Chapter 9 : Miss Diamond
Hari kembali berlalu, dan sekarang adalah saatnya untuk memeriksa kembali perhiasan yang kami curigai di Bank Exodus dan mengakhiri kekhawatiran Pak Andre akan isi brankasnya. Aku tengah menunggu kedatangan wanita bernama Jasmine Frederick yang merupakan ahli batu mulia yang diminta Hendra untuk membantuku.
Ketika aku baru saja datang dan sampai di ruanganku, David muncul di depan pintu ruangan dan langsung masuk ke dalam. Dia membawa lembaran kertas di tangan kanannya, dan segelas kopi di tangan kirinya. Rambutnya yang dia biarkan tumbuh memanjang terlihat agak berantakan, dan juga jenggotnya yang dia sengaja biarkan tumbuh dengan lebat membuat penampilannya jadi agak urakan. Ada sebuah senyum di wajahnya ketika dia menatapku.
"Kalau ada yang bilang kalau Hendra adalah seorang malaikat dalam wujud manusia, mungkin saja aku akan percaya pada siapapun yang mengatakannya. Setelah dia datang kemarin ke ruanganku dan memberikan instruksi untuk apa yang harus aku lakukan hari ini, aku merasa lega karenanya. Bahkan, tidurku tadi malam sangatlah nyenyak. Seolah kedatangannya itu membawa keajaiban bagiku," kata David, lalu duduk di seberangku.
Aku terkekeh, "Kuakui, dia memang orang yang ajaib. Dia sepertinya tidak pernah gagal untuk memukau orang lain yang tahu akan sisi dirinya sebagai seorang penyidik," sahutku.
"Rendi mengatakan hal yang serupa denganmu. Dia sudah bekerja di kepolisian selama hampir 8 tahun dan mengenal Hendra melalui pekerjaannya. Meski sudah cukup lama, dia masih saja agak heran dengan kelakuannya."
"Sejak kapan kau kenal seseorang dari kepolisian?"
"Sudah sejak lama sih, ketika aku pertama kali sampai di Inkuria, aku diperkenalkan kepada mereka. Hubungan antara kepolisian dan SPE selalu baik, karena adanya si Hendra. Aku banyak bekerja sama dengan mereka, terutama saat tahun lalu aku berusaha menangkap sindikat perdagangan narkoba online. Hendra menghubungkanku dengan Rendi dalam misi itu, dan sejak saat itu aku mengenal dia lebih jauh lagi. Rendi orangnya baik, dan kemampuan IT yang dia punya lumayan bagus. Aku semakin sering ngobrol dengannya sejak misi itu."
Aku mengangguk. SPE memang merupakan sebuah badan mandiri, tapi aku senang kalau mengetahui kalau kami bisa berhubungan baik dengan kepolisian. Aku bahkan mendengar kalau Pak Jameson kadang pergi karaoke dengan beberapa orang dari Divisi Penyelidikan Kriminal mereka, yang mana agak tidak biasa bagi para penyidik untuk berkumpul dengan cara seperti itu, tapi kedengarannya menyenangkan.
"Senang kalau mendengar kau punya teman di kepolisian. Jadi, kau bawa daftar yang diminta oleh Hendra?"
David melirik ke arah kertas - kertas yang tadi dia letakkan di atas meja, "Yup! Di sini ada daftar dari perhiasan - perhiasan yang kita curigai, lalu sisa perhiasan lainnya di daftar yang terpisah. Jadi, apa yang harus aku lakukan nantinya?"
"Kata Hendra, kita harus bantu si ahli batu mulia itu dalam mengidentifikasi perhiasannya. Aku tidak yakin kalau dia akan memercayai kita dengan zat asam, tapi mungkin kita bisa membantu memilah perhiasan yang ada dan menyeleksi daftarnya."
"Kedengarannya bukan pekerjaan yang sulit, tapi tentu saja dia butuh orang lain untuk membantunya kalau tangannya disibukkan dengan zat asam. Oh iya, ada sesuatu yang aku perlu ketahui soal Jasmine Frederick ini? Hendra kemarin sudah ceritakan semua hal soal Indri dan penipuannya, tapi dia tidak bilang apa - apa soal Jasmine."
"Hm, Hendra memang tidak bilang banyak soal Jasmine. Katanya, dia adalah ahli batu mulia yang sama dengan yang menemukan anting palsu di Bank Exodus itu. Dia tidak banyak bicara, dan dia ahli dalam pekerjaannya. Ikuti saja instruksi yang dia berikan. Hendra juga menyebut kalau dia sempat berada di sisi yang salah, tapi sekarang dia berusaha untuk memperbaiki semuanya."
"Begitu? Aku sudah dengar kalau Hendra kadang membuat beberapa pengecualian terhadap beberapa penjahat, salah satunya adalah istrinya Pak Jameson. Sepertinya akan menarik kalau kita bisa kenal sedikit siapa Jasmine ini."
"Kalau kita beruntung, sepertinya kita bisa mendapatkan sedikit kisah darinya. Kita lihat saja nanti."
David mengangguk, dan dia meminum isi gelasnya. Semuanya kelihatan sangat menyenangkan hari ini, walau begitu aku agak khawatir kalau kami akan menghabiskan waktu seharian di Bank Exodus untuk mengecek semua perhiasan yang ada. Semoga saja hal itu tidak akan terjadi, karena tentunya akan jadi sangat melelahkan.
Tak lama kemudian, terdengar suara ketukan dari pintu. Aku sengaja membiarkan pintunya terbuka sedikit, dan aku bisa melihat kalau Pak Jameson ada di depannya. Beliau tersenyum, lalu membuka pintu lebih lebar lagi.
"Good morning boys! Are you ready for your mission today?" tanya Pak Jameson.
"As always, sir," sahut David, lalu terkekeh.
Di belakang Pak Jameson terlihat seorang perempuan paruh baya yang cukup menarik. Rambutnya keriting pendek sebahu, dengan kulit berwarna sawo matang dan diberi riasan yang tidak terlalu mencolok. Dia mengenakan sebuah blus berwarna marun dan sebuah koper berukuran sedang. Si perempuan masuk ke dalam ruangan bersamaan dengan Pak Jameson.
"Ah iya, ini ahli batu mulia yang dijanjikan. Namanya Jasmine Frederick. Lalu Jasmine, ini dua anggota SPE yang akan bertugas bersamamu. Yang berjenggot itu namanya David O'Reilly, dan yang satunya adalah Wilson Wright," kata Pak Jameson, memperkenalkan kami.
"Ah, halo. Aku sudah dengar tentang kalian dari Hendra, dan aku rasa kalian juga sudah tahu sedikit tentangku. Panggil saja aku Jasmine, dan aku akan membantu kalian hari ini," kata si perempuan, dengan nada lembut.
Aku berjabatan tangan dengan Jasmine, begitu juga dengan David. Tangan Jasmine menggenggam dengan cukup erat, dan aku bisa merasakan beberapa bagian tangannya yang agak kasar. Tidak biasanya ada perempuan yang membiarkan tangannya terasa kasar, dan aku bisa merasakan kalau rasa kasar itu bukan karena pekerjaan rumah tangga.
"Kurasa kalian sudah tahu kan apa yang harus dilakukan? Jadi, aku sarankan agar kalian bisa langsung pergi ke Bank Exodus. Pasti Pak Andre sudah menantikan kehadiran kalian," kata Pak Jameson.
"Ya memang lebih baik kalau kita segera pergi sih," sahut David.
Aku menyetujui perkataan David, dan kami langsung bergegas pergi ke Bank Exodus. Ketika sampai di sana, kami disambut langsung oleh Pak Andre dan Pak Idris. Mereka berkenalan dengan Jasmine, sebelum akhirnya Pak Andre mempersilahkan kami masuk ke dalam brankas Bank Exodus.
"Aku rasa aku mengenalmu. Aku sudah pernah dengar kalau Inkuria punya seorang ahli batu mulia yang dijuluki dengan sebutan Miss Diamond. Kurasa, kaulah orangnya? Deskripsi orang - orang cocok dengan apa yang aku lihat saat ini," kata Pak Idris, sambil melirik Jasmine sekali lagi.
Jasmine tersenyum, "Anda benar, itu sebutanku. Aku senang karena bisa bertemu dengan anda, Pak Idris. Bisnis anda sangat mengagumkan, dan saya bisa lihat kalau anda memiliki banyak sekali koleksi yang berkelas," sahut Jasmine.
"Ah, jangan terlalu memuji. Kau lebih ahli daripada aku soal batu mulia ini. Aku menyukai batu - batuan itu, tapi tentunya aku tidak begitu ahli akan keasliannya sepertimu."
"Tapi begitulah kenyataannya, pak. Perhiasan anda selalu terlihat mewah dan sepadan dengan harga yang diberikan. Aku kadang memeriksa beberapa perhiasan yang orang dapatkan dari anda, dan aku sering kali terpukau karenanya."
Pak Idris mengembangkan sebuah senyuman kepada Jasmine. Hendra mengatakan kalau Jasmine tidak banyak bicara, tapi tentunya dia tidak bilang kalau Jasmine pintar dalam membuat kesan pertama. Aku bisa melihat kalau Pak Idris terkesan dengan perempuan yang satu ini.
Tapi sepertinya itu bukan hal yang aneh. Kalau memang Hendra menugaskan Jasmine untuk berada di kalangan atas dengan tujuan untuk melacak keberadaan perhiasan - perhiasan palsu, tentu saja Jasmine harus belajar membaur dengan mereka. Salah satu yang penting adalah untuk bisa memberikan kesan pertama dan pujian yang tepat. Brian pernah mengatakan hal seperti itu beberapa kali, karena dia memang sering berurusan dengan orang - orang kalangan atas.
Kunjungan ini adalah yang kedua kalinya aku dan David berada di sini, jadi kami sudah tahu apa saja yang ada di dalamnya. Tapi bagi Jasmine, tentunya ini adalah kunjungan pertama untuknya. Dia mengamati dengan seksama setiap detil yang berada di brankas itu, sebelum akhirnya kami sampai di depan laci yang menyimpan semua perhiasan yang disimpan oleh Bank Exodus.
"Sistem keamanan kalian sangat mengagumkan. Aku bisa yakinkan kalian kalau pencuri tidak akan bisa masuk ke sini dengan mudah," kata Jasmine.
"Ah, terima kasih. Aku memang membanggakan keamanan yang ada di sini, dan aku memang selalu melakukan yang terbaik dalam hal keamanan," kata Pak Andre.
Sepertinya memang Jasmine sudah ahli memberikan kesan pertama yang bagus. Aku seharusnya tidak heran, toh dia kan bekerja untuk Hendra. Walau begitu, rasanya agak mengejutkan juga karena Jasmine bisa membuat Pak Andre terdengar lebih lunak.
"Ada berapa banyak perhiasan yang harus kita periksa di sini?" tanya Jasmine.
"Dari daftar yang aku dapatkan, ada 257 perhiasan yang ada di brankas ini. Mungkin Pak Andre bisa menambahkan kalau - kalau ada yang datang sejak kami memeriksanya?" kata David.
"Ada tiga belas lagi yang masuk sejak kalian memeriksanya. Saya juga sudah menyediakan ruang untuk kalian melakukan pengetesan. Ada lagi yang kalian perlukan?" tanya Pak Andre.
"Rasanya sih tidak. Terima kasih atas apa yang sudah anda sediakan. Sepertinya, sekarang kita bisa langsung bekerja. Aku akan siapkan dulu untuk tesnya, dan kalian ambil saja dulu perhiasan apa saja yang mencurigakan menurut daftar kalian," jawab Jasmine.
Aku dan David melirik satu sama lainnya, kemudian mengangguk. Kami menuju ke laci tempat perhiasan terletak, dan Jasmine menuju ke satu sudut di mana telah di sediakan sebuah meja dan beberapa kursi agar Jasmine bisa melakukan percobaannya. David memperlihatkan daftarnya pada si penjaga, kemudian dia mengatakan pada si pemegang kunci laci akan mana saja yang kami perlukan.
Aku sendiri mengambil dua buah nampan yang berada tidak jauh dari sana. David sudah berada di depan laci, dan mengeluarkan sebuah cincin. Dia juga mengambil nota dan sertifikat yang menyertainya sebagai keterangan atas perhiasan apa itu. Setelahnya, dia meletakkannya di atas nampan yang aku bawa.
Setelah mengumpulkan perhiasan yang kami curigai, kami kembali ke tempat Jasmine berada. Dia sudah menyusun tempat kerjanya, dan melapisi mejanya dengan kertas koran dan tisu. Koper yang dia bawa telah dia kosongkan, dan kini di atas meja terdapat beberapa botol zat asam yang dilabeli, pipet untuk meneteskan zat asam tanpa menyentuhnya, dan sebuah piringan kecil untuk meletakkan perhiasan yang akan diuji coba. Selain itu, di satu sisi ada sebuah batu khusus untuk menggosok perhiasan, sebuah magnet khusus, dan juga sebuah kaca pembesar mini.
Jasmine sendiri sudah melepaskan blusnya, dan menampakkan sebuah kemeja berlengan pendek yang melapisinya. Dia merapikan rambutnya dengan sebuah jepitan, dan tangannya sudah dilapisi oleh sebuah sarung tangan karet.
"Oke, aku sudah siap. Jadi, ini semua perhiasan yang kalian curigai?" tanya Jasmine.
"Yap. Semua perhiasan ini didaftarkan dengan identitas palsu yang tidak terdaftar di manapun. Semuanya juga sudah di cek dilapangan, jadi kecurigaan kami cukup kuat. Ada 67 perhiasan di sini," kataku.
Jasmine mengangguk, "Hampir seperempat dari jumlah perhiasan yang ada ... lumayan banyak juga. Mungkin lain kali harus diadakan pemeriksaan ketat terhadap perhiasan yang masuk, Pak Andre. Kalau uang yang dipinjamkan bisa kembali, mungkin memang tidak merugikan. Tapi kalau si pemohon dana sengaja tidak menebusnya, maka itu akan jadi cukup bahaya. Walau semua perhiasan ini punya sertifikat, tidak ada salahnya untuk mengecek. Karena bisa saja sertifikat ini palsu."
"Eh, begitukah? Mungkin setelah ini kami akan coba untuk mengecek setiap perhiasan yang masuk," ujar Pak Andre.
"Baiklah, lebih baik kita kerjakan sekarang. Semoga saja ini tidak akan makan waktu sebanyak yang aku duga. Supaya cepat, salah satu dari kalian sebutkan spesifikasi perhiasan yang ada di tanganku, dan yang lainnya bersiap untuk menandai daftar kalian. Letakkan tanda silang di sebelah nama perhiasannya kalau palsu, dan tanda centang kalau asli."
David mengambil sebuah pulpen dari kantung bajunya, dan aku bersiap untuk membacakan spesifikasinya pada Jasmine. Si perempuan mengambil sebuah kalung, dan memeriksanya. Dia menggesek sedikit rantainya dengan batu khusus.
"Kalung batu zamrud, rantai perak murni dengan nomor perak 925," kataku.
Jasmine meletakkan kalungnya di atas piring percobaan, kemudian dia membuka sebuah botol zat asam. Dengan cekatan, dia mengisi pipet dengan zat asam, dan meneteskan sedikit di tempat yang tertutup dari pengelihatan mata.
"Ini palsu. Warna zamrudnya jelek, sudah bisa kelihatan sebenarnya kalau kalung ini palsu. Beri tanda silang, David," kata Jasmine.
"Okie dokie," sahut David, lalu mencoret di atas kertas.
Begitulah terus sampai kami menghabiskan semua perhiasan yang perlu diperiksa. Tes yang dilakukan oleh Jasmine tidaklah terlalu lama untuk setiap perhiasan yang dia periksa, tapi juga sangat teliti. Dia bisa merasakan sejak awal kalau perhiasan itu palsu atau tidak dengan memperhatikannya sejenak, lalu melakukan tes asam untuk membuktikan perkiraannya.
Dari semua perhiasan yang kami curigai, memang ternyata semuanya palsu. Rupanya identitas yang diberikan bisa memberitahu apakah orang yang menggadaikan perhiasan itu jujur atau tidak. Dari jumlahnya, tentu saja sangat mengejutkan untuk mengetahui bahwa ada banyak yang merupakan perhiasan palsu.
Kemudian, kami melanjutkannya pada perhiasan yang lainnya. Kebanyakan dari perhiasan itu memang asli, tapi beberapa di antaranya rupanya palsu. Identitas tidak menjamin keaslian perhiasan, dan mungkin saja si pemilik perhiasan tidak tahu kalau benda yang mereka miliki ini palsu.
Tapi, aku lebih penasaran akan keaslian dari kalung rubi yang digadaikan oleh Albert. Ketika Jasmine mengujinya, aku menantikannya dengan tidak sabaran. Aku ingin tahu apakah kalung yang dijadikan umpan oleh Indri ini hanyalah sebuah kalung palsu atau memang asli.
Jasmine meneteskan zat asamnya, kemudian dia menunggu selama beberapa saat. Setelahnya, dia terkekeh. Aku mengerutkan alisku, dan Jasmine mengalihkan pandangannya ke arahku.
"Wah, akhirnya kita bertemu lagi. Aku sudah pernah melihat kalung ini sebelumnya, sekitar sebelas tahun lalu. Rupanya dia di sini sekarang. Batu rubi bintang itu langka, dan aku senang kalau ini adalah kalung yang asli," kata Jasmine.
"Itu asli? Aku senang mendengarnya. Aku memang bukan ahli batu mulia profesional, tapi aku akan marah kalau sampai itu palsu," ujar Pak Idris.
"Begitu juga denganku. Boleh aku lihat notanya, Wilson?"
Aku menyerahkan notanya pada Jasmine. Si perempuan membacanya sejenak, sebelum terkekeh sekali lagi, kemudian menyerahkan notanya kembali padaku.
"Ah, rupanya teman lama. Pak Andre, kalung ini seharusnya bisa digadaikan dengan nilai dua kali lipat dari apa yang ada di sini, tapi aku senang karena kalian tidak memberikan harga setinggi itu. Tapi aku tahu siapa si Albert ini, dan dia tidak layak mendapatkan sepeserpun uang anda," kata Jasmine.
"Loh? Memangnya kenapa?" tanya Pak Andre.
"Kurasa Hendra seharusnya sudah menjelaskannya? Anda tentu sudah dengar kalau kalung ini nantinya akan dipinjam untuk memancing seorang penipu, kan? Nah, pria yang menggadaikan kalung ini adalah suaminya, dan dia juga seorang penipu. Kemungkinan besar, semua perhiasan yang sudah dia gadaikan banyak yang palsu, terutama yang tidak bisa dia tebus kembali."
"Ah, sialan! Begitukah? Padahal dia sudah jadi langganan di sini!"
"Tampangnya memang menipu, pak. Tapi dia adalah salah satu penipu paling licik yang masih bisa bertahan di Inkuria. Semoga saja nanti dia juga bisa didapatkan seiring dengan istrinya."
Setelah mengetahui tentang keaslian perhiasan itu, aku tidak tahu apakah aku harus merasa lega atau tidak. Karena pertanyaan yang kini belum terjawab adalah, kenapa Indri dengan sengaja membiarkan suaminya untuk menggadaikan kalung yang asli hanya untuk aku bisa mengambilnya kembali? Iya, nilai materialnya tentu menggiurkan, tapi kenapa dia berani mengambil resiko seperti itu?
David kini melirikku, karena sepertinya dia paham apa yang ada di kepalaku. Apa yang dilakukan oleh Indri jelas mencurigakan, dan aku tentunya ingin tahu kenapa. Meski motif balas dendamnya sudah jelas, metode yang dia gunakan memang agak tidak biasa.
Setelahnya, kami melanjutkan kembali pemeriksaan kami. Dari 257 perhiasan yang ada, 79 di antaranya palsu. Itu jumlah yang lumayan banyak, dan di luar dari perkiraan kami. Ada kemungkinan kalau beberapa pemiliknya tidak tahu kalau yang mereka gadaikan adalah perhiasan palsu, tapi untuk orang - orang yang menggadaikan perhiasannya dengan identitas palsu, sepertinya mereka patut dicurigai sebagai pengedar perhiasan palsu.
Pemeriksaan kami berakhir sekitar jam setengah dua siang. Aku mengira kalau prosesnya akan butuh waktu lebih lama lagi, tapi rupanya semuanya bisa selesai dengan cukup cepat. Jasmine memang sangat ahli dalam pekerjaannya, lalu aku dan David berusaha sebisa mungkin untuk membantu Jasmine.
"Terima kasih atas bantuannya, Jasmine. Sepertinya kalau tidak ada kamu, kami tidak akan tahu mana yang asli dan yang palsu di antara semua perhiasan itu," kata Pak Andre.
"Ah, ini merupakan pekerjaan saya, pak. Saya senang bisa berkunjung ke bank anda. Pekerjaan yang ada lakukan luar biasa, dan saya mengaguminya. Tidak mudah tentunya mengatur bank besar seperti ini, jadi saya bisa merasakan kalau anda pasti kewalahan," sahut Jasmine.
"Yah, memang. Sepertinya saya perlu untuk memperbaharui regulasi untuk permohonan dana dengan jaminan perhiasan ini, supaya tidak ada kecolongan seperti ini lagi."
"Sistem yang anda punya sudah sangat bagus, pak. Saya mengagumi pertahanan yang anda miliki, keamanannya kelas atas. Tapi kalau saya boleh sarankan, akan lebih baik jika semuanya lebih terorganisir dan terkomputerisasi. Anda bisa berikan perhatian lebih pada penginputan data dan pemeriksaan perhiasan dalam program pinjaman dana ini," saran David.
"Hm, memang dalam penginputan masih ada banyak kendala. Kami sepertinya kekurangan pegawai di tim IT, mungkin perlu diadakan perekrutan. Katanya juga sistem pemograman untuk input kami perlu diperbaharui, dan saya perlu memikirkan hal yang satu itu."
"Begitu? Aku bisa mengetes ketahanan server dengan mudah, tapi untuk membuat program, pasti akan butuh waktu lama. Kurasa anda butuh orang - orang yang lebih ahli soal itu."
"Mungkin aku perlu mencari beberapa kenalan yang tahu soal teknologi macam ini, karena tentunya pegawai di sini tidaklah cukup."
"Ide bagus. Ah iya, aku punya beberapa teman dari Foxtrot Multimedia Corporation, mereka adalah perusahaan multimedia yang bisa membuat program - program bagus. Aku kenal dengan CEO - nya, Pak Wilfred. Mungkin bapak bisa bekerja sama dengan mereka."
"Foxtrot Multimedia? Saya sudah dengar banyak hal soal mereka, katanya mereka punya kualitas pekerja dan hasil kerja yang sangat bagus. Mungkin nanti saya bisa coba saranmu itu."
"Saya merekomendasikan mereka. Sistem di SPE dibuat dengan bekerja sama bersama mereka, jadi saya bisa jamin kalau mereka memang melakukan pekerjaan yang bagus."
"Oke, akan saya ingat. Rupanya masih ada yang perlu untuk dibenahi ya? Apalagi dalam masalah ini, memang agak susah membedakan antara mana perhiasan yang palsu dan mana yang asli."
"Bagaimana kalau anda juga coba membenahi pegawai? Mungkin akan lebih baik jika kalian punya beberapa pegawai yang ahli dalam perhiasan, sehingga bisa meminimalisir hal seperti ini," saranku.
"Boleh juga. Tapi yah, kan tidak mudah menemukan ahli seperti Jasmine. Saya tidak tahu bagaimana Hendra bisa menemukan orang seperti ini."
"Saya tidak keberatan kok kalau harus kembali membantu anda. Mungkin kita bisa merencanakan pemeriksaan setiap bulan, atau sesuatu yang dirasa cocok," kata Jasmine.
"Tentunya akan sangat menyenangkan kalau bisa kembali bekerja sama denganmu, Jasmine. Mungkin lain kali kamu bisa pergi berkunjung ke tempatku? Aku akan sangat senang kalau bisa menunjukkan koleksiku," ujar Pak Idris.
Jasmine tersenyum, "Saya akan menerima undangan itu dengan senang hati. Bagaimana kalau kita bertukar kartu nama? Pastinya akan berguna nantinya."
Mereka bertiga bertukar kartu nama, dan setelahnya kami pamit kepada dua orang pria itu. David melirikku, diiringi dengan sebuah kekehan kecil. Aku tidak mengerti apa maksudnya, tapi pikiranku dipenuhi hal lain. Setelah ini, aku harus memikirkan bagaimana caranya agar aku bisa menampilkan kebohongan yang meyakinkan di hadapan Indri.
"Ah akhirnya, selesai juga misi ini! Aku lega kalau kita bisa membantu Pak Andre dalam pekerjaannya," kata David.
"Aku juga senang karena bisa membantu. Tapi, kalau kau sudah mendengar ceritanya secara lengkap, maka kau akan tahu kalau misi ini belum sepenuhnya selesai," sahut Jasmine.
"Ah, hampir saja aku lupa! Wilson masih harus berurusan dengan Indri ya? Aku tidak terlibat soal itu sih, makanya aku melupakannya."
"Aku tahu, David. Ini tinggal sedikit masalah yang perlu dituntaskan, yaitu menyelesaikan penangkapan yang sempat tertunda. Dengan ini, aku yakin kalau Cam akan bisa tenang di alam sana," ujarku.
Jasmine tersenyum, "Cam pasti senang karena kau mau membantunya, Wil. Kau memang seorang sahabat yang sangat baik, tidak heran kalau Cam selalu memujimu setiap kali dia bercerita tentangmu," kata Jasmine.
Perkataan Jasmine tadi membuatku menoleh. Bagaimana bisa dia tahu soal Cam? Kenapa sih aku tidak pernah tahu sampai detik ini kalau Cam mengenal banyak orang yang keren? Sepertinya tiga tahun tidak bertemu Cam setelah lulus menyisakan banyak sekali hal yang tidak aku ketahui ya? Apa memang bagi Cam aku adalah seorang sahabat yang sangat baik, sampai - sampai dia tidak bisa berhenti membicarakanku kepada orang lain?
Sepertinya Jasmine mengerti arti dari tatapan bingungku. Dia memberikan sebuah senyum kepadaku, dan David menyikutku.
"Tuh kan, aku sudah bilang, kalau sahabat akan membicarakan hal yang baik ketika kau tidak ada. Aku juga begitu kok. Aku juga merasa bingung dan agak kesal saat tahu jika Brian memujiku di hadapan Rila ketika aku tidak ada," kata David, lalu terkekeh.
"Aku memang mengenal Cameron, kalau memang itu pertanyaanmu, Wil. Aku bisa ceritakan semuanya dari sudut pandangku, tapi akan lebih baik jika kita ganti suasana. Bagaimana kalau kita sekalian saja pergi makan siang? Semua pekerjaan tadi membuatku lapar, dan jam makan siang sudah lewat."
Aku terkekeh, "Baiklah, aku juga lapar. Ayo kita makan siang," sahutku.
"Akhirnya! Sejak tadi aku menantikan salah satu dari kalian membahas makan siang, karena kalau tidak aku yang akan melakukannya. Dan aku setuju dengan perkataan Jasmine, kita sudah cukup lama bekerja dan melewatkan makan siang," ujar David.
Aku terkekeh, kemudian mengangguk. Langsung saja aku menuju ke sebuah rumah makan yang ada di dekat sana. Suasana tempatnya sudah agak sepi, karena jam makan siang sudah lewat. Kami memilih sebuah tempat duduk yang nyaman dan memesan makanan, sebelum akhirnya Jasmine membuka pembicaraan.
"Cameron sudah banyak menceritakan soal kamu padaku. Dia selalu mengatakan kalau kamu adalah orang yang dipenuhi dengan rasa penasaran. Selain itu, kamu juga orang yang menyenangkan untuk diajak bekerja sama," kata Jasmine.
"Wah, ternyata diam - diam Cam doyan menggosip ya?" canda David.
"Aku juga tidak tahu soal itu. Seberapa banyak sih yang diceritakan Cameron padamu?" tanyaku.
"Mungkin hampir semua hal yang penting di masa sekolah kalian. Dia tidak bisa berhenti kalau sudah membahas tentangmu," jawab Jasmine.
Aku tersenyum, tidak tahu untuk alasan apa. Mungkin karena aku senang karena Cam sebenarnya menganggapku sebagai seorang teman yang baik. Bukannya aku tidak percaya akan hal itu, tapi Cam tidak pernah mengatakan hal seperti itu di hadapanku. Aku mengerti kenapa, karena dia buka orang yang sentimentil. Tapi aku senang ketika mengetahuinya.
"Lalu, bagaimana kamu bisa bertemu dengan Cam?"
"Apakah Hendra sudah menceritakan akan masa laluku pada kalian?"
"Dia cuma mengatakan kalau kamu dulu sempat berada di sisi yang salah, tapi kini kamu berusaha memperbaiki keadaannya."
Jasmine mengangguk, "Oke, setidaknya sudah ada sedikit yang kalian ketahui. Aku akan mulai ceritanya dengan sedikit hal tentangku. Kalau kalian masih tidak bisa menebaknya, aku sebenarnya dulu sempat berada di Underground."
"Kamu? Di Underground? Tapi bagaimana bisa?" tanya David.
"Jadi begini, aku sejak kecil memang suka dengan perhiasan. Karena itulah, saat aku kuliah, aku memutuskan untuk mengambil bidang geologi. Aku belajar sedikit tentang batu mulia, dan bagaimana cara mengetahui keasliannya. Aku juga sengaja mengambil beberapa kelas lanjutan seputar gemologi setelahnya. Semuanya awalnya hanya hobi, ketika seseorang mengajakku bergabung dengannya. Pria ini bernama Alfonso, dan dia adalah seorang ahli pemalsu uang. Karena aku masih muda dan lugu, jadi aku memutuskan untuk ikut dengannya," tutur Jasmine.
"Dari situlah, aku mengenal yang namanya Underground, dan bergabung dengan kelompok yang sama dengan Indri, Golddigger. Dia belum bergabung saat itu, dan aku belajar tentang pemalsuan perhiasan dari beberapa ahli di kelompok itu. Aku juga sempat bekerja bersama Indri, karena aku memang ahli membuat perhiasan palsu, setelah aku belajar banyak."
"Tapi tidak seperti Indri, aku merasa kalau apa yang aku lakukan tidaklah baik. Karena itu, aku ingin sekali melepaskan diri dari Underground. Ketika aku mengetahui kalau Hendra tengah berusaha untuk memusnahkan Sony, aku memutuskan untuk menemuinya diam - diam dan mengajukan diri sebagai informan. Dia memercayaiku, dan aku bisa membantu Hendra, sambil berusaha mengelabui kelompokku."
"Saat itulah, aku bertemu dengan Cameron. Aku tahu kalau dia adalah seorang agen rahasia, dan kami sama - sama mengumpulkan informasi untuk Hendra. Kami berteman, dan karena itulah aku bisa tahu banyak tentangnya. Salah satu hal yang aku ketahui adalah, kalau Cam terpaksa menjadi pacar Indri demi tugasnya. Aku membantu Cam untuk mengetahui karakter Indri, sehingga dia bisa memberikan akting yang tepat."
"Sementara itu, aku sendiri menyadari kalau aku harus segera melepaskan diri dari Underground. Aku sudah melakukan banyak kesalahan, dan aku tidak ingin menambah kesalahan itu. Jadi, aku mengikuti saja permainan yang dijalankan oleh Indri dan Albert. Tapi aku tahu, kalau mereka akan memutuskan untuk kabur. Sayangnya, aku tidak sempat memperingatkan Hendra sebelum kami kabur. Jadi, aku kabur bersama dengan Indri dan Albert saat itu. Setelahnya, aku memisahkan diri dari mereka berdua, karena aku tidak ingin kembali terlibat dengan kejahatan mereka. Mereka menyetujuinya, karena mereka mengira kalau aku hanya akan pergi untuk melanjutkan kuliahku."
"Aku memisahkan diri dari mereka, dan mengirim surat pada Hendra untuk mengatakan apa yang sudah terjadi. Aku juga meminta izin padanya untuk pergi, karena aku ingin melanjutkan kuliahku. Hendra tentunya tidak melarangku untuk pergi. Jadi, aku memutuskan untuk pergi ke luar negeri selama beberapa tahun dan mengambil studi khusus di bidang gemologi. Kemudian, aku bertualang ke beberapa negara yang menghasilkan batu mulia, seperti Myanmar. Pada tahun 2019, ketika Underground sudah berhasil dilumpuhkan, aku memutuskan untuk kembali ke Inkuria."
Aku menyimak ceritanya dengan seksama, dan ketika selesai mendengarkannya, aku jadi mengerti kenapa dia bekerja untuk Hendra. Karena pria itu sudah membiarkannya lolos, padahal dulu dia berkomplot dengan Indri. Jasmine ingin memperbaiki dirinya, dan Hendra memberikan kesempatan itu padanya.
"Ah, rupanya begitu? Aku dengar dari Rendi, Hendra itu dingin masalah perasaan. Tapi ternyata, dia baik pada orang lain, terutama perempuan, ya? Selain Bu Darla, rupanya ada perempuan lain yang dia berikan kesempatan kedua," komentar David.
Jasmine terkekeh, "Hendra memang baik orangnya, hanya saja tingkahnya yang kadang aneh dan keras kepala sedikit banyak menutupi sifat baik itu. Dia hanya ingin semua orang bahagia, sampai kadang dia melupakan kalau dirinya sendiri juga harus bahagia. Tapi kini, sepertinya jerih payahnya terbayarkan, karena dia mulai hidup dengan tenang," sahut Jasmine.
"Sepertinya Hendra punya banyak sisi menarik yang belum aku ketahui ya?" ujarku.
"Kalau kau mau tahu soal Hendra, ceritanya cukup panjang. Dia punya kisah yang sudah semacam seri buku detektif yang epik. Jadi, mending kau tanyakan saja pada orangnya langsung, biar bisa dia ceritakan padamu."
"Lain kali, aku akan mengusahakan untuk mengingatnya," kata David.
"Ada lagi yang kau ketahui soal Cameron?" tanyaku.
"Cam itu orang yang baik, hanya saja dia terlahir di keluarga yang kacau. Aku sudah mendengar semua hal soal keluarga Pacifia, dan mereka dipenuhi oleh maniak. Agak mengagetkan juga karena Cameron bisa bertahan dengan kegilaan yang dia punya. Bahkan kadang, aku bisa mengobrol dengan Max."
Aku mengerutkan alisku, "Max? Bagaimana bisa dia muncul tanpa membuat kekacauan?"
"Aku tidak tahu. Tapi yang Cam bilang, kadang Max muncul ketika dia sendirian. Bisa jadi sebenarnya Max sering muncul, hanya saja Cam tidak sadar. Aku berbicara dengan Max beberapa kali, dan ya, dia adalah maniak yang haus darah. Untungnya, selama kau tidak melakukan hal yang memancing emosinya, dia tidak akan melukaimu. Sebagaimana pribadi ganda pada umumnya, mereka punya kesadaran sendiri. Bahkan, Max tahu semua hal yang ada di dalam pikiran Cam, yang selama ini tidak pernah disampaikan pada siapapun."
Jasmine mengatakan hal yang sangat menarik, dan hal itu membuatku bertanya. Kalau memang Max bisa muncul kapan saja tanpa melukai seseorang, maka bisa jadi aku sudah menemuinya tanpa aku sadari. Toh, dia kan tidak menyerangku, jadi aku rasa aku tidak akan tahu kalau itu Max.
Aku berusaha mengingat kembali beberapa momen ganjil yang aku dapatkan ketika bersama Cam, selain saat misi yang membuat Max mengamuk itu. Ada beberapa kejadian yang kurasa bisa jadi merupakan kemunculan Max, tapi ada satu hal yang aku bisa yakini sebagai momen saat Max muncul.
"Mungkinkah kalau aku sudah pernah menemui Max? Kalau memang dia tidak melukaiku, mungkin aku tidak akan bisa membedakannya dengan Cam. Aku tidak tahu berapa kali dia melakukannya, tapi aku bisa ingat beberapa yang menurutku mungkin adalah kemunculan Max."
Jasmine terkekeh, "Max pernah mengatakan kalau dia sudah beberapa kali muncul di hadapanmu. Mereka menyukaimu, Wilson."
"Siapa?"
"Aku bilang kan "mereka", jadi baik Cam dan Max, mereka sama - sama menyukaimu. Mereka mengatakan, dengan adanya dirimu, mereka bisa merasa lebih tenang."
"Hm, kalau begitu, secara teknis kau disukai oleh dua orang, Wil," kata David.
"Tapi Cam bukan tipe orang yang sentimentil begitu. Cam tidak akan mengatakan kalau dia suka padaku," sahutku
"Ya, tapi yang kita bicarakan ini adalah Cameron. Siapa tahu kalau dia memang tidak mengatakannya padamu. Lagi, yang mengatakan hal itu padaku adalah Max," ujar Jasmine.
Apa yang Jasmine katakan ada benarnya. Selama ini, aku tidak berani menebak isi kepala Cameron, karena aku tahu kalau aku mungkin tidak akan pernah mendapatkan jawaban yang pasti. Tapi kini aku malah punya beberapa tebakan akan apa yang sebenarnya Cam pikirkan.
"Kau jangan pikirkan semuanya dengan berlebihan begitu. Kau pasti tahu kalau Cam suka menulis di jurnalnya. Dia mengatakan kalau jurnalnya tahu semua hal yang dia rahasiakan. Jadi, kurasa kamu bisa membacanya ketika semuanya sudah selesai," kata Jasmine.
Jasmine benar. Tapi karena pernyataannya itu tadi, aku jadi semakin penasaran akan apa yang dituliskan Cam di dalam jurnal pribadinya. Sepertinya, kalau aku sudah membaca jurnalnya, aku akan mengetahui semua hal yang Cam rahasiakan dari orang lain.
"Baiklah, terima kasih, Jasmine. Aku akan selesaikan misi ini untuk Cameron," ujarku.
"Tentu saja kau akan melakukannya. Kau memang teman baik Cam. Oh iya, kalau lain kali kalian butuh bantuanku, jangan segan untuk menghubungiku lain kali, ya?"
Jasmine meletakkan kartu namanya di hadapanku dan David. Dengan begini, hanya satu hal yang perlu diselesaikan sebelum misi ini berakhir. Aku harus memancing Indri ke perangkap yang sudah direncanakan oleh Hendra, agar dia bisa tertangkap.
~~~~~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top