28
Keira melewati pemain #7, dia memantulkan bolanya melewati bawah kaki saat pemain #2 berusaha mengambilnya dari sebelah kanan. Bola di tangan kiri dipantulkan ke bawah kaki lawan di depannya, gadis itu berputar melewati pemain #12 sambil menangkap bola. Keira berlari menuju ring lalu melakukan lay-up mulus.
“Tolong sekali lagi.” Keira menyeka keringat dengan ujung kaos tanpa lengan. Dia mengamati ketiga lawannya yang berasa dari tiga sekolah berbeda. “Maaf sudah merepotkan.”
Ketiga gadis itu diam saja, masih tercengang karena bisa dikalahkan oleh satu orang lebih dari tiga babak dan seolah tak merasa lelah, babak keempat akan dimulai lagi dalam waktu dekat.
Fuse, Aki, dan Hara yang datang menyusul Keira hanya bisa mematung di tempat melihat pertandingan tak seimbang di depan mereka. Ketiganya datang agak terlambat karena Keira dan tiga orang lainnya sudah memulai permainan babak pertama mereka, tetapi rekan-rekan Meisei itu masih tidak percaya bahwa ini bukanlah two-on-two, melainkan one-on-three.
“Enaknya jadi orang yang diberkati bakat.” Aki mewek, sementara di depan sana giliran Keira yang memasuki mode bertahan selain ketiga orang lawannya berusaha menembus pertahanan.
Hara mengembungkan pipi, merasa kehilangan kata-kata. Alisnya sedikit menukik, mulai mempertanyakan apakah eksistensinya di sebelah gadis point guard kelas satu Meisei itu bisa dianggap sebagai rival yang baik dan cukup berarti? Bisa saja Keira hanya senang main-main, bukan berarti menganggapku serius.
"Keira-san ....”
Kedua gadis di sebelah Fuse melotot begitu mendengar gadis itu mengucapkan nama seseorang dengan benar, mereka langsung curiga Fuse terkena tekanan batin gara-gara terlalu banyak menyerap omongan pedas sekolah lain.
“Dia tidak berbakat, hanya ... suka sekali main basket. She really loves it.” Gadis pirang itu tersenyum kecil.
“Kau benar, Keira-chan, memang sangat menyukai basket.”
Tiba-tiba seseorang menyerobot dari belakang mereka. Ayumu muncul, masih mengenakan tas kepala beruang dan ikat rambut kucir duanya yang khas. Tatapannya lurus melihat Keira yang sedang berusaha merebut bola.
“Dan, kalian tenang saja ... dia adalah pemain yang sangat baik, dia tidak merendahkan siapa pun dan senang menganggap semua orang saingan. Dia suka bermain dengan siapa saja, meskipun tahu bahwa dia pasti menang. Keira-chan orang yang seperti itu.” Ayumu tertawa kecil. “Dia idiotnya basket. Dia akan terus main basket, tidak memedulikan apakah kalah atau menang. Apakah lawannya lebih hebat atau tidak. Dia hanya suka melakukannya.”
Tiba-tiba ekspresi Ayumu berubah serius. “Dan, kalau dia sudah serius. Rasanya seperti sedang melihat orang lain.” Gadis itu menyeringai, kawan di depannya telah menggagalkan lay-up yang hendak dilakukan lawan.
Keira memukul bola yang sudah berada di bibir ring keras, membuat benda itu memantul ke luar lapangan. Sepuluh menit berlalu, babak keempat selesai tanpa peroleh poin dari pihak penyerang. Keira berhasil bertahan, dia menang lagi.
“Ada alasan kenapa Keira-chan seperti itu, dia selalu berlatih lebih banyak dari siapa pun sejak kami SMP. Staminanya sangat bagus, dia menerima porsi latihan lebih banyak daripada murid kelas satu lain dan ketika pulang latihan, dia tetap akan lanjut berlatih sampai semua badannya terasa tidak bisa digerakkan. Bahkan aku yakin, dalam mimpi pun dia juga tetap bermain basket.”
Terkadang Ayumu sendiri merasa iri pada kecintaan Keira. Tentu saja, mereka sama-sama menyukai basket dan sudah berlatih keras untuk mendapatkan semua yang mereka miliki sekarang. Namun, meskipun Ayumu menenangkan babak penyisihan kemarin, dia masih tetap merasa kurang puas melawan Keira.
Keira itu menakutkan.
Pertandingan latihan kecil-kecilan itu usai, Keira membungkuk hormat di depan ketiga lawannya yang sudah bersedia diajak bermain. Mereka berjabat tangan dan saling berkenalan, sekaligus bertukar sedikit informasi seperti asal sekolah dan posisi yang dimainkan. Kalau bukan karena ingin latihan basket hari ini, Keira pasti tidak punya keberanian sebesar itu untuk mengajak orang-orang ini bermain.
Hara meringis, merasa terluka dan mengusap tengkuknya. Dia agak tersipu karena Ayumu berkata bahwa Keira menganggap semua orang saingan, maka itu artinya dia juga termasuk. “Agaknya kami belum terlalu mengenal anak itu, ya?”
“Yah, Keira memang anaknya agak ... susah dibuka. Mirip toples.” Aki menambahkan dan Fuse mengangguk setuju. “Kalah bukan aku yang tanya-tanya,
Ayumu tertawa kecil mendengar perumpamaan yang disebutkan Aki. “Dia sulit membuka diri, tidak suka pamer, dan lebih senang menyimpan cerita tanpa diumbar-umbar. Kalau dalam pertemanan, dia tipe orang yang tidak mengatakan apa pun kalau tidak diajak bicara atau ditanya langsung.” Gadis berkucir rambut dua itu menggeleng, merasa heran dengan kelakuan mantan rekan setimnya tersebut. “Dia mungkin tidak cerita kalau dulunya seorang ace.”
“APA?”
“Hoi! Kenapa kalian teriak-teriak?” Keira tiba, handuk melingkari lehernya. Gadis itu keheranan memandangi tiga temannya yang sekarang sama-sama berwajah seram. Perpaduan antara rasa tidak percaya dan sakit hati. Mengalihkan pandangan dari mimik tidak enak dipandang itu, Keira menaikkan kedua alis sebagai sapaan untuk Ayumu. Firasatnya berkata kalau gadis berjaket merah ini sudah membeberkan sesuatu.
Detik berikutnya yang gadis itu tahu, lengan kekar Hara sudah melingkari lehernya dari belakang dan dia punggungnya menabrak tubuh tinggi sang rekan. Fuse memegangi kedua tangan Keira sambil merentangkan tangannya sendiri, membuat bentuk T besar.
“A-apa?” Otak Keira masih lamban memproses kejadian tiba-tiba ini dan dia sudah diserang gelitikan oleh Aki.
“Teganya kau tidak pernah menceritakan apa pun pada kami! Sebenarnya kami ini apa bagimu Keira? Katakan padaku, apakah hubungan ini pernah kauanggap istimewa?” Aki mulai pura-pura menangis, tangannya yang biasa lihai menekan keyboard kini menari lincah di tubuh Keira yang basah akibat keringat.
Antara ingin tertawa atau mengaduh, Keira tidak bisa berkutik sebab lehernya ditahan Hara meskipun tangannya cukup bisa digerakkan. “Tu-tunggu ... apa yang ka-kau bicarakan ....” Dia bukan orang yang mudah geli, sehingga gelitikan Aki lebih terasa mengganggu daripada membuatnya tertawa. Dia malah kelihatan sedang joget gara-gara tidak bisa melepaskan diri.
“Gadis ini bilang, kalau kau dulu Ace. Sialan! Kenapa tidak pernah cerita apa pun, sih? Kau tidak menganggap kami rekan, hm?” Keira tercekik.
“Tuan Putri jahat sekali, huhu.” Fuse sengaja meregangkan pegangannya, tetapi dia tidak mau ikut-ikutan terkena omelan Aki dan Hara sehingga berpura-pura memegangi Keira erat-erat.
“Apa kami harus mengancam orang lain untuk mengenalmu?” Tangan Aki baik dari pinggang ke atas, hampir mendekati bagian ketiak.
Keira meringis, meronta. “Ke-kenapa aku harus cerita? Kalian, kalian enggak ... pernah tanya.” Gelitikan Aku makin kuat, mungkin sesudah ini Keira akan kehilangan kemampuan menahan gelinya.
Ayumu menggeleng heran. Dulu teman akrab Keira hanya dia karena para senior merasa gadis ini seperti ancaman yang akan melengserkan posisi mereka suatu saat nanti, sementara teman-teman seangkatan merasa perlu menyingkirkannya untuk bisa mengklaim posisi di dalam tim. Setelah dipikir-pikir, persaingan dalam klub sewaktu SMP agak tidak sehat, mungkin karena alasan itulah Keira jadi tidak mau masuk sekolah ternama lagi. Tambahan, Keira malah dulu tidak punya teman di kelas akibat raut wajah naturalnya. Beruntung, Ayumu satu kelas dan ekstrakulikuler dengannya.
“Namaku Suzuka Ayumu. Shooting guard dari Akademi Yumezawa. Salam kenal semuanya.” Ayumu memperkenalkan diri di tengah-tengah kaos yang diciptakan anak-anak kelas satu Meisei.
“Fukui Hara. Center.”
“Aoyama Fuse. Small forward, nice to meet you.”
“Hasegawa Aki. Point guard. Salam kenal, ya, Ayumu. Boleh aku panggil pakai nama depan, kan?”
Ayumu mengangguk. “Kalau kalian tidak sibuk. Mau main basket melawanku?”
“MAU!”
“Keira, kau tidak perlu berteriak.” Aki mencubit pinggangnya.
Seseorang memasuki gimnasium, dari suara langkahnya saja Keira sudah mengenali siapa yang datang. Dia menoleh ke arah dua pintu masuk yang terbuka.
“Wah, itu adik-adik kelas kita dulu. Manisnya, sekarang sudah makin dewasa.” Seorang gadis yang rambutnya dicepol berkata. Dia mengenakan jaket berwarna jingga, seperti kulit jeruk.
“Hana-san dan Suzu-san. Bagaimana kabar kalian? Lama tidak bertemu.” Gadis berjaket hitam menyapa. Dia berambut gelap sebahu.
Gadis terakhir mengenakan jaket berwarna ungu. “Ne, Hanazawa. Kudengar kau kalau dari Suzuka di final babak penyisihan. Apa-apaan itu? Lemah sekali. Masa babak penyisihan saja tidak lolos, makanya pintar-pintar pilih sekolah.” Dari tampangnya saja dia sudah kelihatan sombong.
Teman-teman Keira menghentikan tindakan mereka dan memandang tiga orang yang baru datang itu. Aki sudah mengingatkan bahwa hal seperti ini lumrah terjadi, sehingga mereka bisa menekan emosi. Meskipun begitu, ucapan barusan tidak bisa diterima.
“Ayo, kita buktikan di lapangan saja.” Keira menyeringai.
[]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top