13

Pemain inti tim basket putri Meisei :

1. Kame Natsuyo (Kapten/Shooting Guard) #4
2. Nana Shuicihi (Power Forward) #8
3. Nori Yasahiro (Center) #5
4. Keira Hanazawa (Point Guard) #10
5. Naoka Hideki (Small Forward) #7

Kelas 1:

1. Keira Hanazawa | Point Guard (PG)
2. Hara Fukui | Shooting Guard (SG)
3. Aki Hasegawa | Point Guard (PG)
4. Fuse Aoyama | Small Forward (SF)

Kelas 2:

1. Naoka Hideki | SF
2. Nami Humiya | SG
3. Oka Chiba | C
4. Jun Isamu | PF
5. Uyeda Shima | PG

Kelas 3:

1. Nana Shuichi |PF
2. Kame Natsuyo | SG
3. Nori Yasahiro | C

Coach : Akimoto Yasushi.
Guru Pembimbing : Shiro Hotaka.
Manajer 1 : Amarisa Mitsuru.
Manajer 2 : -

Note : Penulisan nama di narasi menggunakan format (nama depan) + (nama belakang)

Untuk menghindari kebingungan karena terlalu banyak nama, penulis akan menggunakan format angka pada beberapa pemain lawan. (Cth : #1)

***

Semalam Kento Nozomi mengabari Keira, kalau teman-teman sekelas mereka berpikir gadis itu sombong karena sewaktu study camp hanya mau berkumpul dan berbincang bersama teman-teman satu klubnya saja. Tambahan, Keira juga tidak pernah muncul di grup kelas sama sekali sebab sibuk berlatih basket.

Ketua Kelas itu juga sudah menjelaskan, bahwa Keira bukan tipikal yang mudah akrab dengan orang lain dan sulit membuka percakapan karena itulah dia hanya berkumpul bersama orang-orang yang sudah dikenalnya saja. Dengan begitu, resiko kehilangan topik akan mengecil dan gadis bernomor punggung #10 itu tidak perlu merasa canggung.

Mendengar penjelasan rinci Kento membuat Keira tersadar, bahwa sepertinya laki-laki ini lebih memahami dirinya daripada dia sendiri. Mungkin karena Kento adalah teman, sehingga bisa menilai gadis itu dari luar atau memang karena Kento ahli mengenali sifat seseorang seperti membaca buku. Opsi kedua terdengar lebih logis bagi Keira, mengingat bagaimana Kento cepat menarik kesimpulan di pertemuan pertama mereka, sekalipun dia sempat membuat Keira terkejut karena mengira gadis itu bisu.

Seperti biasa, Keira selalu datang lebih awal ke sekolah untuk melakukan latihan pagi. Namun, hari itu latihan ditiadakan dan Pelatih Akimoto mengatakan bahwa mereka harus beristirahat untuk pertandingan besok. Wanita itu juga berpesan, agar anak-anak didiknya banyak makan untuk memulihkan energi setelah melewati dua pertandingan melelahkan kemarin.

"Suatu kehormatan yang membuatku sangat senang, bisa bermain dengan Anda di lapangan kemarin, Putri. Walau terkesan hampir mustahil, kuharap kita bisa bersama lagi di pertandingan berikutnya."

Seperti biasa, Fuse tampak aneh sampai tidak lagi terasa aneh bagi Keira. Gadis berambut pirang panjang dengan mata biru itu kelihatan jauh lebih bersemangat daripada sebelum-sebelumnya. Dia bahkan berulang kali berkata bisa lari mengelilingi Jepang saking senangnya.

"Kalau kau punya tenaga sebanyak itu, lebih baik disimpan untuk pertandingan kita," komentar Keira tadi.

Keduanya sampai di kelas dan Fuse membuka pintu geser di depan mereka. Tatapan kedua gadis berseragam ungu gelap itu langsung tertuju ke laki-laki yang sedang memegangi kantong plastik putih di depan meja Keira.

"Nozomi-kun? Kau sedang apa?"

Kento melepas plastik besar di tangannya dan menggeleng. "Ini tidak seperti yang kau lihat," ujarnya. Membuat Keira mengernyit tak paham.

Fuse menerobos masuk. "Ho! Ketua Kelas, apa yang kau lakukan di meja Putri. Itu tidak sopan! Tidak boleh membongkar barang-barang yang bukan milikmu." Gadis itu berjalan masuk lebih dulu, lantas mengibaskan tangan di depan meja Keira untuk menjauhkan Kento.

Keira heran kenapa justru Fuse yang terlihat lebih paham situasi ini daripada dirinya.

"Aoyama, ini bukan seperti yang kau pikirkan. Aku tidak melakukan apa pun." Kento mundur selangkah, menghindari tebasan lengan kawan dekat Keira.

Keira berjalan menuju mejanya selagi Fuse memeriksa apa yang ada di dalam plastik. Begitu sang pemilik meja sampai, gadis di dekatnya mengulurkan benda mencurigakan di tangan Kento tadi sambil berkata, "Ternyata cuma roti dan banyak jajanan ringan."

Keira mengerjap kemudian menatap Kento. "Ini darimu?"

"Bu-bukan." Kento menggeleng. "Itu sudah ada sejak aku baru datang."

"Bohong! Apa kau sedang modus karena tahu Pelatih berkata kami harus banyak makan?" Fuse memicingkan mata. Dia kemudian seperti teringat sesuatu dan langsung menatap Keira. "Putri, tunggu di sini. Aku akan membeli sesuatu untukmu juga!" Gadis itu langsung meninggalkan kelas dengan cepat, tidak memedulikan Kento yang berteriak kalau kantin masih tutup.

Keira menatap plastik di tangannya. Ada sejumlah roti isi, beberapa potong sandwich buah dan daging, minuman berenergi, lima buah susu kotak aneka rasa, minuman buah, teh kotak yang masih terasa dingin, permen karet, cokelat batangan, dan terakhir adalah handband warna biru hitam. Gadis itu menatap Kento. "Fuse sudah tidak ada, kau bisa berkata jujur."

Kento tertawa. "Aku serius," balasnya. "Aku mengecek isi plastik itu karena berpikir kalau isinya mungkin bukan sesuatu yang nyaman atau berbahaya." Laki-laki berambut hitam itu yakin bahwa Keira paham dia sedang membicarakan masalah gadis itu dengan teman-teman sekelas mereka.

"Sungguh, aku tidak bermaksud untuk berlaku tidak sopan atau semacamnya. Tapi, kalau kau berpikir bahwa tindakanku itu keterlaluan, aku---"

Keira memotong ucapan Kento dengan desisan panjang. "Sudah sarapan? Bagaimana kalau makan ini bersama sambil menunggu Fuse kembali."

"Aku sudah sarapan. Lagi pula, Aoyama bilang kalian butuh banyak makan. Aku tidak mau---"

Keira berdesis lagi. "Aku memang banyak makan, tapi tidak sebanyak ini juga. Bantu aku menghabiskannya, ya. Duduk-duduk." Gadis itu duduk di kursi selagi Kento mengambil bangku kosong dari meja di depan Keira. "Apa ada roti yang kau suka? Pilih sendiri saja."

Sambil menatap teman sekelasnya tengah membuka plastik itu lebar-lebar, Kento bertanya, "Apa kau tidak heran, siapa yang mengirimkan ini?"

"Tentu saja, aku heran. Tapi, aku juga berterima kasih. Kalau bertemu dengan pengirimnya, aku akan mengucapkan terima kasih secara langsung. Nih, roti untukmu karena kau tidak memilih apa pun dari tadi."

Kento menerima roti bun pemberian Keira dan berterima kasih. "Aku akan menonton pertandinganmu besok."

"Hah?" Keira yang sedang menyedot susu cokelatnya langsung tersedak. "Jangan!"

"Hee, kenapa begitu?" Kento mengernyit heran.

Keira menggeleng berkali-kali. "Penampilanku jelek saat sedang main basket. Jadi, tidak. Big no."

"Aku tidak tahu, kalau kau tipe yang peduli pada penampilan." Nada suara Kento terdengar mengejek. Dia tersenyum jahil sambil membuka bungkus rotinya.

"Yah, aku melakukannya hanya di depanmu, sih. Mengingat kau hampir membeli fotoku yang paling mengerikan waktu itu." Mata Keira menyipit, menatap curiga lawan bicaranya yang sedang menahan tawa dengan pipi gemuk berisi roti. "Sepertinya, kau senang mengoleksi foto buruk orang lain."

Kento tertawa. "Jangan begitu, aku hanya---" Dia tersedak dan Keira menolak memberinya minum.

***

Babak semifinal penyisihan Interhigh melawan SMA Morikawa.

"Aku tahu sudah mengatakan ini berkali-kali, tapi ingatlah bahwa hari ini pun kalian juga akan bertanding sebanyak dua kali dalam sehari. Semifinal diadakan pada pukul satu siang, sementara finalnya jam lima sore nanti."

Keira berdesis lirih. Pertandingan hari ini akan jadi lebih capek daripada kemarin.

Pelatih kemudian memaparkan strategi mereka, setelahnya Manajer Risa mengulang kembali informasi yang telah dia kumpulkan berdasarkan rekaman-rekaman pertandingan SMA Morikawa sebelum ini. Terakhir, Kapten Kame mengumpulkan seluruh regu dan mereka membentuk lingkaran sambil membungkuk, menekan lutut.

"Kalau kalian berpikir pertandingan ini akan jadi melelahkan. Maka hal yang sama juga dirasakan oleh lawan. Daripada berkhayal bahwa kau ingin beristirahat, berpikirlah untuk menjadi lebih serius demi menenangkan pertandingan ini dan sesudahnya. Kita sudah sangat dekat dengan Interhigh. Kemenangan kemarin adalah yang kemarin. Hari ini kita bertanding kembali dan akan menang lagi!"

Melawan SMA Morikawa jauh lebih ketat daripada SMA Haruna kemarin. Bahkan di kuarter kedua, poin Tim Meisei dan lawan hanya beda satu angka yakni 86-87 dengan keunggulan Meisei dan untuk mempertahankan selisih kecil selagi tetap memimpin, Keira dan yang lainnya merasa sudah menguras tenaga mereka sampai ke tulang-tulang.

"Jangan berhenti, bodoh! Ingat apa yang kukatakan soal kelelahan! Gerakkan tubuh kalian daripada diam dan mencari kesempatan untuk mengistirahatkan diri! Kalau kita kalah, kau bisa istirahat sepuasmu. Tapi, apa itu yang kau inginkan?" Kapten Kame memberi semangat selagi menunggu kuarter ketiga dimulai. "Musuh bebuyutan kita juga sedang bertanding sekarang. Jika berhasil, kita akan lolos dan melawan mereka. Ini kesempatan untuk menunjukkan bahwa sejarah bisa diubah!"

Bahkan setelah memasuki kuarter keempat, Morikawa terus menekan Meisei. Di detik-detik terakhir, Keira mengoper bolanya pada Kame dan gadis itu melakukan jump-shot, sayang bolanya meleset dan menabrak pinggir ring.

Sebelum bola sempat memantul dan ditangkap lawan, Nori melakukan dunk-rebound keras bersamaan dengan bel penanda pertandingan selesai.

"WAAAH! DIA BERHASIL MEMASUKKAN BOLANYA! MEISEI MENCETAK ANGKA!" Komentator berseru diiringi suara sorakan penonton yang terkesima oleh lompatan tinggi Nori. "Pertandingan selesai!"

Dengan total skor, 93-91. Tim Meisei berhasil masuk ke babak final untuk melawan Tim Yumezawa.

***

Keira merasa waktu lebih cepat bergerak hari itu. Rasanya belum lama ini mereka baru merayakan kemenangan dan lolos ke babak final, sekarang mereka sudah masuk ke final. Gadis itu mengingat-ingat lagi bahwa satu kekalahan di babak penyisihan berarti selesai, dia teringat bahwa ini adalah kesempatan terakhir bagi senior kelas tiga untuk bermain di Interhigh. Keira benar-benar berharap mereka bisa menang tahun ini, demi mengembalikan nama baik klub basket putri Meisei.

Ketika tiba saatnya Kame memberi semangat seperti biasa, gadis itu terpejam sebentar sebelum berkata, "Aku capek sekali," keluhnya. Kame berdeham. "Tapi, hari ini aku sudah berpikir begini sejak pagi, kalau kami menang melawan Morikawa. Maka kami masih ada satu pertandingan setelahnya. Namun, ingatlah sekarang hanya sisa satu pertandingan lagi. Kalian tidak perlu menahan diri. Kita berikan semua yang terbaik dan kalahkan mereka hari ini!"

"YEAH!"

Saat Keira dan timnya berjalan keluar ruang ganti dan berbaris berhadapan dengan Ayumu. Mereka tak lagi beramah-tamah, hanya ada kobaran api untuk memenangkan pertandingan ini di mata kedua mantan rekan tersebut.

Hanya akan ada satu tim yang berdiri di garis akhir.

[]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top