Part 15 - I have nothing more to give than my heart
WARNING : BAPER CONTENT.
Wayne terdiam sambil memperhatikan sebuah kotak yang digenggamnya saat ini. Kotak berwarna hitam yang sudah dilihatnya sepanjang hari atau sejak dari semalam. Berbagai pikiran mulai berkecamuk dan berakhir pada satu keputusan yang dirasanya tepat.
Entah kenapa Wayne bisa merasa seyakin ini terhadap nalurinya, seolah hal itu memang harus dilakukan segera dan tidak boleh lengah atau dirinya akan kehilangan lebih banyak. Melihat bagaimana Cassandra tampak terluka dengan kenangan masa lalunya, membuat Wayne tidak menginginkan hal itu terjadi kembali pada wanita itu.
Baru tersadar jika Cassandra tidak sering tersenyum, kalau pun tersenyum tidak sampai ke matanya atau terkesan terpaksa dan hanya sekedar bersikap sopan. Canggung dan kaku, terlihat jelas jika wanita itu kurang percaya diri padahal memiliki banyak kelebihan. Ralat. Kesempurnaan.
Wayne heran bagaimana bisa seorang wanita yang begitu sempurna terus merasakan kekurangan yang hampa. Merasa geram dengan siapa pun yang menjadi mantan kekasih Cassandra dan tidak akan tinggal diam jika Wayne diberi kesempatan untuk bertemu dengan bajingan itu.
"Wayne?"
Segera memasukkan kembali kotak dalam saku celana, Wayne berbalik dan mendapati Lea sudah berdiri di ambang pintu ruang tunggu itu. "Yeah?"
"Kamu nggak pergi jemput Cassandra? Kalian udah jadian dan akan tampil bareng kan?" tanya Lea cemas.
Wayne mengangguk. "Iya. Kenapa?"
"Dad kayaknya sengaja undang temen-temen bisnisnya terus bawa anak ceweknya gitu. Astaga! Aku langsung mikir kalau acara nanti bakalan jadi ajang pilih menantu. Moga-moga cuma pikiran jelek aku aja," jawab Lea sambil menghampiri Wayne. "Kalau memang Cassandra dateng, kenapa kamu masih di sini?"
Senyum sinis Wayne mengembang dengan perkiraan yang sudah dia duga sebelumnya jika Warren akan mencari keributan dengannya. Seperti meremehkan dan berpikir jika ucapan Wayne adalah omong kosong, Pria Tua itu berani mengundang kolega bisnis dan membawa para anak perempuan untuk dipilih secara acak.
Najis, geram Wayne dalam hati. Betapa bodohnya para wanita itu yang mau saja dijadikan boneka oleh orang tuanya demi politik bisnis yang tidak sehat. Sangat menjijikkan bagi Wayne untuk menerima karakter wanita yang sudah mendapat predikat murahan olehnya.
"Cassandra lagi siap-siap di kamar lantai 17, bentar lagi aku ke atas untuk jemput," ujar Wayne sambil merapikan jas dan menatap Lea dengan hangat. "Thanks udah kasih tahu aku soal itu. Kamu nggak usah kuatir, aku bisa handle kelakuan Dad kita yang makin ngaco."
Lea menatap Wayne dengan lirih. "Apa aku perlu bilang sama Nathan untuk...,"
"Nggak! Jangan bikin urusan makin ribet, Lea! Hubungan keramat kamu sama Nathan harus tetap lanjut apa pun yang terjadi! Kalau kamu sayang sama aku, ada baiknya nggak usah pake ide buat undurin pernikahan karena tunangan norak kamu bakalan jadi orang paling kampret!" sela Wayne tegas sambil menatap sengit ke arah Nathan yang menyusul di belakang.
Nathan mengangkat satu alis sambil memberi ekspresi tengilnya yang menyebalkan. "Pantes aja kuping gue ngilu, ternyata ada yang lagi ghibahin gue."
"Karena lu emang manusia paling hina saat ini," sahut Wayne ketus.
"Wayne..."
"Aku nggak apa-apa, Lea. Tenang aja sih? Kayak nggak kenal aja. I'm fine. Totally fucking fine," kembali Wayne menyela sebelum Lea melanjutkan ucapan bernada penyesalan dan rasa bersalah yang tidak diperlukan.
Nathan merangkul bahu Lea sambil tetap memperhatikan Wayne dengan seksama. "You look good, Mate. Gimme some surprise."
Lea mengerutkan alis sambil menatap Nathan dan Wayne secara bergantian. "Maksudnya?"
"Nothing, Lea. Yuk kita keluar, kasih Wayne waktu buat mikir dan jemput ceweknya," jawab Nathan santai dan memberikan seringaian penuh arti pada Wayne lalu mengajak Lea untuk beranjak dari ruang tunggu itu.
Menarik napas panjang, Wayne melirik jam tangan yang sebentar lagi acara akan segera dimulai. Tidak ingin membuang waktu, Wayne berjalan menuju lift untuk segera menjemput Cassandra di kamar yang sudah ditempatinya sejak siang.
Yeah, demi efisiensi waktu dan supaya Cassandra lebih tenang, Wayne menyewa sebuah kamar di hotel tempat acara ulang tahun Warren digelar untuk wanita itu bersiap. Tidak tanggung-tanggung, Wayne sampai memanggil perias wajah ternama untuk membuat Cassandra semakin terlihat sempurna dan memakai gaun yang sudah dirancang khusus oleh Marseille.
Wayne sudah mendapat kabar dari mereka bahwa pekerjaan untuk merias Cassandra sudah selesai sejak dari setengah jam yang lalu. Tidak ingin terburu-buru, Wayne seolah memberi waktu bagi Cassandra untuk meempersiapkan diri. Well, jika boleh dibilang adalah dirinya yang perlu dipersiapkan secara mental dan ketenangan batin yang stabil.
Menempelkan kartu kunci kamar yang dimilikinya, Wayne membuka pintu dan segera masuk ke dalamnya. Hening. Tidak ada suara. Bahkan tidak ada tanda-tanda dimana keberadaan Cassandra. Shit! Wayne mendadak panik dengan segera mencari ke sudut ruang kamar dan berakhir lega karena ternyata Cassandra sedang berada di kamar mandi, tampak berusaha membetulkan gaunnya.
Terlena. Hingga nyaris kehabisan napas. Wayne hanya bisa terpaku menatap Cassandra dari cermin yang memantulkan sosok wanita itu yang tampak seperti jelmaan Dewi Yunani. Riasan wajah yang tampak natural, rambut panjangnya dibentuk dalam braided style yang elegan, dan illusion evening gown yang persis seperti keinginan Wayne.
Sampai kapan pun, Wayne tidak pernah meragukan seleranya, terutama soal wanita. Bahkan, dirinya memiliki sense of fashion yang muncul jika berhadapan dengan wanita yang menjadi incarannya. Dan sekarang, Wayne mencoba menguasai diri untuk tidak melucuti gaun sialan itu yang justru menjadi bumerang bagi dirinya sendiri karena tidak mampu menahan godaan itu.
Berhadapan dengan Cassandra dibutuhkan kesabaran ekstra untuk bisa mendapatkan kepercayaannya. Selain karena wanita itu canggung dan kikuk, seringkali dia berusaha untuk melindungi dirinya dengan menutup pintu hati. Wayne akui Cassandra cukup sulit untuk ditaklukkan namun itulah yang disukainya, bahwa wanita itu konsisten.
Cassandra tersentak ketika menyadari Wayne sudah berdiri tidak jauh dari posisinya dan berbalik untuk menatap dengan sepasang mata hijaunya yang melebar kaget. Sial! Dilihat dari dekat, Cassandra justru semakin memukau.
"Wayne, kamu udah di sini?" tanya Cassandra.
Pertanyaan itu dijawab oleh Wayne dengan menghampirinya, merangkul pinggang, lalu menarik Cassandra untuk menempelkan kedua tubuh mereka, dan memberikan sebuah ciuman yang dalam. Tidak tergesa namun mantap, seolah sebuah penegasan untuk Wayne merasa yakin bahwa dia tidak salah pilih.
"Hello, Baby, you look bloody hot tonight," bisik Wayne setelah menyelesaikan ciuman dan mengadukan kening mereka.
Rona merah di pipi Cassandra selalu berhasil membuatnya senang. Sikap malu-malu yang ditampilkannya membuat Wayne merasa gemas. Sepasang mata hijaunya yang tampak cerdas tapi waspada, sedang mengawasi ekspresi wajah Wayne yang sepertinya menyukai saat Wayne memberikan sorot mata teduhnya saat ini.
Sudah tidak pernah menolak jika Wayne tiba-tiba menciumnya, malahan mampu mengimbangi ritme yang dimainkan Wayne, dan mulai sering tersenyum jika mereka saling bertatapan.
"Aku nggak nyangka kamu bakalan kasih aku pake gaun kayak gini. Apa kamu tahu kalau aku kayak nggak pake baju? Ini memalukan," cetus Cassandra dengan lugas.
"Stop it, Cassie. You're such a goddess! Gaun kayak gini tuh emang cocok dipake sama kamu. Semua pasti seneng ngeliat kamu," balas Wayne.
"Dan aku nggak suka kalau harus diliatin orang. Ganti baju aja yah? Aku nggak...,"
"Boleh aja."
"Serius?"
"Iya."
"Kalau gitu bantu aku buka gaunnya, ini susah banget dijangkau sama tanganku daritadi."
"Aku kasih kamu dua pilihan, buka gaun itu dan nggak usah pake apa-apa lagi karena aku udah pasti mau berduaan sama kamu, atau kamu tetep pake gaun itu dan kita turun ke hall. Gimana?"
"Kok pilihannya malah untung di kamu tapi rugi di aku sih?" protes Cassandra.
"Kata siapa? Pilihan pertama itu sama-sama enak kok. Kamunya aja kali yang nggak pernah nyoba," elak Wayne sambil terkekeh geli melihat wajah Cassandra yang memucat.
"Omes banget sih kamu!" tukas Cassandra sambil mendorong bahu Wayne dan kembali menatap diri di cermin dengan tatapan tidak nyaman.
Wayne memeluk Cassandra dari belakang sambil memandang Cassandra dari pantulan cermin, tampak begitu serasi dengannya. Merasa puas dengan apa yang sudah dihasilkan oleh orang-orang pilihannya untuk menonjolkan sisi kesempurnaan dari visual seorang Cassandra. Dia yakin jika Warren akan tercengang karena seleranya dalam menilai wanita tidak jauh berbeda dengan Wayne.
"Kamu cantik. Sangat cantik. Aku senang hari ini kalau kamu benar-benar dampingin aku untuk acara hari ini. Sorry yah, tadi aku cuma bercanda. Jangan minder, karena nggak ada hal yang perlu dicemaskan sampai harus ngerasa nggak nyaman kayak gini. Apa yang aku nilai adalah mutlak, jadi percaya sama aku, okay? Kalau sama aku, no tipu-tipu."
Cassandra tertawa pelan sambil mengusap tangan Wayne yang melingkar di pinggangnya. "Bahasa kamu udah kayak marketing rumah yang lagi kena deadline target bulanan."
"Kurang lebih sama. Bedanya kalau aku udah dapetin target tapi nggak pake deadline, soalnya aku sabar kok," balas Wayne kalem.
Kembali Cassandra tertawa, kali ini lebih keras dan lepas. Wayne menyukai bagaimana binar kebahagiaan yang dipancarkan dari sorot mata Cassandra, juga sisi manja yang dikeluarkan dengan memeluk leher Wayne secara spontan. Semakin sering Wayne melihatnya, semakin terpukau Wayne dibuatnya. Senyuman lebar yang menghias di wajah dan degup jantung yang berdetak cepat adalah bukti bahwa Wayne memiliki perasaan yang nyata, dan bukan semu. Jika tidak, mana mungkin Wayne mampu bertahan sampai sejauh ini hanya untuk mengenali wanita itu?
Karena biasanya, Wayne tidak akan tertarik untuk mengenal lebih jauh jika sudah ada penolakan dari pihak terkait, sebab dirinya tidak suka memaksakan kehendak. Tapi kali ini berbeda. Wayne berpikir untuk sesekali bertindak egois dan mencari tahu lebih banyak tentang Cassandra.
"Are you ready, Baby?" tanya Wayne lembut.
Cassandra menarik napas panjang lalu mengangguk mantap. "Jangan coba-coba tinggalin aku di sana."
"Sebaliknya, aku yang kepengen mepetin kamu karena nggak mau ada cowok ganjen yang deketin. I'm yours, remember?" balas Wayne dengan sorot mata teduhnya.
Cassandra memberi tatapan penuh arti seolah Wayne sudah memberikan ketenangan yang dibutuhkan. Menerima uluran tangan Wayne dan menyambutnya dengan senang hati, mereka keluar dari kamar itu sambil bergandengan tangan, bersiap menuju ke grand ballroom.
Wayne merutuk dalam hati karena banyaknya tamu undangan yang hadir, yang kebanyakan adalah kolega bisnis yang sebagian sudah dikenal oleh Wayne. Saat Wayne dan Cassandra masuk, tentu saja semua tatapan terarah pada mereka. Rasa gugup kembali menyerang Cassandra ketika cengkeraman di siku Wayne begitu erat.
"I hate party," bisik Cassandra yang semakin merapatkan diri pada lengan Wayne, seolah hal itu bisa menyembunyikan dirinya dari semua tatapan kagum yang terlempar padanya.
Sambil tetap melangkah, Wayne menaruh satu tangan pada punggung tangan Cassandra yang melingkar di lengannya dan menoleh padanya dengan senyuman hangat. "Easy, Tiger. I'm with you."
Sepasang mata hijau itu tampak begitu indah saat menatap Wayne dengan sorot kelegaan di dalamnya. Sial! Kemana saja Wayne selama ini sampai baru menemukan wanita secantik itu? Diam-diam Wayne merasa bersyukur karena usul Christian dan ultimatum Warren yang membuatnya sampai sejauh ini.
"You're coming, Wayne," suara Warren membuyarkan pikiran Wayne dan itu membuatnya mendengus pelan.
Dengan Warren dan Louisa yang sudah berdiri berhadapan dengannya, lalu Lea dan Nathan berada di sisi lainnya, Wayne berdiri tegap dengan posisi tinggi yang sama seperti Warren. Tatapan tajam saling beradu dengan ekspresi yang biasa saja seolah tidak ada hal yang ingin disampaikan.
"Apakah ini yang namanya Cassandra?" tanya Louisa sambil berjalan mendekat ke arah Cassandra dengan sumringah.
Wayne bisa merasakan tubuh Cassandra menegang ketika Louis langsung memberinya pelukan seperti bertemu kawan lama. Keramahan Louisa memang seperti Lea yang tidak akan sungkan menghampiri dan memberi pelukan erat, karena saat ini Lea juga memberikan perlakuan yang sama.
"You're so beautiful," puji Lea dengan tatapan memuja.
"You too, Lea," balas Cassandra pelan.
"Pinter banget anak Mom cari calon," ucap Louisa bangga sambil memberi kecupan di pipi Wayne. "Kalau kayak gini, cucu Mom bakalan cakep banget nanti."
"Astaga, Mom! Jangan bikin cerita horor gitu deh. Baru juga dapet calonnya, udah nagih cucu aja," sewot Wayne sambil melirik cemas ke arah Cassandra yang semakin gugup mendengar ucapan ibunya.
"Mom kepengen gendong cucu," bisik Louisa penuh harap.
What the fuck! Batin Wayne geram. Nathan hanya memalingkan wajah untuk menyembunyikan senyuman gelinya melihat ekspresi Wayne yang memucat. Fuck you, Nathan!
"Jadi, ini yang namanya Cassandra?" tanya Warren kemudian.
Maju satu langkah untuk mendekat, mengulurkan tangan sambil menatap Cassandra lekat, Warren tampak menilainya dengan seksama. Shit! Sebelum Cassandra sempat menerima uluran tangan Warren, Wayne sudah lebih dulu menarik Cassandra untuk menjauh dan menyembunyikan di belakang tubuhnya sambil melotot tajam pada Warren.
Satu alis Warren terangkat dan terlihat terkesan dengan sikap spontan yang dilakukan Wayne. Tidak hanya Warren, tapi Nathan pun demikian. Memperhatikan Wayne dari posisinya, Nathan tampak menyilangkan tangan sambil menunggu kelanjutan tindakan Wayne sekarang.
"Emangnya Dad nggak boleh kenalan sama calon menantu sendiri?" tanya Warren dengan nada mengejek.
"Nggak usah ganjen. Masih ada Mom di sini dan jangan pelototin orang sampai sebegitunya," jawab Wayne datar.
Warren tersenyum sinis sambil mengangkat bahu dan merangkul Louisa untuk menjauh dari Wayne, lalu berbisik pelan di sana. Entah apa yang dibicarakan mereka karena Wayne lebih memilih untuk menyingkir dari situ, diikuti Nathan dan Lea. Mereka berjalan menuju pada Christian dan Adrian yang sudah menyeringai dari kejauhan, tampak tidak terlalu mempedulikan teman kencan mereka dan lebih berminat untuk berkenalan dengan Cassandra. Tentu saja, hal itu membuat Wayne jengkel.
"Anjir lu, Wayne. Ngatain gue posesif, tapi sendirinya begitu, ckckck," bisik Nathan geli.
Wayne berdecak pelan lalu menoleh pada Cassandra yang sedang menepuk bahunya. "Ya?"
"Kamu bener, Wayne. Niatnya Daddy kamu emang kepengen bikin kamu kesel. Nggak usah takut, aku akan bantu," bisik Cassandra dengan nada rendah sambil melayangkan tatapan pada sekumpulan orang-orang yang sedang berbincang dengan Warren di sana.
Alis Wayne terangkat dan menatapnya sumringah. "Seneng kalau akhirnya kita bersekutu."
"Kamu udah baik dan sabar sama aku, udah seharusnya aku balas dengan hal yang sama. Kita saling belajar untuk mengenal satu sama lain, bukan? Jadi jangan terlalu pikirin apa yang Daddy kamu lakuin. Itu nggak guna," hibur Cassandra sambil mengusap lengan Wayne.
Kembali Wayne merasa terpukau dengan apa yang diberikan Cassandra padanya. Penghiburan itu terasa seperti angin segar untuk Wayne bahwa wanita itu sudah menerimanya dan menempatkan Wayne dalam hatinya. Damn! Rasa suka itu berganti menjadi rasa sayang yang muncul begitu saja.
Tak lama kemudian, acara pun dimulai. Warren dan Louisa berada di panggung untuk memotong kue ulang tahun pernikahan, memberi ciuman, dan berfoto dengan anak-anaknya. Terlihat seperti keluarga yang bahagia dengan senyuman merekah di sana, dan itu sudah biasa. Wayne sudah paham dengan kondisi keluarga yang sebenarnya tidak ada masalah, hanya saja selalu menjadi masalah jika dirinya berhadapan dengan Warren. Entah apa yang diinginkan pria tua itu karena terus menekan dan menuntut Wayne dalam segala hal sejak dirinya masih remaja hingga sekarang.
Dan Warren kembali berulah ketika berdiri di atas panggung, memberikan kata sambutan dalam pengeras suara, lalu mengumumkan rencana pernikahan anak-anaknya. Nathan dan Lea tampak mengawasi Wayne dengan waspada, meski Wayne masih memberikan ekspresi datar. Sampai akhirnya, para tamu undangan bertepuk tangan dan Warren mengulurkan pengeras suara ke arahnya, seakan menantangnya dengan dalih memberikan beberapa kata untuk mengucapkan selamat padanya.
"Wayne," panggil Cassandra.
Wayne menoleh dan memberikan senyuman hangatnya. "Janji untuk selalu bantuin aku dalam segala hal, Cassie?"
Cassandra mengangguk sebagai jawaban.
"Good, karena bantuan kamu akan terus aku butuhkan, dimulai dari sekarang," tambah Wayne dan langsung berjalan mendekat ke arah Warren, menerima pengeras suara, dan menatap seluruh tamu undangan dengan seksama.
Tiga temannya tampak menegang dan melirik singkat pada Cassandra yang masih berdiri di posisinya dengan tatapan yang mengarah pada Wayne. Tahu bahwa dirinya menjadi pusat perhatian, yang berarti akan menjadi fatal jika Wayne salah langkah tapi keputusannya sudah sangat bulat. It's now or never, batinnya.
"Terima kasih untuk para hadirin yang sudah meluangkan waktu untuk datang ke sini, merasakan kebahagiaan seorang Warren dan Louisa, orang tua yang sangat saya kagumi," ujar Wayne dengan ekspresi teduh dan terlihat begitu santai. "Seperti yang Dad katakan tadi, bahwa saya akan segera melepas status lajang saya sebentar lagi."
Hening. Tidak ada yang bersuara selain menatap Wayne dalam diam. Hanya tiga teman dan keluarganya yang tercengang, namun Wayne tidak peduli. Karena saat ini, Wayne dan Cassandra saling bertatapan dalam sorot mata yang sama. Takjub dan kaget. Yeah, Wayne berniat untuk melamarnya hari ini, tepat di hadapan keluarga dan para tamu undangan.
Semua keputusan ada di tangan Cassandra dan Wayne hanya perlu melakukan sisanya. Jika wanita itu menerimanya, maka Wayne akan menjadi pasangan yang pantas untuknya dan mengganti semua kesedihannya dengan kebahagiaan. Jika wanita itu menolaknya, Wayne tidak akan pernah memaksakan kehendak seperti yang sudah-sudah.
Mengeluarkan sebuah kotak dari saku celana sambil berjalan menghampiri Cassandra yang masih bergeming di posisinya berdiri, kini degup jantung Wayne berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Baru kali ini, Wayne merasa takut untuk ditolak dan merasa belum siap jika harus menerima penolakan.
"Wayne," panggil Cassandra dengan suara tercekat ketika kotak berisi cincin terarah padanya.
"I have nothing more to give you than my heart. I'm giving you a portion of my life that I will never get back. You will never get alone, because my heart will be your shelter and my arms will be your home. With the classic question that maybe you ever heard before, will you marry me, Cassie?"
Ketika nalurinya berbicara, maka pengharapan itu terkabul seturut dengan keyakinan dan keteguhan hati. Tidak ada keraguan dan mantap dalam mengambil keputusan, seperti itulah yang Wayne terapkan dalam hidup.
Seperti mengejar sesuatu yang sudah menjadi impiannya sejak lama, meski belum tercapai, tetap akan ada sesuatu yang didapatkan saat melakukan pengejaran. Dalam hal ini adalah Cassandra, sesuatu yang dia temukan saat berlari mengejar impiannya untuk menuju masa depan.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Seminggu absen di WP, naluri kegombalanku kambuh 🙈
Jangan baper, please.
Jangan sedih juga karena bukan Babang yang update.
Ada salam dari Babang untuk kalian.
I purple you 💜
Revision : 07.09.19 (22.00 PM)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top