PART 15 - RESEARCH

Happy new year, Genks.

Mudah2an aku balik rajin update di tahun yang baru ini ya.

Happy reading. 💜


🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷

Adrian membaca laporan dari hasil investigasi yang dilakukan oleh orang pilihannya, Go Rae Won, untuk menyelidiki ASAN Medical Centre, dimana dirinya sempat dirawat di sana. Cukup lama Adrian mengamati laporan itu, bahkan sampai membolak-balik halaman, yang semakin dibaca, maka semakin merasa tidak valid.

"Apa hanya ini yang bisa kau dapat dari sana?" tanya Adrian dalam bahasa korea sambil mengangkat tatapan untuk menatap Rae-Won.

Rae-Won mengangguk. "Anda mengalami pendarahan cukup parah, juga mengalami koma. Tulang Anda patah di beberapa bagian, gegar otak, dan karena itulah Anda melupakan memori pendek dalam kejadian seminggu terakhir waktu itu."

"Apa kau sudah memastikan tentang adanya pasien yang bernama Nadine Natasha?" tanya Adrian langsung.

"Negative, Sir," jawab Rae-Won.

"Disini tidak ditemukan catatan valid tentang diagnosa. Apa mungkin diriku mengalami koma selama satu bulan hanya karena pendarahan abnormal dan gegar otak ringan?" tanya Adrian lagi sambil mengangkat hasil laporan itu.

"Untuk sementara, laporan itu yang bisa kudapatkan. Aku akan terus melakukan pencarian," jawab Rae-Won mantap.

Adrian terdiam sejenak, berpikir selama beberapa saat, lalu menatap Rae-Won tajam. "Buat janji temu dengan dokter yang merawatku waktu itu. Pastikan untuk tidak terlihat oleh siapapun tentang hal ini."

Rae-Won mengangguk mantap. "Baik."

"Apa ada hal lain yang ingin kau sampaikan?" tanya Adrian dengan nada lelah.

"Ada," jawab Rae-Won. "Ini mengenai pria yang kau minta waktu itu."

Segera menegakkan tubuh, Adrian menatap Rae-Won dengan seksama. "Kau sudah mendapatkan informasi tentang pria itu?"

Rae-Won mengangguk. "Memiliki nama lengkap Junolio Mananta, orangtuanya memiliki perusahaan developer terkemuka di Surabaya."

Mata Adrian melebar kaget. "Alwin Mananta?"

"Ya, itu adalah ayah dari Junolio," jawab Rae-Won sambil mengangguk lagi. "Meski begitu, dia tidak meneruskan perusahaan ayahnya, dan memilih untuk menjadi seorang pengacara."

"Pengacara?" tanya Adrian yang semakin tidak menyukai informasi yang didapatkannya hari ini.

"Ya, dan saat ini, dia menjadi salah satu pengacara junior di kantor advokat Gordon Wirawan."

Shit! Adrian mendengus dan spontan menggebrak meja untuk melampiaskan kekesalan yang sedaritadi tertahan. Sama sekali tidak menyukai kenyataan bahwa Nadine akan bertemu dengan pria sialan itu karena Nadine akan menjalani intern-nya di kantor ayahnya sendiri.

"Apa kau yakin itu tidak salah?" tanya Adrian sambil mendelik tajam.

Rae-Won mengangguk tanpa ekspresi, namun dalam sikap waspada. "Sangat yakin, dan tidak salah."

"Bukankah dia adalah seorang fotografer?" tanya Adrian lagi.

"Hobi lama yang sudah menjadi kebiasaan. Dalam setahun sebanyak dua kali, pria itu akan mengambil cuti untuk berlibur, dan baru kembali aktif bekerja sekitar dua minggu lalu setelah berlibur di Korea," jawab Rae-Won.

Adrian menggertakkan gigi dan semakin tidak menyukai apa yang akan terjadi kedepannya. Meski demikian, dia mempercayai Nadine yang mampu menjaga dirinya sendiri, dan lebih berfokus pada urusan internal yang masih menjadi tanda tanya besar baginya.

"Terus lakukan pemantauan terhadap orang itu," ucap Adrian kemudian. "Pastikan agar dia tidak menjadi ancaman untuk Nadine."

"Baik, Sajangnim," balas Rae-Won.

"Apakah ada lagi yang ingin kau sampaikan?" tanya Adrian.

"Laporanku sudah selesai," jawab Rae-Won. "Aku harus menyingkir dari sini sebelum rombongan Master Kim tiba."

"Jangan sampai terlihat Yoo-Jin, karena dia sangat cerdik. Keloyalannya hanya pada ayahku saja, tidak padaku, atau yang lainnya. Jadi, berhati-hatilah," pesan Adrian dan setelahnya Rae-Won pun mengundurkan diri.

Di dalam ruangannya, Adrian terdiam dan termenung. Sejak kembalinya Nadine, pikirannya begitu penuh, juga merasa terusik meski sudah memiliki wanita itu sebagai kekasih. Berdecak pelan, Adrian merasa tindakannya untuk menjadikan Nadine sebagai kekasih terlalu cepat, bahkan sangat tidak beralasan.

Dalam hatinya, pertanyaan tentang apakah dia mencintai Nadine masih terus berputar di kepala. Dia menyayangi Nadine, itu tidak diragukan, tapi cinta? Heck. Adrian kembali merasa bahwa tindakan itu adalah kesalahan. Sudah pasti, hal ini akan menjadi perbincangan para orangtua, dan dirinya diragukan oleh kedua belah pihak. Dia sangat yakin akan ada masalah setelah para ayah mengetahui hubungannya dengan Nadine.

Drrttt... drrrtttt...

Getaran ponsel membuyarkan pikiran dan mengalihkan perhatiannya untuk segera meraih ponsel yang ada di atas meja. Tampak Nadine yang menelepon di sana. Melirik jam tangan, seharusnya Nadine memberi kabar tentang dirinya yang sudah mendarat sejak dua jam yang lalu.

"Halo," ucap Adrian.

"Annyeong, Ian! Aku udah landing dari jam 4 sore, tapi karena hape lowbat, terus aku ribet urus imigrasi dan bagasi, jadinya aku baru sempet sekarang deh," cerocos Nadine dengan nada ceria seperti biasanya.

"Kamu udah di rumah?" tanya Adrian sambil memasuki sebuah folder dengan mengarahkan kursor, dan mengangkat satu alis melihat apa yang tampak dari layar laptopnya.

"Belum, aku masih di jalan," jawab Nadine cepat.

"Di jalan? Kenapa kamu bisa di jalan ke arah lain, tapi koper ke arah rumah?" tanya Adrian lagi.

"Kok kamu tahu kalau koper aku dibawa pulang, terus akunya nggak pulang?" tanya Nadine dengan nada heran.

Shit, maki Adrian dalam hati.

"Feeling aja," balas Adrian santai. "Soalnya kamu pasti diajak kabur sama mereka."

Nadine terkekeh. "Kak Tian ajakin aku makan seafood deket rumahnya kak Wayne, katanya enak dan aku harus coba."

"Nanti kamu dianter pulang?"

"Nanti Kak Tian bakalan anter pulang kok."

Adrian memutar bola mata saat mendengar seruan Christian yang terdengar dari sana. 'Gue culik cewek lu ke rumah buat jadi bini muda, Dri!'

"Kak Tian cuma bercanda, yah," ujar Nadine sambil tergelak.

"Be well right there, Nadine," tukas Adrian kemudian.

"Yes, Sir!" seru Nadine cepat. "Udah dulu, yah. Nanti aku kabarin lagi."

"Okay, have fun," ucap Adrian.

"I love you, Ian. God bless you," ujar Nadine ceria, lalu telepon pun diputuskan.

Adrian tersenyum hambar sambil menatap layar pada laptop, lalu segera keluar dari folder itu ketika mendengar ketukan pintu ruangan, dan asisten pribadi muncul untuk memberitahukan jika ayahnya sudah tiba.

"Bukankah rapat akan dimulai setengah jam lagi?" tanya Adrian untuk memastikan.

"Benar, Sajangnim, tapi Master Kim datang lebih awal untuk bertemu dengan Anda," jawab asistennya.

Mendengus pelan, Adrian segera beranjak dari kursi untuk segera menuju ke ruang kerja ayahnya yang berada di satu lantai diatas lantai ruangannya. Tampak Yoo-Jin, orang kepercayaan ayahnya, berdiri tepat di depan ruangan ayahnya. Dia memberi anggukan kepala sebagai salam hormat, lalu membukakan pintu untuk Adrian.

Saat Adrian memasuki ruangan itu, tampak ayahnya, Raymond Kim, sedang duduk di kursi kebesarannya sambil menatap kedatangannya dengan ekspresi datar. Oleh karena kesibukan, keduanya begitu jarang untuk bertemu satu sama lain.

"Abeoji," panggil Adrian sambil membungkuk sebagai salam, lalu berhenti tepat di depan kursi kosong yang ada di depan meja, tanpa memiliki keinginan untuk duduk di sana.

"Kudengar, kau berhubungan dengan Nadine-ssi sekarang," ucap Raymond dengan lugas.

"Kurasa Abeoji tidak perlu bertanya jika sudah mengetahui hal itu," balas Adrian datar.

"Perlu kuingatkan bahwa apa yang kau rencanakan sama sekali tidak berguna. Jadi lupakan hal itu karena akan menjadi sia-sia," sahut Raymond dengan satu alis terangkat.

"Jika tidak berguna, kenapa Abeoji begitu repot untuk memanggilku dan mengingatkanku saat ini?"

"Karena aku tidak ingin kau menyakiti anak itu."

"Atas dasar apa aku akan menyakitinya?"

"Dan atas dasar apa kau ingin memilikinya?"

"Kau tahu jelas jika kami selalu bersama sejak kecil."

"Bukan berarti kau menginginkannya sebagai kekasih. Aku yakin betul kau..."

"Aku hanya ingin memastikan agar dia tidak pergi seperti dulu," sela Adrian tajam. "Dia pergi tanpa kabar dan hanya aku yang tidak tahu."

"Dan kau kira aku tahu?" balas Raymond.

"Untuk seseorang yang maha tahu, juga memiliki kendali besar sepertimu, rasanya itu bukan pertanyaan, Abeoji," tukas Adrian masam.

"Nadine-ssi sudah kembali, apalagi yang dipermasalahkan di sini?" tanya Raymond sinis.

"Tentu saja ada, karena kalian menyembunyikan sesuatu dariku," jawab Adrian tegas.

"Lalu?"

"Dan aku tidak suka!"

"Kau tidak menyukai Nadine-ssi yang sudah kembali?"

"Abeoji!" desis Adrian tidak sabar. "I don't want to play games with you."

"Neither do I," sahut Raymond santai, namun ekspresinya mengeras.

Menggertakkan gigi, Adrian membuang muka ke jendela dengan ekspresi tidak senang. Dalam hatinya, Adrian sudah bertekad untuk mencari tahu dan akan membuat perhitungan.

"Dengarkan aku, Nak," suara Raymond membuat Adrian mendelik tajam padanya, tampak semakin tidak senang untuk ucapan yang selanjutnya akan dikeluarkan.

"Nadine-ssi sudah kembali, dan dia tidak akan pergi. Dia akan bekerja pada ayahnya, menjadi pengacara yang hebat, juga menjalani kehidupannya di Jakarta. Kenapa kau tidak menikmati momen kebersamaan ini seperti waktu dulu? Aku yakin jika anak itu sudah menjelaskan apa yang menjadi alasannya," lanjut Raymond yang membuat Adrian mendengus pelan.

"Kenapa kau begitu yakin? Apa kalian sudah merencanakan hal ini? Mmebuatnya kembali dan membuatku bingung dengan semua perubahan yang terjadi?" tuduh Adrian dingin.

"Kupikir kau sangat mengenalinya, dan tidak akan pernah meragukan anak itu," balas Raymond kalem.

Mata Adrian memicing tajam, semakin tidak senang dengan balasan Raymond yang terkesan meremehkan ucapannya.

"And one thing, Son. You won't get anything," tambah Raymond tanpa ekspresi.

"You don't know me," sahut Adrian.

"I do know you."

"Katakan padaku, apa alasannya kau mengatakan hal seperti itu?"

Raymond menatapnya dengan seksama, lalu memberi senyuman hambar padanya. "Karena kau belum siap. Dalam hal apapun. Menjalani sesuatu dengan emosi tidak akan memberi hasil yang baik, tapi justru akan membuat segalanya menjadi kacau."

Adrian tidak memberi balasan untuk ucapan ayahnya. Dia tidak ingin mengaku kalah, namun dia tahu jika menantang ayahnya adalah langkah yang salah. Sudah menahan diri sejak tiba di ruangan itu, Adrian tidak mampu untuk menahan lebih lama, dan memilih untuk mengundurkan diri tanpa mengucapkan apapun.

Mengabaikan Yoo-Jin, Adrian keluar dari ruangan itu. Pintu lift terbuka, Adrian hendak masuk namun seseorang yang muncul dari dalam lift menghentikan langkahnya.

"Hyeong," seru Adrian kaget, lalu segera memeluk pria itu.

"Dasar adik brengsek!" maki orang itu sambil melepas pelukan, lalu menoyor kepala Adrian dengan gemas.

Adrian tertawa dan membungkuk memberi hormat. Sudah hampir tiga bulan, dirinya tidak bertemu dengan kakak tertuanya, Kim Hyuk-Shin.

"Kau sangat sibuk, dan aku juga sibuk, jadi bagian mananya diriku menjadi brengsek?" tanya Adrian santai.

"Setidaknya kunjungi tiga keponakan sialanmu di rumah," jawab Hyuk-Shin ketus.

"Baiklah, aku akan memberi kunjungan pada mereka," balas Adrian santai.

"Aku ragu jika mereka masih mengenali samchon-nya," ejek Hyuk-Shin.

"Tentu saja, karena aku adalah samchon favorit mereka," tukas Adrian.

Hyuk-Shin tersenyum sambil menggeleng, lalu melirik ke koridor yang menuju ke ruangan ayahnya, dan kembali menatap Adrian dengan seksama.

"Ada apa dengan Abeoji? Apa kau membuat masalah?" tanya Hyuk-Shin kemudian.

"Kurasa kau sudah tahu tentang apapun yang terjadi," jawab Adrian.

Hyuk-Shin mengangkat bahu, tampak tidak tertarik dengan jawaban Adrian. "Abeoji memang seperti itu, dan kita semua tahu jika apa yang dilakukan memang tidak terbantahkan."

"Hanya seperti itu masukan yang bisa kau berikan padaku?" sahut Adrian dengan nada tidak percaya.

"Itu bukan masukan," elak Hyuk-Shin. "Tapi mengingatkanmu. Lagipula, Nadine-ssi kembali dan kalian sudah bersama. Tidak ada yang perlu dipermasalahkan, bukan? Yang menjadi masalah di sini adalah kau sebagai adik sama sekali tidak memahami kakakmu yang sudah tua dalam menghadapi kenakalan remaja pada trio anak sialan di rumah."

"Apa yang terjadi pada mereka? Mereka adalah anak-anak yang luar biasa. Maklumi saja karena masih remaja. Jika sudah dewasa, mereka akan berpikir justru kau yang menjadi biang masalah," tukas Adrian yang membuat Hyuk-Shin berdecak tidak suka.

"Kau sangat tidak tahu..."

Seperti biasa, berbagai macam keluhan akan dilontarkan kakak tertuanya dan Adrian dengan sabar mendengarkan sambil tertawa geli. Mengabaikan rapat yang akan dimulai, juga kakaknya yang mengurungkan niat untuk menuju ke ruangan ayahnya, keduanya asik mengobrol dan memutuskan untuk menikmati makan malam di resto terdekat.



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷

Kim Hyun mana Kim Hyun? 🤣
Kangen juga sama Hyun dan Ashley.

Dukanya nulis series tuh, aku kudu ubek2 naskah series lain untuk inget nama2 tokoh sendiri 🙃

Gimana? Revisi kali ini mayan segeran lah yah karena ada tambahan hehe.

Semoga senyum manis Adrian membuatmu lebih semangat. 💜


01.01.22 (23.32 PM)

P.S. Jangan lupa pre order untuk buku Jerome.
Kali aja ada yang lupa. 🙃


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top