PART. 6 - ANGLE FREAK
TGIF 💜
Kita kembali dengan cerita si
Anak Bungsu 😊
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Nadine menjadi tidak bersemangat di sepanjang hari itu. Merasa terasing, juga sudah menjadi pengganggu bagi kesenangan Adrian bersama dengan teman-temannya, apa yang dirasakan Nadine lebih dari sekedar sedih. Dia hanya mencoba menjadi diri sendiri, meski ada beberapa kebiasaan yang berubah, tapi itu demi kebaikan diri.
Bingung, juga tidak percaya dengan Adrian yang mampu berkata sinis dan bersikap dingin padanya. Meski memang Nadine sudah melakukan kesalahan, tapi tidak ada yang salah dengan apa yang dirasakannya. Dia menyukai Adrian. Sangat. Untuk itulah ada yang perlu dilakukan untuk tidak mengembangkan perasaannya dalam kedekatan seperti biasa, sehingga perlu menjauh untuk mengabaikan perasaan itu.
"Kenapa diam? Masih mikirin apa yang Adrian omongin tadi pagi?" tanya Miranda yang sukses membuyarkan lamunannya.
Menoleh pada wanita cantik itu, Nadine menggeleng saja.
"Don't worry, Nadine. Gue yakin kalau Adrian nggak bermaksud nyakitin lu. Diantara mereka berempat, cuma dia yang paling waras," ujar Cassandra kemudian.
"Aku tahu," gumam Nadine pelan.
Sebuah tepukan ringan mendarat di bahu kanan, dan itu dari Lea. Nadine hanya memberikan senyuman tipis pada Lea yang sudah menyeringai lebar di sana. "Aku percaya kalau Adrian nggak bermaksud nyakitin kamu. Kami pernah ngobrol bareng dan dia sempet cerita tentang kamu."
Alis Nadine terangkat. "Tentang aku?"
Lea mengangguk. "He said that you're his bestfriend. Dia nggak benci, mungkin lebih merasa kecewa karena kamu pergi dan nggak ada kabar."
Mata Nadine berkaca-kaca, dan kembali menunduk untuk menyembunyikan kesedihan di wajahnya. Dia tidak bisa mengubah kesalahan terbesar yang sudah dilakukan seperti itu, hingga Adrian begitu kecewa padanya. Kembali berpikir jika dia merasa pantas mendapat perlakuan dingin dari Adrian.
"Ian yang aku kenal itu baik hati dan ramah, sama sekali nggak pernah marah. Dia berubah," ucap Nadine lirih.
Berada di sebuah taman dan menempati dua bench yang berhadapan, Nadine beristirahat bersama dengan tiga wanita itu setelah mengitari bangunan bersejarah, yaitu istana kerajaan. Para pria masih berjalan-jalan dengan membawa Joel dan Noel bersama mereka.
"Dia nggak berubah, karena dia memang seperti yang lu bilang. Baik dan ramah. Mungkin karena lagi banyak kerjaan, capek, dan kaget liat lu datang. Don't worry, nggak usah terlalu dipikirin," ujar Miranda menenangkan.
"Cheer up," sahut Cassandra sambil menyilangkan kaki dan menatap Nadine dengan hangat.
Dua wanita itu duduk di bench sebrang dan tampak begitu sempurna, juga serasi dengan pasangannya masing-masing. Begitu juga dengan Lea yang begitu ceria dan sangat bahagia. Nadine bukan orang yang pesimis atau kurang percaya diri, apalagi membandingkan dirinya seperti itu. Hanya saja, keinginan untuk menjadi seperti mereka tiba-tiba terbersit begitu saja dan meragukan rasa percaya dirinya selama ini.
"Lagian juga, semalam dia masih perhatian dengan buatin makanan buat kamu. Itu berarti dia masih sayang sama kamu," tambah Lea menyemangati.
"Udah gitu, lu nggak liat temen-temennya pada kampret semua? Keliatannya aja kalem, tapi nyinyir terus sampe Adrian jadi nggak nyaman," omel Miranda ketus.
Nadine terkekeh geli mendengar ucapan mereka yang mungkin saja benar. Terlihat sekali jika Adrian sering dijadikan bahan lelucon oleh tiga temannya yang lain. Katanya, Adrian adalah yang termuda, tapi selalu menjadi kesayangan dari mereka juga. Seperti layaknya saudara, itulah yang dilihat oleh Nadine.
"Emangnya kenapa sih lu dateng tanpa kabar gitu? Mau kasih kejutan? Kalau hubungan kalian nggak ada masalah, mungkin itu berhasil. Dilihat dari sikap kalian berdua, kayaknya emang ada masalah. Harusnya, lu konfirmasi dulu sebelum nongol di depan rumah," ujar Cassandra serius.
"Aku pikir dia bakalan senang," balas Nadine pelan.
"Untuk orang yang katanya pergi nggak kasih kabar, rasanya kedatangan lu bukan bikin senang, tapi boomerang. Sorry, gue nggak kepengen ikut campur atau mau kepo, cuma kasih tahu aja," sahut Miranda.
Cassandra mengangguk. "Once they got lied, then they won't trust you in anything."
Nadine terdiam sambil merenungkan perkataan Miranda dan Cassandra. Mereka benar, pikirnya masam. Adrian tidak akan mempercayainya lagi, bahkan alasan sudah diberikan sekalipun.
"Aku pergi dengan alasan untuk buktiin ke Papa kalau aku mampu untuk jalanin hidupku dengan mandiri, dan lulus dengan hasil yang memuaskan. Aku ambil hukum, seturut dengan kemauannya Papa, juga ambil kelas yang cukup menyita waktu dan perhatian, bahkan liburan pun aku nggak pulang cuma supaya cepet kelar," cerita Nadine dengan tatapan menerawang.
"Jadi, lu cuma mau fokus belajar dan nggak mau Adrian ganggu, gitu?" balas Cassandra dengan nada tidak percaya.
"Bukan nggak mau dia ganggu, tapi dia pasti akan kuatir dan langsung merasa terbeban untuk harus menjaga aku. Kami berdua itu dekat, malah bisa dibilang aku dimanjain banget sampai buka botol minuman aja , harus dia yang bukain," sahut Nadine.
"Oh, gentleman sekali," celetuk Miranda spontan dan Nadine mengangguk setuju.
"Dia punya keinginan untuk terus menjaga dan melindungi aku, tapi aku nggak mau kayak gitu. Aku mau dia punya teman, karena sejak sekolah, Ian termasuk orang yang nggak pinter bergaul. Mungkin karena lahir dari keluarga yang berbeda, jadinya dia lebih sering kena bully di sekolah. Itu yang bikin dia malas buat bergaul," ujar Nadine yang membuat ketiganya tertegun mendengarkan.
"Aku juga nggak mau jadi beban buat hidupnya dengan harus jagain aku terus. Mungkin karena dia udah terbiasa dapat penjagaan dan perlindungan ketat dari keluarga, sampai yang kemana aja harus pake bodyguard, tapi aku nggak nyaman. Aku mau jadi orang biasa aja," lanjut Nadine sambil mengarahkan pandangan pada Adrian yang sedang tertawa keras melihat Christian yang sedang bercanda dengan Joel.
"Kenapa nggak dijelasin waktu itu? Aku yakin kalau Adrian bisa terima penjelasan," tanya Lea kemudian.
Nadine tersenyum lirih dan menggelengkan kepala. "Aku takut dia nggak kasih, terus larang aku, dan aku nggak mau. Jadi, kesalahan terbesarku adalah main asumsi yang mungkin aja nggak bakalan terjadi."
Ketiganya mengangguk paham dan terdiam saja, seolah memberi waktu bagi Nadine untuk menenangkan diri. Menghela napas, Nadine mengembangkan senyuman sambil menatap ketiganya dengan senang.
"Thanks btw, aku jadi bisa curhat dan merasa lebih lega," ucap Nadine senang.
"Sama-sama. Jadi, kapan kamu balik Jakarta?" tanya Lea.
"Habis liburan dari sini," jawab Nadine.
Lea mengangguk sambil tersenyum. "Kalau udah di Jakarta, kabarin ya. Sesekali mampir ke butik, aku bakal buatin beberapa simple dress buat percantik penampilan kamu. Let's play dressing to impress the boy."
"Really?" seru Nadine sambil melebarkan matanya. "Aku emang butuh beberapa baju kerja buat ngantor di tempat Papa nanti."
"Nah, kebetulan banget, kan? Pas jadinya," timpal Lea sambil mengarahkan tangan untuk bertos ria dengan Nadine.
"Butuh bantuan buat pilih model? Gue dan Cassie siap," celetuk Miranda yang membuat Nadine semakin senang.
"Let's make a project to get him. Ian's project!" sahut Cassandra sambil terkekeh.
"Good idea!" seru Nadine girang.
Obrolan masih berlanjut dengan cerita lain, dari makanan favorit, hingga tempat yang harus dikunjungi selama berada di sana. Sampai akhirnya, Nadine tidak sengaja mengalihkan tatapan dan mendapati seorang anak kecil sedang memegang sebuah balon dan berdiri tepat di bawah pohon sakura.
Mengerjap pelan, lalu melebar kagum, hingga membuatnya spontan beranjak dan mengambil kamera dari tasnya. Posisi anak itu merupakan angle yang indah jika diabadikan.
"Nad, mau kemana?" tanya Lea bingung.
"Sebentar ya, mau foto dulu!" jawab Nadine sambil lalu, karena tatapannya terpaku pada anak kecil itu dan berharap agar tidak ada pergerakan demi mendapatkan angle yang diinginkan.
Berjalan menuju ke posisi anak itu, kemudian berhenti beberapa meter, lalu berjongkok sambil mengangkat kamera dan mengarahkannya pada anak itu.
Anak itu menengadah ke atas, menatap balonnya dengan ekspresi senang, klik!
Senyuman anak itu mengembang saat ada bunga sakura yang berjatuhan dan mengenai pelipisnya, klik!
Seperti merasa diperhatikan, anak itu menoleh dan menatapnya kaget, klik!
Wajahnya merona dan senyuman malu-malu itu mengembang darinya saat mengetahui Nadine sedang memotretnya, klik!
Beberapa angle berhasil didapatkan, dan Nadine segera memeriksa hasil fotonya. Senyuman puas mengembang begitu saja di wajahnya, lalu mendongak untuk mendapati anak itu sudah berlari menuju ke orangtuanya yang sedang berdiri tidak jauh darinya, tanpa sempat mengucapkan terima kasih.
"Is that Nikon D5?" tanya seseorang yang membuat Nadine spontan menoleh ke sumber suara.
Tertegun sejenak, Nadine harus mengakui jika pria yang ada di hadapannya saat ini tampak begitu rupawan. Dengan wajah yang unik, Nadine yakin jika dia bukanlah lokal, melainkan turis seperti dirinya.
"Yeah," jawab Nadine singkat.
"Wow! That's quite good option. I like that," balasnya ramah.
"Thanks."
Berhadapan dengan orang asing selalu membuat Nadine merasa kikuk. Bukan karena kurang bisa berinteraksi sosial atau menarik diri dari orang lain, hanya saja Nadine memang tidak begitu nyaman dengan perkenalan secara kebetulan seperti ini. Pikiran tentang kejahatan, penipuan, dan tindakan kriminal lainnya langsung memenuhi isi kepalanya sekarang.
"Indonesia?" tanya orang itu.
Nadine mengangguk sebagai jawaban.
"Ah, sama kalau gitu. Aku juga," balas orang itu sambil mengulurkan tangan dan tersenyum ramah. "Kenalin, Junolio, kamu bisa panggil dengan nama Juno."
Tatapan Nadine menunduk pada uluran tangan orang yang bernama Juno, lalu mengangkat pandangan untuk menatap Juno yang masih begitu ramah padanya. Dengan ragu, Nadine menerima uluran tangannya dan menjabat singkat.
"Nadine," ujarnya.
"Aku heran banget sama cewek yang namanya Nadine," celetuk Juno dengan kening berkerut tapi senyuman ramah masih melekat di wajahnya.
"Kenapa?" tanya Nadine bingung.
"Pasti cantik kayak namanya," jawab Juno yang sukses membuat wajah Nadine memanas.
Merasa tidak nyaman dengan keramahan Juno, Nadine merasa perlu segera mengundurkan diri dengan mencoba mencari alasan. Tapi belum sempat dilakukan, Juno mengeluarkan sesuatu dari tasnya, dan memperlihatkan kamera miliknya pada Nadine sambil tetap mempertahankan senyuman ramahnya.
Mata Nadine melebar saat melihat kamera yang ditunjukkan Juno, seolah pria itu ingin menyampaikan jika memiliki minat yang sama seperti dirinya.
"You got to be kidding me! Is that EOS 1D-X?" seru Nadine dengan ekspresi takjub.
Sudah pasti, Juno sangat ahli dalam bidang fotografi karena memiliki tipe kamera yang diperuntukkan bagi profesional. Memiliki hobi memotret, Nadine memiliki sedikit pengetahuan tentang jenis kamera dari yang biasa sampai tercanggih.
"Yes, kamu tahu juga soal jenis kamera?" ujar Juno kagum.
Nadine mengangguk. "Senggaknya nambah informasi buat diri sendiri," balas Nadine sumringah.
"Betul," sahut Juno sambil mengangguk. "Kamu suka motret?"
"Sekedar hobi," jawab Nadine.
"Food blogger?" tanyanya lagi.
Mata Nadine melebar senang ketika bisa mendengar pertanyaan yang sama sekali tidak pernah terlempar padanya. "Yes!"
Juno tertawa pelan. "Punya blog?"
"Punya."
"Namanya?"
"LookAlikeFoodism."
Mata Juno melebar dan terlihat terkejut, lalu kembali mengulum senyum yang terlihat menyenangkan. "Oh, that famous food blogger. It's been my honor to meet in person."
"Kamu tahu?" tanya Nadine dengan perasaan yang semakin senang.
"Siapa sih yang nggak tahu blog kamu? Follower-nya aja udah ratusan ribu," jawab Juno santai.
"Kamu sendiri? Food blogger? Professional photographer? Or?"
"Same like you. It's just a hobby."
"What?"
"Everybody needs a hobby, Pretty Girl."
"Punya blog atau web?"
"Familiar dengan AngleFreakDotCom?"
Nadine memekik kaget mendengar nama web yang disebut Juno barusan. Web itu sangat terkenal dengan hasil fotografi yang memiliki keindahan dan ketajaman gambar yang nyaris sempurna. Bahkan, tidak ada cela. Nadine dan teman hobinya selalu memuji hasil foto untuk setiap pembaruan yang ada pada web itu. Bertemu dengan Juno selaku empunya web itu adalah keberuntungan yang tidak pernah diduganya.
"Wow! Jadi... itu kamu?" ucap Nadine takjub.
Juno mengangguk sambil terus tersenyum. "Yes."
"Temen aku itu fans berat kamu," ujar Nadine spontan, dan teringat dengan Kathy, teman fotografi-nya.
"Kamunya nggak?" balas Juno dengan cengiran lebarnya dan membuat Nadine terkekeh.
"Ya iya lah. Siapa sih yang nggak bakalan suka sama hasil foto kamu. It's masterpiece!" jawab Nadine senang.
Juno tampak mengeluarkan ponsel dari saku celana dan menatap Nadine dengan penuh arti. "Bisa minta nomor kamu? Siapa tahu kita bisa ketemu pas di Jakarta buat foto bareng. Lumayan buat nambah ilmu dari yang punya food blogger."
Nadine memutar bola mata sambil mengeluarkan ponselnya. "Nggak usah merendah deh. Hasil foto kamu dibanding dengan foto aku tuh nggak ada apa-apanya."
Keduanya bertukar nomor telepon, mengobrol sebentar diiringi canda tawa, dan sama sekali tidak sadar jika sedaritadi, Adrian memperhatikan interaksi mereka dari kejauhan dengan tatapan menghunus tajam dan terkesan tidak suka.
"Kita lanjut di chat aja kalau mau tahu lebih lanjut soal lensa. Aku harus cabut karena masih ada rute," ucap Juno yang langsung diangguki kepala oleh Nadine.
"Have fun, Juno," balas Nadine ceria.
Juno tersenyum dan mengangkat tangan untuk mengusap kepala Nadine dengan spontan. "It's nice to meet you, Nadine. See ya."
Mengerjap pelan, Nadine memperhatikan kepergian Juno dengan sorot mata kagum dan senyuman yang terus mengembang di wajahnya. Mengenal seseorang yang memiliki hobi dan minat yang sama, terasa menyenangkan dan jarang didapatinya.
"Jadi, udah mulai bisa flirting sama stranger selain jadi aneh kayak gini? Bahkan sampai belai kepala segala," celetuk seseorang dari belakang yang membuat Nadine tersentak kaget, dan spontan menoleh untuk mendapati Adrian yang sudah berada di belakangnya.
"I-Ian..."
Tanpa mengucapkan apa-apa, Adrian segera menarik Nadine untuk menyingkir dari situ. Langkahnya begitu cepat hingga Nadine kewalahan untuk mengikutinya. Tidak mengerti dengan ekspresi kemarahan yang ditampilkan Adrian, yang jelas perasaan Nadine saat ini kembali menjadi sedih di saat sudah membaik seperti tadi.
"Masuk!" desis Adrian saat sudah membuka pintu mobil bagian belakang, dimana sudah ada Miranda dan Joel di dalam.
Nadine mendongak untuk menatap Adrian yang tampak tidak suka, dan begitu sengit padanya. Tidak ada senyuman atau keramahan yang seharusnya ditampilkan Adrian.
"Aku..."
"Masuk!" desis Adrian sambil melotot tajam.
"Hey! Hey! Nggak kayak gitu ngomong sama cewek!" tegur Christian yang sudah keluar dari sisi depan untuk menarik Adrian menjauh dari Nadine.
Christian melotot pada Adrian, lalu menoleh pada Nadine sambil memaksakan senyuman tipis. "Sorry, Adrian mungkin lagi capek. Kamu udah kelar jalan-jalannya?"
Nadine hanya sanggup mengangguk karena tidak berani membuka suara, lalu melirik pada Adrian yang hanya mendengus kesal.
"Kita mau lanjut. Masuk, yuk. Miranda sama Joel di dalem," ajak Christian ramah sambil mengarahkan Nadine untuk duduk di samping Joel yang sedang menatapnya.
Saat pintu mobil ditutup, Nadine bisa melihat jika Christian tampak berbicara dengan Adrian dalam ekspresi yang sama-sama tidak senang. Rasa bersalah dan menjadi pengganggu kembali menerpa dirinya melihat mereka berdua yang sepertinya sedang bertengkar.
"It's okay, Nad. Mereka udah biasa kayak gitu. Bukan Christian dan Adrian namanya kalau nggak berantem," celetuk Miranda yang membuat Nadine menoleh padanya.
Wanita itu tampak begitu tenang dan sedang sibuk menggeser layar iPad-nya tanpa peduli pada keduanya yang masih berada di luar mobil. Joel pun akhirnya kembali menekuni permainan lewat Nintendo-nya.
"Tapi, aku merasa bersalah," ucap Nadine jujur.
Miranda segera menoleh dan menatapnya dengan sorot mata tajam yang tak terbantahkan. "Bukan salah lu kalau ada orang yang nggak bisa sampein perasaannya dengan benar. Jadi, cuekin aja. Cowok kalau nggak bikin gaduh, yah cuma bisa ngadu."
Belum sempat Nadine membalas, Christian dan Adrian sudah memasuki mobil. Hal itu membuat Nadine mengurungkan niat untuk bertanya lebih lanjut dan menjadi lebih pendiam dari biasanya sambil menghindar dari Adrian di sisa hari itu.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Aku nggak main aman.
Aku janji nggak bakalan main aman untuk revisi cerita ini.
Catat ya! Catat! 😂
Duh, update terbaru Oppa, bener2 mencerminkan kemuliaan seorang anak sultan 💜
Hai Juno, apa kabar?
Keknya kamu cocok jadi impostor
di sini 🙃
26.02.21 (21.35 PM)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top