Part 14 - You'll get what you deserve
Info untuk update hari ini :
1. Wayne
2. Russell
Besok, Babang akan update Luke :
(Kita tukeran lapak antara Luke&Russell)
Setelah itu, selama satu minggu aku akan break update karena ada urusan.
Happy Reading 💜
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Cassandra menaruh sepiring penuh berisi Taco di meja dengan Wayne yang sudah duduk sambil menatap makanan itu dengan sumringah. Dengan kemeja yang sudah digulung selengan dan keluar dari celana, Wayne tampak begitu santai dan ceria.
Tidak menyangka jika akhirnya Cassandra mengajak Wayne untuk datang ke tempat tinggalnya. Wayne adalah satu-satunya orang luar yang datang selain keluarganya. Biasanya, Cassandra akan menghindar jika ada yang ingin berkunjung, bahkan Rheina pun tidak pernah dipersilakan Cassandra untuk bertandang ke sini.
Memikirkan hal itu membuat Cassandra tidak mengerti tentang apa yang sedang dilakukannya saat ini. Rasa nyaman dan terbuka adalah hal yang didapati Cassandra saat bersama dengan Wayne. Pria itu secara tidak langsung memancing pikiran terburuknya untuk keluar dalam setiap ungkapan yang tertahan. Jika dulu Cassandra pintar dalam menahan diri untuk tidak mengeluarkan pikiran negatif dan hanya diam saja sembari menilai, tapi kali ini tidak.
Tanpa beban, Cassandra melemparkan semua tuduhan, membaca setiap modus yang dilancarkan Wayme secara blak-blakan, dan berharap itu akan menyinggung perasaan Wayne. Tapi lihat apa yang terjadi? Wayne duduk di ruang makannya dengan senyuman lebar sambil memegang alat makan untuk bersiap makan malam dengannya.
"Aku nggak yakin cocok di lidah kamu," ucap Cassandra sambil duduk dan segera mengambilkan taco pada piring Wayne.
Wayne masih tersenyum sambil menatap Cassandra penuh arti. "Lidah kamu aja cocok di mulut aku, apa lagi makanan ini."
Wajah Cassandra memerah ketika Wayne menggoda. Pria itu benar-benar berniat untuk melancarkan semua aksi pendekatan yang tidak biasa dan terus menerus tanpa jeda. Cassandra takut jika dia akan menyerah dan membiarkan Wayne masuk dalam hidupnya begitu saja. Sebab, dia tidak yakin jika hatinya sudah kuat untuk mengalami kesakitan yang jauh lebih banyak dari sebelumnya.
Wayne mulai menekuni Taco buatan Cassandra. Memasukkan Taco dalam satu mulut, mengunyah sambil menganggukkan kepala, lalu kembali mengambil Taco berikutnya. Tidak berbicara saat makan malam. Keduanya memiliki kebiasaan yang sama karena kegiatan makan seharusnya bisa diselesaikan dengan cepat tanpa perlu diselingi obrolan. Sebagai gantinya, mereka saling bertatapan dan tersenyum satu sama lain.
Sesi makan berakhir setengah jam kemudian, Cassandra segera membereskan piring kotor dan Wayne membantu untuk membawanya ke sink. Cassandra mencuci piring dan Wayne membersihkan meja makan. Semua kegiatan dilakukan dalam diam dan tidak ada obrolan.
"So, apa kita bisa nonton sehabis ini? Ada Netflix?" tanya Wayne setelah menyelesaikan pekerjaannya.
Alis Cassandra berkerut. "Kamu masih mau di sini?"
"Astaga, Cassie! Kamu niat mau usir aku pulang sehabis makan? Tega banget," celetuk Wayne dengan suara menggerutu.
Cassandra tertawa pelan sambil membimbing Wayne untuk duduk di ruang tengah yang juga adalah tempat untuk menonton film kesukaan. "Aku pikir kamu habis makan terus pulang."
"Aku malah pikir habis makan, ada banyak hal yang bisa kita lakuin bareng-bareng," balas Wayne sambil terkekeh geli.
"Jangan mikir yang nggak-nggak," tegur Cassandra.
Sofa bed ditarik untuk menjadi lebih panjang seperti ranjang, Cassandra menyusun bantal-bantal besar dan mengeluarkan beberapa kaleng minuman dari kulkas kecil yang ada di samping sofa, lalu menaruh di meja beserta makanan ringan.
"Whooaaaa... pantes aja kamu betah di rumah, kalau kayak gini juga aku jadi betah," seru Wayne sambil menghempaskan tubuh di sofa bed itu dan menghela napas lega sambil bersandar di bantal besar.
"Aku mau mandi dulu," ujar Cassandra sambil mengarahkan remote pada TV dan mencari channel yang diinginkan. "Kamu bisa nonton film yang kamu mau di sini selama setengah jam, karena habis itu aku mau lanjut nonton GOT."
"Aku heran kenapa semua orang suka banget nonton serial itu. Apa menariknya sih?" tanya Wayne sambil menerima remote dari Cassandra.
"Namanya juga selera. Kalau udah suka, nggak ada alasan yang bisa menjelaskan kenapa bisa kayak gitu," jawab Cassandra.
Wayne menyeringai senang. "Sama dong kayak aku? Selera aku tuh kayak kamu. Kalau ditanya kenapa bisa suka? Yah jawabannya gitu juga. Nggak ada alasan yang bisa menjelaskan, bisanya dirasakan dan dipahami. Okay, Cassie! Thanks untuk pencerahannya."
Cassandra mengerjap bingung dan menatap Wayne tidak percaya. Tidak ingin membalas, Cassandra menyingkir dari situ untuk masuk ke kamar dan membersihkan diri.
Tidak ada kecemasan atau panik ketika ada orang lain yang bersama dengannya di apartemen itu. Cassandra justru merasa senang jika Wayne tetap tinggal untuk menonton bersama dengannya. Setidaknya, Cassandra memiliki teman ngobrol malam ini.
Cassandra sudah membersihkan diri setelah menghabiskan waktu yang lebih lama dari yang dijanjikan. Setelah meyakinkan diri bahwa tidak ada yang aneh dari penampilannya yang mengenakan celana pendek dan atasan bertali, pakaian ternyaman untuk bersantai di rumah yang sering dikenakan, Cassandra pun keluar dari kamar untuk kembali ke ruang tengah.
Tampak Wayne tertidur dengan posisi yang masih bersandar di bantal besar. Cassandra tersenyum melihat betapa damainya ekspresi Wayne saat tidur seperti itu. Mengambil remote dari tangan Wayne, Cassandra mengganti saluran yang diinginkan lalu mengambil selimut untuk menutupi tubuh Wayne.
Mengambil duduk di samping Wayne dan bersandar di bantal besar yang sama, Cassandra mengarahkan tatapan ke arah TV yang sudah menampilkan pembukaan serial yang sudah ditunggunya. Sambil memeluk sebuah boneka kecil yang biasa dipakainya, Cassandra mengulum senyum ketika serial itu sudah dimulai. Sama sekali tidak melihat ke arah Wayne yang kini sudah membuka mata dan memandangnya dari samping.
Wayne mengulum senyum lalu mendekatkan diri untuk memeluk Cassandra dari samping. Memejamkan mata sambil menikmati hangatnya tubuh Cassandra yang begitu menyenangkan. Kelembutan kulitnya, aroma floral yang menguar, dan pelukan yang terasa pas, membuat Wayne menaruh kepala di bahu Cassandra.
Cassandra menoleh dan melihat Wayne yang sepertinya masih tertidur. Tidak ingin mengganggu tidur Wayne dan juga tidak ingin keasyikannya terganggu, Cassandra membetulkan posisi agar Wayne bisa bersandar padanya dan merengkuh tubuh besar itu dalam sebuah dekapan yang erat. Kepala Wayne yang bersandar di bahu, kedua tangan Wayne yang melingkar di pinggang Cassandra, dan tangan yang mulai mengusap kepala Wayne seolah menidurkan pria itu selagi Cassandra tetap menonton serialnya.
Terlalu fokus dalam menikmati serial itu, sampai Cassandra tidak sadar jika Wayne sudah bangun sedari tadi dan terus menatapnya dengan sorot mata penuh damba. Tangan yang masih mengusap kepala Wayne dan dekapan yang hangat kini berubah menjadi panas. Barulah ketika ada jeda adegan yang tidak terlalu menyenangkan, Cassandra hendak mengubah posisi tapi terhenti ketika menunduk dan mendapati Wayne yang tengah menatapnya.
"Udah bangun? Capek banget yah sampe ketiduran? Mau pulang aja?" tanya Cassandra sambil mengusap kepala Wayne.
"Kamu udah cocok banget jadi calon istri," jawab Wayne dengan suara serak. "Terlalu perhatian untuk cowok yang kamu hindari."
Cassandra terdiam dan membalas tatapan dari sorot mata teduh yang selalu berhasil membuatnya terpukau. Ucapan Wayne membuatnya berpikir bahwa seharusnya Cassandra memang menghindari Wayne dan menjauhinya. Bukan dengan mengajak ke teritori pribadi yang sudah menjadi sarang untuknya menyendiri.
"Kamu juga udah cocok jadi calon suami, yang mau aja temenin nonton sampe ketiduran," balas Cassandra.
Wayne terkekeh. "Aku nggak temenin nonton, aku cuma belaga tidur."
"Aku tahu."
"Kamu tahu?"
"Iya."
"Kalau udah tahu kok nggak langsung tegur? Malah benerin posisi supaya aku bisa nyaman."
"Karena aku tahu kamu bakalan jujur sama aku. Kayak tadi."
Cassandra tersenyum ketika melihat Wayne tertegun dan memberi ekspresi tidak percaya. Dalam keheningan, bertukar tatapan penuh arti seiring dengan dekapan yang semakin mengerat. Serial yang sudah menayangkan adegan penting terabaikan, berganti sorot mata teduh dan wajah rupawan yang mendominasi saat ini.
"I want to kiss you, Baby," bisik Wayne hangat.
Cassandra mengangguk. "Yes, please."
Tidak perlu menunggu, Wayne segera mencium bibir Cassandra dengan cepat dan langsung memegang kendali. Seolah pria itu memang sudah bersiap untuk menyerangnya kapan saja ketika sudah mendapatkan persetujuan darinya.
Wayne menciumnya dengan sangat hati-hati, memperlakukannya seperti barang pecah belah. Memejamkan mata untuk merasakan kenikmatan yang ditawarkan Wayne, Cassandra membiarkan Wayne melakukan apa saja.
Tangan besar Wayne menangkup leher belakang Cassandra, satu tangan lagi mendorong sedikit untuk mengubah posisi agar Cassandra merebah di bawahnya, menindih dengan seluruh berat badannya, tanpa menghentikan ciuman yang kini berubah menjadi hisapan lembut di bibir bawah Cassandra.
Meski begitu lembut dan hati-hati, tapi gerakan tangan Wayne begitu cepat dalam beraksi. Atasan bertali yang dikenakan Casandra kini sudah tersibak ke atas, bra sudah terlepas, dan menampilkan sepasang payudara yang kini sedang ditatap Wayne dengan ekspresi memuja.
"Such a goddess," ucap Wayne sambil menangkup satu payudara yang terasa penuh di telapak tangannya, meremas lembut untuk merasakan kelembutan, dan mendaratkan sebuah ciuman di atasnya.
"Engghh," desah Cassandra sambil menggeliat karena bibir Wayne sudah bekerja untuk menjilat, mengisap, dan menggigit di dadanya.
Liukan lidah Wayne yang terlatih sedang menari-nari di atas putingnya yang menegang, memberi rangsangan yang sulit untuk ditahan, dan kelembapan yang menguar di tubuh bawahnya. Cassandra mengerjap gelisah sambil meremas bahu Wayne untuk menahan sensasi yang semakin menguat dalam setiap sentuhan yang dilancarkan Wayne.
Kulit tubuh meremang, degup jantung yang bergemuruh, napas yang memberat dalam setiap tarikan, serta kelembapan yang terasa kian basah di bawah sana, membuat Cassandra kewalahan. Tidak sanggup menahan tapi tidak ingin terhenti. Aneh, pikirnya. Jika sebelumnya, sensasi yang dirasakan hanya lewat sebuah ciuman liar, tapi kali ini berbeda.
Kembali dengan Wayne yang menjadi orang pertama yang menyentuh tubuhnya begitu saja. Bahkan, dengan mantan kekasih yang sudah menjalin hubungan lama pun tidak pernah diberi kesempatan oleh Cassandra untuk menyentuh tubuhnya, selain ciuman atau sekedar bertukar lidah. Frigid, itu kata mantannya. Kaku. Kuno. Pasif. Aneh. Semua kata yang sempat terucap oleh mantan sialannya itu, kembali terdengar dalam pikiran yang tidak bisa melupakan setiap kata-kata yang menyakiti hatinya.
Wayne membuka mata dan menghentikan cumbuan ketika merasa ada yang terasa tidak nyaman. Menengadah dan melihat Cassandra yang terlihat sedih seperti ingin menangis, tentu saja Wayne tersentak kaget dan segera melakukan upaya untuk menenangkan dengan memberi sebuah pelukan.
"Hey, are you okay? Sorry, sorry. Apa ada yang sakit? Aku udah kelewatan banget?" tanya Wayne cemas sambil terus memeluk dan mengusap punggung Cassandra dengan lembut.
Cassandra tidak sadar jika air mata sudah membasahi pipi dan memejamkan mata untuk merasakan ketenangan lewat pelukan Wayne yang hangat. Inilah yang dihindarinya setiap kali mencoba memulai hubungan dengan pria lain. Bahwa kata-kata menyakitkan itu selalu bergema setiap kali dia hendak melepaskan diri dari bayangan masa lalu.
"Ssshhh, kalau ada yang kamu nggak suka, bilang aja. Tegur aku atau pukul aku, asal jangan usir aku," ujar Wayne kembali menenangkan. "Aku suka khilaf kalau sama kamu. Sorry, Babe."
Kesedihan Cassandra menguap begitu saja karena sekarang sudah tersenyum mendengar ucapan Wayne yang begitu lucu. Pria itu selalu mengungkapkan segala sesuatu dalam ucapan yang sederhana dan langsung pada intinya.
"Nggak apa-apa, Wayne. Kamu nggak salah," balas Cassandra sambil menarik diri dan menatap Wayne dengan lirih.
"Kamu yakin?" tanya Wayne untuk memastikan.
"Iya. Aku cuma keingetan sesuatu yang bikin aku sedih," jawab Cassandra sambil menutupi dada dengan kedua tangan, tampak malu dengan posisi yang memalukan dan kondisi atasan yang sudah tidak pada tempatnya.
Menyadari apa yang dirasakan Cassandra, Wayne berinisiatif untuk melakukan sesuatu padanya.
"May I?" tanya Wayne seolah meminta ijin pada Cassandra.
Cassandra mengerutkan alis bingung mendengar pertanyaan Wayne. Pria itu tertawa pelan sambil menurunkan kedua tangan Cassandra yang menutupi dada, menarik atasan itu ke atas untuk memakaikan kembali bra Cassandra yang terlepas, lalu menurunkan atasan untuk kembali ke posisi semula.
Wayne memberikan cengiran lebar sambil meringis seperti sudah tertangkap basah melakukan kesalahan di sana. "Aku nakal banget yah? Sori deh kalau gitu. Namanya juga cowok, nggak bisa nolak yang kayak begini."
Cassandra mengerjap tidak percaya lalu tertawa pelan. Merasa senang dengan sikap Wayne yang begitu ramah dan tidak menganggapnya aneh. Sangat pengertian, pikir Cassandra. Dia mendekatkan diri untuk memeluk Wayne sambil menatap pria itu dengan penuh arti.
"Peluk aku kayak gini, sama aja kamu nyiksa aku, Cassie," ujar Wayne mengingatkan tapi malah mengeratkan pelukan itu.
"Thanks for not being weird, Wayne," balas Cassandra hangat. "Mudah-mudahan, seterusnya kamu bakalan terbuka dan jujur sama aku."
"Maksudnya?" tanya Wayne heran.
"Maksudnya aku kasih kesempatan buat kamu pedekate. Nggak usah lebay atau aneh, cukup jadi diri sendiri aja. Kita belajar untuk saling mengenal tanpa perlu pake istilah pacaran. Aku nggak mau ada definisi pacar atau apa pun itu. Karena aku masih trauma," jawab Cassandra jujur.
Mata Wayne melebar senang sambil tersenyum lebar dan memperlihatkan lesung pipi yang begitu menawan. Cassandra menyukai bagaimana ekspresi Wayne membuatnya tenang dan lega di saat yang bersamaan. Tidak ada penghakiman atau tuduhan. Tidak ada tuntutan melainkan pengertian. Dari situ, Cassandra berpikir tidak ada salahnya untuk mencoba dan memberi kesempatan bagi Wayne.
"Thanks untuk kesempatannya, Sayang. Perlu aku ingatkan lagi kalau sejak awal aku emang nggak niat ngajakin kamu pacaran. Aku mintanya kamu jadi calon istri, yang berarti setingkat lebih tinggi dari status pacar," tukas Wayne dengan lembut. "Kalau aku bilang serius, itu tandanya serius."
"Bukan karena tuntutan orang tua yang kepengen kamu dapetin calon istri?"
"Itu salah satunya tapi bukan yang terutama. Mungkin karena aku nggak tahu apa alasan yang tepat sampe sengotot ini sama kamu, tapi rasanya aku senang aja karena bisa jadi diri sendiri dan nggak perlu jaim waktu bareng sama kamu."
"Jadi, kamu memang suka modus dan kasih rayuan gombal ke semua cewek yang kamu deketin?"
Wayne mengangguk tanpa ragu. "Wajar aja kalau cowok kayak gitu. Justru kalau ada cowok yang ngomong nggak, itu perlu dicurigain karena udah pasti bohong."
Cassandra tersenyum dan bergelayut manja dalam pelukan Wayne. Merasa tenang dan semakin nyaman jika berdekatan seperti ini. "Thanks for being honest, Wayne."
"Jadi, kenapa kamu tiba-tiba sedih? Ada apa? Apa kamu tiba-tiba inget soal masa lalu yang nyakitin kamu? Sampe seberapa parah orang itu nyakitin kamu? Perlu aku bantu untuk kasih pelajaran?" tanya Wayne kemudian.
Cassandra menggelengkan kepala sambil menatap ekspresi serius yang ditampilkan Wayne, seolah ucapannya tadi bukanlah angin lalu. "Setelah putus, aku nggak pernah deket sama siapa-siapa kecuali kamu. Mungkin aku masih belum lupain apa yang pernah aku alamin. Itu aja."
Wayne terdiam. Memperhatikan Cassandra selama beberapa saat lalu mencium keningnya dengan begitu dalam sambil mengeratkan pelukan. "Perlu aku kasih sedikit masukan buat kamu?"
Cassandra mengangguk.
"Melepaskan sesuatu nggak berarti kamu menyerah, tapi pada penerimaan diri bahwa ada banyak hal yang ditakdirkan nggak terjadi, demi kebaikan hidup. Buat apa kamu mengikat diri sama masa lalu selain bikin sakit hati dan pikiran kamu? Nggak guna banget, Cassie," ujar Wayne lembut.
Ucapan Wayne membuat perasaan Cassandra menghangat. Semakin bertambah hangat dan menguar dalam perasaan yang melambung tinggi, ketika Wayne melanjutkan ucapannya dalam setiap kalimat yang mengandung arti terdalam yang pernah didengarnya.
"You are special, Cassandra. You deserve love and you'll get it. The good news is that's from me."
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
TGIF!!!
BRB mau hepi2 buat minum sama temen 💜
Russell maleman yah, Genks.
30.08.19 (15.38 PM)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top