Part 13 - Rigidly Cassandra
Ada yang bilang tungguin Wayne kayak tunggu seribu purnama 😏
Masa sih? Wkwkwk
Berhubung revisi aku tulis ulang, jadi agak lama karena ngantri.
Mungkin Wayne akan absen karena aku kudu fokus revisi naskah Nathan sekaligus extra parts baru.
Happy Reading 💜
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Wayne mengembangkan senyuman ketika melihat ekspresi cemberut Cassandra saat ini. Sedari tadi, wanita itu mendelik tajam padanya lalu pada Marseille, sang perancang gaun yang sudah menjadi kenalan lama Wayne.
Demi menghadiri pesta ulang tahun ayahnya, Wayne ingin membuat sebuah kejutan. Tentunya dia tidak akan tanggung-tanggung dalam menjalankan sebuah rencana, jikalau bisa, sekalian memberikan serangan jantung pada Warren nanti.
Setelah dua hari membujuk wanita keras kepala yang mati-matian tidak ingin diajak membeli gaun, akhirnya Cassandra menyerah dan mengikuti Wayne sampai ke sini.
"Nice catch, Wayne," bisik Marseille setelah selesai mengukur tubuh Cassandra.
Wayne menyeringai senang mendengar pujian Marseille. "I know."
"Tumbenan bisa ajak cewek ngukur baju. Biasanya, lu yang main ngukur aja pake tangan sama batangan lu," celetuk Marseille sambil menulis di atas memo.
"Ini beda. Bukan barang atau pengalihan," balas Wayne dengan suara rendah.
Marseille spontan berhenti menulis untuk mendongak dan menatap Wayne dengan ekspresi tidak terbaca. Menatap selama beberapa saat, akhirnya Marseille mengangkat satu alis setelah mendapat kesungguhan dari ekspresi Wayne lewat sorot mata teduhnya.
"Jadi udah tobat lu? Wah, gue jadi tersinggung pas sama gue, lu malah makin bejat," ejek Marseille sambil kembali menulis.
"Jangan ngomong yang udah lewat. Kita sama-sama khilaf waktu dulu, jadi nggak usah baper kalau ada mantan fuck buddy yang mulai bisa mikir," balas Wayne kalem.
Marseille memutar bola mata dan tersenyum hambar setelahnya. "Mudah-mudahan langgeng, Wayne. Gue cuma bisa bantu dalam doa."
"Sekalian bantu bikin gaun yang keren dalam waktu 24 jam. Gue mau dia tampil sempurna dan seksi. Itu aja."
"Ckckck, beli aja lingerie VS atau La Perla yang masih new arrival. Nggak usah pasang muka turn on lu yang nyebelin itu, kesannya kayak lu lagi minta jatah sama gue."
Wayne tertawa pelan mendengar ejekan Marseille yang semakin menjadi. Teman dekat yang menjadi sahabatnya selama tiga tahun terakhir itu, memang selalu bersikap sinis dan terbuka padanya. Sama sekali tidak tersinggung karena Wayne tahu jika Marseille hanya menyindir tanpa maksud jelek.
Obrolan yang cukup menyenangkan itu, ternyata membuat Cassandra yang melihatnya dari kejauhan menjadi gerah. Terlihat dari ekspresinya yang semakin cemberut dan menggelap.
"Mendingan lu samperin cewek lu itu. Gue sama sekali nggak kepengen dianggap jadi saingan," bisik Marseille sambil melirik singkat ke arah Cassandra lalu kembali menatap Wayne dan memberi sebuah pelukan perpisahan.
"It's okay, dia nggak bakalan cemburu," balas Wayne sambil mengeratkan pelukan.
"Baguslah. Jadi kalau gue cium lu, harusnya nggak masalah dong," sahut Marseille lalu mencium pipi Wayne dengan hangat dan terkesan sengaja berlama-lama di situ.
"Marseille," tegur Wayne sambil menarik diri dan memberi senyuman santai. "Jangan bikin gue susah. Dapetin dia itu nggak mudah, gue perlu pake strategi rumit."
Marseille terkekeh lalu mengangkat bahu. "Gue kabarin kalau gaunnya udah jadi. Sana pergi."
Wayne hanya tertawa saja dan menghampiri Cassandra yang menatap kedatangannya sambil menyilangkan tangan. Terlihat geram dan sengit. Hmmm...
"What?" tanya Wayne tanpa beban.
"Harusnya kamu pake dia jadi calon istri karena lebih cocok, bukan aku," ujar Cassandra sewot, lalu melangkah keluar dari ruang fitting itu.
"Of course not. Aku sama dia cuma temen," balas Wayne sambil mengimbangi langkah Cassandra untuk menuruni anak tangga.
"Whatever!"
"Cassie," panggil Wayne halus sambil mencengkeram lengan Cassandra agar menghentikan langkahnya.
"Apa?" decak Cassandra sambil menatap Wayne kesal.
Wayne tersenyum. "Dia cuma temen doang, nggak ada hubungan apa-apa. Marseille udah married dan punya anak dua. Kita memang suka bercanda dan jangan masukin ke dalam hati."
"Aku nggak peduli dan kamu nggak perlu jelasin," sahut Cassandra lugas.
"Tapi aku peduli," balas Wayne santai. "Meski kamu nggak butuh penjelasan, tapi tetep aja buatku itu penting. Aku perlu jelasin ke kamu supaya kamu tahu aku serius."
"Wayne,.."
"Dan berhenti suruh aku jangan ngomong sembarangan! Aku serius tandanya emang niat sama kamu. Jadi nggak usah ngambek, nanti aku malah makin gemes, kecuali kalau emang kamu suka dicium sama aku," sela Wayne sambil menyeringai puas melihat wajah Cassandra yang merona.
"Aku udah nggak tahu mesti ngomong apa sama kamu," gumam Cassandra pelan sambil melanjutkan langkah dengan Wayne yang merangkul pinggangnya.
"Makanya nggak usah kebanyakan ngomong, nikmatin aja apa yang aku bakal lakuin ke kamu. Kita sama-sama udah dewasa dan ikutin alur kedekatan ini," ucap Wayne lalu membuka pintu mobil untuk Cassandra.
Cassandra tidak membalas dan masuk ke dalam mobil. Canggung dan kaku. Itulah kesan yang didapati Wayne dari Cassandra setiap kali berhadapan dengannya. Terkadang menolak, tapi terkadang tidak.
"Hari ini kamu sibuk banget? Ada apa, Cassie? Kamu bisa tanya atau diskusi sama aku," ujar Wayne sambil meraih satu tangan Cassandra dan menggenggamnya, selagi satu tangannya lagi memegang kemudi.
"Jujur aja aku lagi capek dan bete. Jangan ganggu aku dulu," jawab Cassandra sambil menarik tangan dari genggaman Wayne.
"Ada apa sebenarnya? Tadi kita ke sini, kamu baik-baik aja. Sekarang tiba-tiba bete. Kamu jealous sama Marseille?" tebak Wayne sambil terkekeh geli.
Cassandra menoleh lalu berckckck ria. "Selain kamu suka nyosor dan pede, kamu juga kege-eran. Aku cuma capek dan heran kenapa aku harus datang ke butik itu untuk ukur baju? Padahal aku punya stok evening dress buat dipake ke pesta ultah."
"Aku nggak mau kamu ngasal, in case kalau kamu berubah pikiran," sahut Wayne jujur. "To be honest, kamu suka berubah-ubah, apa lagi kalau lagi gugup. Sampai sekarang aku masih heran sama cewek cantik kayak kamu tapi kok minder?"
Cassandra menghela napas dan menatap ke luar jendela. Tatapannya menerawang dengan ekspresi tidak suka. "Bukan minder tapi bingung. Jujur aja aku nggak tahu harus gimana sama cowok kayak kamu."
"Maksudnya?" tanya Wayne heran sambil membelokkan kemudi ke jalan bebas hambatan.
Cassandra menoleh dengan sorot mata tajam yang begitu tegas. "I'm not girlfriend material, Wayne. Buat aku, semua cowok itu brengsek. Aku udah kenyang dikibulin, dibegoin, sampe diselingkuhin. Semuanya udah aku ngalamin dan aku nggak kepengen terulang lagi."
Mata Wayne melebar kaget dan menoleh pada Cassandra untuk melihat ekspresi wajah. Tidak menyangka dengan pria tolol dan brengsek seperti itu karena sudah menyakiti wanita seperti Cassandra.
"Can you tell me what's going on, Cassie?" tanya Wayne dengan nada membujuk sambil menggenggam satu tangan Cassandra kembali. "Kasih tahu aku apa yang bikin kamu nggak nyaman, kita bisa cari jalan keluar bareng."
"Aku pernah ngalamin patah hati. Pacar yang udah jalan selama bertahun-tahun seelingkuh sama teman baik aku. Rasanya sakit banget, Wayne. Meski udah dua tahun lebih, tapi kayak baru kemarin. Aku masih trauma. Dan jujur aja kalau kamu termasuk tipe cowok yang aku hindari, sorry not sorry."
Wayne tidak memberi reaksi apa-apa selain mengarahkan kemudi sambil menggenggam satu tangan Cassandra dengan erat. Tidak ada yang bisa dibanggakan dalam menjadi seorang bajingan dan Wayne tahu jelas soal itu. Selain tidak dipercaya, maka akan dicurigai juga ketika berniat untuk serius. Seperti sekarang ini. Meski demikian, Wayne tidak pernah mentolerir adanya perselingkuhan atau istilah teman makan teman.
"Aku bersyukur kalau kamu udah lepas dari cowok brengsek kayak gitu. Ckckck, murahan banget jadi cowok, kayak nggak ada cewek lain yang bisa diajak main sampe harus ngeganjenin temen ceweknya sendiri. Cih!" desis Wayne geram.
"Dan waktu kamu akrab sama teman desainer kamu, tapi di lain pihak kamu bilang mau deketin aku, it makes no sense. Bukan aku cemburu, tapi aku langsung berpikir keras untuk memaklumi hal itu. Look, Wayne. Aku bukan cewek yang punya pergaulan bebas kayak kamu, mungkin kamu bisa menilai dari luar kalau aku adalah cewek yang bisa kamu main pake sembarangan. Aku tuh..."
"Stop! Stop! Stop!!" sela Wayne sambil mendesis tajam. "Aku nggak suka yah kalau kamu ngomong kayak gitu? Pada intinya, aku nggak anggap kamu kayak yang kamu bilang dan berhenti untuk terus rendahin diri cuma gara-gara ada cowok sampah yang nggak ngehargain kamu. You deserve more better, Cassie!"
Cassandra tertegun selama beberapa saat dan tersenyum hangat. "Thanks, Wayne."
"No need to thank me, Cassie. Aku tahu kalau cowok yang lagi duduk di sebelah kamu bukan cowok baik-baik, tapi aku berani jamin kalau nggak akan nyakitin kamu dengan cara kampungan kayak gitu. Juga nggak seharusnya kamu pukul rata semua orang gara-gara kamu punya pengalaman nggak enak sama dia. That's not fair."
"So, bisa kasih tahu aku gimana caranya nggak pikir jelek sama cowok?"
"Buka hati kamu dan aku pastikan kamu nggak bakalan nyesel," ucap Wayne lalu mendesah pelan. "Aku sebenarnya tersinggung banget kalau kamu mikir jelek terus ke aku dan blak-blakan ngomongin kemungkinan modus basi gini deh."
"Wajar aja karena cowok nggak bisa dipercaya."
"Good! That's a very good indeed! Pantes aja cowok suka mikir jorok, ternyata emang cewek udah mikir jelek duluan."
"Mikir jorok? Maksudnya?"
"Kurang lebih sama kayak kamu yang nethink mulu sama aku," balas Wayne sambil tertawa pelan. "Alright, let's end this silly conversation. Aku minta maaf kalau tadi keganjenan sama Marseille dan nggak ada niat sama sekali buat terlihat brengsek di mata kamu. She's married and I'm yours. End of discussion."
Kalimat terakhir seperti tadi, membuat Wayne tertegun setelah mengucapkannya tanpa sadar. Seorang Wayne berani mengucapkan hal tentang kepemilikan a.k.a sudah ada yang memiliki? Ini gila, pikir Wayne. Tuntutan ayahnya membuat Wayne semakin frustrasi sehingga terlalu mendalami niat untuk mencari calon istri.
"Jangan ngomong terlalu jauh, Wayne. Jalanin dulu apa yang ada di depan mata. Kita berdua sama-sama sakit. Kamu yang nggak bakalan betah dengan satu cewek dan aku yang trauma sama cowok brengsek. Kita nggak tahu ke depannya akan seperti apa," ujar Cassandra sambil meremas lembut genggaman tangan Wayne lalu menarik tangannya dengan sopan.
Wayne menoleh pada Cassandra dan memberikan senyuman lebar sambil menginjak pedal rem ketika lampu merah menyala. "Kamu tuh termasuk salah satu cewek langka yang nggak pernah terima mentah-mentah semua ucapan orang. Kebanyakan kompromi."
"Kompromi itu lebih baik dari pada nggak mikir sama sekali. Bukan aku nggak mau tapi susah untuk percaya sama orang. Aku harap kamu ngerti maksudnya," ujar Cassandra.
Wayne mengangguk mantap. "Udah jam tujuh malam, kita dinner dulu yah. Habis itu baru aku anterin pulang."
Cassandra menghela napas sambil menggelengkan kepala. "Aku udah tahu kalau kamu emang kepengen tahu dimana tempat tinggalku. Jangan-jangan, ban mobilku bisa mendadak bocor di parkiran itu kerjaan kamu?"
"Kok main nuduh gitu? Nggak lah. Yang namanya bencana bisa datang kapan aja."
"Nggak mungkin. Aku yakin banget mobilku nggak ada masalah waktu berangkat ke kantor, tapi pas jam lima bisa tiba-tiba bocor."
Sial! Wayne harus belajar lebih banyak untuk mencari cara agar tidak mudah dibaca oleh Cassandra yang selalu berhasil melemparkan tuduhan padanya. Wanita yang memiliki kecurigaan akut, sudah pasti mempunyai insting kuat layaknya secret agent yang sedang bekerja lewat intuisi yang tajam.
Menyuruh salah satu security gedung, Wayne meminta agar mobil Cassandra dikerjai sehingga mau tidak mau, wanita itu akan ikut dengannya. Tentu saja, supir pribadi sudah dikerahkan Wayne untuk mengurus mobil Cassandra sehingga Wayne bisa menyetir tanpa gangguan yang diperlukan.
"Aku udah bener-bener jelek banget di mata kamu yah," celetuk Wayne sambil berckckck ria.
Lampu hijau menyala dan Wayne segera melajukan kemudinya kembali.
"Maaf kalau aku suka curiga, itu karena dulu aku terlalu percaya dan nggak peka jadi orang," gumam Cassandra lalu kembali menghela napas sambil menoleh pada Wayne. "Ya udah, mau dinner dimana? Mau makan di apartemen aku? Tadi pagi aku ada marinade daging dan pengen bikin taco."
Mata Wayne melebar sambil melirik singkat ke arah Cassandra. "Kamu bisa masak?"
"Yah harus bisa masak karena aku memang udah tinggal sendiri selepas SMA. Lagian, aku jarang banget dinner di luar," jawab Cassandra.
"Anak rumahan?"
Cassandra mengangguk. "Sound so boring, huh?"
"Of course not, why should I? Aku malah seneng kalau ada cewek yang punya keahlian banyak. Itu tandanya mandiri dan aku udah bangga sama kamu."
"Okay, kalau gitu, kamu belok kanan di lampu merah ketiga, terus lurus aja sambil...,"
Wayne mengikuti arahan Cassandra untuk menuju ke tempat tinggal wanita itu. Meski pun ini adalah pertama kalinya Wayne mengunjungi tempat tinggal dari wanita yang menjadi incarannya, namun entah kenapa Wayne merasa begitu bersemangat. Tidak ada yang mudah sejak mendekati Cassandra, apa lagi dirinya yang tidak pernah mengalami penolakan dan selalu mudah mendapatkan sesuatu.
Wayne merasa tertantang untuk mendapatkan wanita itu, sekaligus ingin mengetahui lebih banyak tentang seorang Cassandra. Tentunya, dia ingin tahu siapa yang dengan kurang ajarnya mengecewakan dan menyakiti wanita itu. Sebab orang itu harus bertanggung jawab karena sudah membuat Wayne kesusahan dalam mendapatkan Cassandra.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Kalau ada nemu kalimat ngaco, kabarin.
Aku ketik dengan mata 2 watt.
Ngantuk berat.
Borahae 💜
Revisi : 27.08.19 (21.58 PM)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top