Part 12 - A man with so many talent
Sudah terhitung satu bulan, Cassandra bekerja di Bumi Tekindo, sebagai perwakilan dari Mexindo untuk memantau perkembangan terbaru mengenai kerja sama proyek perkebunan sawit di Kalimantan. Tentu saja selama itu juga, dia bertemu dengan Wayne di kantor setiap hari dan bersikap professional saat bertemu dengan dirinya.
Tegas, berwibawa, dan hanya mengangguk sopan setiap kali mereka berpapasan. Tidak ada obrolan atau apa pun selain pertemuan di ruang rapat, karena Wayne memang mempunyai banyak pekerjaan dan hampir jarang terlihat ada di kantor, terutama di atas jam makan siang.
Selain itu, Cassandra juga tahu jika Wayne adalah sosok CEO yang moody, suka berteriak jika ada urusan yang tidak sesuai dengan kemauannya, suka membanting pintu jika mendapati sesuatu yang membuat dirinya tidak senang. Membuat Cassandra berpikir apakah dengan menjadi CEO harus memiliki sikap brengsek seperti itu? Dia berpikir hanya om Jose saja yang mempunyai sifat aneh seperti itu, ternyata Wayne pun demikian.
Dan sekarang, entah urusan apa yang membuat Wayne mengumpat tidak jelas dari ruangan kerjanya. Hampir seluruh kepala divisi terkena amarah sang CEO hari ini, bahkan Hendrik, tangan kanan Wayne sudah terkena omelan hanya karena berkas yang terselip, dan Grace, asisten pribadi Wayne, yang terlambat menyediakan kopi hitam untuknya.
Jika bukan karena ada dokumen yang membutuhkan konfirmasi dan tanda tangan Wayne, Cassandra lebih memilih untuk menghindar. Tapi begitu melihat sosok Wayne yang duduk dengan sorot mata tajam dan ekspresi yang begitu marah ketika duduk di kursinya, Cassandra yakin jika ada sesuatu yang terjadi pada pria itu.
Menaruh simpati padanya, Cassandra berniat untuk menawarkan bantuan. Tapi tetap saja, pria itu selalu pintar mencari kesempatan dalam kesempitan. Dengan tidak tahu diri, Wayne kembali berulah untuk mencoba menciumnya. Tapi sebelum Wayne sempat menempelkan bibir sialannya untuk memberi ciuman lancang seperti waktu lalu, Cassandra segera menendang kaki Wayne dengan ujung stiletto-nya tanpa ragu. Tentu saja, Wayne langsung mengumpat sambil menangkup kaki dan melompat-lompat menahan sakit.
"Aku tuh udah bilang jangan main nyosor!" tegur Cassandra dengan mata melotot galak.
"Yah nggak perlu pake tendang kaki orang," balas Wayne sengit.
"Terus mesti gimana? Biarin kamu cium aku kayak kemarin? A big no! Aku udah bilang kalau bukan urusan kerjaan, jangan bawa-bawa urusan pribadi ke dalam kantor. Pamali!"
"Buktinya kamu datang ke sini dan tawarin bantuan. Aku pikir kalau kamu nggak akan ke sini untuk negosiasi sama aku dan... hey! Hey! Cassie! Kamu mau kemana?"
Cassandra yang sudah mulai berjalan ke arah pintu langsung menoleh begitu Wayne memanggilnya. "Kayaknya aku salah banget karena udah ke sini. Anggap aja kalau barusan aku...,"
"Stop it, Cassie! Jangan PHP-in orang ganteng. Itu nggak baik!" sela Wayne dengan nada malas dan mulai melangkah dengan sedikit pincang.
Cassandra melumat bibir untuk menahan tawa sambil membuang muka. Cukup lucu melihat Wayne yang berjalan tertatih-tatih sambil meringis menahan sakit. Sepertinya tendangan Cassandra tadi cukup keras sehingga Wayne tampak begitu kesakitan.
"Nyosor terus ke orang cantik juga nggak baik. Suka banyak setannya," balas Cassandra geli.
Wayne menyeringai dan menatap Cassandra dengan hangat ketika sudah berdiri berhadapan kembali dengannya. "Nggak tahu kenapa, aku malah suka banyak setan kalau lagi deket-deket sama kamu."
Cassandra mendengus dan menoyor kepala Wayne dengan gemas. "Kamu tuh nyebelin banget yah jadi cowok."
"Ini barusan udah pelanggaran yah berani ngegelepak CEO," tukas Wayne sambil menunjuk kepala dan menatap Cassandra dengan tatapan tidak terima. "Mau aku putusin kontrak merger karena berani kurang ajar?"
"Barusan nggak ada hubungannya sama urusan kerjaan. Lagian kamu emang nyebelin dan...,"
"Kalau gitu apa yang mau aku lakuin tadi juga nggak ada urusan sama kerjaan," sela Wayne.
"A-Apa?"
"Jadi konsekuensinya adalah ini." Cup! Cup! Cup! Wayne mencium pipi Cassandra sebanyak tiga kali lalu menyeringai puas melihat Cassandra yang tertegun. "Cuma di pipi nggak bakalan bikin kamu berdarah, kan?"
Cassandra mengerjap tidak percaya dengan kelakuan Wayne yang begitu konyol. Sambil menggelengkan kepala dan mendekap dokumen lebih erat di dada, Cassandra menatap Wayne tajam. "Jadi, apa yang bisa aku bantu? Ada masalah apa sampai harus uring-uringan nggak jelas kayak tadi?"
"Sure. Aku memang butuh bantuan kamu karena cuma kamu yang bisa bantu aku," jawab Wayne.
"Apa?" tanya Cassandra lagi.
"Jadi calon istri aku."
Cassandra membulatkan mata dan menatap Wayne tidak percaya. Sama sekali tidak mengerti dengan urusan Wayne yang terus membahas soal calon isteri.
"Astaga, Wayne! Kamu tuh jangan bercanda yah."
"Emangnya aku kelihatan bercanda di sini?"
Bungkam. Cassandra menatap Wayne dengan tatapan menilai dan berpikir jika rasanya tidak mungkin seorang Wayne menjadi tidak terkendali hanya sekedar urusan calon isteri yang tidak ada habisnya. Sudah pasti ada masalah di sini dan sepertinya serius.
"Bisa kamu kasih aku alasan kenapa bisa sampai ngotot begini untuk minta aku jadi calon istri? Ada masalah apa? Ada yang mendesak atau bagaimana?" tanya Cassandra dengan nada hati-hati.
Wayne mendesah malas dan melengos saja. Tampak memikirkan sesuatu dengan ekspresi yang tidak senang. Frustrasi. Bisa jadi tertekan. Entahlah. Cassandra tidak menyukai ekspresi muram dan gestur tubuh yang tidak bersemangat dari Wayne. Pria itu tidak pantas terlihat sedih, itu saja.
"Just help me, Cassie," ucap Wayne akhirnya, dan menoleh kembali pada Cassandra. "Masa tenggat udah mepet dan aku nggak mau dikenalin sama cewek asing. Seriously, I'm not joking."
Cassandra hanya bisa tertegun. Bahkan, pria metroseksual dengan sosok seperti Wayne, tetap tidak akan bisa menghindar dari sistim kampungan ala orang tua konyol, yang berniat untuk menjodohkan anak dengan cara memilih jodoh secara acak, entah dari pihak teman baik atau kolega bisnis. Cassandra turut prihatin dengan apa yang dialami Wayne.
Melihat Cassandra yang masih bergeming, Wayne hanya mendesah pelan dan terlihat jenuh. "Kalau kamu ada kerjaan, sana balik. Aku...,"
"Kamu udah makan siang?" sela Cassandra cepat.
Wayne menggeleng sebagai jawaban.
"Ini udah jam 12 lewat, saatnya makan siang."
"Okay."
"Kalau gitu, mau makan siang bareng aku?"
Cassandra bisa melihat ekspresi Wayne yang tertegun dan menatapnya tidak percaya. Tidak ada salahnya membantu orang sebaik Wayne, pikir Cassandra. Pria itu terlihat penat dan begitu berat dengan beban pikiran, terlihat dari sorot matanya yang meredup. Sekali lagi. Ekspresi sedih tidak pantas terpatri pada wajah rupawan itu.
Senyuman tulus dan tatapan hangat seolah memberi jawaban pada pertanyaan Casssandra. "Sure, kita bisa makan siang di resto dekat sini."
"Okay. Ayo kita jalan," ajak Cassandra sambil membuka pintu ruangan. "Dan kita akan bahas soal masalah kamu."
"Kamu niat buat bantu?" tanya Wayne kaget sambil mengikuti Cassandra yang keluar dari ruangan kerjanya.
Cassandra tersenyum tipis ke arah Grace yang menganggukkan kepala ketika mereka berdua melewatinya. Tampak beberapa staff tertegun melihat perubahan sikap Wayne yang kembali ceria dan ramah seperti biasa, mengikuti Cassandra yang masuk ke dalam ruang kerja untuk menaruh dokumen.
"Tergantung penjelasan kamu nantinya. Aku perlu tahu apa inti masalah dan jalan keluar seperti apa yang bisa aku kasih," jawab Cassandra lugas.
Wayne mengangguk sambil mengarahkan Cassandra untuk jalan lebih dulu memasuki lift. "Jalan keluarnya cuma satu. Jadi calon isteri."
"Stop saying that, Wayne. Namaku Cassandra, bukan calon isteri. Aku udah bosen denger kamu ngomongin hal yang itu-itu aja," tegur Cassandra saat pintu lift tertutup.
"Nama kamu emang Cassandra, tapi di otakku, kamu udah berubah nama jadi calon isteri," balas Wayne santai.
Cassandra memutar bola mata mendengar rayuan pulau kelapa ala Wayne yang begitu basi. Entah karena putus asa atau pantang menyerah, sehingga Wayne harus melakukan cara konyol untuk mendapatkan perhatiannya.
Restoran yang dituju mereka, tidak terlalu jauh dari gedung kantor. Tidak kurang dari 20 menit perjalanan, mereka tiba di sebuah restoran yang tidak terlalu ramai. Katanya, Wayne sering menikmati makan siang di sana.
Saat Cassandra mengikuti Wayne masuk ke dalam restoran itu, ada sepasang kekasih yang terlihat kontras sedang tertegun menatap kedatangannya. Cassandra merasa tidak asing dengan wajah pria yang memiliki kesan tegas dan penuh kendali itu. Sepertinya dia adalah salah satu teman Wayne yang duduk di sudut meja saat bertemu di Bar.
Di samping pria itu, terdapat wanita muda yang tampak cantik seperti boneka. Cute. Itulah kata yang mewakili visualnya. Dan Cassandra patut mengacungi jempol pada selera prianya yang tidak biasa. Pria dengan tampang bengis dengan kesan preman tapi tampan, bersanding dengan wanita muda yang ceria dan imut. Heck! Cassandra perlu memikirkan tentang perpaduan yang tidak biasa namun tetap serasi.
"Hey, kok kalian di sini? Katanya ada urusan dekor?" tanya Wayne dengan nada kaget.
"Baru aja kelar dan gue jemput Lea buat lunch bareng," jawab si Pria.
Wanita yang dipanggil dengan nama Lea oleh pria itu, kini menatap Cassandra dengan tatapan memuja sekaligus menyelidik. Melirik singkat ke arah Wayne dan kembali pada Cassandra sambil memamerkan cengiran lebar.
"Ini siapa, Wayne?" tanyanya.
"Oh, kenalin. Cassandra, ini Lea dan Nathan. Guys, ini Cassandra," ujar Wayne sambil memperkenalkan sepasang kekasih itu.
"Hello, Cassandra. Nice to meet you," sapa Lea sambil maju selangkah dan memberi pelukan sebagai perkenalan.
Cassandra membalas pelukan itu dan menarik diri sambil tersenyum ramah. "Hai."
"Kamu cantik banget. Aku bangga banget punya calon kakak ipar secantik kamu," balas Lea sumringah.
Cassandra langsung membulatkan mata dan spontan menoleh ke arah Wayne yang sedang terkekeh geli melihat ekspresi kagetnya. Dia sangat yakin jika ada sesuatu yang sempat menjadi topik pembicaraan di antara kakak beradik yang tidak mempunyai kemiripan yang berarti.
"Nggak usah didengerin, karena Lea memang suka antusias dengan hal yang menarik perhatiannya," ujar Nathan menenangkan, seolah menyadari kepanikan Cassandra. "Hai, gue Nathan."
Cassandra menerima uluran tangan Nathan dan berjabatan dengannya. Tidak pernah rasanya Cassandra berpapasan dengan pihak keluarga dari teman pria ataupun sebaliknya. Tapi sekarang? Melihat sorot mata Lea yang penuh arti padanya, memberikan penjelasan yang lebih banyak soal Wayne yang gencar mencari calon istri.
Adanya sebuah cincin di jari manis Lea, menarik perhatian Cassandra ketika wanita itu memeluk lengan Nathan dengan manja. Seorang adik. Memakai cincin. Urusan dekor. Sepertinya Lea akan menikah dan Wayne dituntut untuk segera menyusul. Tidak salah lagi, pikir Cassandra.
"Kalau begitu, kita jalan dulu yah, masih banyak urusan soalnya," pamit Nathan sambil merangkul Lea dan berlalu pergi meninggalkan mereka.
"Aku nggak nyangka kalau kamu punya adik semanis itu," gumam Cassandra ketika mereka sudah menempati sebuah meja dengan empat kursi.
"Karena kakaknya udah cukup brengsek, jadi keluarlah Lea untuk menyeimbangkan," balas Wayne seolah menyetujui tanggapan Cassandra barusan.
Cassandra menatap Wayne dengan sorot mata geli dan merasa wajahnya memanas ketika melihat Wayne tersenyum dengan tatapan teduhnya yang menyenangkan. Wayne sudah kembali dengan suasana hati yang membaik.
Seorang pelayan langsung datang dan memberi buku menu untuk keduanya. Melihat buku menu dan memilih makanan. Tapi Wayne tidak perlu melihat buku dan langsung memesan makanannya seolah sudah sering ke restoran itu.
"Sizzling Rib Eye Steak, Medium Well, with Black Pepper Sauce. And Heineken 500ml," ujar Wayne lalu menoleh ke arah Cassandra. "Kamu mau pesan apa?"
"Fish and Chips," balas Cassandra sambil menutup buku menu dan menatap pelayan yang sedang mencatat pesanan. "Minumnya Honey Lime Juice."
Pelayan segera berlalu setelah mencatat semua pesanan. Suasana restoran cukup tenang dan nyaman, Cassandra tidak pernah menyangka ada restoran seperti ini dan mungkin lain waktu akan mengajak Allyssandra datang untuk makan siang di sini.
"So, bisa dijelaskan soal kamu yang ngotot buat cari calon isteri?" tanya Cassandra sambil menopang dagu.
Wayne bersandar malas di punggung kursi dan ekspresinya sedikit berubah. Terlihat masam tapi tidak lama, sebab dia kembali memberikan senyuman hangat dan sorot mata teduhnya yang memikat.
"Cliché story. Lea dilamar sahabatku, Nathan. Mereka akan married di pertengahan tahun depan, atau setelah Lea selesai magang di NYC. Lalu orang tua yang kolot bilang kalau sebagai kakak, nggak boleh dilangkahin sama adik," cerita Wayne dengan singkat.
"What the hell happened with parents these days? Bukannya nikmatin hari tua, tapi kepengen alih profesi jadi mak comblang buat anaknya," gumam Cassandra sambil memutar bola mata.
Pikirannya spontan teringat dengan niat ibunya yang terlalu antusias dalam memilih jodoh untuk dirinya. Jika Wayne tidak boleh dilangkahi adik, maka Cassandra sebagai adik harus segera menyusul kakak perempuan yang sudah menikah dan memiliki seorang anak. Damn! Cassandra sama sekali tidsk bisa memahami isi pikiran orang tua di zaman milenial ini.
"Have you ever had something like mine?" tanya Wayne kemudian.
Cassandra hanya memberi senyuman hambar dan mengangkat bahu. "Terus kenapa kamu uring-uringan hari ini? Nikahan adik kamu masih tahun depan, tapi kenapa kamu eager banget untuk cari calonnya?"
"I got an inssue. Three months finding the girl or I bring my life to death," jawab Wayne.
"W-What? Aku nggak paham. Maksudnya kamu bakalan dihukum mati kalau..."
"Nggak gitu, Sayang," sela Wayne sambil terkekeh geli. "Cuma perumpamaan. Aku dikasih waktu 3 bulan sama orang tua untuk cari jodoh sendiri. Jika lewat dari itu, aku harus terima dijodohin."
Mata Cassandra melebar kaget dan menatap tidak percaya. Wayne? Dijodohkan? Shit! Kenapa ada perasaan tidak rela yang menjalar dalam hati Cassandra saat mendengarkan hal itu? Dilihat dari ekspresi Wayne, tentu saja hal itu adalah hal yang serius. Bukan main-main.
"Lalu, udah jalan berapa lama?"
"Udah lewat dari sebulan."
"Dan masih ada waktu dua bulan, tapi...,"
"Dad akan merayakan ulang tahun Sabtu ini. Dia minta aku untuk bawa cewek pilihanku ke pestanya. Don't you get it, Cassie? I'm screwed!"
Cassandra memaklumi jika Wayne melakukan sesuatu yang kelewat batas sampai tidak mampu menahan diri dan emosi. Jika Cassandra berada di posisi Wayne, dia juga akan melakukan hal yang sama. Berusaha mencari pelampiasan agar dapat menenangkan diri. Untungnya, Cassandra tidak sampai mengalami hal konyol seperti Wayne dan ibunya tidak sampai hati memberi ultimatum yang akan membuat dirinya menggila.
"Semisal aku bisa hadir ke pesta ulang tahun Daddy-mu, apakah hal itu bisa meringankan beban kamu? At least, ultimatum konyol itu selesai dan kamu nggak akan dijodohin," tanya Cassandra untuk memastikan.
Wayne menatap Cassandra cukup lama dengan sorot mata penuh arti dan mendalam. Senyum merekah di wajah dengan ekspresi teduh yang menjadi kesukaan Cassandra. Tidak ada balasan selama beberapa saat, sampai pelayan datang untuk menaruh pesanan mereka dan menyajikan di atas meja.
"You know what, Cassie? I've changed my mind," gumam Wayne setelah pelayan itu pergi.
"Nggak jadi minta bantuan?" tanya Cassandra bingung.
"Tetep jadi, tapi nggak cuma sekedar itu aja."
"Nggak cuma sekedar itu bagaimana?"
Wayne yang tadinya duduk di depan Cassandra, kini beranjak dan berpindah kursi untuk duduk di samping Cassandra. Dengan senyuman lebar, dia menatap ekspresi kaget Cassandra yang langsung menegang jika pria itu kembali berulah.
Satu tangan berada di punggung kursi yang diduduki Cassandra dan satu tangan lagi di meja dengan kedekatan yang membuat Cassandra merasa sesak. Melirik cemas ke sekitarnya, dan tidak mendapati siapa pun di situ. Hanya ada beberapa pelanggan yang menempati meja di sudut restoran. Kembali pada Wayne yang masih menatapnya dengan penuh arti.
"Balik ke kursi kamu, Wayne. Kalau kamu duduk di sini, jadinya sempit," ucap Cassandra gugup dan spontan menggigit bibir bawah untuk menyembunyikan kegugupan.
Tatapan Wayne menunduk pada bibir Cassandra dan kembali menatap sorot matanya. "Aku pikir kalau sama kamu, rencana hidup yang udah aku susun, bisa aku ubah."
"Hah?"
"Aku mau pendekatan sama kamu, Cassie. Aku nggak cuma kepengen kamu temenin aku datang ke pesta, tapi aku juga mau kamu jadi pacarku yang sebenarnya."
"P-Pacar?"
"Yes. Tunangan juga boleh. Bebas. Kalau kamu mau jadi pacar, kita jadian hari ini. Kalau kamu mau tunangan, kita tinggal beli cincin di toko langganan atau merk perhiasan favorit kamu sekarang juga. Intinya aku serius."
Demi apa pun, hal ini sama sekali tidak ada dalam benak Cassandra. Niatnya adalah untuk membantu Wayne mencari jalan keluar terhadap masalah yang dihadapinya. Bukan dengan tiba-tiba memberikan pilihan yang membuat Cassandra kebingungan.
"Tapi tenang aja, aku paham banget kalau kamu kaget. Nggak usah dijawab sekarang karena aku bisa kasih kamu waktu untuk mikir. Perlu digarisbawahi juga, aku ngomong kayak gini bukan karena kepepet, tapi karena emang suka sama kamu. Jadi, selama kamu butuh waktu untuk mikir, kamu nggak boleh nolak telepon atau ajakan aku."
"K-Kenapa begitu?"
"Namanya juga pedekate. Yah harus dikasih kesempatan buat nunjukin niat serius aku dong."
Mendapati pengalaman pahit dari hubungannya yang lalu, Cassandra tidak ingin mengambil resiko dengan menghadapi Wayne yang bisa dibilang sepuluh kali lipat lebih bajingan dibanding sebelumnya. Tapi tidak bisa dipungkiri jika pertahanan diri Cassandra terancam rubuh setiap kali berhadapan dengan Wayne.
"Nggak usah bahas yang lain dulu. Aku akan bantuin kamu untuk datang ke pesta ulang tahun Sabtu ini, supaya kamu bisa lolos dari ultimatum yang bikin kamu uring-uringan kayak tadi," ujar Cassandra dengan tegas, berusaha mengalihkan pembicaraan yang membuat degup jantungnya bergemuruh cepat.
Wayne melebarkan senyuman sambil mencondongkan tubuh untuk semakin mendekatkan wajah keduanya. "Aku anggap kamu bersedia jadi calon istriku, Cassie. Tenang aja, kamu nggak bakalan dapet zonk kalau cowoknya itu aku."
"Kayaknya kamu makin ngaco," balas Cassandra sambil menahan bahu Wayne untuk tidak maju lagi. "Dan ini di restoran. Perlu aku tendang lagi biar kamu kapok?"
"Kamu mau pukul sampe puluhan kali, aku rela aja. Kan kalau jadi, bisa seumur hidup bareng sama kamu," sahut Wayne geli, sama sekali tidak terpengaruh dengan ancaman Cassandra.
"Wayne, gimana aku bisa makan kalau kamu kayak gini?" keluh Cassandra sambil mendorong bahu Wayne dan mencoba berkonsentrasi pada minumannya.
Belum sempat meraih gelas minuman itu, Wayne kembali berulah dengan membuat degup jantung Cassandra semakin bergemuruh cepat.
"Makan yang banyak yah, biar kamu sehat dan kuat. Biar nanti nggak kaget sama serangan hati dariku. From now on, I'll treat you like a queen, My Love," bisik Wayne lembut.
Cassandra menoleh dengan ekspresi menegang. "We don't do romance, Wayne. Aku cuma niat bantu untuk datang ke pesta ulang tahun Daddy kamu. Nggak lebih. Lagian, kita adalah partner bisnis, otomatis hal itu nggak diperbolehkan."
"Siapa yang bilang begitu?" tanya Wayne.
"Aku! Lagian juga, aku nggak tahu apa rencana kamu di balik itu semua. Bisa jadi kamu cuma kepengen mainin perasaan orang dan mengambil keuntungan di dalamnya. Aku sama sekali nggak berminat jadi pajangan atau pencitraan," jawab Cassandra dengan tegas.
Seharusnya, ketegasan dan sindiran tajam Cassandra bisa membuat Wayne tersinggung atau setidaknya menjauh dari Cassandra. Nyatanya? Pria itu seakan menulikan pendengarannya dan memberikan senyuman setengah yang begitu licik tapi memikat di saat yang bersamaan.
"I'm a man with so many talent, Cassie. Make sure you're getting ready for that. Maybe you'll get some surprise like a little crush on me or accept me as your fucking beloved man," ucap Wayne dengan santai. "Just wait and see, no need to complain before you take granted, Sweetheart."
Tidak ada yang bisa diucapkan Cassandra sebagai balasan, karena Wayne sudah membungkam bibirnya dengan sebuah ciuman yang hangat dan dalam. Aroma mint bercampur kopi memenuhi rongga mulut Cassandra, melenyapkan kerinduan yang terpatri dalam dada bergantikan kelegaan. Sekali lagi. Cassandra tidak sanggup menolak ciuman yang dilakukan dengan penuh perasaan oleh Wayne kali ini.
Memejamkan mata, Cassandra membalas ciuman itu. Berpikir tidak ada salahnya, mengambil makanan penutup yang manis terlebih dahulu, sebelum menikmati hidangan utama untuk sesi makan siang itu.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Jadi pengen ciuman 😳😳😳
Udah dapet vitamin C belum dari pacar? Atau calon? Atau suami?
Asal jangan laki/pacar orang yah.
Pamali.
Jomblo kudu elegan, nggak boleh ngerusak orang lain.
Revisi : 22.08.19 (17.57 PM)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top