Part 3 - Dirty chemistry at the first sight
Wayne mengusap wajah dengan gusar, setelah berpikir cukup lama, lalu mendesah pelan. Dia kembali meraih gelas dan meneguk beer dengan cepat, menandaskan hingga kosong. Kemudian, dia mengisi gelasnya sampai penuh, dan kembali meneguknya dengan ritme yang sama.
"Easy, Dude! What the hell happened?!" seru Christian kaget, sambil merebut gelas Wayne yang sudah kembali kosong.
Wayne berdecak sinis menatap Christian sambil mengusap bibirnya dengan punggung tangan. Dia membutuhkan minuman karena pikirannya buntu dengan daya kerja otak yang melamban. Damn! Sudah hampir seminggu, Wayne tidak menemukan jalan keluar untuk tantangan yang diberikan Warren padanya. Haruskah dia benar-benar mencari seorang wanita sekarang? For Godsake, Wayne merasa terlalu muda untuk memutuskan menikah.
Cheating off day, adalah hari wajib untuknya berkumpul bersama tiga sahabat di sebuah kafe langganan, di setiap hari Jumat. Tapi karena Wayne sedang tidak mood untuk meminum kopi, dia membutuhkan tempat yang bisa mengusir kepenatannya, dan meminta mereka untuk bertemu di sebuah Bar yang ada di salah satu Mall besar di Jakarta.
"Cerita aja kalau ada masalah, Wayne. Kebutuhan minum lu nggak kayak biasanya," celetuk Adrian dengan ekspresi heran.
Di sebuah meja persegi dengan empat buah kursi, Wayne duduk bersama dengan tiga sahabat yang sudah dikenalinya dengan sangat baik. Meski memiliki hubungan pertemanan layaknya saudara, tapi ada satu ketentuan yang ditetapkan mereka, yaitu tidak mencampuri urusan pribadi masing-masing, kecuali jika yang bersangkutan bercerita.
Pria yang duduk di hadapannya adalah Nathan, sahabat sejak SMU dan yang akan segera menjadi calon adik iparnya. Damn! Melihat wajah pria dingin itu, membuat Wayne mendengus tidak suka. Seharusnya, Wayne menyalahkan semua kejadian ini padanya. Semua karena keputusan konyolnya untuk melamar Lea, adiknya.
Di samping Nathan, adalah Adrian, sahabat sekaligus juniornya ketika mereka sama-sama berkuliah di Oxford. Dia adalah yang termuda dan memiliki kesan wajah yang unik, hasil campuran dari ayahnya yang berasal dari Korea dan ibunya yang berasal dari Surabaya.
Kemudian, yang duduk di sampingnya adalah Christian. Sahabat yang memiliki kebrengsekan paling absolute di antara mereka berempat. Womanizer. Sang penjahat wanita. Memiliki sebuah perusahaan yang bergerak dalam dunia showbiz, membuat pergaulannya begitu bebas. Dia selalu menggauli sederet artis atau model asuhan perusahaannya, dan memiliki jadwal tertentu untuk kebersamaan.
"Kenapa, Wayne? Daritadi lu liatin gue terus, kayak mau makan gue!" tembak Nathan dengan tatapan tidak suka.
"Bukan main, Than! Rasanya gue pengen ngunyah lu hidup-hidup!" desis Wayne geram.
Semua memberikan ekspresi bingung, karena tidak biasanya, Wayne mengalami hari yang buruk dan terlihat begitu emosi saat ini.
"Bisa dijelasin ke gue, apa masalahnya sampe lu kayak gitu ke gue?" tanya Nathan dengan alis terangkat setengah.
"Semua gara-gara lu yang ngelamar Lea!" jawab Wayne nyolot.
Nathan mengerjap kaget, yang lainnya pun begitu.
"Easy, Wayne," tukas Christian sambil merangkul bahu Wayne. "Santai bentar, jangan ngegas dulu. Bisa lu jelasin pelan-pelan apa maksudnya? Yang kita tahu, lamaran Nathan diterima sama keluarga lu, dan lu pun setuju-setuju aja. Apa lu berubah pikiran?"
Wayne mendengus sambil bersandar pasrah di kursi. "Ini bukan soal restu, tapi dampaknya!"
"Dampak? Maksudnya?" Adrian bertanya dengan ekspresi kebingungan.
Bukannya menjawab, Wayne kembali meraih pitcher dan mengisi beer pada gelasnya yang kosong. Dia kembali meneguk beer itu sampai habis, seolah itu bisa membuatnya berharap bahwa situasi saat ini, hanya omong kosong belaka.
"Ngomong yang bener, Wayne!" tegur Nathan dengan suara dingin. "Stop minum, atau gue akan pukul kepala lu pake pitcher itu!"
Adrian tersentak dan langsung memanggil pelayan untuk segera membereskan pitcher dan gelas kosong yang ada di meja mereka. Di antara semuanya, hanya Adrian yang memiliki trauma soal kejadian waktu itu. Kejadian yang menyebabkan mereka menjadi tahanan kota sampai mempermalukan keluarga, hingga Adrian harus kembali ke Seoul dan menjalani hukuman dari ayahnya.
"Gue dikasih ultimatum untuk cari calon bini selama tiga bulan!" ucap Wayne geram.
Hening. Wayne pun mencoba menatap ekspresi tiga temannya yang tercengang. Dia sudah mencoba memendam masalah ini sendirian, tapi tidak mendapatkan jalan keluar. Dan Wayne sudah bisa menduga, jika keputusannya untuk menyampaikan hal ini pada mereka adalah salah total.
Nathan adalah orang pertama yang memberikan reaksi. "Kenapa bisa begitu? Gue yakin banget kalau orangtua malah kepo urus ini itu soal kawinan gue. Sama sekali nggak ada omongan kalau lu harus cari bini."
"Karena gue nggak boleh dilangkahin sama Lea. Sebagai kakak, gue harus merit duluan," jawab Wayne ketus.
"Jadi, kalau lu belum dapetin calon bini dalam tiga bulan, gue sama Lea nggak boleh merit? Gitu?" tanya Nathan dengan alis terangkat tinggi-tinggi, dan tatapan tidak senang.
Wayne memutar bola mata sambil membatin kesal. Emang yah kalau manusia udah kecantol sama yang namanya cinta, mau diri lu udah jadi temen seumur hidup pun, lu nggak bakalan diliat sama sekali. Cih!
"Santai dulu, Than. Jangan langsung narik kesimpulan, kasih waktu Wayne untuk jelasin," tegas Adrian sambil melotot galak ke arah Nathan.
Nathan mendelik tajam, lalu mendengus.
"Terus, kalau lu nggak dapet cewek buat lu jadiin bini dalam tiga bulan, apa bener yang kayak Nathan bilang, kalau mereka nggak boleh merit?" tanya Christian kemudian.
Wayne mengusap wajahnya kembali dan mendesah pasrah. "Gue bakal dijodohin sama cewek pilihan mereka."
Hening. Dan sedetik kemudian, Christian langsung tertawa terbahak-bahak sambil memukul meja untuk meluapkan rasa gelinya. Hal itu membuat beberapa tamu menoleh ke meja mereka dengan tatapan risih. Sementara Nathan dan Adrian terlihat sedang menahan tawa dengan bibir yang terkatup rapat.
"Well, itu ide yang sangat brilian! Sekarang tahun apa? Zaman apa? Udah mau akhir zaman, kan? Gue pikir kita masih hidup di zaman yang masih pake baju cupu, yang tetanggaan sama Siti Nurbaya. Tapi gue baru inget, kalau gue lagi pake kemeja Armani," cetus Christian sambil memegang perutnya. Dia masih terlihat begitu geli.
"Zaman dulu kan belum ada Armani, Dude," balas Adrian sambil terkekeh.
"Exactly!" seru Christian sambil mengedipkan mata ke arah Adrian.
"Lucu!" desis Wayne sinis.
"Gini aja!" seru Nathan dengan ekspresi sumringah. "Julia kan suka sama lu dari dulu. Minta dia jadi calon bini lu aja!"
"Sialan lu! Julia udah kayak adek gue sendiri! Gue nggak bakalan kayak lu, yang doyannya sama daun muda! Gue merasa kayak incest kalau sama dia! Lagian, otak gue nggak bisa bereaksi jorok!" pekik Wayne kesal.
Jika Lea, adik Wayne, yang memiliki rasa suka pada Nathan sejak lama. Maka Julia, sahabat Lea, yang menyukai Wayne. Tidak ada pernyataan atau ungkapan dari Julia, hanya saja dari semua sikap canggung dan gugup yang diperlihatkan Julia, setiap kali mereka bertemu adalah jawaban yang bisa diambil dari Wayne. Bahwa wanita muda itu menyukainya. Wayne sangat bersyukur jika tidak mengalami keadaan seperti Nathan, yang ditembak langsung oleh Lea. Setidaknya, dia tidak perlu merasa berdosa dan terbeban karena ada yang memendam perasaan padanya.
"Minta jadi calon boongan aja, minimal sampe gue merit," sahut Nathan bersikeras.
"Eh, tai! Ini balasan lu setelah belasan taon temenan sama gue? Nggak ada untungnya berteman sama lu, tahu gak? Suruh Julia berlagak jadi calon bini, yang ada nanti gue disuruh nikah beneran sama dia. Ogah!" sembur Wayne.
"Terus rencana lu apa?" tanya Nathan.
"Kalau gue udah tahu, gue nggak bakalan ngomongin beginian sama lu, Kampret!" balas Wayne gemas. Rasanya sudah ingin memukul kepala Nathan dan membiarkannya mati saja.
"Gue punya ide!" seru Christian kemudian.
Wayne menghela napas dan menoleh pada Christian dengan jengah. "Kalau lu berminat untuk kasih salah satu dari daftar cewek lu, gue nggak mau!"
"Siapa juga yang mau kasih lu, ge-er banget!" sahut Christian dengan alis berkerut tidak suka. "Gue mau kita bertaruh!"
"Gue nggak mau! Lu tahu jelas kadar keberuntungan gue dalam hal gambling itu nol besar. Dan asal lu tahu, ultimatum dari Bokap gue, justru bermula dari kata taruhan."
"Dengerin aja dulu, Wayne. Siapa tahu, idenya Christian boleh juga," ujar Adrian menenangkan, didukung anggukan kepala dari Nathan.
Wayne mendesah malas. Dia belum memiliki jalan keluar, juga tidak tahu apa yang harus dilakukan. Mungkin menerima tawaran jalan keluar dari Christian, tidak ada salahnya.
"Fine, apa ide lu?" tanya Wayne pasrah.
Christian mengembangkan senyuman lebar dan ekspresi tengil yang menjengkelkan. Dia menunjuk ke arah pintu masuk Bar yang ada di ujung sana. "Di situ ada pintu masuk."
Alis Wayne berkerut. "Terus? Lu suruh gue pulang?"
Christian berdecak pelan. "Gue sebel yah, kalau lu jadi bego begini. Malu-maluin kelompok cowok high class macam kita."
"Lagian lu ngomong setengah-setengah! Kan kesel!" sewot Wayne.
Nathan dan Adrian hanya menggelengkan kepala mendengar perdebatan mereka, sama sekali tidak ingin menyela.
"Kita lihat ke arah pintu masuk," ucap Christian lagi. "Siapapun cewek yang masuk ke dalam sini, itu adalah target lu buat deketin dan ajak kenalan. Sukur-sukur kalau bisa jadi bini."
Mata Wayne melebar kaget. "Gila lu yah? Kalau yang masuk tante girang gimana? Ogah!"
Belum-belum, Wayne sudah bergidik ngeri dengan kemungkinan itu. Dia sering bertemu dengan mahkluk dengan dua kata keramat itu, di tempat gym langganannya. Banyak yang meminta berkenalan, dengan memamerkan belahan dada atau mengedipkan mata. Alhasil, Wayne membeli peralatan gym dan melakukannya di rumah. Cari aman, pikirnya.
"Cewek muda lah, jangan yang nenek-nenek atau emak-emak jablay yang sering ditinggalin lakinya, Wayne," ujar Christian sinis. Terlihat lelah dalam menjelaskan maksudnya pada Wayne.
"Ide yang lumayan," komentar Nathan. "Nggak ada salahnya untuk lu coba."
"It's just a game. Win win solution. Nothing to be serious in here," tambah Adrian meyakinkan.
Wayne memejamkan mata sambil menghembuskan napasnya dengan berat. Tidak ada jalan keluar dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Seperti yang dikatakan Adrian, bahwa ini hanya sebuah permainan. Dia akan berpikir untuk mencari jalan keluar seperti yang sudah pernah dia lakukan. Menghindari pertemuan atau apapun itu nantinya.
Dia menyesal karena sudah membuang waktu sampai berhari-hari untuk masalah konyol seperti ini. Saatnya bersenang-senang. Dia membutuhkan pengalihan untuk mendinginkan pikiran.
"Fine. Let's see what I get tonight," putus Wayne akhirnya.
Tiga temannya langsung berseru senang, karena mereka hanya ingin membuat Wayne tenang dan ceria seperti biasanya. Sikap uring-uringan dan tidak menyenangkan selama beberapa hari, mulai mengganggu mereka. Sebab seorang Wayne bukanlah orang yang mudah emosi dengan hal kecil, bahkan hal sebesar apa pun.
Kemudian, mereka kembali mengobrol ringan dan memesan beberapa botol minuman untuk menghabiskan waktu. Sampai akhirnya, derap langkah nyaring dari stiletto wanita terdengar dari arah pintu, membuat obrolan mereka terhenti, dan spontan mengalihkan tatapan ke arah pintu masuk.
Wayne menyipitkan mata ketika melihat sosok itu muncul setelah melewati security check. Tepat di sana, seorang wanita cantik dengan paras blasteran yang unik berdiri. Sorot matanya yang tajam terlihat mencari-cari, gestur tubuhnya terlihat gugup dan seperti tidak terbiasa dengan keadaan sekitar, serta senyuman yang mengembang indah ketika wanita itu sudah menemukan posisi temannya.
Penampilannya? Sempurna. Simple lace dress di atas lutut yang dikenakan, membalut pas tubuh langsingnya. Dia memiliki glorious body shape layaknya seorang model Victoria's Secret ketika sudah berjalan menuju meja yang ditempati oleh sepasang kekasih di sana.
Pikiran Wayne langsung beralih pada adegan : Bagaimana jika wanita itu terbaring pasrah di bawahnya? Bagaimana ekspresinya ketika mendapatkan kepuasan? Dan bagaimana perasaannya, ketika terbangun di setiap pagi, mendapatkan pemandangan cantik seperti itu?
Tidak hanya Wayne yang menatap kagum, tapi tiga temannya yang lain pun demikian. Bahkan tidak ada obrolan selama beberapa waktu, sampai wanita itu duduk bersama dengan temannya, dan mulai melakukan perbincangan yang cukup serius.
Ketika wanita itu berdiri dan berjalan menuju ke meja Bar seorang diri untuk memesan minuman, disitu Wayne spontan beranjak berdiri. Tiga temannya langsung menoleh ke arahnya.
"Wish me luck, Dudes," ucap Wayne dengan seringaian puas di wajah.
"Jangan bilang kalau lu udah dapet chemistry yang lu mau, Wayne," celetuk Christian sambil tersenyum penuh arti.
"Cewek cakep pasti dapet chemistry-nya," balas Adrian langsung. "Apalagi yang mukanya blasteran kayak gitu. Emang udah inceran Wayne dari dulu."
"Jadi, chemistry apa yang lu dapet dari dia, Wayne?" tanya Nathan sumringah.
Wayne mengangkat bahu dengan santai. "Gue bisa mikir jorok waktu ngeliat dia. Itu chemistry gue."
Tiga temannya langsung tertawa geli mendengar ucapannya, dan Wayne segera menyingkir dari kursi. Dengan rasa penuh percaya diri, Wayne menghampiri wanita itu yang sedang memesan minuman. Tampak dua kali lipat lebih cantik dari dekat dan itu membuat Wayne bersorak kegirangan dalam hati.
Sambil menarik napas dalam, Wayne memantapkan diri untuk mengajak wanita itu berkenalan dan mulai menyapa dengan suara teduh andalannya.
"Hello, Gorgeous."
Sapaan ramah yang dilemparkannya berbuah manis. Wanita cantik itu langsung menoleh padanya dan menatap Wayne bingung dengan sepasang mata hijaunya yang mempesona. Terlalu cantik, batin Wayne.
Kebingungan wanita itu hanya sesaat, sebab dia langsung memberikan senyuman hangat dan menyibakkan rambut panjangnya dengan gaya yang anggun, terkesan sedikit menggoda. Hmmm...
"Hello, Stranger."
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Menjelang PMS, aku tuh seringkali omes.
Kalian juga gak? Wkwk
Part Russel dan Part Luke, adalah part yang cukup membutuhkan waktu.
Sabar yah.
Lapak ini tuh bikin aku mikir yang iya-iya aja 🙈
Kita bikin Wayne dan Cassandra yang sama-sama butuh pengalihan, sedikit lebih nakal dan menggoda dari sebelumnya.
Published : Feb - Apr 2018
Revisi : 15.07.19 (20.13 PM)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top