PART. 19 - LUNCH BREAK

Seharusnya update kemarin, tapi karena nggak sempet jadi baru sekarang.

Hai, apa kabar semuanya?
Aku berharap kamu baik2 saja.
Selamat membaca 💜



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Sambil memperhatikan Nadine yang tampak berkonsentrasi dengan laptopnya dan sedang berada di ruang kerjanya, Juno menatap Nadine sambil menyeruput latte. Selain mengagumi cara kerja wanita itu yang cepat dan praktis, entah kenapa Nadine tampak lebih menarik di setiap harinya.

Merasa diperhatikan, Nadine menghentikan aktifitas mengetiknya, lalu menoleh pada Juno dengan alis terangkat dan tatapan bertanya. Spontan, hal itu membuat Juno mengembangkan senyum karena Nadine begitu menggemaskan.

"Daritadi kamu liatin mulu, emangnya lagi nggak ada kerjaan?" tanya Nadine dengan alis terangkat.

Juno meringis pelan, lalu tersenyum lebih lebar dari sebelumnya. "Risih, yah?"

Nadine mengangguk tanpa ragu dan menunjuk dokumen yang sedang dikerjakannya. "Ini urgent banget loh, dan kamu masih sempet-sempetnya ngopi sambil liatin orang."

"Wajahnya kamu mengalihkan perhatian banget soalnya," balas Juno sambil tertawa dan spontan membuat Nadine berdecak keras.

Tidak mengerti dengan Juno yang sepertinya mencari perhatian, juga Adrian yang terus memberi peringatan untuk tidak terlalu dekat dengan pria itu, membuat Nadine merasa heran dengan hubungan keduanya yang seperti saling kenal dan memiliki kesan yang tidak menyenangkan.

"Boleh aku tanya sesuatu?" tanya Nadine kemudian.

Juno mengangguk mantap.

"Kamu kenal Ian sebelum aku dijemput sama dia kemarin?" tanya Nadine yang membuat senyum di Juno melenyap seketika.

Tidak ada balasan, hanya ekspresi tidak suka yang terlihat dan Juno kembali menyeruput kopinya dalam diam. Hal itu membuat Nadine menarik kesimpulan jika keduanya memang sudah kenal dan memiliki kesan yang sangat buruk satu sama lain.

"Jadi kamu memang kenal Ian," tambah Nadine sebagai jawaban untuk pertanyaannya sendiri.

Juno meletakkan cangkirnya dan menatap Nadine tajam. "Sejak kapan kamu pacaran sama dia?"

"Bukan urusan kamu," jawab Nadine langsung.

"Sejak masih di Seoul waktu itu dan..."

"Bukan urusan kamu," sela Nadine tegas.

Juno memberi senyum setengah yang menyebalkan sambil bersidekap dengan santai. "Kalau begitu sama, jawaban untuk pertanyaan kamu adalah bukan urusan kamu."

Ekspresi datar diberikan Nadine sebagai respon dari balasan Juno yang membuat pikirannya berputar tentang berbagai kemungkinan. Rasanya membingungkan jika Juno dan Adrian sudah saling mengenal namun tidak adanya koneksi selain ayahnya sendiri. Tapi Nadine yakin jika Adrian sangat jarang mendatangi kantor advokat ayahnya mengingat kesibukan keduanya.

"Juno," panggil Nadine yang membuat Juno mengangkat satu alisnya seolah bertanya kenapa.

"Apapun yang terjadi sama kamu dan Ian, aku yakin itu cuma sekedar salah paham. Ian adalah orang yang sangat baik dan peduli, begitu juga dengan kamu yang adalah orang baik," ujar Nadine dengan pelan namun tegas.

Juno tertawa pelan dan menatap Nadine geli seolah apa yang dikatakannya barusan sangatlah lucu.

"Apa yang lucu?" tanya Nadine bingung.

"Kamu yang lucu," jawab Juno langsung.

"Aku serius," balas Nadine dengan nada tidak terima.

"Karena itulah kamu lucu," sahut Juno tanpa ragu. "Kamu itu smart, tapi terlalu naif. Dunia ini nggak sebaik yang kamu pikirkan dan kamu harapkan, Nadine."

"Bukan berarti nggak ada kemungkinan," ucap Nadine tegas.

"Kemungkinan seperti apa? Seperti yang kamu bilang tadi? Salah paham? Semua orang adalah baik?" balas Juno dengan ekspresi mengejek.

Nadine terdiam. Merasa jika sikap Juno yang seperti itu membuatnya merasa tidak nyaman. Demikian juga dengan Adrian yang memiliki sikap dingin yang sama setiap kali membahas satu sama lain.

Mungkin benar apa yang dikatakan Juno jika dirinya terlalu naif. Sangat naif malah, pikir Nadine pahit. Namun begitu, Nadine yakin jika sesuatu yang dilakukan dengan niat baik, maka akan kembali dengan hal yang baik meski kecil kemungkinannya. Yeah, kemungkinan kecil bukan berarti tidak sama sekali, pikirnya lagi.

"Hanya karena kita nggak punya pemikiran yang sama, bukan berarti kamu berhak menghakimi orang lain. Bukankah kita diajarkan untuk bersikap netral dan menjadi penengah meski sudah tahu mana yang benar dan salah?" ucap Nadine yang membuat ekspresi mengejek Juno lenyap.

Keduanya saling bertatapan dalam diam selama beberapa saat, seolah saling melempar pendirian yang sama kokoh dan tidak terbantahkan. Sampai akhirnya, Juno menghela napas dan menggeleng pelan.

"At least, you have that point," gumam Juno pelan.

Nadine mengangguk dan merasa tidak tertarik lagi dengan melanjutkan sisa pekerjaannya. Lagi pula, saat ini sudah jam makan siang.

"Aku baru jalan sama Ian selama sebulan ini," cerita Nadine tiba-tiba.

Ucapannya berhasil menarik perhatian Juno untuk menatapnya serius seolah menyimak. Setidaknya, dimulai dari Nadine yang berusaha menjawab pertanyaannya, dan berharap agar Juno mau menjawab pertanyaannya juga.

"Waktu masih di Seoul?" tanya Juno dan Nadine mengangguk.

"Kalian udah kenal lama?" tanya Juno lagi.

"Since I was born. He's my crush and always be," jawab Nadine sambil tersenyum hangat mengingat momen dirinya begitu mengidolakan Adrian sejak kecil hingga sekarang.

Juno memutar bola mata sambil bergumam pelan. "Beruntung banget tuh monyet!"

Nadine mengerutkan kening sambil menatap Juno bingung. "Kamu sama Ian tuh kenapa sih?"

"Tanya sendiri aja sama cowok kamu, kenapa harus tanya sama aku?" balas Juno ketus.

"Dia nggak mau ngomong," sahut Nadine.

Juno tertawa pelan. 'Terus kamu berharap aku bakalan jawab pertanyaan kamu dengan kasih info berapa lama kamu pacaran sama dia, gitu?"

Nadine sangat tahu jika tidak bisa menjebak Juno dengan niatnya seperti barusan, tapi setidaknya, dia sudah berusaha. Tidak membalas, hanya menatap Juno, karena Nadine tidak tahu harus membalas apa padanya.

"Aku nggak bisa kasih jawaban konkret soal apa yang terjadi sama kami karena kami nggak kenal. Literally, kami benar-benar nggak kenal," ucap Juno kemudian.

"It's okay," balas Nadine pelan.

"Tapi aku bisa kasih alasan utama kenapa dia nggak suka sama aku, dan sebaliknya," lanjut Juno yang membuat mata Nadine melebar antusias.

"Apa?"

Juno menyunggingkan senyum lebar sambil menopang dagu. "Alasan dia nggak suka sama aku karena kita dekat kayak gini. Dan alasan aku nggak suka sama dia karena kamu jadi pacarnya dan aku kurang cepet."

Sedetik. Dua detik. Tiga detik. Deg!

Entah kenapa Nadine merasa berkeringat karena hawa panas yang mulai menjalar padahal pendingin udara di ruangan itu tidak bermasalah. Tapi barusan berbeda. Ucapan yang disampaikan Juno terlalu serius untuk dianggap bercanda sehingga membuat Nadine tidak tahu harus membalas apa selain terdiam.

"Kenapa diam? Nggak ada pertanyaan selain kenapa?" tanya Juno yang masih tersenyum.

"Aku bingung," jawab Nadine pelan sambil menundukkan kepala, berusaha menolak untuk menatap Juno lebih lama karena debaran jantung yang bergemuruh.

"Nggak perlu bingung, karena kamu lagi kaget. Nanti kalau udah nggak kaget, ya biasa aja. Kita udah sama-sama dewasa dan nggak ada yang perlu dipermasalahkan. Kalau ada yang mau mempermasalahkan, itu berarti childish," ujar Juno dengan nada menyindir.

Nadine mengangkat tatapan dan merasa jika Juno menyindir Adrian yang bersikap dingin padanya. Baginya, Adrian bersikap seperti itu pada Juno bukan karena cemburu, tapi ada hal lain yang tidak disukainya.

"Dia nggak cemburuan," ujar Nadine.

"Dan kamu merasa diperebutkan?" tembak Juno geli dan sukses membuat wajah Nadine memanas.

"Ya nggak gitu," sahut Nadine cemberut dan Juno langsung tergelak.

Tidak ingin melanjutkan pembahasan yang sepertinya akan semakin konyol, Nadine beranjak dari kursi untuk mengambil bekal makan siangnya karena saat ini sudah jam makan.

"Mau kemana?" tanya Juno saat Nadine melewatinya.

Nadine menoleh tanpa menghentikan langkah. "Lunch."

Juno menoleh pada jam dinding yang ada di ruangan kerja sambil beranjak dan menyusul Nadine yang keluar ruangan untuk menuju kubikelnya.

Mengambil tas bekal yang selalu dibawanya setiap hari, Nadine mengambil duduk di kursi sambil membuka tas untuk mengeluarkan bekalnya.

"Selalu tepat waktu," komentar Juno sambil bersandar malas di dinding dan menyilangkan tangan. '"Sarapan selalu di rumah, tiap jam 10 bakalan makan pisang atau pepaya, lalu jam 12 makan bekal yang isiannya rebus-rebusan dan nasi merah. Nanti jam tiga, kamu pasti makan oatmeal."

Nadine mengangguk. "Aku takut laper."

"Emangnya laper banget kalau telat setengah jam gitu?" tanya Juno sambil menarik sebuah kursi dan duduk untuk melihat ritual makan siang Nadine dengan tatapan menilai.

"Kalau laper, perutku pasti nggak enak. Dan kalau udah nggak enak, tandanya udah mulai sakit dan aku nggak mau sampai sakit," jawab Nadine sambil membuka kotak bekalnya dan melihat ada sepotong ikan salmon yang dikukus sempurna, juga wortel dan brokoli rebus, serta kentang tumbuk sebagai sumber karbohidratnya.

"Maksud kamu itu masuk angin?" tanya Juno yang membuat Nadine menoleh dan mendapati pria itu tampak melihat bekalnya dengan ekspresi meringis.

"Iya," jawab Nadine sambil tersenyum lalu kembali pada bekalnya.

"Astaga, Nadine, kamu kayak anak kecil aja. Kamu itu udah dewasa dan nggak bakalan masuk angin," ucap Juno sambil menggeleng pelan.

"Aku udah jalanin hidup sehat dari dulu, jadinya udah kebiasaan," tukas Nadine sambil memotong ikan dengan sendok, lalu menyuapi dirinya.

Menjalani hidup sehat bukan hal mudah tapi bukan berarti tidak bisa dilatih. Selama konsisten, maka hal itu sudah menjadi kebiasaan dan berubah menjadi gaya hidup. Mengingat betapa kotor atau bahaya dalam pengolahan makanan di zaman ini, Nadine lebih memilih untuk membawa makanan sendiri demi kesehatan tubuhnya yang lemah.

"Terus kamu nggak pernah jajan gitu?" tanya Juno lagi.

"Ya jajan lah. Aku suka es krim, tapi weekend makannya," jawab Nadine dengan mulut penuh.

"Kamu itu lagi diet? Nggak usah diet lah, badannya udah oke banget kok."

"Bukan diet, tapi hidup sehat. Kamu tuh yang harus jaga makan. Tiap kali makan siang, kalau nggak nasi padang, ya soto betawi. Kadang kamu nggak makan juga, dan sekalinya makan malah KFC atau nasi uduk sampe tiga porsi. Itu nggak sehat banget!"

"Namanya juga anak perantauan, jomblo pula, nggak ada yang urusin."

"Buat diri sendiri masa harus orang yang urusin sih? Ya urus sendiri lah."

"Nggak bisa masak."

"Bisa pesen katering bulanan."

"Nggak enak, micinnya kurang banyak."

"Kebanyakan micin itu bikin bego."

"Kata siapa? Yang bikin bego itu adalah malas belajar dan nggak mau berusaha."

Nadine menghela napas sambil menatap Juno malas. Pria itu terkekeh geli sambil bertopang dagu dengan tatapan innocent yang dibuat-buat. "Jangan seriusan gitu, nanti cepet tua."

"Abisnya kamu bercanda terus," sahut Nadine ketus.

"Abisnya kalau kamu cemberut, itu mukanya lucu banget."

Tidak ingin menanggapi Juno lagi, Nadine tetap khusyuk untuk menikmati makan siangnya dan membiarkan Juno melakukan apapun disana. Sudah menjadi hal biasa di setiap jam makan siang. Nadine akan menikmati makan siang di kubikel-nya, dan Juno menemaninya dengan mengobrol apa saja. Jika Nadine selesai, maka gilirannya untuk menemani Juno makan siang di kantin atau restoran terdekat di kantornya.

"Aku nggak kenal Ian, tapi aku tahu siapa dia dan teman-temannya," ucap Juno yang membuat Nadine langsung menoleh kaget melihatnya.

Juno tersenyum hambar saat Nadine menatapnya tanpa bersuara.

"Aku nggak ada masalah sama mereka, really," lanjut Juno serius. "Tapi aku cuma nggak suka caranya waktu pertama kali ngeliat mereka. Terus, rasa nggak suka aku bertambah saat aku tahu kamu pacaran sama salah satu dari mereka."

"He's not that bad," gumam Nadine pelan.

"Buat kamu, mungkin iya. Tapi nggak buat orang lain. Dalam hidup, ada pro dan kontra. Baik dan buruk. Menerima atau menolak. Selalu ada dua sisi yang bersebrangan, Nadine," sahut Juno cepat.

"Emangnya apa yang mereka lakuin sampai kamu nggak suka sama mereka?" tanya Nadine ingin tahu.

Juno menghela napas, lalu mengangkat bahu. "It's a long story. Aku nggak minat buat cerita tapi aku bisa kasih teaser singkat. Adrian dan teman-temannya ada masalah dengan salah satu sepupu aku. Ya nggak deket sih, tapi nggak jauh juga hubungan sodaranya karena aku sama Ethan hampir nggak pernah ketemu sejak SMA."

"Ethan?" tanya Nadine dengan ekspresi yang semakin bingung.

"Mereka sempat keroyokan mukul Ethan sampai koma," jawab Juno yang membuat Nadine tersentak kaget dan membekap mulutnya sendiri untuk tidak berseru.

Ada rasa tidak percaya dari cerita Juno karena dia sangat yakin jika Adrian bukan orang yang bisa melakukan kekerasan pada orang lain. Apalagi sampai separah itu.

"Ethan memang salah, tapi mereka bisa lakuin sesuatu tanpa harus main kasar kayak gitu. Lucunya, waktu itu mereka cuma dapet hukuman yang nggak fair," tambah Juno.

"Hukuman seperti apa?" tanya Nadine.

"Kamu mau tahu?" tanya Juno balik.

"Iya," jawab Nadine sambil mengangguk.

"Putusin cowok kamu dulu, lalu jadian sama aku. I will tell you the rest of the story," ujar Juno santai, lalu tergelak saat Nadine melempar pulpen yang langsung ditangkap olehnya.

Tidak ingin melanjutkan karena Juno sudah pasti akan mengerjainya terus-terusan, Nadine menutup bekal yang masih tersisa sedikit karena sudah tidak minat untuk melanjutkan. Meneguk air dari tumbler-nya, Nadine segera beranjak dan menatap Juno dengan masam.

"Mau makan dimana hari ini?" tanya Nadine ketus.

"Ih, kok judes? Kalau judes gitu, nggak usah temenin. Aku nggak usah makan," jawab Juno sambil terkekeh dan beranjak dari kursinya.

"Nggak usah rese," sewot Nadine. "Mendingan kamu makan sekarang daripada nanti pas udah ribet kerjaan baru ngomong laper. Kebuang lagi waktunya."

"Aku nggak suka buang waktu, tapi kalau buang waktunya sama kamu kok bisa ya?" balas Juno yang semakin membuat Nadine meradang.

"Makin ngaco, aku beneran nggak mau temenin makan!"

Juno berdecak pelan. 'Iya, iya, judes banget sih jadi cewek. Makan di resto sebrang aja, ada yang baru buka, aku mau cobain."

"Oke, kita kesana sekarang."

"Siap, Mbabro."



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Nulis scene ini agak nggak enak sama Claire dan Ian. 🤣

Tapi mereka gemesin banget gimana dong? Emang keliatan banget akutu kalau lebih suka sama siapa.
So sorry, Adrian. 🙃



11.02.22 (21.55 PM)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top