Part 20 - Stay
Susah yah kalo Genk Emak Omes mulai kuar suara 😏😏😏
Denger kata Bandung, udah pada kelojotan gak sabaran.
Padahal sih, zonk wkwkwk..
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Menjalani pekerjaan di luar kantor tidak semudah yang biasa dilakukan Cassandra. Tidak saat jika pimpinannya adalah CEO saklek seperti Wayne. Sejak jam tujuh pagi, kehebohan itu terjadi. Wayne yang tidak sabaran dan menyuruh ini itu, perihal note-note penting yang harus disertakan dalam lembaran dokumen yang diinginkan, menceramahi panjang lebar tentang betapa berantakannya dokumen itu, dan tampak begitu arogan dengan ekspresinya yang dingin. Jika bukan karena Wayne yang terlihat cukup menarik dengan balutan suit yang dikenakan hari ini, tentu saja Cassandra ingin menyiramnya dengan air dingin.
Tiba di Bandung jam satu dini hari, Cassandra bahkan tidak langsung tidur dan harus kembali merapikan dokumen sesuai arahan Grace. Tetap saja hal itu tidak membuat Wayne puas, bahkan memberi tatapan menuduh seolah Cassandra tidak melakukan pekerjaannya dengan baik. Kesemuanya itu ditelan begitu saja karena Wayne yang bossy tidak akan mempedulikan apa pun, termasuk aksi protesnya.
Menempati sebuah meja di restoran hotel dengan pemandangan kolam renang, Cassandra duduk dengan laptop dan ponsel yng sudah bersiaga sejak tadi. Sebab setiap setengah jam sekali, Wayne akan meneleponnya dan menanyakan perihal dokumen itu. Cukup salut dengan pertahanan Grace yang bisa menghadapi seorang Bos seperti Wayne di setiap harinya, membuatnya merasa pengalaman dengan Om Jose itu tidak ada apa-apanya, karena Wayne dua kali lipat lebih parah dari Bos-nya sendiri.
Rapat itu sudah berlangsung selama tiga jam dan telepon dari Wayne sudah berhenti sejak sejam yang lalu. Setidaknya, Cassandra bisa bernapas dengan lega dan menikmati kopi paginya yang tertunda, meski masih bersiaga untuk kemungkinan Wayne yang tiba-tiba menelepon dan bertanya apa saja.
Ting! Sebuah pesan singkat masuk dan Cassandra langsung membukanya. Tertegun selama beberapa saat lalu tersenyum setelahnya. Itu dari Wayne.
"Meeting almost done. See you very soon. Just text me where you at, Baby?"
Hendak membalas pesan itu, tapi tertahan karena ada panggilan dari suara familiar yang spontan membuat sekujur tubuhnya merinding. Shit!
"Cassandra?"
Langsung menoleh dan mendapati seorang pria berparas import, berambut pirang, dan bermata biru. Kesemuanya itu membuat dada Cassandra terasa sesak dan napasnya mulai memburu secara perlahan. Tanpa sadar, Cassandra mengepalkan kedua tangan di sisi tubuh sambil menatapnya dengan tajam.
"Roland," balasnya dingin.
Pria sialan itu memberikan senyuman ramah dan tampak begitu hangat. Hal biasa yang sering dilakukannya dulu, tanpa mengundang kecurigaan sama sekali kala itu. Pintar dalam memainkan peran sebagai kekasih yang begitu menyayangi wanitanya, sampai tega berkhianat dengan menghamili sahabat dari kekasihnya sendiri. Roland Baldwin. Nama sialan yang sudah memberikan kenangan pahit dan sakit hati yang begitu dalam bagi Cassandra selama dua tahun terakhir, atau sejak mereka putus.
"Tadinya, aku tidak percaya jika kau yang duduk di sini. How are you, Beautiful?" sapa Roland sambil mengambil duduk di kursi sebrang tanpa perlu repot-repot untuk meminta ijin.
Dengan tatapan menilai, Cassandra mempelajari sosok mantan kekasih yang pernah menjalin hubungan dengannya selama lima tahun. Tidak ada yang berubah darinya selain bentuk wajah yang sedikit tirus. Pernah menjadi kapten tim basket dan populer di kalangan para gadis, tentu saja Roland memiliki ketampanan.
"Awesome," jawab Cassandra tanpa ekspresi.
Mengabaikan tatapan Roland yang terlihat penuh arti, Cassandra segera mematikan laptop dan membereskan barang-barangnya di meja. Sudah saatnya menyingkir dari situ karena Cassandra tidak ingin melihatnya lagi. Kesialannya untuk hari ini sudah cukup, tidak ingin menambah dengan adanya pertemuan yang tidak diinginkan seperti ini.
"Kau memiliki pekerjaan yang cukup banyak," komentar Roland, masih dengan senyuman. "Apa kau bisa meluangkan waktu untuk sekedar mengobrol?"
Cassandra spontan mengangkat wajah untuk menatap Roland yang masih memberikan tatapan penuh arti. Tersirat kerinduan dan pengharapan di sana. Bullshit, umpat Cassandra dalam hati. Tentu saja kali ini, dia tidak akan tertipu dengan ekspresi bak malaikat yang tidak tercela itu.
"Kurasa ajakan mengobrol, sama sekali tidak pantas untuk dipertanyakan olehmu," ujar Cassandra kemudian.
Mata Roland melebar kaget mendengar balasan Cassandra yang terdengar sinis dan ketus. Tentu saja kaget, karena selama mereka menjalin hubungan, Cassandra selalu bersikap menjadi kekasih yang pengertian dan penuh maaf, sehingga kebaikannya sering dimanfaatkan dengan berbagai kebohongan.
"I'm so sorry, Babe. I...,"
"Don't dare to call me with that fucking nickname! I'm not your Babe!" sela Cassandra tajam.
Lagi. Roland tampak kaget dengan keberanian Cassandra yang menyela dan menatapnya dengan ekspresi murka. Muak, itu yang dirasakannya. Dia sudah bersumpah tidak akan memberi kesempatan bagi orang-orang yang sudah menyalahgunakan kepercayaan dan kebaikannya. Itu saja. Roland dan Rosaline, mantan kekasih dan mantan sahabat yang patut dilenyapkan dari muka bumi ini. Harapan Cassandra hanya satu setelah hubungan itu kandas, yaitu menjauhkannya dari dua manusia sampah yang sudah menyakitinya begitu dalam.
Saling bertatapan dengan ekspresi yang kontras, Roland dengan ekspresi penuh penyesalan dan Cassandra dengan ekspresi dingin. Tidak ada yang bersuara, selain keheningan yang tercipta di antara mereka.
"Aku dan Rosaline sudah bercerai," ujar Roland kemudian.
Tertawa sinis sambil menatap Roland dengan tatapan meremehkan. "None of my business, sorry."
"Aku tidak bisa melupakanmu. Sungguh. Selama dua tahun ini, aku terus memikirkanmu dan merasa bersalah karena sudah mengkhianatimu. Kami tidak bahagia. Kami...,"
"Itu adalah keputusan kalian dan tidak ada urusannya denganku," sela Cassandra tanpa ekspresi. "Apakah tidak aneh dengan situasi saat ini? Aku yang kesialan karena harus bertemu denganmu, lalu kau yang tiba-tiba melemparkan kabar perceraian dan mengungkit masa lalu?"
"Aku mencarimu dan kau tidak ada. Berusaha menghampirimu ke rumah orangtuamu, tapi kau sudah tidak tinggal lagi dengan mereka. Tidak ada yang ingin memberiku informasi tentangmu dan aku putus asa. Tapi sekarang? Aku merasa bersyukur bisa bertemu dan bisa menyampaikan penyesalanku secara langsung."
"Baiklah, penyesalanmu sudah tersampaikan. Kalau begitu aku harus pergi."
"Bisakah kita tetap berhubungan baik? Setidaknya berteman? Aku berharap jika...,"
"Here you are, Baby." Sebuah suara hangat disertai dengan usapan lembut di punggung, seolah menyelamatkan Cassandra dalam situasi yang tidak diinginkan seperti ini.
Spontan menoleh untuk melihat, tapi sebuah kecupan hangat sudah mendarat tepat di bibirnya begitu saja. Tampak Wayne menyeringai dengan lebar dan menatapnya dengan sorot matanya yang teduh. Cassandra membalas senyuman itu dengan sumringah, tampak begitu senang.
"Hi," sapa Cassandra dengan suara tercekat.
Segera menarik Cassandra untuk berdiri dan Wayne menempati kursinya, lalu mendudukkan Cassandra di atas pangkuannya. Deg! Wajah Cassandra spontan memanas karena sikap duduk yang tidak sepantasnya dilakukan di depan umum, terlebih lagi adanya penonton sekarang. Tampak Roland memperhatikan semuanya dari posisi sebrang.
"Maaf, meja ini hanya memiliki dua kursi," ucap Wayne yang kini sudah menatap Roland. "Satu kursi sudah ditempati olehmu, dan sisa satu kursi yang harus ditempati kami berdua."
Mengerjap bingung lalu berdeham pelan, Roland seperti menyadari sindiran yang dilemparkan Wayne. "Ehm, maaf. Aku tidak bermaksud untuk mengambil tempatmu."
"Tidak apa-apa, santai saja. Berkat dirimu yang duduk di sana, aku bisa memangku calon istriku yang tampak begitu sempurna hari ini. Apa kau setuju jika aku bilang dia sempurna?" tanya Wayne antusias sambil memandang Cassandra yang terlihat tertegun mendengar ucapan Wayne.
Roland tampak tidak percaya mendengar ucapan Wayne dan langsung menatap Cassandra dengan tatapan bertanya. "Dia memang luar biasa. Tapi tadi kau bilang apa?"
"Ah, aku lupa mengenalkan diri," celetuk Wayne dengan ekspresi kaget yang berlebihan. "Perkenalkan, namaku Wayne. Aku adalah calon suami dari wanita cantik ini. Dan kau siapa?"
Roland menyambut uluran tangan Wayne yang terarah padanya dan menjabatnya singkat. "Roland Baldwin."
"Teman sekolah? Teman kuliah? Atau rekan kerja?" tanya Wayne sambil menarik tangannya, lalu merengkuh pinggang Cassandra untuk tetap duduk di pangkuannya, karena Cassandra yang hendak beranjak.
Situasi yang tidak menyenangkan, terasa semakin konyol dengan adanya dua orang pria yang sedang duduk berhadapan, dan Cassandra yang berada di antara mereka.
"Apa Cassandra tidak menceritakan apa-apa padamu?" tanya Roland tidak percaya, sambil melirik Cassandra untuk mendapatkan jawaban.
"Apakah menceritakan dirimu adalah kewajiban yang harus dilakukannya?" tanya Wayne balik sambil menyeringai sinis.
Roland kembali menatap Wayne, kini dengan ekspresi senyuman setengah yang meremehkan. "Tidak apa-apa. Aku hanya cinta pertamanya dan yang pernah menjadi kekasihnya selama bertahun-tahun, hingga mungkin saja dia sulit untuk melupakan."
Mata Cassandra melebar dan menatap Roland tajam. Hendak membalas ucapannya, tapi sudah diambil alih oleh Wayne dengan gayanya yang santai dan sama sekali tidak terganggu dengan ucapan Roland barusan.
"Oh, seorang pria dengan nafsu murahannya. Yang lebih memilih batu kerikil ketimbang batu berlian, yang sudah menyia-nyiakan kesempatan berharga untuk mendapatkan seorang bidadari. Kukira itu hanya mitos, tapi ternyata bukti nyata terpampang dihadapanku," ujar Wayne santai.
Roland terlihat menggertakkan gigi dan menatap Wayne dengan hunusan tajam, seolah ingin menyerang Wayne. Tapi Wayne masih bergeming dan terus memperhatikan Roland dengan seksama.
"Kuharap kau senang dengan pilihanmu dan tidak menyesal. Karena jika itu terjadi, aku akan merebutnya kembali," cetus Roland dengan nada sinis.
"Silakan saja. Tapi perlu kuingatkan, bahwa aku akan menghancurkan hidupmu terlebih dulu, sebelum kau bisa mendekatinya," balas Wayne sambil terkekeh.
Menarik napas dengan dalam, Cassandra segera beranjak dan menarik Wayne agar berdiri. Tidak ingin mendengar percakapan yang semakin memperkeruh suasana, karena dia bisa merasakan Wayne yang mulai naik pitam.
"Kita tidak ada urusan lagi, Roland. Aku sudah memiliki kehidupanku sendiri dan pergilah dari sini. Tidak ada ruang atau celah untukmu dalam hidupku, sebab bagiku, kau sudah mati sejak lama," ucap Cassandra dingin, lalu bergerak untuk keluar dari restoran itu sambil menarik Wayne agar mengikutinya.
Tidak ada percakapan. Wayne yang tidak berkomentar dan Cassandra yang mencoba menenangkan diri dari emosi yang masih meluap. Sesekali menahan napas sambil menengadah ke atas dan berdiri di sudut ketika mereka sudah berada di dalam lift untuk menuju ke lantai kamar.
"Is that guy who make you like this? Rigid and clumsy? Really?" tanya Wayne tidak percaya sambil menatapnya dengan seksama.
"None of your business," balas Cassandra sambil membuang muka untuk menghindari tatapan Wayne.
"What did you just say? None of my business?"
Cassandra mengangguk sebagai jawaban, masih menghindari tatapan Wayne. Tangan besar Wayne tiba-tiba menangkup wajahnya dan mengarahkan posisi kepala agar bertatapan dengannya. Sorot mata teduh itu berubah menjadi tajam, memperlihatkan kesan dingin yang membuat Cassandra menelan ludah dengan susah payah. Ada beberapa saat dirinya merasa takut dengan aura Wayne yang terkadang memiliki kesan bahaya di dalamnya. Membuatnya tidak mampu berkutik dan terpaku dengan kendali yang dimilikinya.
"Don't you get it, Cassie? He wants something that's mine, but he can't have it."
"I'm not yours."
"You might think that, but your lips say something different," desis Wayne tajam, lalu menarik Cassandra ke dalam pelukan dan menciumnya dengan liar. Menuntut. Penuh kendali.
Barang bawaan Cassandra sampai terjatuh begitu saja ketika Wayne mendesak tubuhnya semakin dalam ke sudut lift, nyaris limbung dan segera mencengkeram bahu Wayne erat-erat.
"W-Wayne."
"I don't share and I don't flirt, Cassie," desis Wayne setelah menyudahi ciuman dan menaruh keningnya di atas kening Cassandra sambil menatap tajam. "Then don't ever tease my anger."
Ting! Pintu lift terbuka dan Wayne segera melepas Cassandra dari pelukannya. Menatap dengan tajam dan mengalihkan tatapan pada barang-barang Cassandra yang terjatuh di lantai.
"Beresin semua barang-barang kamu dan langsung ke tempatku. Ada banyak dokumen yang harus diperbaiki dan jangan buang waktu percuma dengan mikirin mantan bego kayak tadi!" ucap Wayne sinis, lalu keluar dari lift begitu saja, tanpa menunggu Cassandra.
Kebingungan, tapi tetap mengambil barang-barangnya dengan cepat sambil menahan pintu lift, dan segera keluar dari pintu itu. Tidak tahu apa yang terjadi saat ini, karena mood Wayne seketika menjadi lebih buruk dibanding tadi pagi. Mengoceh tidak karuan, menyuruh ini itu, membenahi tata letak dokumen yang sepertinya sudah tidak bermasalah, dan mencari urusan dengan menjadi bossy.
Sarapan yang terlewatkan dengan hanya menikmati secangkir kopi yang tidak sampai habis, berlanjut ke makan siang yang juga terlewatkan karena sudah terlalu sibuk dengan menghadapi emosi Wayne yang tidak terkendali.
Sejam berlalu dari perintah Wayne yang sepertinya memang sengaja untuk mencari masalah, membuat Cassandra menghela napas lelah. Melirik jenuh ke arah Wayne yang tampak berkutat dengan laptopnya di ruang duduk, terlihat serius dengan alis berkerut di sana, seolah sedang mengerjakan sesuatu yang penting.
"Wayne," panggil Cassandra.
Pria itu langsung mendongak dan menatap Cassandra dengan alis terangkat setengah. "What?"
"Aku lapar," jawab Cassandra.
Wayne langsung membulatkan mata, seolah baru tersadar jika hari sudah menjelang sore. Segera beranjak dari sofa dan menghampiri Cassandra, lalu menatapnya dengan tatapan menilai.
"Kenapa kamu nggak ngomong daritadi? Aku...,"
"Mau ngomong juga bingung, kamunya marah-marah terus," sela Cassandra cepat. "Apa harus kayak gini kalau lagi kerja? Apa nggak bisa tenang sedikit dan tahan diri untuk nggak jadi nyebelin?"
"Kamu yang rese," celetuk Wayne tanpa ragu.
"Kenapa aku rese?"
"Masih berani tanya kenapa? Kamu yang terus denial ke aku, cuma gara-gara cowok kampret kayak tadi! Jelas aku nggak terima kalau harus dibandingin sama orang itu."
"Yang aku lakuin bukan denial, tapi lebih ke waspada."
"Lalu apa bedanya?"
Menarik napas yang mulai memberat, Cassandra beranjak berdiri dari kursinya. "Wayne, is this is about that guy...,"
"Don't you dare to talk about him! I'm just so sick of this!"
"I wasn't going to do anything. You think I would be interested with him because he's my ex? What the hell kind of woman do you think I am? You didn't understand what I feel, Wayne."
"You didn't either, Cassie! This isn't me that only want you in my life!"
Mengerjap tidak percaya dengan mata yang mulai berkaca-kaca, Cassandra sangat ingin mempercayai apa yang dikatakan Wayne. Sangat. Tapi entah kenapa hati kecilnya selalu mengingatkan diri untuk tetap menjaga diri agar tidak disakiti kembali, terlebih saat berhadapan dengan Roland tadi, seketika apa yang menjadi kesakitannya teringat begitu saja.
"What can I do to make you believe me, Wayne? Aku tahu kamu marah soal Roland, tapi nggak ada yang bisa ubah tentang masa lalu yang udah bikin aku trauma. Kita baru kenal dua bulan atau lebih, itu pun secara nggak sengaja dan kebetulan. Apa yang bisa aku dapat dari pertemuan singkat itu, sedangkan untuk hubungan yang udah pernah aku jalanin bertahun-tahun pun bisa berkhianat?"
Wayne mengambil satu langkah lebih dekat, merangkul pinggang Cassandra dan menariknya mendekat, lalu mendekapnya begitu erat. Pria itu kembali dengan sorot mata teduhnya dan senyuman yang tulus, yang selalu berhasil menghipnotis Cassandra begitu saja.
"Kalau begitu, kasih aku kesempatan untuk mengenal kamu lebih banyak, karena aku nggak akan berhenti untuk mengejar dan mendapatkan kamu, Cassie," bisik Wayne lembut. "Just stay with me tonight."
Seperti terhipnotis tanpa mampu untuk berkutik atau menjauh, Cassandra mengangguk tanpa ragu dan menjawab dalam suara bergetar. "Yes, Sir."
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Dengan ini aku umumkan bahwa untuk next part adalah jatah Babang.
Yeayyy 😎😎😎
Lho? Kok aku senang? 😅
Biarkan dia mikir joroknya, supaya kamu bisa puas maksimal.
Kalo aku kan selalu nanggung tulisnya, yang berujung komplain 😑
Jangan lupa bahagia 💜
Buat yang belum nonton trailer Wayne and Cassie, ini aku kasih 🙈
Revisi : 26.09.19 (19.47 PM)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top