Part 16 - Kiss and Make Out
WARNING : MATURE CONTENT (21+)
Written by. CH
Entah apa yang merasuki Cassandra saat menganggukkan kepala dan membiarkan Wayne memasukkan cincin berlian di jari manisnya begitu saja. Sorot mata teduh dan keseriusan yang terpancar di wajah Wayne, tampak begitu meyakinkan dan meluluhkan hatinya. Damn! Apakah lamaran barusan adalah kenyataan atau sekedar delusi? Cassandra masih tidak tahu itu.
"Take a deep breathe, Baby," bisik Wayne ketika Cassandra sudah berada dalam pelukannya, diiringi tepuk tangan yang bergemuruh disekelilingnya.
Barulah Cassandra menarik napas dan mengembuskannya cepat sambil memeluk leher Wayne untuk menahan tubuhnya agar tidak jatuh. Mengerjap beberapa kali untuk memastikan dirinya tidak sedang bermimpi, kini Cassandra tahu alasan kenapa Allyssandra menangis terharu ketika Brandon melamarnya. Sebab, air mata Cassandra jatuh begitu saja tanpa diketahui alasannya.
"A-Are you serious?" tanya Cassandra dengan suara tercekat.
Wayne mengusap punggungnya dengan lembut, menarik diri sedikit tanpa mengurai pelukan agar bisa menatap Cassandra, dan memberikan senyuman lebar yang begitu hangat. "Ini bukan mimpi tapi kenyataan. And yes, 100% serious!"
Baru saja ingin membalas, tapi Wayne sudah lebih cepat untuk menarik Cassandra dalam pelukan lebih erat dan mencium bibirnya dengan begitu dalam. Sama sekali tidak menyadari jika saat ini, mereka masih menjadi pusat perhatian di ballroom itu.
Terlena. Cassandra tidak bisa berpikir jernih dan tidak kuasa menolak ciuman Wayne yang terasa begitu menyenangkan dan menenangkan dirinya, seolah ciuman itu adalah kebutuhannya saat ini untuk tetap sadar. Membalas dengan lumatan dan mengimbangi ritme yang dimainkan Wayne, ciuman itu terjadi selama beberapa saat.
Keduanya menarik diri sambil memberi tatapan penuh arti, sama sekali tidak mempedulikan keadaan sekitar yang terus menatap mereka dengan tatapan penuh minat. Bahkan, Christian dengan sigap merekam adegan ciuman itu sambil menyeringai puas, diiringi kekehan geli dari Adrian.
"Ayo ikut aku, urusan kita udah kelar di sini," ucap Wayne sambil melepas pelukan dan menggenggam tangan Cassandra untuk berjalan keluar dari ruangan.
Wayne sempat melempar tatapan ke arah teman-temannya sambil melambaikan tangan tanpa menghentikan langkah dan Cassandra mengikutinya sambil memeluk lengan Wayne untuk menyembunyikan wajah, demi menghindar dari tatapan di sekelilingnya.
"Kita mau kemana?" tanya Cassandra ketika mereka sudah keluar dari ballroom.
"Dinner," jawab Wayne senang.
"What? Acara di dalem belum kelar dan seharusnya kita bisa...,"
"No! Aku mau berdua aja sama kamu," sela Wayne cepat.
Masuk ke dalam pintu lift, Wayne menekan tombol untuk ke lantai teratas, lalu berbalik untuk memberikan cengiran lebar pada Cassandra dengan ekspresinya yang begitu senang.
"Hello, Fiancee," sapa Wayne sambil merangkul pinggang Cassandra dan menariknya maju untuk berpelukan. "Terbuat dari apa sih kamu, bisa cantik banget jadi cewek?"
"Wayne, yang tadi itu cuma drama atau...,"
"Aku udah bilang kalau tadi aku serius, Cassie. Please deh, jangan mikir yang nggak-nggak, bisa nggak sih?" sela Wayne ketus.
Cassandra membulatkan mata sambil mendorong Wayne untuk menjauh. "Kamu gila yah? Yang barusan tadi sama sekali nggak ada omongan dari kamu, Wayne!"
"Namanya juga surprise, kalau diomongin yah, itu berarti settingan. Aku niat banget cari cincin semalam dengan tujuan buat ngelamar kamu," balas Wayne enteng.
"Tapi kan baru pedekate."
"Pedekate ala Wayne yah kayak gini. Kan udah dibilangin kalau sama aku, no tipu-tipu."
"Aku lagi nggak bercanda, Wayne."
"Aku emang lagi serius, Cassie. Maaf aja kalau standart cowok yang kamu kenal itu nggak kayak aku! Kalau emang udah serius, ya serius. Kamu nggak mau kecewa lagi dan aku nggak mau main hati atau jadi brengsek lagi. Kita sama-sama punya tujuan yang sama, yaitu jadi bener. Nggak ada salahnya untuk jalanin hubungan ini, kan?"
"Aku bisa diteriakin sama nyokap kalau tiba-tiba aku udah jadi tunangan orang, Wayne! Apalagi bokap yang lagi punya urusan kerjaan di LN," seru Cassandra panik dengan berbagai pikiran yang berkecamuk sekarang.
Kesadarannya kembali dan itu membuat Cassandra histeris dengan keadaan yang mengejutkan. Membayangkan orang tuanya yang menerima kabar seperti ini, sudah pasti akan menjadi masalah baginya. Sebab mantan kekasih yang sudah menjalin hubungan bertahun-tahun dengannya saja, tidak pernah mendapatkan restu dari ayahnya, apalagi Wayne yang baru dikenal Cassandra secara tidak sengaja selama dua bulan terakhir ini.
"Tenang aja. Kamu atur janji temu sama mereka, nanti aku yang ngomong. Biar begini, aku selalu jadi calon mantu idaman," ujar Wayne bangga.
"Astaga, Wayne! Sempet-sempetnya kamu narsis. Aku tuh serius."
"Iya aku tahu. Kalau sama kamu tuh emang harus serius, makanya aku nggak pernah main-main dalam mutusin sesuatu. Salah dikit, bisa fatal. Aku juga punya beban gede buat tanggung jawab sama nasib anak orang."
Deg! Cassandra tertegun melihat nada suara Wayne yang mulai kesal. Pintu lift sudah terbuka dan Wayne langsung menariknya keluar dari situ. Memasuki sebuah ruangan private dan sudah ada meja makan yang didekor dengan begitu romantis.
"Berantemnya udahan dulu, aku lapar. Maunya aku dinner bareng sama kamu habis ngelamar. Misalnya kamu masih nggak percaya soal barusan, ya udah. Aku nggak bisa ngapa-ngapain selain terserah sama kamu," ucap Wayne setelah mendudukkan Cassandra di kursi yang sudah disediakan untuknya.
Cassandra mengerjap panik dan menatap lirih pada Wayne yang sedang duduk di hadapannya. Merasa bersalah karena sudah membuat Wayne tersinggung dengan rasa tidak percaya diri dan kepanikan yang tidak diperlukan. Tentu saja, seumur hidupnya, baru kali ini Cassandra mengalami hal yang mengejutkan seperti tadi. Perlakuan Wayne membuat dirinya merasa istimewa, sesuatu yang langka yang pernah terjadi dalam hidupnya.
Suasana makan malam begitu hening, sama seperti sebelumnya jika mereka akan menikmati makan malam tanpa bersuara, selain bunyi dentingan alat makan. Sesekali Cassandra mengawasi Wayne yang tampak begitu santai dalam menikmati makanan dan menyesap wine-nya.
Menunduk untuk menyendok makanan tanpa minat, lalu terpaku pada cincin berlian yang berkilat dari jari manisnya. Degup jantung kembali bergemuruh cepat ketika teringat ucapan Wayne yang membelikan cincin itu padanya semalam. Cincin itu sangat indah. Entah darimana Wayne mengetahui ukuran jarinya hingga bisa melingkar dengan pas di sana.
"Udah kelar makannya?" tanya Wayne yang membuat Cassandra langsung mendongak dan mendapati Wayne sedang menatapnya sambil bertopang dagu. Seperti sudah memperhatikannya sedaritadi dan membuat wajah Cassandra merona.
"Mmmm, udah," jawab Cassandra pelan.
Wayne tersenyum sambil bersandar di punggung kursi, memperhatikan Cassandra dengan tatapan yang begitu dalam dan sorot matanya yang semakin teduh. Seolah pergerakan kecil yang dilakukan Cassandra, tidak luput dari pengawasannya.
"Mau cari pengalaman baru?" tanya Wayne kemudian.
"Hah?" balas Cassandra bingung.
Kembali Wayne tersenyum, kali ini menyiratkan sebuah arti. Seperti ingin memperlihatkan sesuatu pada Cassandra. Beranjak dari kursi, Wayne mengulurkan tangannya dan segera disambut Cassandra.
"Aku pernah bilang kalau kamu itu canggung dan terlalu banyak kompromi, kan?" tanya Wayne lembut saat mereka sudah berjalan berdampingan.
Cassandra mengangguk. "Kamu tahu jelas alasannya."
"Cuma gara-gara cowok kampret yang udah ngelepas kamu gitu aja? Damn! Such a foolish bastard! Dia nggak pantes dapetin perhatian dari kamu sampai harus jadi cewek minder kayak gini, Cassie. Kamu tahu kenapa?" bisik Wayne sambil merangkul Cassandra untuk masuk ke dalam sebuah ruang sempit yang terletak di ujung koridor.
"Kenapa?" tanya Cassandra sambil menatap sekelilingnya dengan cemas.
Ruangan sempit dengan pencahayaan yang tidak seberapa. Seperti sebuah gudang yang tidak terpakai namun tidak berdebu. Punggung Cassandra sudah tertahan pada dinding belakang ketika Wayne mendesaknya mundur.
"Karena kamu sempurna," jawab Wayne lembut.
Tatapan Cassandra kembali pada Wayne dan pria itu sudah membungkuk padanya. Memberi tatapan yang begitu tajam dan penuh kendali, seolah ingin menelan Cassandra jika dirinya bergerak sedikit saja. Sorot mata yang teduh berganti menjadi lebih gelap dan ekspresinya dingin, rangkulan di pinggang Cassandra terasa begitu intens dan posesif.
"Wayne...,"
"Kamu pernah bilang untuk kasih aku kesempatan dengan menjadi diri sendiri, bukan? Kita akan belajar untuk saling mengenal tanpa perlu memikirkan masa lalu masing-masing, bukan begitu?" bisik Wayne dengan nada mendesis.
Cassandra mengangguk dan menatap Wayne lirih. Pria itu semakin merapatkan tubuhnya dan Cassandra semakin terhimpit. Tidak mengerti apa yang ingin dilakukan Wayne, tapi tidak merasa harus berteriak atau ketakutan. Biasanya dalam keadaan seperti ini, Cassandra akan langsung bertindak, tapi kali ini, insting kewaspadaaan Cassandra hilang entah kemana.
"Dan sejak awal aku udah serius, Cassie. Jangan terus berpikir kalau aku cuma main-main," lanjut Wayne pelan sambil memiringkan wajah untuk memberikan kecupan ringan di telinga Cassandra.
Dengan napas yang tertahan, Cassandra menahan pekikan ketika bibir Wayne sedang menyesap daun telinganya dengan keras. "W-Wayne, jangan...!"
"Let me erase your fucking memory about that damn bastard, Cassie," bisik Wayne pelan. "Aku ingin kamu ingat baik-baik tentang malam ini."
Cassandra mencengkeram bahu Wayne dengan erat ketika tidak sanggup menahan cumbuan Wayne yang kini sudah bekerja di sepanjang leher dan tangan yang sudah menggerayangi tubuhnya. Satu tangan sudah menangkup bokong dan satu tangannya yang lain sudah meremas lembut payudaranya. Bahan tipis dari gaun yang dikenakannya, membuat Cassandra merasa disentuh secara langsung oleh Wayne karena bisa merasakan dinginnya telapak tangan Wayne di kulitnya.
"Aku melamar kamu," lanjut Wayne setelah memberi liukan panjang di lehernya, "Juga ngajakin kamu dinner romantis kayak tadi."
Sambil berbicara, sambil Wayne meliukkan lidahnya di kulit Cassandra dengan remasan lembut di payudara, yang kini berganti membelai seolah menggoda reaksi tubuh Cassandra untuk merasakan rangsangan yang lebih. Erangan pelan keluar dari mulut Cassandra saat ibu jari Wayne mengusap putingnya yang menegang dari balik gaun tipisnya.
"Dan aku juga akan kasih sesuatu yang nggak akan pernah kamu rasakan, Cassie," desis Wayne sambil menekan tubuhnya dan Cassandra bisa merasakan ketegangan di perutnya. "Anggap aja pembelajaran supaya kamu bisa rileks dan nyaman."
Tangan yang menangkup bokong kini bergerak ke atas untuk menarik risleting gaun sampai setengah, menarik turun bagian atas untuk Wayne bisa menggapai dada Cassandra, dan mengulum satu putingnya dengan bernapsu.
"Ah," desah Cassandra ketika lidah Wayne menari-nari di putingnya dan ibu jari yang memainkan satu putingnya lagi dengan gerakan naik turun yang menggelitik.
Deruan napas Cassandra semakin memburu kala cumbuan Wayne semakin menggila, kulit tubuhnya meremang, dan kakinya terasa lemas sampai Cassandra meremas kuat bahu Wayne untuk tetap berdiri. Tidak pernah mengalami sesuatu yang liar seperti ini, bercumbu di ruang sempit yang ada di ujung koridor, sewaktu-waktu ada yang bisa datang memergoki mereka. Tapi bukan itu yang menjadi kekuatiran Cassandra, melainkan satu tangan Wayne yang lain merambat turun.
"Wayne!" erang Cassandra dengan nada panik bercampur rasa nikmat yang asing.
Belahan gaun yang tinggi memudahkan gerakan tangan Wayne untuk melakukan tugasnya dengan mengangkat satu kaki Cassandra ke pinggangnya, kembali mendesak tubuh Cassandra agar bersandar pada tembok sebagai bantuan untuk menahan tubuhnya yang berdiri dengan satu kaki yang sudah lemas.
"Rasakan nikmatnya, Cassie," desah Wayne lembut.
Pria itu mengangkat kepala, menatap Cassandra dengan sorot mata penuh gairah, dan mencium bibirnya dengan bernapsu. Liukan lidah yang menguasai rongga mulut Cassandra, mulai mengeksplorasi dan mengabsen giginya, menggigit pelan bibir bawah lalu kemudian menyesapnya kuat-kuat. Terlena, Cassandra memejamkan mata dan membalas ciuman itu tak kalah liarnya.
Cassandra merasakan sentuhan lembut di pangkal pahanya, kembali reaksi tubuhnya memberikan respon dengan menggelinjang dan mengeluarkan erangan yang begitu nikmat. Ketegangan yang terasa di perut Cassandra seperti berkedut kencang, memberikan sensasi basah yang berdenyut nyeri dari inti tubuhnya.
"Fuck, you're so drenched," erang Wayne dengan napas memburu kasar.
"Ahhh."
Kepala Cassandra terkulai ke samping ketika jari panjang Wayne membelai celahnya yang basah dari balik celana dalamnya dengan gerakan naik turun. Detak jantungnya semakin mengencang dan menyesakkan dada, gelenyar aneh yang menguasai tubuh membuat Cassandra terlena, dan rasa nikmat yang tidak mampu dibendungnya.
"Yeah! Feel it, Baby," bisik Wayne yang terdengar puas sambil menyampingkan celana dalamnya, lalu mengusap celahnya yang basah dengan memberi gerakan memutar pada klitorisnya.
"Oh, Wayne!" pekik Cassandra dengan suara tertahan sambil merangkul bahu Wayne dengan erat.
Rasa pening mulai menjalar di kepala, tubuh yang mulai gemetar, dan ritme napas yang begitu kasar, serta desahan yang terdengar mendamba. Cassandra menikmati sensasi yang timbul akibat sentuhan Wayne sampai melonggarkan kaki yang terkait di pinggang Wayne untuk mendapatkan usapan lebih banyak, mencondongkan dada agar Wayne bisa menjilat dan mengisap payudaranya dengan rakus.
Semakin Wayne mempercepat tempo putaran di klitorisnya, Cassandra merasa semakin basah di bawah sana, dan gelombang hasratnya kian membesar. Ketika Wayne menggigit pelan putingnya bertepatan dengan tekanan pada klitorisnya, di situ Cassandra mengerjap tidak fokus sambil menjerit pelan, merasakan denyutan nyeri yang begitu kencang dalam inti tubuhnya sambil menggoyangkan pinggulnya, mengikuti gerakan tangan Wayne di sana.
Kenikmatan yang dirasakan Cassandra terjadi selama beberapa saat, atau sampai goncangan pada tubuh Cassandra melemah. Rasanya seperti sudah berlari sejauh puluhan kilometer dan itu melelahkan. Degup jantung sudah berdetak tidak karuan, mata yang terpejam erat seolah tidak kuasa untuk membuka, dan rasa lemas yang membuatnya sudah tidak sanggup untuk berdiri.
Wayne tersenyum dan mengecup kening Cassandra dengan lembut, merangkul pinggang Cassandra dengan erat untuk membantunya berdiri, dan menurunkan satu kaki Cassandra dari pinggangnya. Menatap Wayne dengan napas terengah, menyaksikan bagaimana pria itu menyeringai puas melihat ekspresi Cassandra saat ini, lalu mengisap jari tengahnya sendiri sambil memejamkan mata seolah menikmati. Shit! Wajah Cassandra terasa memanas menyaksikan pemandangan yang liar dan begitu intens seperti itu.
"How was it?" tanya Wayne setelah selesai mengisap jarinya.
"Exhausted," jawab Cassandra jujur.
Wayne tertawa pelan sambil mengarahkan satu tangan Cassandra pada tubuhnya. Tubuh Cassandra mendadak kaku ketika telapak tangannya menyentuh kejantanan Wayne yang begitu keras dan masih menegang di sana. Spontan menarik tangannya dengan tatapan horror, Wayne tergelak melihat ekspresi Cassandra.
"Apa yang kamu rasain tadi, nggak ada apa-apanya kalau yang tadi kamu pegang udah masuk ke dalam," bisik Wayne geli.
"Mesum!" pekik Cassandra sambil memukul bahu Wayne dengan gemas dan pria itu semakin tergelak.
Keheningan tercipta ketika mereka saling bertatapan di sana. Bukan canggung atau kikuk, tapi momen kebersamaan yang tercipta di ruang sempat itu, membuat perasaan Cassandra menghangat. Sorot mata teduh itu kembali pada Wayne seiring dengan senyuman lembut.
"Apa kamu merasa aneh setelah make out kayak tadi?" tanya Wayne hangat.
Cassandra langsung menggeleng dan menggigit bibir bawahnya dengan salah tingkah.
"Good! Itu artinya kamu nyaman dan maunya sama aku, bukan orang lain. Kita berkenalan dengan baik dan jalani hubungan ini dengan baik, Cassie. Aku nggak akan sembarangan mutusin sesuatu yang penting kalau nggak serius, apalagi tadi ada banyak orang. Yang artinya ada nama keluarga yang dipertaruhkan, misalnya kalau itu cuma drama," ujar Wayne menjelaskan.
Mengerjap pelan dan mengangguk sebagai jawaban, Cassandra berbalik sambil menaikkan gaun bagian atas dan Wayne menarik risletingnya. Sebuah kecupan mendarat di lekuk lehernya dan hembusan napas berat dari Wayne menerpa kulitnya yang dingin, seiring dengan rengkuhan kedua tangan Wayne yang melingkar di pinggang.
"It kills me when I have to wait," bisiknya pelan dan kembali mengecup lekuk leher Cassandra.
Cassandra menoleh dan menatap Wayne dengan hangat. "Besok mau sarapan bareng?"
"Kedengarannya menarik tapi sorry aku nggak bisa," jawab Wayne sambil menegakkan tubuh dan membalikkan tubuh Cassandra agar berhadapan dengannya. "Ada janji sama klien untuk main golf. Biasa. Jaga hubungan kerja dengan jadi teman hobi."
"Mau aku temenin?" tanya Cassandra kemudian.
Alis Wayne berkerut tidak setuju. "Terus kamu diliatin sama bapak-bapak tua yang mesum kayak mereka? A big no! Aku nggak mau kamu dipelototin kayak makanan siap saji."
"Biar begini, aku jago pegang stik dan main golf," balas Cassandra mantap.
"Masa sih?"
"Iya."
"Buktinya tadi baru pegang stik yang enakin malah kaget gitu."
"Wayne!"
Wayne tertawa melihat ekspresi cemberut Cassandra. Entah kenapa pria itu selalu memiliki otak dan pikiran yang berbau mesum.
"Bercanda," ucap Wayne sambil menarik Cassandra dalam pelukan dan mencium keningnya. "Aku main golf sampai siang, kita bisa ketemu di sore hari. Gimana?"
Cassandra mengangguk.
"Kamu yang tentuin aja mau kemana, oke? Aku ikut aja."
Wayne meremas lembut tangan kiri Cassandra sambil menatap cincin yang melingkar indah di jari manisnya. Tersenyum sejenak lalu mencium punggung tangannya dengan dalam sambil menatap Cassandra dengan sorot mata teduhnya yang menenangkan.
"Untuk kesekian kalinya aku ingetin, jangan canggung atau mudah panik, Cassie. Nggak perlu minder karena kamu punya banyak kelebihan dalam diri kamu. Aku bisa serius dan senekat ini sama kamu, karena aku tahu ada nilai lebih yang bisa aku lihat dalam diri kamu, yaitu loyalitas yang tinggi. Buatku, setia adalah harga mati dan aku bersedia bayar mahal untuk itu," ujar Wayne.
"Benarkah?"
Wayne mengangguk. "Karena itu jangan ragu dan jangan takut, aku pasti akan jagain kamu. Asal jangan nyakitin aku, karena aku bisa kejam kalau ada yang anggap sepele untuk keseriusan dan kepercayaanku, sekalipun itu nggak disengaja."
Meski ucapan itu diucapkan dalam nada lembut, namun mengandung penegasan di dalamnya. Sebuah ancaman yang tercium samar tapi merupakan jaminan kebahagiaan yang menjanjikan. Entahlah. Karena Cassandra hanya bisa menganggukkan kepala sebagai respon dari ucapan Wayne, seiring dengan perasaan yang sudah terlalu lama tidak timbul dalam hatinya. Yaitu cinta.
■■■■■
Tuesday, Sep 10th 2019
21.49 PM
Part ini ditulis dadakan kayak tahu bulat, karena Sheliu bilang lagi nggak mood dan rindu babang 😎
Udah 2 minggu nih, yang jomblo udah punya pacar belom?
Babang udah ada yang punya dong.
Kan jadiannya sama qm. Duileee 😚😚
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top