Part 2 - Men are bunch of crap
Cassandra Lee, menghempaskan tubuh di kursi dengan perasaan yang semakin dongkol pada Bos yang juga adalah Om-nya. Entah apa yang sudah dilakukannya sampai dia harus mengalami kesusahan yang melampaui kekuatannya sendiri.
Jose Ferdinand, adalah perwakilan Bos paling menjengkelkan yang pernah dikenalnya. Diktator, gila kerja, dan tukang perintah. Rasanya, Cassandra ingin mengunyah dan menelannya hidup-hidup, jika tidak teringat dengan hubungan darah yang terjalin di antara Bos dan dirinya.
Setelah lulus dan mendapatkan gelar MBA sekitar enam bulan yang lalu, Cassandra tidak langsung menempati posisi pada perusahaan keluarganya sendiri. Ayahnya meminta Cassandra untuk melatih diri dan menjalani proses magang di perusahaan Jose, demi supaya Cassandra menambah ilmu kepemimpinan dari paman gilanya itu.
Pekerjaannya adalah seorang Personal Assistant untuk CEO, yaitu tangan kanan Jose di perusahaan asing yang sudah berdiri selama 4 tahun. Mexindo Palma Inc. Perusahaan yang bergerak di perkebunan kelapa sawit itu cukup berkembang, harus Cassandra akui jika segila-gilanya Jose, dia adalah sosok yang memiliki sepak terjang yang tidak boleh diremehkan.
Cassandra menghembuskan napas lelah sambil bersandar pasrah di kursi. Menjadi seorang PA, tidaklah semudah yang dia pikirkan, apa lagi jika CEO-nya adalah orang seperti Jose. Dia tidak merasa seperti pekerja kantoran, melainkan Office Girl! Sebab, pekerjaan yang diberikan Jose di luar dari job description yang berlaku.
Dia harus memikirkan menu makan siang Jose, menaruh sepatu pada rak khusus di ruangan, mengopy dokumen-dokumen, dan mengerjakan teka teki silang yang disuruh Jose untuk mengisinya. Cassandra mengerang pelan dan ingin menangis sekarang. Proses magang ini akan segera berakhir, pikir Cassandra menghibur diri. Masih ada beberapa bulan dari enam bulan kesepakatan, yang baru berjalan tiga bulan. Ya Lord, Cassandra mengusap wajah dengan frustrasi. Tiga bulan terasa seperti bertahun-tahun. Kembali dia mengerang pasrah.
"Berulah apa lagi si Pak Bos?"
Suara Rheina membuyarkan lamunannya. Dia menoleh dan mendapati teman dari divisi keuangan, mampir ke ruangannya. Seperti biasa.
"Dia minta proposal pengajuan merger dadakan," jawab Cassandra masam.
"Merger baru? Yang sama Bumi Tekindo Tbk? Bukannya itu masih dua mingguan lagi?"
"Katanya ada perubahan rencana. Itu mau dipake Senin pagi."
"Dadakan?"
Cassandra mengangguk. "Dan yang bikin kesel tuh, sebenarnya kabar itu udah dari dua hari yang lalu. Tapi dia berlagak lupa dan baru kasih tahu! Udah gitu, gue cuma dikasih waktu sejam! "
"Lah, kan lu emang udah siapin proposal dari kapan tahu, karena lu ada minta laporan keuangan sama gue."
"Ya kali, proposal nggak perlu gue perbaiki dan susun rapi? Ah udahlah, mumet gue!"
Rheina tertawa sambil menepuk bahu Cassandra. "Ini Jumat, udah waktunya weekend. Kita ngemall dulu aja. Buang penat sekaligus cari yang seger-seger di sana."
"Aduh, gue males banget kalau lu niat kenalin gue sama temen lu," tolak Cassandra langsung.
Entah kenapa banyak sekali orang di dunia ini, yang senang dengan urusan jodoh menjodohkan. Bangga banget jadi Mak Comblang, batin Cassandra sewot. Jika di rumahnya adalah ibunya sendiri, maka di kantor adalah Rheina.
"Lu itu udah menolak tawaran gue sebanyak lima kali! Dari terganteng sampe ter-sixpack. Dari terjenius sampe terculun. Heran gue, masa satu pun nggak ada yang menclok sama lu?" protes Rheina.
"Gue nggak se-desperate itu sampe kudu minta temen cariin pacar."
"Terus mau jomblo sampe kapan? Lu bilang udah sendiri dari tiga taon yang lalu."
"Bodo amat, Rhei. Gue mau fokus di karir dulu. Baru aja lulus, udah mikirin jodoh. Bah! Nggak banget!"
"Bukan jodoh tapi selingan. Selama tiga bulan di sini, gue liat lu makin stres. Jika lu punya cowok, maybe rasa kesal lu nggak makin membuat lu kewalahan."
Cassandra tersenyum. "Gue nggak kepengen punya cowok, apa lagi yang cuma buat mainin cewek."
"Yang gue maksud cowok selingan, artinya lu juga bisa mainin perasaan. Sekedar fuck buddy atau friend with benefit, maybe?"
Cassandra tercengang mendengar ucapan Rheina yang tidak masuk akal. "What? Lu suruh gue tidur sama sembarang cowok, tanpa ada komitmen apa-apa? Gila, ogah! Untung di dia, rugi di gue!"
"Hubungan kayak gitu nggak ada untung rugi, Cassie. Yang ada cuma pengalaman dan kepuasan. Jangan terlalu serius jadi cewek, kayak gitu sering dihindari cowok. Kelompok batangan itu paling takut sama komitmen. Kita jadi cewek, kudu pake strategi buat dapetin batangannya, tanpa perlu embel-embel minta nikah kalau udah tahu enak. Go with the flow aja."
Cassandra meraih sebuah penghapus dari meja, lalu menyambit kesal ke arah Rheina yang tertawa terbahak-bahak. Rheina adalah wanita yang memiliki kewarasan 1% mengenai hubungan. Dia terlalu bebas dalam pergaulan dan sama sekali tidak mempedulikan soal keseriusan, terutama dalam hubungan. Sebab dia pernah berpacaran dan hampir menikah, tapi mendapat perselingkuhan. Miris, pikir Cassandra. Dia pernah mengalami hal yang sama tapi tidak membuatnya harus menjadi kacau seperti Rheina.
"Mau ikut gue? Gue mau ketemuan sama bule nih," ajak Rheina sambil mengedipkan sebelah mata.
Cassandra langsung menggeleng. "Bule darimana lagi?"
"Kerja di gedung sebelah. Mayan oke, baru kenalan tadi siang."
Cassandra sudah tidak heran jika Rheina akan melakukan kencan sehabis berkenalan tidak kurang dari tiga jam. Sebutan player sangat cocok untuk Rheina.
"Mainnya sama bule mulu, Sis," sindir Cassandra.
"Kayak yang ngomong kagak bule aja. Mata ijo, muka kinclong, body seksi, mana ada yang percaya kalo lu campuran?" balas Rheina sambil menyibakkan rambut panjangnya.
Cassandra hanya terkekeh pelan. Lahir dari seorang Ayah yang berdarah Melayu dan Ibu yang berdarah Meksiko, darah campuran itu menghasilkan dirinya yang memiliki perawakan import. Berbeda dengan kakak perempuannya, Allysandra, yang lebih condong ke wajah Asia seperti ayahnya.
"Yakin lu nggak mau ikut?" ajak Rheina lagi.
"Nggak. Gue mau pulang aja. Capek," tolak Cassandra.
Rheina tertawa. "Weekend gini langsung pulang? Astaga! Ponakan gue yang baru SMP aja kalo nggak nyampe jam 11 malem, nggak bakalan nangkring di rumah. Lu??"
"Gue udah males sama hal begituan, Rhei. Ngadepin Bos kita aja udah bikin gue capek, apa lagi harus buang waktu untuk pulang malem?"
"Lu jalan kan bukan kerja, tapi have fun."
Klub malam dengan musik yang membuat telinga berdenging? A big no! Cassandra sama sekali tidak menyukai kehidupan malam yang sering dicari orang. Dia lebih memilih menyandang gelar cupu daripada harus terjebak dalam suasana gelap dan pengap seperti itu.
"Thanks but no thanks," balas Cassandra.
Rheina pun menyerah dan mengundurkan diri. Sudah saatnya Cassandra pulang karena sekarang sudah jam setengah enam. Dia membereskan barang-barangnya, memasukkan ke dalam tas, dan berniat untuk menikmati waktu akhir pekan dengan menonton Netflix.
Baru saja dia hendak melangkah, pintu ruangan CEO terbuka dan Cassandra langsung menoleh. Dia bisa melihat Jose menatapnya dengan ponsel yang menempel di telinga.
"Where'd you go, Cassie?" serunya dengan alis berkerut.
"Home," jawab Cassandra heran.
Jose menelepon dengan nada ketus dalam bahasa latin yang dimengerti Cassandra. Sepertinya sedang berargumen dengan istri mengenai pakaian. Cassandra enggan untuk mendengar lebih banyak dan segera menyingkir. Tapi, langkahnya tertahan ketika Jose mengetukkan pintu dengan keras, meminta perhatian.
Cassandra kembali menoleh dan Jose memberikan kode tangan agar dia tetap berada di posisi. Shit, umpat Cassandra dalam hati. Dia merasa ada yang tidak beres di sini, seperti akan mendapatkan sesuatu yang tidak diinginkan dan akhir pekannya terancam.
Jose menutup ponsel lalu mengumpat kasar dalam bahasanya. Kemudian, dia menatap Cassandra dengan tajam.
"Cassandra, aku ingin kau pergi ke butik langgananku sekarang!" perintah Jose tegas.
Cassandra mengerjap bingung. "Bukankah ada supirmu? Kau bisa menyuruh Ferguso untuk...,"
"Tidak bisa! Ferguso adalah orang paling bodoh yang tidak bisa diandalkan, karena segala hal tidak akan semudah itu baginya! Aku harus pergi ke sebuah acara resmi besok pagi dan membutuhkan setelan baru. Aku sudah memesan dan kau bisa mengambilnya sekarang!"
"Uncle! Aku harus pulang dan pekerjaanku sudah selesai!" erang Cassandra kesal.
Jose mengerutkan alis sambil menatap Cassandra dengan jengkel. "Sekarang, kau tidak bisa pulang karena pekerjaanmu belum selesai. Cepat pergi ambilkan setelanku, dan berikan pada Ferguso untuk membawanya. Baru setelah itu, kau boleh pulang!"
BLAM!
Cassandra termangu, menatap pintu ruangan CEO yang sudah tertutup dengan perasaan dongkol. Dia mengumpat keras untuk melampiaskan kekesalan yang sudah menumpuk.
Sambil menghentakkan kaki, Cassandra keluar dari ruangannya dan segera menekan tombol lift dengan kencang. Dia bernapas dalam buruan kasar dan kepalanya sudah memanas, emosi yang tertahan hendak meledak karena perlakuan semena-mena Bos gila seperti Jose.
Ting! Pintu lift berbunyi dan Cassandra segera masuk. Menempati ruangan besi itu sendirian, membuat Cassandra berteriak sambil memukul-mukul dinding lift dengan gemas. Kesal setengah mati.
Cassandra pun menatap diri di dinding stainless yang menampilkan sosoknya di sana. Tampak menyedihkan dengan ekspresi lelah dan tidak memiliki semangat. Sedih, itulah kesan yang didapatinya. Dia lupa kapan dirinya bahagia. Sudah begitu lama dia tenggelam dalam perasaan yang membuatnya terluka. Terlalu sering dia memendam amarah dan tidak pernah dikeluarkan demi kedamaian.
Shit! Kedamaian? Seperti apa? Batinnya lirih. Yang ada hanyalah orang lain yang berbahagia di atas penderitaannya, tanpa satu pun yang mengerti akan dirinya.
Tanpa ragu, Cassandra mengambil ponsel dari tas, menempelkan ponsel ke telinga sambil melangkah maju untuk keluar dari lift ketika sudah tiba di lantai basement.
"Halo."
"Rhei? Rencananya lu bakal nongkrong di mana?" tanya Cassandra sambil melangkah menuju mobil yang terparkir di sudut basement.
Rheina tertawa kecil. "Gue udah yakin kalau Jose mulai berulah. Gue masih otw. Kemungkinan di Paulaner. Mau nyusul?"
"Setelah urusan gue kelar, gue nyusul ke sana."
"Ashiap!"
Cassandra mematikan ponsel dan menggertakkan gigi. Dia membuka pintu mobil, duduk di kursi kemudi, dan memukul setir sebagai pelampiasan. Dia membutuhkan pengalihan. Yeah. Pengalihan untuk melampiaskan amarah dan rasa jengkel yang kian menumpuk dalam hati.
Teringat dengan saran Rheina untuk memainkan perasaan pria mana saja. Bukankah kesusahan hidup yang dialaminya, semua dikarenakan oleh pria? Semua pria adalah brengsek. Dan sudah saatnya dia melakukan pembalasan pada 'Kelompok Batangan' yang arogan dan munafik itu.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Haloooo...
Versi lama nggak ada part ini, bukan?
Kita akan membuat sedikit permainan.
Gimana kira2 Cassandra yang kepengen cari pengalihan, dengan niat setengah jadi kayak barusan?
Udah beneran gak selamet kalo ketemu Wayne, ckckck 🙈
Mudah2an, kalian semangat.
Seperti aku yang mulai menumbuhkan rasa pada cowok yang cinta damai macam Wayne 😏
Sekali lagi. Wayne bukanlah cowok baik-baik selama ini yang kamu tahu 🔥
Published : Feb-Apr 2018
Ner version : 10.07.19 (15.09 PM)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top