Part. 3 - Gotcha!
Aku tulis tengah malam, karena tetibaan terbangun dan susah tidur.
Update pagi untuk kalian, biar semangat menjalani hari 💜
Happy Reading 💜
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
"Saya udah bilang, kalo saya nggak mau, dan nggak akan terima interview dalam bentuk apa pun! Seharusnya, dari awal kalian udah cukup paham dengan penolakan saya! Jadi, jangan pernah telepon saya lagi!" desis Christian geram, lalu memutuskan telepon, dan membanting ponselnya di atas meja.
"Tumben amat, lu emosi gini," komentar Wayne sambil memperhatikan Christian dari balik majalah.
Christian mendelik pada Wayne, teman baik sejak zaman kuliah, dimana pria itu baru saja menikah sekitar dua bulan yang lalu, dan akan segera menjadi ayah dalam waktu dekat. Tidak perlu dijelaskan rasa bangga yang tertanam dalam hati Christian pada Wayne, bahwa temannya itu sudah berhasil mencetak junior sebelum menikah.
"Kesel banget kalo ada yang masih maksa buat interview, padahal gua udah tolak berkali-kali," balas Christian judes.
"Di dunia ini, orang paling aneh itu, yah lu. Udah tahu kalo usaha lu main di bidang entertain, otomatis bakalan jadi inceran majalah bisnis atau fashion, demi bisa dapetin nilai penjualan," sahut Wayne kemudian.
"Nggak gitu juga, Wayne. Tuh si Nathan, dia juga nggak pernah terima interview," tukas Christian sambil menunjuk orang yang dimaksud.
Nathan, teman baiknya yang dikenal zaman kuliah juga. Mengenal Wayne, sudah pasti akan mengenal Nathan, karena mereka sudah seperti satu paket. Awal perkenalan, Christian berpikir jika mereka adalah sepasang gay karena selalu bersama dalam setiap kesempatan, meski mengambil jurusan yang berbeda. Ternyata, mereka masih menyukai wanita.
Pria yang sedang ditunjuk Christian, tampak risih dan mendesis pelan. Bukan Nathan namanya, jika akan merasa terganggu setiap kali Christian menyebut namanya. Sinis, dingin, ketus, dan angkuh, demikian deskripsi yang bisa Christian sampaikan mengenai Nathan. Untungnya, masih ada wanita muda dan cantik yang bernama Lea, yang sudi menerima sosok pria sialan itu. Dengan judul cinta pertama dan jodoh tidak akan kemana, lantaran Lea adalah adik dari Wayne, sahabatnya, Nathan akan segera melepas lajangnya dalam waktu beberapa bulan lagi.
"Ada pihak direksi dan manajemen, kenapa gue harus repot-repot terima tawaran interview dari mereka? Buang waktu!" cetus Nathan sinis.
Christian hanya memutar bola mata sambil menggelengkan kepala. "Biasa aja kali, Than. Perlu banget yah, ngegas kayak gitu?"
"Perlu banget! Apa lagi buat ladenin orang macam kayak lu," sahut Nathan tanpa beban.
"Bener banget," giliran Adrian yang berkomentar. "Buat orang macam kayak Tian, nggak usah basa basi!"
Adrian, junior yang dikenalinya sejak zaman kuliah juga. Sebagai yang termuda, kerap kali Adrian selalu dikerjai oleh mereka, karena kepolosannya yang mengundang tawa. Juga menjadi teman favorit dari Christian secara pribadi.
"Sensi banget sih sama gue, Dri? Ini tuh masalah konsekuensi. Gue cuma kepengen stay low profile, tanpa adanya urusan pribadi yang diketahui media. Selain kinerja dalam bidang usaha yang gue jalanin," ujar Christian enteng.
"Yeah, gue tahu banget soal itu. Konsekuensi yang lu maksud itu adalah lu ML di toilet hotel, dengan ngajakin temen lu, dan disuruh duduk bego di lobby. Gitu yang lu maksud dengan stay low, kan?" balas Adrian dengan ekspresi tidak suka.
Wayne yang tadinya sedang membaca majalah, dan Nathan yang sedang mengetik di ponsel, langsung mengangkat wajah untuk menatap Adrian dengan tatapan tertegun, lalu tertawa geli setelahnya.
"Seriusan kalo Tian kayak gitu sama lu? Kasian amat," celetuk Wayne sambil terkekeh geli.
"Tanya aja sendiri sama orangnya, mumpung ada di sini. Gue mah gitu orangnya, nggak bakalan ngomong di belakang," kembali Adrian bersuara, dan ekspresi wajahnya semakin tidak senang.
"Unbelievable," sahut Nathan geli, sambil menatap Christian dengan tidak percaya. "Lu lagi hooked up, tapi suruh temen nungguin? Pantes aja daritadi, Adrian sewot banget sama lu."
Christian hanya tertawa pelan melihat ekspresi tidak senang yang sudah ditampilkan Adrian padanya sedari tadi. "Tadinya cuma pengen meeting aja, karena cewek itu ngejerin gue terus. Nggak tahunya, dia malah ngajak ke toilet, dan gue cuma bisa pasrah untuk jalanin sex scene yang ditawarin."
"Well, gue cuma bisa prihatin sama lu, Dri," gumam Wayne dengan ekspresi seperti yang diucapkannya.
Adrian tidak menyahut, hanya mendengus dan menghabiskan kopi di cangkirnya. Saat ini, keempatnya berkumpul diluar dari hari Jumat yang sudah merupakan ritual wajib dengan sebutan Cheating Off Day. Tentu saja, ritual wajib itu bisa berubah sesuai keinginan, selama salah satunya membutuhkan pertemuan dadakan seperti hari ini.
"Stop bahas hal yang nggak penting, dan balik ke tujuan awal kenapa kita harus meet up dadakan di sini," ujar Christian kemudian, lalu menatap Nathan dengan alis terangkat setengah. "Lu kenapa ajak ketemuan? Udah ngebet kawin atau gimana? Persiapan lu udah kelar belom?"
Yang ditanya hanya mendesis pelan. "Misalkan bisa dipercepat, gue pengen banget karena udah gerah dengan persiapan dari para nyokap yang kagak kelar-kelar. Lagian, Lea baru balik bulan depan."
"Jadi, ada urusan apa lu minta kita ke sini, Than?" tanya Wayne kemudian.
"Sabtu ini, ada acara cocktail party untuk perayaan karena menang tender bikin gedung OR di Taiwan. Ini undangan buat kalian," jawab Nathan sambil menunjuk tumpukan kartu undangan berwarna hitam metalik, yang sudah ditaruh sedaritadi di atas meja.
Masing-masing sudah mengambil dan membukanya untuk melihat.
"Valentine's day? Heck! Lu nggak salah pilih hari, Than?" celetuk Wayne sambil menyeringai.
Nathan mengangkat bahu. "Staff gue pake jasa EO untuk urus semuanya. Gue cuma minta tiga undangan buat kalian aja."
"Kira-kira, ada games macam blind date gitu, gak?" tanya Christian sumringah.
Nathan langsung mendelik tajam pada Christian. "Of course not! Lu kira perusahaan gue itu biro jodoh kayak Tinder apa? Ini tuh cocktail party, Bangke!"
"Nggak seru, dong. Jadwal gue kosong di hari Sabtu. Bakalan aneh kalo gue datang sendirian ke event kayak gini," balas Christian tanpa beban.
"Gimana kalo lu ke bengkel aja?" celetuk Adrian dengan nada sinis.
"Ngapain?" tanya Christian heran.
"Buat cari ban serep! Kali aja ada SPG nganggur yang bisa lu ajakin, buat dateng bareng ke event Nathan," jawab Adrian ketus.
"Oh, jadi masih dendam nih ceritanya?" balas Christian dengan ekspresi senang, berbanding terbalik dengan ekspresi Adrian yang semakin busuk saja.
"Nggak usah isengin Adrian terus, Tian! Tetep lu harus hargain dia sebagai teman, karena bercanda juga ada batasnya," tegur Wayne dengan nada tegas.
Christian berdecak pelan sambil menatap Wayne jenuh. "Kenapa sih jadi serius begini? Nggak asik banget kalian. Lu juga jadi macam bapak-bapak yang suka main tegor. Nggak usah sombong karena udah kawin dan bakalan jadi bokap. Asal lu tahu, gue sama sekali nggak bakalan sirik sama lu."
"Gue nggak ada niat sombong atau kepengen bikin lu sirik. Lagian, bukan karena gue udah merit, dan berani main tegur lu. Nggak semua orang bisa ngelakuin hal yang sama seperti yang lu lakuin, Tian. Misalnya lu nggak punya kata-kata yang bagus buat lu sampein, mendingan diem aja," balas Wayne tanpa ekspresi.
Adrian yang sedaritadi tampak tidak senang, kini berubah menjadi sumringah ketika melihat Christian cemberut. Di antara mereka berempat, Wayne adalah sosok yang selalu menjadi tolak ukur kewarasan, jika salah satu dari mereka sudah terlewat batas. Dan yang sering mendapat teguran, sudah pasti adalah Christian.
"Okay, fine. Gue yang salah di sini, puas?" cetus Christian judes, sambil bersandar di kursinya dengan masam.
Nathan yang duduk di samping Christian, hanya menepuk bahu sebagai tanda simpati yang tidak sampai ke dalam hati itu. Sebab, teman sialannya itu menyeringai geli dan memberi sorot mata mengejek di sana.
"Bukan soal salah, Tian," balas Wayne santai.
Christian tidak ingin menyahut, dan memilih untuk diam saja. Bukan hal yang baru, jika ketiga temannya selalu mengingatkan untuk tidak terlalu kelewat batas dalam menjalani kebiasaan yang sudah dijalaninya selama beberapa tahun terakhir. Yaitu menggauli wanita mana saja yang dianggapnya menarik.
Tidak peduli dengan anggapan mereka, Christian tetap menjalaninya. Hal itu dilakukan untuk melupakan masa lalu yang sangat dibencinya, sehingga membuatnya tidak perlu menghargai wanita, dengan menjadi sosok yang tidak akan pernah memberi komitmen pada mereka, selain kepuasan.
Womanizer, itu gelar yang mereka beri. Tidak hanya mereka, tapi orang lain pun demikian. Seperti biasa, Christian tidak ambil pusing, melainkan menikmati apa yang dilakukannya. Sebab hidupnya dijalani oleh dirinya, bukan orang lain. Julukan, penghakiman, atau hinaan yang mungkin terlempar, bukanlah hal yang perlu dipikirkan lebih jauh, karena itu adalah hak mereka. Sedangkan hak dirinya adalah tidak ambil pusing atas omongan itu.
"So, gimana liburan tahun baru kalian?" tanya Wayne, mengalihkan pembicaraan.
"Pulang kampung ke Korea, terus taon baruan di Jeju, bareng keluarga besar," jawab Adrian lugas.
"Asik amat ke Jeju," celetuk Nathan.
"Nggak asik juga, kerjaan gue cuma temenin keponakan yang ribet," balas Adrian langsung. "Kalo lu gimana, Than?"
Nathan memberikan cengiran lebarnya, tampak begitu sumringah. "Of course, gue samperin Lea ke NYC. Kebetulan banget, Julia balik Jakarta, dan gue bisa berduaan aja sama dia."
"Pantesan aja, lu lebih produktif sampe menang tender besar. Ternyata, kebutuhan batin lu udah puas banget kayaknya," komentar Christian sambil mengarahkan sebuah kepalan pada Nathan, untuk bertos ria di sana.
"Otak lu bener-bener nggak bisa jauh dari selangkangan," celetuk Adrian sambil berckck ria.
"Itu kebutuhan, Dri. Bahkan untuk cowok kalem macam Wayne, juga nggak bisa berenti mikir jorok, kalo udah deket sama bininya yang stunning itu," sahut Christian, sambil melirik ke arah Wayne yang mengulum senyum penuh arti. "How was your hornymoon, Wayne? Have you poked the baby?"
"Hornymoon?" timpal Nathan sambil tergelak.
Wayne hanya menghela napas, sambil menatap Christian dengan jenuh. "Nggak usah gue jelaskan lebih rinci, yang pasti gue bahagia. Itu aja."
Christian meringis pelan. "Bisaan aja yah, lu jadi bucin gitu? Nathan juga. Heck. Ntar jangan-jangan, Korean Buddy yang suka ngambekan ini, bakalan jadi the next bucin."
Adrian menggeleng dengan keras. "Nope. Untuk sementara belum bisa mikir cinta-cintaan. Ngurusin bisnis bokap gue aja, udah nyita waktu. Gue masih terlalu muda buat mikir sejauh itu. Ada juga lu yang mikir kayak gitu, Tian."
"Iya, gue lagi deketin salah satu artis baru, nih. Orangnya cakep, dan seksi juga. Masih sok jaim, tapi sebenernya udah kasih lampu ijo. Gue pengen liatin mau sampe kapan dia begitu," balas Christian sambil mengangkat bahu dengan santai.
"Artis baru lagi, yang lu incer. Apa lu nggak bosen buat mainin anak baru terus?" sahut Nathan.
"Mau mainin bini orang, tapi lakinya udah pasti galak," tukas Christian sambil melirik ke arah Wayne, dimana pria itu langsung melotot galak padanya.
"Elegan dikit jadi orang. Nggak perlu jadi gampangan, dengan punya niat deketin bini temen lu sendiri. Kalo itu terjadi, demi apapun, gue bakalan potong burung sialan lu!" desis Wayne tajam.
"Astaga, Wayne! Gue cuma bercanda," sahut Christian ketus.
"Udah gue bilang kalo bercanda ada batasnya," balas Wayne tidak kalah ketusnya.
"Fine! Gue salah lagi! Nggak usah ngomong apa-apa sekarang, gue diem aja," sewot Christian sambil beranjak. "Gue balik dulu, ada urusan."
"Lho, kok lu jadi balik sih?" protes Adrian langsung.
Christian menoleh pada Adrian sambil menggelengkan kepala. "Bukannya lu sewot sama gue? Kenapa jadi nggak rela pas gue mau pergi?"
"Emangnya lu mau pergi gara-gara gue sewot sama lu? Ya Lord, sejak kapan lu jadi sensi?" balas Adrian dengan tatapan tidak percaya.
"Gue nggak sensi, tapi emang lagi ada urusan. Hari ini hari Selasa, yang artinya gue ada janji," ujar Christian dengan lugas.
"Sama siapa?" tanya Nathan dengan alis berkerut.
"Gue ngomong pun, lu nggak akan kenal dan nggak perlu tahu. Udah yah, pokoknya gue udah terima undangan, dan nanti gue akan datang," jawab Christian sambil memasukkan undangan ke dalam pouch-nya, dan menatap ketiganya secara bergantian.
"Okay, see ya," balas ketiganya dan Christian pun berlalu.
Kemudian, Christian berjalan keluar dari kafe itu, dan menyusuri jalan yang cukup lengang di hari biasa. Hendak menuju ke mobil yang terparkir tidak jauh dari posisi kafe, langkah Christian terhenti ketika menangkap sosok familiar yang baru saja berjalan melewatinya.
Seorang wanita. Berambut coklat. Postur tubuh yang memikat, dengan heels yang membuat langkahnya terdengar berirama. Tapi bukan kesan menarik yang membuat Christian tertarik, melainkan degup jantung yang bergemuruh cepat ketika melihatnya. Bukan debaran yang menyenangkan, melainkan amarah yang tiba-tiba saja meluap hingga naik ke atas kepala.
Christian baru saja hendak menghampiri, tapi wanita itu sudah keburu masuk ke dalam mobil yang seperti sudah menjemputnya. Langkahnya menjadi cepat, bahkan hampir berlari, ketika mobil sialan itu melesat cepat menjauhinya. Brengsek, makinya dalam hati.
Sorot mata tajam, napas yang memburu, serta rahang yang mengetat, mengawasi mobil yang sudah semakin menjauh dari pandangannya. Dua tangan sudah terkepal erat, begitu kuat hingga gemetar, dengan detak jantung yang berdetak dua kali lebih kencang.
Sambil menggertakkan gigi, Christian mendesis dalam hati. "Akhirnya lu nongol juga. Lihat pembalasan gue, Bitch!"
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Berbahagialah, sebab itu adalah kekuatanmu, supaya tidak ada yang bisa mematahkanmu.
Jalani harimu dengan sukacita.
Meski berat, tetap semangat.
Sangat berat, itu berarti selamat!
Karena kamu dipercaya Tuhan untuk naik tingkat lebih tinggi, dan menjadi lebih kuat 💜
Besok, memasuki hari raya dan aku akan sangat sibuk. Tidak bisa update. Nggak tahu juga. Liat nanti.
I purple you 💜
Siapkan hati, karena akan ada serangan
🤣🤣🤣🤣🤣
23.01.2020 (08.41 AM)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top