PART. 2 - Take off.

Written by. CH-Zone


4 years earlier...
Noel 20 y/0

Noel langsung tersenyum lebar saat keluar dari mobil dan melihat sahabat ayahnya yang bernama Liam sudah berdiri menunggu kedatangannya di lobby mansionnya.

"Uncle," sapa Noel sambil memberi pelukan erat pada Liam.

Seperti biasa, pria tua itu selalu kaku dalam menerima perlakuan hangat dari siapa saja. Hanya memberi dehaman pelan dan menjauh sedikit dengan ekspresi dinginnya yang konyol bagi Noel. Merupakan anugerah terbesar bagi pria tua itu dalam mendapatkan seorang wanita cantik seperti Chelsea dan anak perempuan yang tidak kalah cantik seperti ibunya, demikian pikiran Noel sejak pertama kali melihat salah satu sahabat ayahnya itu.

"Kuharap kau tidak keberatan jika Vanessha ikut denganmu," ujar Liam tanpa basa basi.

Senyum Noel semakin melebar. "Tentu saja tidak, karena semua anak-anak dari para sahabat ayahku adalah adik-adikku."

"Syukurlah kalau begitu," balas Liam langsung.

"Noel," sapa Chelsea yang datang dari arah belakang dan Noel segera membalas sapaan wanita itu dengan pelukan erat.

"Kau tambah cantik, Auntie," puji Noel apa adanya.

Chelsea tertawa pelan sedangkan Liam hanya mendengus tidak suka. Obrolan basa basi berlangsung tidak lama karena sosok yang ditunggu-tunggu Noel kini sudah menampakkan dirinya yang membuat hati Noel senang dan sukses melebarkan senyuman saat melihatnya.

Vanessha, batin Noel dengan sorot mata memuja. Gadis kecil itu kini sudah beranjak remaja berumur 17 tahun yang begitu cantik dan menggiurkan. Noel menyukainya. Sangat. Bahkan saat Vanessha tampak masam mendengar berbagai macam aturan dari ayahnya saat ini, itu membuatnya harus menahan senyum geli.

Memaklumi apa yang terjadi, seringkali Noel merasa prihatin terhadap para anak perempuan, seperti adik sepupunya, Alena, atau putri dari sahabat ayahnya yang lain, Ashley, dimana mereka bertiga sudah seperti putri yang harus dijaga ketat karena mereka yang sudah bertumbuh menjadi remaja yang cantik dan menarik.

Tidak hanya itu, dirinya dan Joel, sahabatnya, sudah ditugasi oleh para ayahnya untuk menjaga dan melindungi para adik remaja karena dianggap sebagai tertua bagi para adik. Noel cukup malas untuk membahas silsilah keluarga sahabat yang begitu panjang dan dia hanya sanggup menyebut jumlah enam sekawan yang sudah berteman sejak lama atau sebelum mereka dilahirkan.

Sudah berpamitan dengan orangtuanya, Vanessha pun mengikuti Noel untuk masuk ke dalam mobilnya. Tidak tahan untuk tetap berdiam, Noel spontan memberikan pujiannya lewat bisikan saat wanita muda itu melewatinya dan terlihat tersentak kaget mendengarnya. Manis sekali, pikirnya senang. Sebab perlindungan yang dilakukan ayahnya membuat wanita itu tidak berpengalaman soal pria.

"Terima kasih sudah menemaniku," ucap Vanessha saat mereka sudah duduk bersebelahan di kursi belakang dan mobil sudah melaju untuk meninggalkan area mansion.

"Tidak perlu berterima kasih, Sayang. Sudah menjadi tugasku untuk menjagamu," balas Noel sambil menyeringai senang.

Noel sangat menyukai sikap tegang yang ditampilkan Vanessha di setiap kali mereka berhadapan. Wanita itu selalu gugup, salah tingkah, dan terlihat ragu. Entah kenapa Noel menangkap adanya rasa suka yang samar dari Vanessha tentangnya.

"Aku sudah lama ingin keluar dari mansion itu dan ternyata rasanya menyenangkan," ucap Vanessha dengan suara bergumam dan kemudian tersenyum pelan.

"Sangat berat sekali ya," komentar Noel dengan sorot mata teduh dan Vanessha menoleh dengan senyuman yang begitu manis sambil mengangguk tanpa ragu.

"Aku tidak tahu jika akan selega ini," ucapnya jujur.

Noel mengangguk maklum. Hal yang sama juga ditampilkan Alena dan Ashley saat mereka melanjutkan pendidikannya di luar negeri dimana mereka tidak perlu berada di bawah kendali para ayah yang begitu posesif.

Vanessha tersentak saat Noel mencondongkan tubuhnya begitu dekat sampai bisa menghirup aroma lembut dari parfum yang dikenakan wanita itu. Tidak berkutik, justru semakin tegang saat Noel mengarahkan bibirnya tepat di telinga Vanessha untuk berbisik dengan nada yang hanya bisa didengar olehnya.

"Jangan terlalu banyak berbicata selagi masih ada di sini. Kau bisa saja ditarik paksa untuk pulang jika ayahmu tersinggung," bisiknya geli.

Vanessha mengembuskan napas berat dan terlihat mendesah kecewa sambil menatap ke luar jendela. Noel merasa sangat gemas melihat sikap Vanessha. Sangat menggiurkan, batin Noel.

"Easy, Sister," ujar Noel hangat sambil mengusap kepala Vanessha dengan lembut.

Hal itu membuat Vanessha spontan menoleh padanya dan menatapnya kaget. Sepasang mata bulat dengan bola mata coklatnya yang jernih tampak begitu mempesona, Noel sangat menyukai pemandangan yang ada didepannya saat ini.

Melihatnya selama beberapa saat, Vanessha mendekatkan diri pada Noel dan berbisik sangat pelan sekali seolah takut ada yang mendengarnya. "Apa aku bisa bertanya sesuatu padamu?"

"Apa saja," jawab Noel senang.

Diantara semua para anak perempuan yang dimiliki oleh para sahabat ayahnya, hanya Vanessha yang menarik perhatian Noel sejak pertama kali melihatnya. Bahkan, Noel mencari perhatian wanita itu dengan mengajarinya berkuda dengan interaksi sesering mungkin agar memberi kesan yang mendalam baginya.

Mendengar jika Liam ingin menitipkan putrinya karena tahu Noel akan berangkat ke London, tentunya membuat Noel senang bukan main. Dia merasa ini adalah kesempatan baginya.

"Apa benar jika setiap kami mendapat pengawasan dimanapun kami berada?" bisiknya lagi.

Kening Noel berkerut dan mencondongkan tubuh untuk lebih dekat. "Bisakah kau ulangi apa yang kau katakan barusan?"

Vanessha langsung mendekat tanpa ragu dalam posisi yang begitu dekat padanya sehingga bisa merasakan lekuk payudara Vanessha yang mendesak lembut di dada bidangnya dan sukses membuatnya tersenyum lebar.

"Apa benar jika setiap kami mendapat pengawasan?" bisik Vanessha mengulang pertanyaannya.

"Itu benar, tapi mereka hanya cemas dan tenang saja, tidak akan ada hal yang terjadi," balas Noel sambil berbisik di telinga Vanessha dan menikmati kedekatan itu dengan merangkulnya erat.

Sial, rutuknya dalam hati. Noel justru ingin melumat daun telinga itu dan menyesap setiap kehangatan yang dimiliki Vanessha.

"Jadi, aku tetap dikekang meski sudah keluar dari rumah itu," gumam Vanessha dengan ekspresi sedih sambil mengerucutkan bibirnya.

Apakah dia harus mengerucutkan bibirnya seperti itu? Batin Noel. Sebab tindakan itu membuat Noel bertekad untuk mencium bibir itu tanpa ampun suatu hari nanti.

"Tidak seperti itu. Aku tahu caranya agar kau bisa terhindar dari kekangan semacam itu," ujar Noel serius.

Seperti ada harapan baru, ekspresi Vanessha berubah menjadi antusias dan menatap Noel sepenuhnya. Dia bahkan mengubah posisi duduk untuk mengarah pada Noel dimana pria itu bisa menikmati kecantikannya lebih banyak dari kedekatan itu.

Vanessha yang mengenakan terusan musim panas dengan model bertali terlihat segar dengan kulit putih susunya yang sehat, tulang bahu yang indah, dan lekuk payudara yang terlihat cukup padat, dan kedua kaki jenjang yang memamerkan sedikit pahanya saat terusan itu terangkat sedikit ketika Vanessha mengubah posisi. Fuck my life, umpat Noel dalam hati.

"Benarkah? Bagaimana caranya?" tanyanya pelan sekali, masih dengan nada yang seolah takut terdengar.

"Sangat mudah, selama kau bersedia menjadi kesayanganku dan menyetujui untuk menemaniku di setiap kali aku membutuhkanmu," jawab Noel tanpa ragu dan terlihat begitu serius.

"A-Apa maksudmu?" tanya Vanessha bingung.

"Selama kau bersedia menjadi kesayanganku dengan menuruti keinginanku, maka aku tidak akan menaruh sebuah alat yang dimintai oleh ayahmu pada ponselmu," jawab Noel lagi.

Sebuah pelacak sudah disiapkan dan itu adalah perintah dari Liam untuk Noel agar bisa menaruhnya dimanapun selama bersama Vanessha. Tentu saja, khusus untuk Vanessha, Noel tidak akan menaruh pelacak yang diminta Liam karena dia sudah memiliki alat pelacak lain yang memiliki tiga fungsi dalam merekam kejadian, merekam suara, dan melacak keberadaan tanpa diketahui oleh siapapun selain dirinya dan Tuhan saja. Bahkan, pelacak itu bersifat mengacaukan setiap sinyal yang diberikan dari pelacak sebelumnya.

"Menjadi kesayangan? Apa itu berarti kau tidak akan menyakitiku dan justru akan melindungiku dari berbagai macam bahaya? Kau akan menjauhkanku dari hal yang tidak baik selain ayahku?" tanya Vanessha kemudian.

"Juga kebebasan untukmu menikmati hidup tanpa pengawasan yang tidak diperlukan dari para ayah," tambah Noel meyakinkan.

"Aku mau! Aku bersedia, asalkan aku tidak dikekang lagi," sahut Vanessha cepat sambil meraih satu tangan Noel dan menggenggamnya erat.

Tertegun, Noel terpesona dengan senyuman lebar Vanessha yang begitu tulus dan kelegaan yang terpancar dari wajahnya seolah itu adalah hari kemerdekaannya. Liam sudah pasti membuat hidup wanita muda itu begitu tertekan oleh karena aturannya yang konyol.

"Apakah ini bisa dibilang sebuah kesepakatan?" tanya Noel sumringah.

Tersenyum sambil mengangguk, Vanessha langsung memeluk pinggang Noel dengan erat sambil memekik senang sebagai ungkapan kebahagiaannya. Tentu saja, Noel mengambil kesempatan dengan memeluknya lebih erat sambil menghirup aroma tubuh Vanessha dengan kuat.

Dia bisa mendengar ucapan terima kasih dalam nada haru yang diucapkan Vanessha padanya dan membuatnya tidak tahan untuk spontan mencium pipi Vanessha sebagai balasan. Dia bisa merasakan wanita itu tersentak dan spontan beringsut mundur untuk menjauh darinya.

"What?" balas Noel sambil tertawa hambar melihat respon Vanessha yang begitu lucu.

"A-Aku tidak pernah mendapat hal itu dari orang lain selain keluargaku," jawab Vanessha gugup.

"Tidak apa-apa, kau sudah menjadi kesayanganku dan bersiaplah untuk kemungkinan yang seperti itu," ucap Noel santai tapi ekspresinya serius.

Vanessha mengangguk dan menoleh keluar jendela. "Kita sudah tiba."

Noel menatap keluar dan kembali pada Vanessha yang masih terlihat gugup. Dia sesekali menarik napas dan meremas kedua tangan dengan gelisah. Sudah mengerti tentang kondisinya yang takut dengan ketinggian, Noel menaruh satu tangan diatas kedua tangan yang sedang meremas itu dengan spontan dan menepuknya lembut seolah menenangkan.

"Kau akan baik-baik saja saat bersamaku. Percayalah," ucap Noel dengan sorot mata teduhnya dan memberikan senyuman saat Vanessha sudah melihatnya.

Dari tiga adik perempuan yang beranjak remaja, hanya Vanessha yang mampu menarik perhatiannya. Bukan karena dua adik lainnya yaitu Alena dan Ashley tidak menarik, bukan itu, sebab keduanya tidak kalah cantik dengan memiliki tubuh yang layak menjadi model pakaian dalam. Tapi Vanessha berbeda dari dua orang itu.

Vanessha memiliki sorot mata dalam dan begitu fokus menyimak saat berbicara yang sanggup membius Noel seperti pria tolol. Dia menyukai senyuman manis yang terkesan lugu tapi juga memberi chemistry liar dalam benak Noel seakan wanita itu adalah wanita nakal yang memohon untuk dipuaskan olehnya, seperti berteriak di koridor sepi atau menggaulinya di tempat umum.

Mobil sudah memasuki area lapangan penerbangan yang hanya diperuntukkan bagi yang berkepentingan untuk bisa melewatinya. Pintu mobil sudah dibukakan, dan Noel segera menarik Vanessha untuk keluar dan segera menuju ke jet pribadi dimana sudah ada beberapa penjaga yang menyambut kedatangan mereka.

"Aku sedang tidak dalam pelatihan darurat, bukan? Kau tidak akan melemparku ke udara atau memaksaku untuk..."

"Tidak ada hal seperti itu selama kau bersamaku, tapi justru kau bebas melakukan apa saja padaku selama kau merasa tenang dan nyaman," sela Noel sambil mengedipkan sebelah matanya.

Wajah Vanessha merona dan itu membuat Noel merasa gemas. Dia menunduk sambil mencengkeram jaket kulit yang dikenakan Noel untuk menutupi rasa gugupnya. Berjalan berdampingan untuk memasuki pesawat, Noel memberikan senyuman nakalnya pada salah satu staf kabin yang berdiri menyambut kedatangan mereka yang juga melemparkan senyuman dengan arti yang sama. Pramugari itu pernah memberikan layanan mulut yang cukup memuaskan padanya beberapa waktu lalu.

"Apa kau punya obat tidur?" tanya Vanessha saat sudah menempati kursinya di dekat jendela.

Noel yang duduk di depannya hanya mengernyitkan kening dan menatapnya bingung. "Untuk?"

"Aku tidak ingin terjaga selama penerbangan dengan harus merasa tegang," jawab Vanessha jujur.

Noel tidak langsung memberi respon karena pikirannya sudah dipenuhi oleh berbagai rencana. Jet pribadi yang dinaikinya adalah hadiah dari taruhan saat memenangkan seorang model papan atas bersama temannya kala itu. Isi jet itu direnovasi secara keseluruhan dan memasang berbagai alat pelacak di setiap sudutnya, tapi ada satu ruang pribadi yang sangat aman tanpa perlu terlacak apapun. Teringat akan hal itu, senyum Noel spontan mengembang sempurna.

"Kurasa akan menyenangkan jika kita melakukan sesuatu selain tidur," ucap Noel senang.

"A-Apa maksudmu?" tanya Vanessha cemas.

"Sebentar lagi, pesawat akan lepas landas. Mari kita menunggu sampai saat itu, aku akan mengajakmu untuk bersenang-senang," ucap Noel sambil beranjak dari kursinya dan berpindah untuk menempati sisi kursi kosong yang ada di samping Vanessha.

"Jangan takut, kau cukup memelukku dan menutup matamu selama lepas landas berlangsung. Kau aman bersamaku," bisik Noel sambil meraih satu tangan Vanessha dan menggenggamnya.

Vanessha mengangguk dan langsung melakukan apa yang diucapkan Noel dengan patuh. Dalam hatinya, Noel kesenangan karena Vanessha adalah tipe wanita penurut yang cukup menyenangkan hatinya. Dia tidak salah dalam menaruh rasa tertarik dan penuh minatnya pada wanita itu.

Selama beberapa saat, pesawat mulai bergerak dan melakukan lepas landas dengan mulus. Saat pesawat sudah berada diatas ketinggian dan dalam posisi yang stabil, disitu Noel melepaskan pengaman dan mengajak Vanessha untuk mengikutinya.

"Apa yang ingin kau lakukan?" tanya Vanessha cemas saat Noel menariknya untuk beranjak berdiri.

"Bersenang-senang," jawab Noel riang.

Noel menggenggam tangan Vanessha untuk menyusuri koridor pesawat dan berhenti pada satu ruang yang berada di ujung pesawat, lalu menempelkan telapak tangan pada mesin sidik jari di sisi pintu untuk membuka akses.

Mempersilahkan Vanessha untuk masuk lebih dulu, Noel dengan bangga menunjukkan ruang bermainnya dengan adanya meja billiard dan mini bar didalamnya. Tempat itu sering dipakainya bersama Joel untuk bermain sejenak selagi para ayah memiliki rapat yang membosankan saat menjalani penerbangan yang sama.

"Pernah bermain billiard?" tanya Noel sambil melepas jaket kulitnya dan membuangnya sembarangan di sudut ruangan.

Hanya memakai kaus putih dan jeans berwarna gelap, hal itu menarik perhatian Vanessha untuk melihat lengan kanannya yang dipenuhi oleh goresan tinta bergambar kompas seperti bunga mekar disitu.

"Kau... bertato?" tanya Vanessha gugup.

Noel mengangguk sambil tersenyum. "Aku punya beberapa. Di bahu, di sekitaran punggung, di rusuk, juga... tempat tersembunyi."

"Benarkah?" tanya Vanessha takjub.

"Benar, apa kau ingin melihatnya?" tanya Noel dengan tatapan menggoda.

Vanessha mengerjap cepat dan kembali terlihat gugup disana. Noel merutuk dalam hati karena wanita itu seperti ingin meruntuhkan pertahanan diri yang sudah dilakukannya sejak tadi atau sejak dia melihat sosok rupawannya di lobby mansion keluarganya itu.

"Kupikir, hanya Joel yang menyukai tato. Aku pernah melihat tato berupa mata elang yang menyorot tajam di punggungnya," ucap Vanessha kemudian.

Tersenyum getir, Vanessha menyebutkan salah satu tato yang dimiliki Joel dimana dirinya juga memiliki tato yang sama tapi di rusuk kanannya.

"Katakanlah, itu semacam hobi bagi kami para lelaki," balas Noel dengan suara malas. "Jadi, apa kau pernah bermain billiard?"

"Aku tidak bisa," jawab Vanessha saat Noel mulai berjalan mendekatinya.

Dia tersenyum sejenak, lalu menyusun set bola berupa 15 bola dalam segitiga bola di meja, kemudian melepaskan segitiga itu setelah bola-bola tersusun rapi, dan kembali pada Vanessha yang sedaritadi melihatnya. Sorot mata teduh Noel turun pada bibir Vanessha, kemudian kembali matanya untuk menatapnya penuh arti. Satu tangannya meraih salah satu cue atau stik bola yang ditaruh di sisi kirinya tanpa mengalihkan tatapan dari Vanessha sementara wanita itu semakin terlihat gugup.

"Aku akan mengajarimu, Cantik," ujar Noel sambil mengarahkan Vanessha untuk berbalik menghadap meja billiard itu dengan dirinya yang berada di belakangnya.

Dia bisa merasakan ketegangan dari Vanessha tapi justru itulah menariknya, dia sangat menikmati sikap gugup dari wanita muda itu. Noel meraih satu tangan Vanessha dan menyuruhnya agar menggenggam stik bola itu. Mengatur posisi, Noel menarik Vanessha untuk berdiri tepat didepannya dimana satu tangan sudah melingkar di perut rata wanita itu. Dia sangat menyukai kedekatan ini.

"Fokusmu ada pada bola putih dan lihat bola terdekat yang harus kau incar. Jika titik sasaran bola itu sudah ditentukan, maka kau harus dalam posisi membuat kuda-kuda tangan," bisik Noel lembut tepat di telinga Vanessha.

"Kuda-kuda tangan?" balas Vanessha bingung.

"Bridge untuk melakukan pukulan," jawab Noel sambil menyentuh pinggang ramping Vanessha dan menyusuri kaki kirinya untuk mengarahkannya ke depan. "Seimbangkan kakimu, karena kau melakukan pukulan dengan tangan kanan, maka kaki kirimu harus berada di bagian depan."

"Kurasa, aku..."

"Fokus, Sayang!" sela Noel tajam. "Pakai tangan kirimu untuk menahan stik."

Satu tangannya mengusap tangan kiri Vanessha yang sedang menggenggam stik, dan satu tangannya lagi mengusap punggung Vanessha lalu menekannya pelan agar wanita itu membungkuk perlahan dengan tangan kiri yang sudah dalam posisi menahan stik di meja dan tangan kanan yang sudah dalam posisi bersiap memukul dengan stik dalam genggaman.

Napas Noel memberat melihat posisi Vanessha yang cukup menantang dengan memperlihatkan bokong indahnya yang bulat dari posisinya berdiri saat ini. Ikut membungkuk sambil menyentuh pinggul Vanessha dengan lembut, Noel kembali mengarahkan bibirnya tepat di telinga Vanessha.

"Lihat bola putih itu?' bisiknya dan Vanessha mengangguk.

"Saat menyodok bola putih, gunakan kekuatan sewajarnya. Jangan terlalu keras, juga jangan terlalu ringan. Jika ingin memakai efek, jangan pernah menggoyangkan stiknya, tapi goyangkan stik dengan lurus atau naik turun dan sejajar dengan titik kotak," kembali Noel berbisik.

"Aku sudah siap untuk memukul," ucap Vanessha dengan sorot mata fokus pada bola itu.

"Jangan berubah pikiran dan tetapkan dirimu untuk mengarahkan pukulan pada bola yang sudah kau incar. Sekarang, lepaskan pukulanmu," ucap Noel.

Dalam satu ayunan mantap, Vanessha menyodok bola putih dan break shot pun berhasil dilakukan dimana bola-bola itu berpencar dan ada beberapa yang masuk ke dalam lubang. Mata Noel melebar dan terpukau dengan pukulan Vanessha yang cukup lumayan untuk seorang pemula.

"Kau sangat cerdas," bisik Noel dan memberi kecupan ringan di pipi Vanessha lalu terkekeh pelan melihat Vanessha tersentak kaget oleh tindakannya.

"Sekarang, kita bertanding," ujar Noel sambil menjauh untuk mengambil satu stik dan berjalan ke sebrang meja.

Permainan itu dimulai dan Noel berhasil membuat Vanessha tidak menyadari jika mereka sedang berada diatas ketinggian sepuluh ribu kaki dan begitu serius dalam mengikuti arahan permainan dari Noel sampai dia mengerang kecewa saat Noel mengalahkannya.

Itulah yang akan terjadi kedepannya, yaitu Vanessha yang akan menjadi lawan mainnya dan Noel yang menjadi pemenangnya. 


🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Untuk revisi, POV Noel akan ditulis Bang Ian, jadi akan ada remake ya.
Fiuh. 🥴

23.01.24 (14.00)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top