PART. 9 - THE PASSIONATE KISS

Astaga! Aku bener2 cuekin Anak Bungsuku ini. 😭
Monmaap, baru sempet update.

Apa kabarnya kalian?
Semoga tetap sehat dan selalu bahagia.
I purple you. 💜



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Adrian menekuni laptopnya dengan seksama. Sedaritadi, dia sudah berada di dalam kamarnya dengan perasaan yang tidak menentu. Meski begitu. yang dia lakukan hanya duduk di kursi kerja dan menatap layar laptop yang menampilkan beberapa slide foto yang membuatnya harus menggertakkan gigi sebanyak beberapa kali.

Mendapati Nadine pergi dengan pria lain, membuat Adrian tidak bisa menikmati sepanjang hari itu selain terus sibuk dengan ponselnya, untuk menghubungi orang kepercayaannya, guna mengikuti Nadine agar dirinya mengetahui apa yang dilakukan wanita itu selagi dia tidak ada.

Rasa tidak terima, tidak suka, tidak rela, dan tidak lainnya memenuhi isi kepala dan hati Adrian saat ini. Dia tidak menyukai bagaimana Nadine terlihat begitu ceria dan senang oleh karena orang lain dan bukan dirinya.

Meski kegiatan yang berlangsung kebanyakan adalah memotret, tapi gestur tubuh dari pria itu terlihat menjaga dan melindungi Nadine, juga bagaimana cara pria itu menatap Nadine. Dengusan napas kasar kembali berhembus, dan rasa tidak senang Adrian kian bertambah.

Tatapannya teralihkan saat mendapatkan sebuah pesan singkat di ponsel. Segera mengambil untuk memeriksa, lalu beranjak berdiri untuk menghampiri jendela, dan menyampirkan tirai untuk melihat Nadine yang baru saja keluar dari sebuah taksi, disusul kemudian dengan seorang lelaki yang bersamanya sepanjang hari itu.

Mengawasi dari ruang kerjanya, Adrian bisa melihat kedekatan keduanya dengan ekspresi tidak suka dan napas yang memburu kasar. Dia bisa melihat dengan jelas sorot mata penuh arti yang dilemparkan pria sialan itu saat berhadapan dengan Nadine.

Tangannya mengepal erat saat melihatnya tersenyum lebar dan bersikap hangat di sana. Deruan napas kasar kian memburu, seiring dengan kuatnya tangan mengepal ketika melihat gestur tubuh pria itu yang bergerak maju, dan...

Adrian tidak ingin berdiam diri tanpa melakukan apa-apa, juga enggan untuk melihat kelanjutan kejadian itu. Dia segera keluar dari ruang kerja, menuruni anak tangga dengan tergesa, mengabaikan tatapan bingung dari teman-temannya yang masih berkumpul di ruang tengah, dan melesat cepat untuk menggapai pagar rumahnya.

"It was nice to know you, Nadine."

Ucapan itu didengar Adrian saat dirinya membuka pintu pagar kecil dan mendapati pria itu sudah masuk kembali ke dalam taksi, kemudian berlalu pergi. Matanya menyipit tajam saat mengawasi ekspresi Nadine yang tampak gugup dan kaget di sana, lalu tersentak saat dia berbalik dan mendapati Adrian berdiri di sana.

Nadine terlihat seperti tertangkap basah sudah melakukan kesalahan dengan wajahnya yang memucat, lalu memeluk tubuhnya sendiri sambil menatap Adrian dengan sorot mata lirih. Hal itu membuat Adrian semakin tidak senang dan rahangnya mengetat.

"H-Hi, Ian," sapa Nadine gugup.

"Don't hi me," balas Adrian dingin.

"Mmmm, aku... itu..."

"What time is it, Nadine?" sela Adrian sengit. "And what's wrong with your damn phone?"

Nadine tampak semakin gugup, kemudian mengerjap tidak fokus, dan terlihat tidak nyaman. "Hape aku lowbat."

Mata Adrian melotot galak, hendak kembali memuntahkan amarah, tapi Nadine tiba-tiba berlari ke arahnya, dan memeluk dengan erat. Terdiam. Adrian bahkan tidak bisa melanjutkan ucapan karena saat ini, dia merasakan sesuatu pada tubuh Nadine.

"Nadine," panggilnya sambil mengusap punggung mungil wanita itu, lalu mengarahkan satu tangan ke kepala. "Shit! Kamu demam?"

Pelukan Nadine semakin erat, seolah membutuhkan kehangatan dari tubuhnya. Adrian bisa merasakan jika tubuh Nadine menggigil dan semakin merapatkan tubuhnya pada Adrian.

"Kamu demam?" seru Adrian sambil membelai sisi wajah Nadine, mendongakkannya sedikit, dan mempelajari ekspresi wajah Nadine yang begitu pucat.

Nadine menggeleng dan kembali membenamkan kepala di dada Adrian. "Aku capek. Aku cuma butuh tidur."

Tanpa berkata apa-apa, Adrian segera mengangkat tubuh Nadine ke dalam gendongan, lalu segera membawanya masuk. Tidak ingin membuat keributan yang tidak diperlukan, Adrian masuk melewati pintu belakang, dan memakai lift pribadi untuk menuju ke kamarnya.

Sangat cemas, juga panik, Adrian tidak pernah menyukai jika sesuatu terjadi pada Nadine. Sejak dulu, Adrian selalu berusaha menjaga dan melindungi Nadine yang sering mendapat tindakan bully dari teman sekelas oleh karena dirinya yang pendiam dan tidak pandai dalam berinteraksi sosial.

Nadine pun hanya mengandalkan Adrian dalam segala hal, termasuk menikmati makanan resto terbaru, dan selalu menunggunya pulang untuk bermain bersama. Harus diakui jika dirinya begitu menyayangi Nadine.

Dengan hati-hati, Adrian menurunkan Nadine dan merebahkannya di ranjang. Kembali mengarahkan satu tangan ke kening, Adrian mengerutkan kening saat mendapati suhu tubuh Nadine masih begitu tinggi. 

Tidak ingin menambah rasa kekuatirannya, Adrian segera menelepon asistennya untuk memanggil dokter keluarga agar memeriksa Nadine. Sambil menelepon, tatapan Adrian mengawasi Nadine yang tersenyum hangat sambil terus menggenggam tangannya.

"Aku udah panggil dokter," ucap Adrian setelah menyudahi telepon.

Nadine mengerjap cepat sambil menggelengkan kepala. "Nggak usah, Ian. Aku nggak sakit, cuma capek dan butuh tidur. Kamu nggak perlu sampai panggil dokter ke sini."

Spontan, Adrian mendengus kasar sambil menatap Nadine tidak suka. "Udah kayak gini, masih aja ribet. Kamu tuh udah bikin aku marah banget, tahu gak? Tiba-tiba ubah rencana, pergi seharian dan nggak kasih kabar, tahu-tahu pulang malah sakit. For Godsake, Nadine! Aku bisa jantungan kalau ada apa-apa sama kamu!"

Nadine tersenyum dan mengarahkan dua tangan untuk menangkup wajah Adrian dengan lembut. Sorot mata penuh kagum yang terlihat familiar, sukses menghangatkan perasaannya.

"Thanks, Ian. Aku janji ini akan jadi yang pertama dan terakhir kalinya," ucap Nadine lembut.

Mengembuskan napas berat, Adrian meraih satu tangan Nadine di wajah, lalu mengecup punggung tangan Nadine dengan dalam, tanpa mengalihkan tatapannya.

"Jadi, kamu kemana aja hari ini?" tanya Adrian kemudian.

Meski dia mengetahui semuanya, tapi dia tetap ingin mendengar jawaban dari Nadine secara langsung.

"Seonyudo Hangang Park. Kebetulan ada festival di sana, dan aku ambil beberapa foto untuk web-ku," jawab Nadine lugas.

"Seharian cuma foto di sana? Really?" tanya Adrian dengan nada tidak suka.

"Nggak kok. Habis dari sana, kita sempet kulineran di sekitaran situ, trus jalan-jalan cari barang. Cuma gitu aja," jawab Nadine serius.

"You had fun. That's good," gumam Adrian akhirnya.

Nadine mengerjap pelan sambil memperhatikan Adrian, lalu beringsut mendekat untuk memeluk satu lengannya sambil terus menatap penuh arti. "Kamu sendiri gimana? Sauna-nya seru?"

Adrian menggeleng. "Nope. Aku cuma nganter mereka ke sana, lalu balik untuk cari kamu, tapi kamu nggak bisa dihubungi."

"Sorry, Ian," ucap Nadine dengan ekspresi menyesal. "Kamu jadi nggak nikmatin jalan-jalan hari ini karena aku. Seharusnya, aku nggak bikin kamu kuatir kayak gini."

Adrian memiringkan kepala untuk bisa menatap Nadine dengan jelas, lalu tatapannya turun pada bibir Nadine yang terbuka, dan menaikkan kembali pandangannya dengan sorot mata menghunus tajam.

"Kalau begitu, kamu harus dihukum," ucap Adrian dengan nada berbisik.

Nadine mengangkat wajah dan menatap Adrian bingung. "D-Dihukum?"

Adrian mengangguk sambil mendekatkan wajah hingga ujung hidung keduanya bersentuhan. "Yes. Hukuman buat kamu yang berani-beraninya pergi sama cowok lain dan nggak kasih kabar ke aku, sampai aku harus marah kayak gini."

Kemudian, Adrian menangkup tengkuk Nadine, memiringkan wajah, lalu mencium bibir Nadine tanpa ragu. Matanya terpejam, merasakan sensasi yang menyenangkan lewat debaran yang tidak biasa. Dia bisa merasakan Nadine tersentak kaget, hendak berbicara, tapi tidak bisa karena saat Nadine membuka mulutnya, disitu Adrian memasukkan lidah ke dalam mulut Nadine.

Dua tangan Nadine yang memeluk lengan Adrian sudah terlepas, hendak mendorong tapi Adrian sudah lebih cepat untuk menangkap kedua tangan Nadine dalam satu kepalan tangannya yang kuat. Satu tangan yang berada di tengkuk menahan kepala Nadine agar tidak bisa menjauh. Adrian menginginkan lebih dari hanya sekedar ciuman.

Seperti mengerti jika Adrian enggan untuk melepas, Nadine tidak lagi berusaha menjauh, tapi membiarkan. Dia mengangkat kepalanya agar Adrian bisa menggapai bibirnya secara penuh, juga memejamkan mata untuk menikmati lumatan yang dilakukan Adrian.

Cengkeraman Adrian melonggar, berganti dengan menarik Nadine untuk duduk di pangkuan, merengkuhnya erat, sambil memperdalam ciuman. Selama beberapa saat, Adrian menggoda dengan lumatan dan lidah, hingga akhirnya Nadine membalas dan mengikuti ritme yang dimainkan olehnya.

Berawal dari lembut dan pelan, kini berganti menjadi lebih dalam dan cepat, cukup kasar hingga keduanya nyaris kehabisan napas. Tidak sampai di situ, Adrian juga mulai mengarahkan tangannya untuk menyelinap masuk ke balik pakaian Nadine, membelai lembut di salah satu payudara, dan meremas pelan dari balik bra.

Seperti tidak menyangka akan mendapatkan hal seperti itu, Nadine terkesiap dan mendorong bahu Adrian untuk melepas ciuman sambil menatapnya bingung dan kaget di saat yang bersamaan. Mereka saling bertatapan dengan napas yang bertubrukan, dan terlihat sama-sama tidak percaya atas apa yang dilakukan dan terjadi saat ini.

Sebelum keduanya sempat berbicara, suara ketukan pintu yang kencang, lalu dibukanya pintu kamar dengan kasar, membuat keduanya menoleh kaget dan mendapati Christian yang datang, disusul dengan teman-temannya yang lain.

"Ooppss, sorry. Gue pikir ada sesuatu sampe lu nggak balik lagi pas keluar rumah," ucap Christian sambil memamerkan cengiran lebar, lalu berbalik sambil mengibaskan dua tangan tanda mengusir yang lainnya. "Hush, sana pergi. Oppa lagi sibuk sama cinta monyetnya."

Dasar Tian brengsek! maki Adrian dalam hati.



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Tian emang gitu orangnya. 😅

Gimana harinya kamu?
Tetap semangat ya.
Aku minta maaf karena jarang update, karena sibuk sekali ya Lord.😭

Aku berharap kalian selalu sehat, jaga kesehatan, dan tetap bersyukur dalam segala hal, yah.
Aku sayang kalian. 💜

Oppa, kudengar kamu sudah menikah gegara bio IG dan Twitter-mu.
Gpp lah yah, aku ikut senang.
Tandanya kamu normal, ketimbang dapet info doyan batangan, yekan?
🙃🙃🙃🙃🙃


19.05.21 (21.20 PM)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top