seks di sana."

Vanessha terkesiap dan segera berbalik untuk memeluk Noel lebih erat karena tidak menyukai apa yang dilihatnya. Noel hanya terkekeh melihat seorang pria yang sibuk menunggangi seorang wanita yang membelakangi dengan satu kaki terangkat di sudut yang tidak jauh dari posisi mereka.

Menoleh ke arah bartender, Noel memberi tanda lewat kode tangan yang diberikan, dan tidak lama kemudian, dua minuman disajikan. Saatnya bersenang-senang, pikirnya senang.

"Aku mengajakmu untuk melihat dan mengetahui apa yang ada disini, bahwa apa yang kau lihat adalah umum terjadi," ucap Noel sambil membelai kepala Vanessha dimana wanita itu mendongak untuk menatapnya.

"Apa yang dicari orang di tempat ini? Aku bahkan sudah pusing dengan kebisingan ini," tanya Vanessha dengan suara yang hampir berteriak karena dentuman suara yang ada disekeliling mereka yang begitu gaduh.

"Untuk bersenang-senang," jawab Noel riang dan menyerahkan satu gelas kecil berisi gin and tonic dengan irisan jeruk nipis didalamnya. "Minuman ini adalah favorit semua orang, kau harus mencobanya."

"Aku tidak tahu apakah aku..."

"Cobalah sesuatu yang tidak pernah kau rasakan. Aku yakin kau akan menyukainya," sela Noel menyemangati agar Vanessha mengambil minuman itu.

Menatap minuman itu selama beberapa saat, Vanessha meraih gelas itu dengan ragu. Menoleh pada Noel yang sudah menganggukkan kepala seolah meyakinkan dirinya, wanita itu pun mengangkat gelas dan menyesapnya perlahan. Mencecap sesaat sambil mengernyit, kemudian kembali menyesap, sampai akhirnya dia menandaskan minuman itu.

Noel menyeringai puas, bahkan begitu senang melihat semburat merah di kedua pipi Vanessha. Terlihat jelas jika minuman itu begitu cepat bereaksi dan itu sesuai perkiraannya. Sangat cantik dan manis, pikirnya senang.

"Ini enak dan menyegarkan, rasanya seperti sari buah dan jeruk nipisnya memberi aroma sekaligus asam yang memanjakan lidah," ucap Vanessha sumringah.

Kemudian, Noel mengambil satu gelas kecil yang lain yang berisi minuman berwarna coklat keemasan dan menyodorkannya pada Vanessha. "Coba yang satu ini, mungkin rasanya lebih kuat dibandingkan yang tadi karena ini murni beralkohol. Tapi kurasa, kau juga akan menyukainya."

Tidak seperti minuman sebelumnya, kali ini Vanessha langsung terbatuk-batuk saat menyesap sekali. "Ini tidak enak. Ini pahit sekali, aku tidak suka."

Noel meminta segelas air putih dan langsung disajikan pada Vanessha. Wanita itu menandaskan air putihnya dan Noel terlihat senang dengan apa yang dilihatnya saat ini sebab rona merah di kedua pipi semakin menjalar sampai ke seluruh wajah.

"Apa yang kau rasakan saat ini?" tanya Noel sambil mengusap naik turun punggung Vanessha.

Vanessha mengusap kening dan menarik napas sesaat kemudian menoleh pada Noel sambil menangkup tengkuknya sendiri. "Aku merasa tubuhku panas dan seperti ingin melayang."

Noel menyunggingkan senyum setengahnya dan melayangkan tatapan ke arah bartender yang langsung mengulurkan sesuatu padanya. Sebuah kunci. Kunci untuk sebuah kamar khusus yang diperuntukkan hanya dirinya dalam menikmati kehidupan liar selama dirinya berada di kota itu.

"Ikut aku," ajak Noel sambil beranjak dari situ dan mengarahkan Vanessha untuk mengikutinya.

"Apa kita akan pulang?" tanya Vanessha langsung.

"Belum, masih ada hal yang perlu kau ketahui," jawab Noel sambil membimbingnya untuk menjauhi kerumunan dan berjalan menuju pada pintu lift yang berada di sudut terjauh.

"Apa lagi yang harus kuketahui? Aku sudah mulai pusing," keluh Vanessha sambil mengerjapkan mata dan masih mencengkeram sweater Noel.

"Aku akan membuatmu membaik," bisik Noel sambil menarik Vanessha untuk masuk ke dalam lift.

Vanessha tersentak saat Noel tiba-tiba mencium bibirnya sambil mendesak tubuhnya di sudut lift setelah pintu lift tertutup.Mulutnya terasa gin and tonic yang menyegarkan seakan membuat Noel hilang akal dengan kelembutan bibiritu dalam lumatannya. Bahkan, dia tersenyum dalam hati saat Vanessha bisa membalas ciumannya meski masih kesulitan dalam mengimbangi kecepatannya.

Ciuman itu terhenti saat pintu lift terbuka dan Noel segera menarik Vanessha keluar dari situ. Membawanya dalam satu-satunya kamar yang ada di lantai itu, Noel melanjutkan ciumannya.

"N-Noel, jangan," erang Vanessha sambil mendorong bahu Noel.

"Ini yang kau butuhkan, Sayang. Masa muda yang bisa kau nikmati dan menjadi liar secara bersamaan, tentunya denganku dan tidak dengan yang lain," tukas Noel serak.

Tangannya sudah meraba naik turun tepat di dada Vanessha, kemudian meremasnya lembut. Dia menggeram pelan karena wanita itu tidak mengenakan gaun yang diberikannya karena sudah pasti gaun itu akan memudahkannya untuk melucutinya dari tubuh Vanessha.

"Noel, please..." mohon Vanessha sambil mengerang pelan saat tangan Noel mulai meluncur ke bawah untuk membelai pahanya.

"Please? Please don't stop? Or please make it faster?" bisik Noel sambil menjilati daun telinga Vanessha dengan napas yang memburu kasar.

Dalam gerakan cepat, Noel mendorong Vanessha ke ranjang dan membuat wanita itu berteriak kaget lalu kemudian terjatuh diatas ranjang. Tidak memberi kesempatan untuk bergerak, Noel segera menindihnya dan mengarahkan tangannya untuk merayap di sekujur tubuh Vanessha.

Satu tangan sudah membuka kaki Vanessha agar Noel bisa mengusap bagian bawah dan menggeram pelan saat bisa merasakan kelembapan Vanessha dari balik celana dalam satin yang dikenakan. Menaikkan gaun sampai batas pinggang dan melepas celana dalam itu, Noel melebarkan dua kaki Vanessha dan terdiam kaku selama beberapa saat disana.

Napasnya kian memburu dengan sorot mata menggelap saat melihat tubuh Vanessha yang sudah bergairah karenanya. Mulus, sama sekali belum terjamah, dan mendapati Vanessha merawat tubuhnya dengan baik sudah menyukakan hatinya.

Dengan hati-hati bahkan tangannya mulai gemetar, Noel mengusap permukaan tubuh Vanessha yang begitu basah. Erangan lembut Vanessha terdengar saat ibu jarinya mengusap naik turun tepat di titik sensitifnya. Perlahan, naik turun, kemudian memutar, dan semakin cepat sampai erangan Vanessha berubah menjadi desahan-desahan yang terdengar begitu nikmat.

"Noel!" namanya diucapkan Vanessha dalam suara tertahan, tidak hanya sekali, tapi berkali-kali.

Vanessha semakin gelisah dan mulai menggerakkan tubuhnya sambil meremas selimut dengan kasar. Tidak ingin pemandangan itu berhenti, Noel segera mencondongkan wajah pada tubuh Vanessha dan membelai celah basah yang sudah sangat bergairah itu dengan lidahnya.

Naik turun, memutar, kanan kiri, kemudian gerakan itu berulang hingga celah basah itu membengkak, dam Noel tahu jika desakan gairah itu akan segera meluap. Desahan Vanessha memenuhi isi ruang dengan namanya yang diucapkan berulang, membuat Noel memejamkan mata untuk menikmati tubuh Vanessha.

Dia mengisap, menjilat, kemudian mendesakkan lidahnya untuk memberi sensasi menggelitik. Dia semakin terangsang dengan cairan gairah Vanessha yang sudah begitu banyak dan terasa manis di lidahnya. Bahkan, cairan itu mengalir banyak dan Noel bisa melihat wajah penuh kenikmatan Vanessha dari sana.

Saat gerakan lidahnya berganti dengan mulut yang menyesap dan mengisap dengan keras pada titik sensitif yang semakin membengkak dan memanas itu, disitu Vanessha menggelinjang dalam getaran hebat sampai Noel bisa merasakan kedutan yang begitu kencang di mulutnya. Cairan yang keluar begitu banyak dan Noel dengan senang hati menyedotnya dengan rakus.

Dia merasa cukup untuk malam ini karena masih bisa menahan diri untuk tidak merusak Vanessha dalam keadaan tidak sadar. Tujuannya hanya memberikan kenikmatan duniawi yang nantinya akan dirindukan wanita itu saat dirinya tidak ada.

Noel menegakkan tubuh dan menikmati pemandangan berupa Vanessha yang terlihat begitu bergairah dan ekspresi klimaksnya yang menggoda. Tidak ingin membuang momen yang ada, Noel melepaskan gaun yang dikenakan Vanessha, memposisikan tubuhnya dalam posisi menantang, dan kemudian mengambil ponselnya untuk memotret ekspresi dan tubuh molek Vanessha akibat perbuatannya.

Wanita itu tidak mampu untuk protes karena sepertinya sudah setengah sadar dengan napas yang masih terengah-engah. Meski klimaks itu sudah usai tapi erangannya masih terdengar dan terlihat begitu nikmat disana. Dia menyukai bagaimana reaksi tubuh Vanessha terhadap sentuhannya dan bersumpah akan membuatnya memohon untuk dipuaskan olehnya.



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Agak salah rasanya kalau edit cerita beginian di jam segini sambil neguk soju dan denger lagu. 😅

Jadi, aku bagikan ke kalian, biar aku panasnya nggak sendirian tapi bersama kalian.
Salam hangat dari Babang yang selalu nyebelin tiap kali lempar naskah revisi dimana aku harus kerja dua kali karena isinya kebangetan.

Borahae. 💜
31.07.24 (14.14)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top