Part. 18 - Late dinner

Sabar, gausa ngegas.
Ini Daddy nongol buat kamu 💜


🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Miranda berusaha menenangkan deru napas yang masih memburu sambil terkulai lemah. Dibelakangnya, ada Christian yang melakukan hal yang sama dengan dirinya. Dengan berbaring di ranjang besar itu, Christian memeluknya dari belakang setelah pergulatan mereka untuk kesekian kalinya di sepanjang sore itu. 

Makan malam yang seharusnya sudah selesai, sama sekali tidak sempat dibuatnya karena Christian sudah menghentikan kegiatannya dengan sibuk melayani hasrat pria itu yang seolah tidak ada habisnya.  Matanya sudah memberat karena lelah, tubuhnya terasa begitu lemas, dan sudah tidak mampu menggerakkan tubuh meski hanya mengangkat tangan saja.

Dengan lengan besar Christian sebagai alas kepala, Miranda membiarkan pria itu merengkuh dan menariknya dalam dekapan erat dengan lengan besarnya yang lain. Ciuman lembut mendarat di tengkuknya, lalu tubuh telanjangnya diselimuti. Untuk pertama kalinya, Miranda berbagi ranjang yang sama dengan Christian setelah sekian lama.

“Gitu aja udah capek?” tanya Christian dengan nada mengejek dan mengantuk di saat yang bersamaan.

“You horrid man! I can’t keep pace with your appetite!” balas Miranda geram.

Christian tersenyum di balik tengkuknya dan mengeratkan dekapan di pinggang. “You don’t have to do anything, just lie and come as many times as you want, Baby.”

Don’t baby me,” sahut Miranda sambil memejamkan matanya.

Miranda merasakan helaan napas Christian yang berat dan dekapannya semakin erat. Pria itu memeluknya seperti guling dan enggan untuk melepaskannya. “Let’s sleep for a while, Miranda. Ini pertama kalinya aku bisa ngantuk tanpa minum obat tidur.”

Miranda membuka matanya dan segera menoleh sedikit ke arah Christian. “Apa?”

“I hate to admit, but I like this moment,” jawab Christian sambil mengubah posisi Miranda untuk menghadapnya dan kini keduanya saling bertatapan. “Kamu yang ada di ranjangku, bikin perasaanku tenang dan nyaman.”

“Kalo kamu niat untuk minta jatah lagi, aku…,”

“Aku cuma mau nikmatin setiap detiknya sama kamu,” sela Christian dengan tatapan penuh arti. “Misalkan kebersamaan ini bikin kamu merasa bersalah dengan suami dan anak kamu, it’s okay! Aku akan tanggung jawab dengan hadapin mereka dan minta maaf karena udah ngelakuin hal ini sama kamu.”

Tidak ada yang sanggup dikeluarkan oleh Miranda, selain menatap Christian dengan tatapan tidak percaya. Seringkali, ucapan yang terdengar begitu jahat adalah bentuk perlindungan dirinya yang rapuh dan tidak terkendali, Miranda tahu itu. Membiarkan dirinya berbuat apa saja, bukan karena Miranda lemah, tapi karena tahu bahwa Christian membutuhkan pelampiasan.

Sejak bertemu dengannya di cocktail party, lalu membiarkan Christian menyetubuhinya sembarangan di tempat yang tidak pantas, dan pertemuan berikutnya dengan luapan emosi yang naik turun, setidaknya itu bisa membuatnya merasa lebih baik dengan menumpahkan semua amarah padanya. Itu saja.

Tangan Miranda spontan membelai sisi wajah Christian dengan lembut, menatapnya dengan sorot mata sedih, dan menahan diri untuk tidak menangis. “Kenapa harus kayak gitu? Kenapa kamu mutusin untuk nggak akan ganggu aku lagi?”

“Karena aku udah punya perasaan sama kamu, dan aku nggak mau itu berlanjut. Aku nggak mau jadi pihak ketiga dalam hubungan kamu dengan orang lain, dan nggak mau kalau anak kamu jadi korban. Apa yang kita jalani saat ini, cukup kita aja yang tahu. Nggak perlu sampai harus lanjut ke urusan yang…,”

Miranda menghentikan ucapan Christian dengan segera mencium bibirnya dengan seluruh perasaannya. Ucapan yang terdengar begitu sedih, membuatnya tidak sanggup untuk mendengar lebih banyak. Sampai detik ini, perasaan yang dimilikinya pada Christian tidak pernah berubah. Jusru semakin dia berusaha membenci, maka dia akan semakin merindukan kehadiran Christian dalam hidupnya.

“Kenapa kamu harus kayak gini? Apa yang harus aku lakuin untuk supaya kamu bisa cerita sama aku? Misalkan kamu masih nggak terima apa yang udah aku lakuin, aku bener-bener minta maaf. Aku nggak ada niat untuk nyakitin kamu. Aku cuma…,”

“I know, Christian! I know what you feel,” sela Miranda cepat dan menatapnya dalam. “Aku hanya belum bisa.”

Why?”

“Karena kamu masih dendam dan labil. Aku juga nggak tahu apa yang bisa aku sampaikan ke kamu saat ini.”

“Hey, hey, jangan nangis, please. Udah nggak usah sedih, aku nggak maksa, cuma nanya,” seru Christian sambil memeluknya ketika Miranda tiba-tiba menangis.

Tanpa sadar, Miranda sudah terisak dan menerima usapan lembut yang ada di punggungnya. Lelah, sangat lelah, dan teramat lelah. Keinginannya adalah pergi sejauh mungkin, tapi mengalami kebersamaan ini, membuat Miranda tidak tenang untuk meninggalkan Christian.

Pria itu tidak lagi bertanya, melainkan terus membelai dan menenangkan Miranda. Keduanya saling berangkulan, memejamkan mata untuk menikmati tidur yang begitu lelap dari kehangatan itu. Dan itu adalah tidur ternyenyak yang didapati Miranda setelah sekian lama tidak merasakannya.

Saat dia merasa sudah begitu lama dalam tidurnya, Miranda membuka mata dan segera bangun terduduk untuk melihat sekelilingnya yang remang dengan hanya lampu meja yang menyala di atas nakas. Menoleh ke samping dan sudah tidak ada Christian di sisinya, membuatnya merasa panik karena berada di kamar itu sendirian.

Dia segera beranjak dari ranjang, masih telanjang dan mencari pakaiannya tapi tidak ada. Mengerang pelan sambil menoleh pada sebuah lemari besar di sana dan segera membukanya.

Miranda meraih salah satu dari kemeja yang tergantung di sana untuk menutupi tubuhnya, dan keluar dari kamar. Dia tidak tahu jam berapa saat ini karena pikirannya langsung tertuju pada Joel yang sudah pasti akan mencarinya.

Ketika dia sudah mencapai anak tangga terbawah, aroma masakan menyambut dirinya dan itu sudah membuat perutnya bergemuruh lapar. Miranda bergerak menuju dapur dan sedang melihat Christian berkutat dengan panci yang berisi apa pun yang sedang dimasaknya.

“Udah bangun?” tanya Christian santai, lalu membuka sebotol wine dan langsung meneguknya dari botol.

“Jam berapa sekarang? Dimana tas aku?” tanya Miranda balik.

“Masih jam 8, belum terlalu telat untuk…,”

“Tas aku dimana?” sela Miranda tegas.

Christian berdecak kesal. “Ngegas amat sih? Itu ada di meja kaca.”

Tanpa mempedulikan Christian, Miranda segera mencari tasnya dan langsung mengambil ponsel dari situ. Mendapati anak itu yang mengeluh sakit perut sejak pagi dan muntah, membuatnya kewalahan dengan harus terus memperingatinya untuk menjaga makan.

Hello.”

Where’s Joel?” tanya Miranda saat Rosie sudah menjawab telepon.

“Dia sudah tidur, Ma’am.”

“Apakah dia baik-baik saja? Apakah dia sudah makan dan minum obatnya?”

Sudah semua dan benar-benar menuruti perkataanmu untuk hanya menghabiskan bubur yang kau buat. Dia sudah lebih baik dan tidak muntah lagi.”

Miranda menghela napas lega sambil menyibakkan rambutnya dengan gemetar. “Thanks, Rosie. Bisakah kau dekatkan ponsel padanya? Aku ingin membisikkan sesuatu.”

“Yes, Ma’am.”

Tak lama kemudian, suara Rosie memberitahukan bahwa ponsel sudah didekatkan pada Joel. Suara dengkuran halus terdengar dan senyuman Miranda langsung mengembang begitu saja.

“I love you, Joel. Sleep tight and get well soon. I’m home soon, Baby,” bisik Miranda dengan lembut.

Setelah itu, Miranda menyudahi teleponnya dan berbalik lalu melompat kaget ketika melihat Christian sudah berada di belakangnya dengan ekspresi menilai.

“Siapa Joel? Suami?” tanya Christian tanpa basa basi.

No, he’s my son,” jawab Miranda tanpa ragu.

Christian hanya ber-oh ria dan mengangkat bahu. “Makan malam udah siap, kita makan dulu. Abis itu, kamu bisa wawancara. Gausa banyak-banyak nanyanya, biar kamu cepet pulang. Atau, mau reschedule aja?”

“Kenapa harus di-reschedule?” tanya Miranda bingung.

“Kasian anak kamu kalo tunggunya kelamaan. Nggak usah takut karena wawancara sama aku tetep sesuai rencana. Aku nggak bakal rese,” jawab Christian.

“Katanya mau sama aku untuk wawancaranya.”

Christian tersenyum dan mengangguk pelan. “Kalo kamu mau ketemuan lagi sama aku, kenapa nggak? Aku udah cukup seneng kalo kamu masih stay sampe semalam ini di sini.”

Perasaan Miranda menghangat dengan keinginan untuk memeluk pria itu, dan langsung dilakukannya tanpa ragu. “It’s okay. Joel udah tidur dan nggak akan kebangun sampe pagi. Aku bisa temenin kamu sampe semalam yang aku bisa.”

Christian terkekeh lalu mencium pucuk kepalanya dengan dalam. “Sok pede banget kalo aku minta ditemenin.”

“Belajar dari kamu,” balas Miranda.

Christian menarik diri dari pelukan dan menatapnya lama. “Karena kita lagi proses berdamai, aku mau ngakuin satu hal yang nggak pernah aku ungkapin ke siapapun.”

“Apa?”

“Bahwa kamu benar kalo aku butuh ditemenin. Karena itulah, aku punya jadwal tertentu sama cewek yang aku nilai bisa bikin nyaman dengan nggak banyak mulut dan nggak tertarik komitmen. Aku butuh tidur supaya bisa mikir dan bisa kerja,” jawab Christian dengan ekspresi serius.

“Dan rumah kamu jadi…,”

“No! I stayed at their place, not mine. Aku nggak suka privacy diketahui orang lain,” sela Christian cepat.

“Tapi aku tahu dan udah dua kali ke sini,” balas Miranda dengan tatapan tidak percaya.

Christian tersenyum dan mengacak rambut Miranda dengan ringan. “Surprisingly, aku suka kalo kamu ada di sini. Lebih berasa kayak rumah sendiri dan ada yang temenin.”

“Kamu…,”

And don’t worry! Sejak ketemu sama kamu di acaranya Nathan, aku nggak pernah main sama siapa pun. Cuma sama kamu aja,” sela Christian sambil terkekeh senang dan merangkul bahu Miranda. “Yuk, makan. Aku coba bikin makanan simple karena nggak tega suruh kamu masak lagi.”

“Pantesan aja, kamu kayak nggak ada puasnya jadi cowok,” gumam Miranda pelan.

Christian tertawa geli. “You always successfully turn me on with your shitty manner, Woman. And I’m in awe. Really.”

Miranda hanya mengikuti Christian yang mengajaknya ke ruang makan dan langsung tertegun melihat apa yang tersaji. Hanya ada dua mangkuk sup ayam bening yang kurang menarik. Damn.

“Ini cara kamu treat cewek yang udah kerja keras layanin nafsu kamu yang lebih gede daripada gengsi?” sindir Miranda tajam dan Christian hanya tertawa.

“Cuma bisa masak sop ayam, itu aja boleh liat dari youtube,” balas Christian geli.

Miranda menggelengkan kepala sambil berjalan menuju ke pantry. “Kasih aku setengah jam, aku akan bikin makan malam.”

“Nggak mau delivery aja? Pizza, spagethi, atau…,”

“Dengan konsekuensi kamu bakalan sakit perut dan nyusahin aku untuk urus kamu? A big no,” sela Miranda sambil mengambil bahan makanan yang tadi dibelinya bersama Christian.

Pria itu bungkam dan terdiam selama beberapa saat. Kemudian, dia tersenyum dan memutuskan untuk duduk di pantry sambil membawa wine bersamanya. “Okay, kamu benar. Sop ayam aku kayaknya kurang enak.”

Miranda hanya mengulum senyum sambil membuka kotak berisi daging sapi tanpa lemak. “Nanti aku makan, tenang aja.”

“Harus dong, kapan lagi kamu bisa cobain makanan aku?” sahut Christian sambil mengedipkan sebelah mata dan meneguk wine-nya kembali.

Miranda merebut botol wine dari Christian dan menuang minuman itu ke dalam wadah yang sudah berisi daging di sana.

“Kok malah dituang ke daging, sih?” protes Christian sebal.

Marinade steak, butuh wine supaya enak. Aku akan buat tenderloin steak. Kamu bisa bantu aku rebusin wortel dan buncis, sementara aku panggang dagingnya,” ujar Miranda sambil menunjuk dengan telunjuk ke arah satu kantong plastik berisi sayuran.

“Yes, Ma’am. What can I do for you after that?” balas Christian sambil beranjak dan menghampiri Miranda untuk berdiri berdampingan.

“Kamu mau mashed potato atau french fries?” tanya Miranda sambil memasukkan bumbu pada daging.

“Aku nggak suka gorengan,” jawab Christian cepat.

Good, kalo gitu kamu bisa ambil kentang di kantong yang sama, terus rebusin juga. Aku akan bikin mashed potato.”

“Kalo ribet kayak gini masaknya mah nggak cukup setengah jam. Aku udah lapar. Delivery aja deh.”

“Bawel banget, sih? Siapa suruh ngerjain orang sampe telat makan gini? Kalo kamu nggak kecentilan, dan kalo batangan kamu bisa tahan bentar, kamu juga nggak bakal kelaparan! Nggak usah manja! Kalo mau makan, yah bantu! Nggak mau, nggak usah makan!”

Christian mengerjap cepat dan langsung melakukan apa yang disuruh Miranda. Keduanya tidak lagi berbicara dan sibuk melakukan kegiatan memasak yang terasa cukup menyenangkan. Sesekali, Christian meminta tolong untuk diambilkan peralatan, atau Miranda memintanya untuk mengangkat panci rebusan.

Tepat setengah jam, Miranda sudah menyelesaikan tenderloin steak dengan saus lada hitam, beserta pelengkap berupa kentang tumbuk dan sayuran. Tidak lupa juga, Christian menuangkan wine untuk mereka sebagai pelengkap.

Thanks for the dinner,” bisik Christian hangat, lalu mengecup ringan di pipi, dan berjalan menuju ke meja makan untuk menyajikan makan malam itu.

“Sambil nonton aja, gimana? Aku mau nonton lanjutan series yang aku tunggu,” usul Miranda sambil membawa dua gelas wine dan berjalan menuju ke ruang utama.

Good idea,” sahut Christian setuju dan mengikuti Miranda ke sana.

Keduanya duduk di lantai berkarpet dan menghadap meja kaca untuk menikmati makan malamnya. Tatapan Miranda terpaku pada layar TV yang sudah menampilkan drama favoritnya dan Christian yang tampak lebih tertarik pada menu makan malamnya dibanding apa yang terlihat di TV.

Karena sama-sama lapar, keduanya menghabiskan makan malam dengan cepat. Bahkan, Christian juga menghabiskan satu porsi extra yang sengaja dibuat Miranda karena pria itu tidak kan cukup untuk hanya makan seporsi saja.

Miranda masih asik menonton, meski makan malamnya sudah selesai. Bahkan, dia tidak menyadari jika Christian sudah mengangkat piring kotornya dan mencuci serta membereskan dapur. Sama sekali tidak mengganggu keasikan Miranda yang kini sudah tertawa karena adegan pada drama itu.

Christian yang sudah selesai dengan kegiatan membersihkan dapur, kembali ke ruang utama dan duduk di sofa untuk memperhatikan Miranda yang masih duduk bersila di lantai berkarpet itu. Pria itu menopang dagu sambil tersenyum melihat bagaimana Miranda tampak seperti wanita pada umumnya yang memiliki kesukaan dan ceria seperti biasanya.

“Emangnya ganteng banget yah cowok itu, sampe perlu senyum-senyum kayak gitu?” tanya Christian sambil melirik jenuh pada layar TV dan kembali pada Miranda yang langsung mengangguk dengan ekspresi kagum luar biasa.

“Iya banget,” jawabnya.

“Kurang macho gitu. Ck! Kerenan juga aku,” celetuk Christian.

Miranda berdecak tidak suka dan melirik Christian sebal. “Kamu tuh nggak bakalan paham sama kesukaan cewek yang kurang piknik kayak aku. Kamu…,”

Christian langsung mencium bibir Miranda dengan cepat, menariknya untuk beranjak dari lantai berkarpet itu, agar duduk di atas pangkuannya.

Engghh, kamu apa-apaan sih?” protes Miranda sambil mendorong bahu dan berusaha menggeliat dari rengkuhan Christian.

Tidak ingin melepaskan, tapi justru mempererat rengkuhannya, Christian melingkari pinggang Miranda dengan dua tangannya, mendudukkan wanita itu di pangkuannya sambil menatapnya begitu dalam.

“I changed my mind, Miranda,” tukas Christian dengan sorot mata tajam dan ekspresi yang begitu serius.

Alis Miranda berkerut bingung. “What?”

“Aku mau kamu. Apapun caranya, aku mau kamu ada di sini,” jawab Christian sambil menunjuk dadanya sendiri. “Bahwa kamu udah nggak bisa kemana-mana lagi, karena kamu udah masuk ke dalam hati aku. Dan sekali aja kamu niat untuk pergi dari aku, lihat aja! Aku nggak akan tinggal diam dan biarin kayak dulu. Sebaliknya, aku akan buat kamu menyesal karena udah nyakitin aku untuk yang kedua kalinya.”

Tadinya, Miranda berpikir bahwa hati yang sudah patah tidak akan mudah disatukan kembali dan akan terlupakan seiring berjalannya waktu. Dia yakin dia sudah cukup kuat. Hatinya yang patah sudah tersambung dengan adanya Joel dalam hidupnya.

Ternyata, Miranda benar-benar lupa bahwa patahan hatinya sudah berada kembali di tempat yang seharusnya. Tepat di dalam hati dengan perasaan yang kian melambung tinggi, dan tampak begitu nyata dari penglihatannya lewat tatapan penuh kasih yang ada di hadapannya.

Untuk kali ini, dia sudah salah perhitungan. Ralat. Salah strategi. Dengan helaan napas yang begitu berat, Miranda menangkup wajah Christian dan membalas tatapannya dengan seluruh perasaannya.

It’s too late to want me, Christian. I just have a little pieces of my heart, and I can’t give it to you anyway,” ucap Miranda lirih.

Why? Because I don’t deserve it?”

“No, because I was saving you, but you were killing me.”

Christian menggelengkan kepala dan menegakkan tubuh untuk bisa mendekap tubuhnya lebih erat. “Same to you, Miranda. I’m already dead when I let you come into my heart. But guess what? The pain should be easy, because you brought the hell for me.”



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Untuk konflik dalam lapak ini, akan ada perbedaan meski alur tetep sama.
Efek WFH, yang otak halunya udah kemana2, dengan improvisasi yang nggak pada tempatnya 🤣

Gimana dengan kamu?
Mudah2an selalu sehat dan semangat.
Jauhi berita negatif, hindari prasangka buruk, dan tetap positif.
Misalkan susah, rehat sejenak dari kenyataan untuk ke dunia halu di WP, dan doain penulis ini rajin update.

30.03.2020 (19.18 PM)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top