Chapter 5 : Mr. Jameson's Advice
Aku dan David kembali ke kantor setelah kami selesai makan siang. Sebelum kembali ke ruanganku, aku mampir ke ruangannya Brian untuk meminjam satu lagi buku yang kemarin dia bilang katanya bisa berguna dalam misiku saat ini.
Ketika sampai di ruangan Brian, aku bisa melihat si pemuda rupawan itu dengan ekspresi cemberut dan rambut agak berantakan. Ada sebuah jas berwarna hitam yang dia letakkan di punggung kursi, dan Brian melonggarkan dasi berwarna merah yang dia kenakan. Tapi ketika dia melihatku datang bersama David, ekspresi kusutnya mengendur seketika.
"Having a rough day, Bri?" tanya David.
"Of fecking course I am! Hell, why this fecking socialita bitches is wanted me to have a fecking brunch with them after visiting their fecking garden? Am I look like I care about those million dollars bonsai that look like a ball? Hell fecking no! Luckily Mr. Jameson okay with me coming to the meeting a bit late, but my God, I am sick of their fecking attitude ...." sahut Brian.
"But yer good at convincing people, that's why Mr. Jameson said ye should handle that mission. Here, I grab some lunch for ye."
David meletakkan sebuah kantung kertas di atas meja Brian, yang membuat si pria berambut kecoklatan itu mengerutkan alisnya. Brian menatap David sejenak, yang dibalas si pemuda berambut gelap dengan sebuah senyuman lembut dan tatapan penuh makna. Setelah mereka bertatapan selama beberapa saat, ekspresi ketegangan hilang dari wajah Brian, dan dia terkekeh.
"Good man David! Thank ye so much, ye save me fecking ass! This is just what I need, thank you!"
David terkekeh, "Well, I thought you'll need that. Since ye said that your meeting will ended after lunchtime, I decide to grab ye something to eat."
"Aww, thanks bud! Yer sometime being such an asshole, but I know yer actually a good man."
Aku tersenyum saat memperhatikan interaksi keduanya. Bagus juga sekekali melihat mereka akur begini. Interaksi mereka mengingatkanku pada Cameron, karena walau kadang dia kelihatan cuek, dia selalu tahu apa yang aku suka dan apa yang aku butuhkan. Aku jadi kangen dengan Cameron, karena aku tidak punya banyak teman yang mengerti aku seperti dia.
"Ah iya! Ini Wil, buku yang aku bilang! Kurasa ini bisa membantu, karena rupanya Rila menyimpan satu buku tentang perhiasan palsu," kata Brian, yang rupanya sadar kalau aku ada di sana.
Aku terkekeh, "Terima kasih. Sepertinya kau sedang kerepotan ya?" tanyaku.
"Berada di tengah kaum kalangan atas memang selalu merepotkan. Tapi setidaknya, sekarang aku bisa bersantai sedikit. Ini bukunya."
Brian menyerahkan sebuah buku bersampul hijau, dan aku menerimanya. Dari judulnya, bisa terlihat jelas kalau topiknya sesuai dengan apa yang aku butuhkan.
"Kau sih enak, aku setelah ini harus mulai bekerja. Akan ada banyak sekali data yang harus diperiksa, karena banyak juga nasabah Bank Exodus yang meminjam uang dengan jaminan perhiasan," kata David.
"Begitu? Jadi, bagaimana kunjungan kalian? Ada sesuatu yang menarik?"
"Sistem keamanan Bank Exodus ada di tingkat teratas, dengan kaca anti anarkinya yang melindungi semua perhiasan mereka, dan juga sistem keamanan brankas modern dengan teknologi terkini. Tapi, sistem keamanan server mereka masih agak jelek, karena mereka masih mengkomputerisasi banyak hal dengan sembrono. Masih agak semrawut juga, karena aku harus menunggu sampai beberapa orang yang mengurus data ini bisa mendapatkan semua yang dibutuhkan. Mungkin kalau aku mau, aku akan bisa meretas server mereka dengan cukup mudah."
"Hm, menarik. Bagaimana kalau menurutmu, Wil?"
"Ada banyak hal yang membingungkan. Tapi, siapapun si ahli batu mulia yang dibawa nasabah yang mendapatkan anting palsu itu, dia pastinya ahli. Dia membawa sendiri perangkat uji asamnya dalam tas yang mudah dibawa, dan bisa mengetahui keasliannya dengan waktu singkat. Andai saja dia mau membantu dalam mengidentifikasi perhiasan yang ada, pasti semuanya bisa selesai dengan cepat," sahutku.
"Begitu? Aku harap misi kalian bisa segera selesai, karena pria seperti Pak Andre tidak akan diam kalau beliau tidak mendapatkan kepastian. Aku pernah mengobrol dengannya, dan dia adalah salah satu orang paling kaku yang pernah aku temui."
"Aku setuju. Kalau begitu, aku akan kembali ke ruanganku sekarang untuk berpikir. Ada banyak hal yang membuatku bingung, dan aku perlu untuk meluruskannya."
"Oke! Kalau begitu, sampai nanti, Wil!"
Aku berpamitan pada Brian dan David, lalu menuju ke ruanganku. Kuletakkan buku yang tadi Brian pinjamkan di atas meja, lalu duduk di kursiku. Kuhela napas panjang, lalu aku membiarkan wajahku jatuh ke dalam telapak tanganku. Aku benar - benar bingung.
Di satu sisi, aku senang karena kalung yang dicari oleh Indri berada dalam keadaan aman di Bank Exodus. Tapi di saat yang lain, pertanyaan lain kembali muncul di dalam kepalaku.
Apakah kalung yang dimiliki oleh Indri itu asli? Kalau iya, bagaimana caranya agar kalungnya bisa kembali pada Indri? Apakah suaminya bisa menebus kembali kalung itu? Jika iya, apakah seharusnya Indri tidak perlu khawatir? Kalau tidak, apa yang akan terjadi selanjutnya?
Lalu kalau kalungnya palsu, apakah Indri mengetahuinya? Apakah suaminya mengetahuinya? Apa memang kalungnya palsu sejak awal, atau sebelum suami Indri mengambilnya sebenarnya kalungnya asli? Apakah mungkin kalau Albert memalsukannya? Kalau iya, apa alasannya? Apakah Albert sudah menjual yang asli dan membuat yang palsu untuk mendapatkan keuntungan dan menipu istrinya? Tapi jika kalungnya sejak awal palsu, apakah Cameron tahu kalau kalung yang dia berikan itu palsu?
Itu baru soal si kalung rubi biru. Lalu, bagaimana dengan perhiasan yang lainnya? Apakah Albert juga yang memberikan beberapa perhiasan palsu lainnya ke Bank Exodus? Bisa jadi kan kalau Albert sebenarnya memalsukan perhiasan? Kalau tidak, siapa perempuan yang menggadaikan anting palsu itu? Apakah ada sindikat pemalsu perhiasan di Inkuria yang bekerja dengan begitu rapinya untuk mendapatkan uang?
Lalu, kata Pak Andre, Albert adalah nasabah reguler yang sering datang untuk menggadaikan perhiasannya. Melalui perkataan beliau juga, aku mendapat keterangan kalau Albert melakukan bisnis penjualan perhiasan kecil - kecilan. Lalu, apakah Indri tahu tentang bisnisnya ini? Kalau dari bagaimana dia khawatir akan kalung itu, sepertinya sih dia tidak tahu. Kenapa Albert tidak pernah membicarakannya dengan istrinya, dan dia malah membahas soal uang? Lalu, apa yang menyebabkan Albert melakukan hal itu secara diam - diam? Tidak bisakah dia bicara dulu dengan istrinya?
Kemudian, andai saja aku bisa menemui siapa nasabah yang mendapatkan anting palsu itu, mungkin aku bisa mendapatkan sedikit keterangan. Walau sebenarnya apa yang dia katakan mungkin tidak terlalu membantu untuk melacak si pemalsu, setidaknya kan dari si nasabah ini aku bisa meminta bantuan untuk menghubungi si ahli batu mulia yang dia bawa itu. Dengan pernyataannya, mungkin akan sedikit membantu untuk mengetahui tentang perhiasan palsu.
Banyak sekali pertanyaan yang harus dijawab dari dua masalah ini, dan sepertinya pertanyaan ini tidak akan bisa dijawab dengan mudah. David bilang, paling tidak dia perlu waktu seminggu untuk menganalisis data yang dia dapatkan. Apa yang harus aku lakukan dalam waktu seminggu itu? Bisakah aku mendapatkan sesuatu yang mungkin bisa aku kerjakan selama menunggu datanya selesai diproses?
Sekali lagi, kuhela napasku. Semuanya kedengaran sangat ribet. Dengan Cameron dan rahasianya yang masih menggantung di sekitar hidupku, aku merasa kalau aku tidak akan bisa tenang sebelum semua ini selesai. Belum lagi dengan misi kali ini yang sepertinya bukan bidang keahlianku.
Aku tidak tahu apa yang sebenarnya ingin Cameron sampaikan. Bahkan walau Indri sudah memberitahu tentang hubungannya dengan Cameron di masa lalu, aku masih merasa belum lega karenanya. Masih ada beberapa hal yang menggantung bagiku, terutama soal keluarganya. Aku tidak begitu berharap kalau hal itu akan jelas pada akhirnya, tapi dengan adanya pernyataan Indri, aku jadi ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Bisa terasa kalau kepalaku jadi agak berdenyut. Sepertinya aku berpikir terlalu keras, sehingga semakin banyak pertanyaan yang muncul di dalam kepalaku. Aku harus berhenti sejenak, terlalu banyak berpikir tentunya tidak baik untukku.
Karena itulah, aku menjauhkan sejenak buku yang tadi dipinjamkan oleh Brian. Aku menarik laci mejaku, dan mengeluarkan sebuah buku jurnal milik Cameron. Ketika melihat sampul bukunya, aku tersenyum. Mengingat kembali akan semua kenangan indah ketika kami masih berada di akademi.
Mungkin ini adalah cara yang aneh, tapi aku selalu bisa merasa lebih tenang kalau membaca jurnal milik Cameron. Tulisan tangannya yang rapi menuturkan kembali apa saja yang telah terjadi di masa lalu, membuatku merindukan saat - saat itu. Saat semuanya masih lebih mudah. Saat Cameron masih bersamaku.
Aku langsung tenggelam ke dalam bacaanku, dan tidak mengingat lagi masalah yang aku miliki. Semuanya terasa lebih baik, ketika akhirnya aku disadarkan oleh sebuah suara ketukan. Hal itu membuatku menoleh ke arah pintu, lalu menatapnya selama beberapa saat, sebelum akhirnya mempersilahkan siapapun yang ada dibaliknya untuk masuk.
Pintu terbuka, dan aku bisa melihat Pak Jameson di sana. Beliau tersenyum kepadaku, kemudian masuk ke dalam ruangan. Dia menutup pintunya, dan melangkah menuju ke kursi yang ada di seberangku.
"Halo Wilson. Bagaimana keadaanmu?" tanya Pak Jameson.
"Bagaimana aku menjelaskannya ya? Aku dalam keadaan bingung karena semua informasi yang aku terima," jawabku.
"Yah, aku tidak heran sih. Pasti ada banyak sekali hal yang kamu dapatkan setelah mengunjungi Bank Exodus. Aku ingin melihat bagaimana keadaan David, tapi tadi aku mendengar dia mencari di mana Anthony berada. Dari nada suaranya, sepertinya dia tengah sibuk. Jadi, kurasa akan lebih baik jika aku menanyaimu terlebih dahulu."
"Ada beberapa hal yang kami dapatkan. Fakta yang ada cukup menarik, dan membuatku tidak tahu harus berbuat apa. Siapapun yang sengaja menggadaikan perhiasan palsu itu, pastinya mereka sudah merencanakannya dengan sangat baik, karena mereka tidak bisa dilacak."
"Oh? Kalau begitu, apa bisa kita sebut bahwa kini kita tengah menyelidiki beberapa penipu?"
"Bisa saja. Tapi kami masih tidak yakin. David masih harus melacak identitas para pemohon dana itu, untuk menentukan apakah identitas mereka asli. Setelahnya, baru kami bisa bertindak."
"Baiklah, kalau begitu berarti kau harus bersabar. Tapi, kok kelihatannya kau punya banyak sekali pikiran? Wajahmu kusut tuh, memangnya apa yang salah?"
"Ada banyak sekali hal yang salah dalam misi ini. Petunjuk yang aku dapatkan hanya berhenti di kebuntuan, kecuali kalau memang aku mau untuk melacak beberapa hal yang mungkin bisa dilacak. Tapi ... aku bingung."
"Kalau begitu, kamu coba cerita deh. Apa saja yang sudah kamu dapatkan, dan apa yang membuatmu bingung. Siapa tahu aku bisa membantumu sedikit."
Perkataan Pak Jameson membuatku terdiam sejenak. Setelah menimbang, akhirnya aku mulai menceritakan apa saja yang terjadi ketika aku pergi ke Bank Exodus. Aku berusaha memberikan detilnya kepada Pak Jameson dan meninggalkan apa saja yang aku pikrkan soal kalung rubi biru itu, karena aku rasa beliau tidak perlu tahu soal hal yang satu ini.
Setelah selesai dengan ceritaku, aku mulai mengeluarkan unek - unek yang ada di dalam kepalaku dengan menyatakan pertanyaan apa saja yang menggangguku. Seperti, bagaimana bisa aku menenukan mana perhiasan yang palsu dan asli hanya dengan melihatnya. Pertanyaan itu tentunya bisa terjawab dengan kata tidak, karena walau aku sudah banyak belajar melalui referensi soal batu mulia, aku tidak akan bisa menjadi seorang ahli dalam waktu satu malam. Aku bukanlah Rila yang bisa kau beri waktu seminggu sebelum akhirnya dia secara mendadak berubah jadi ilmuan dalam waktu singkat. Kemampuan dan tekadku untuk belajar tidaklah segila dia.
Lalu, tentang siapa perempuan yang menggadaikan anting yang jadi sumber masalahnya itu. Kenapa perempuan ini menggadaikannya? Apa dia memang ingin mendapatkan uangnya, atau ada alasan lainnya? Dari cara dia memberikan identitas palsu, sepertinya memang dia menginginkan uangnya, tapi bisa saja kan kalau dia punya niat lain. Kita tidak tahu apakah si perempuan ini tahu bahwa perhiasan yang dia bawa itu palsu. Andaikan saja dia tidak tahu dan dia menggadaikannya karena memang butuh uang, lalu kenapa dia tidak kembali menebusnya? Kenapa dia tidak menjualnya saja, misalkan dia tidak membutuhkannya?
Kemudian, soal si ahli batu mulia yang mengatakan kalau anting itu palsu. Dia secara tidak langsung adalah penyebab kepanikan Pak Andre, yang membuatnya ingin mengecek keaslian perhiasan - perhiasan yang dia simpan di brankasnya. Siapa sebenarnya dia dan di mana dia berada? Kalau memang dia benar seorang ahli, kan mungkin dia bisa dimintai bantuan atau pendapatnya soal batu mulia. Karena dia bisa melakukan tes asam dengan cepat, sepertinya akan bagus jika dia bisa membantu.
Pak Jameson mengangguk ketika beliau sudah mendengarkan penjelasanku. Setelahnya, dia memandangku baik - baik selama beberapa saat, yang membuat suasana jadi agak tegang. Pak Jameson adalah seorang agen yang punya keahlian untuk menganalisis situasi dan tindakan, dan satu hal yang membuat orang lain menyeganinya adalah karena dia bisa tahu kalau kau berbohong padamu.
Ketika aku bisa mengingat fakta ini, aku menyadari apa saja yang baru aku lakukan. Apakah Pak Jameson bisa mengendus kenyataan dari apa saja yang baru kukatakan? Secara teknis aku tidaklah berbohong, karena apa yang aku katakan itu memang sesuai dengan apa yang terjadi. Aku hanya menyembunyikan fakta soal Indri dan kalung batu rubi itu, karena aku tidak yakin kalau aku harus mengatakannya pada Pak Jameson.
"Aku bisa percaya akan apa yang kamu katakan, kalau itu yang ingin kamu katakan. Tapi aku bisa melihat kalau kau terlihat lebih tegang daripada biasanya. Kau tidak berbohong padaku, tapi ada sesuatu yang kau simpan dariku. Sepertinya kau tidak ingin aku tahu soal itu," kata Pak Jameson.
Aku menghela napasku, "Aku tidak tahu apakah aku harus mengatakan hal ini pada anda, pak. Bukannya saya tidak mau, saya hanya tidak yakin," sahutku.
"Apapun yang ada di dalam kepalamu, sebetulnya terserah kamu saja mau kamu katakan atau tidak. Aku tidak akan memaksamu kalau kau memang tidak mau. Tapi dari ekspresi wajah dan intonasimu, aku rasa kamu sepertinya lebih mengkhawatirkan masalah itu daripada misi yang ada di hadapanmu. Hal itu membuatku penasaran kenapa."
"Kalau mau jujur, aku sendiri juga tidak tahu kenapa hal ini malah menggangguku. Aku bingung akan banyak hal, yang membuat isi kepalaku jadi berantakan."
"Soal Cameron, ya?"
Pernyataan Pak Jameson yang tiba - tiba tadi membuatku agak kaget. Bagaimana bisa beliau menyimpulkannya dengan mudah seperti itu. Aku tidak menyinggung apapun soal Cameron selama pembicaraan kami, tapi beliau bisa menebaknya seolah semua itu tertulis di jidatku. Aku menatap Pak Jameson selama beberapa saat, dan menemukan sebuah senyuman di wajahnya.
"Kalau kau tidak mau aku menebaknya, seharusnya kau sembunyikan jurnal Cameron yang ada di atas mejamu itu ketika aku datang. Saat aku datang tadi, kau kelihatan kaget. Padahal kau tahu, kalau kau mendapatkan misi dariku, maka aku akan datang menemuimu di saat yang tidak terduga. Lalu, kelihatannya kau sehabis melamun, jadi aku kira kau memikirkan Cameron. Kemudian, setelah aku menanyaimu soal misi yang ada, ekspresi wajahmu berubah jadi terganggu. Aku kira kau hanya berusaha melepaskan beban pikiranmu, tapi rupanya masih ada hal lainnya. Karena kau membaca jurnal Cameron daripada buku yang kau pinjam soal perhiasan, jadi kurasa sumber keruwetan yang ada di dalam kepalamu itu adalah Cameron," jelas Pak Jameson.
Mataku kini tertuju ke arah mejaku, tempat di mana jurnal Cameron masih berada dalam keadaan terbuka. Aku tahu kalau Pak Jameson mungkin akan menanyakan kenapa ada jurnal Cameron di atas meja, tapi aku tidak mengira kalau beliau bisa menyimpulkan isi pikiranku dari keberadaan buku itu. Tapi, yang aku hadapi ini Pak Jameson, jadi rasanya tidak aneh kalau nalurinya dengan cepat bisa menangkap keberadaan di sekitarku.
"Sudah kelihatan semuanya ya? Sepertinya, memang tidak ada gunanya aku menyimpan hal itu sendirian. Toh, kurasa lebih baik kalau bapak tahu soal ini. Ceritanya mungkin akan menarik perhatian bapak," kataku.
"Kalau begitu, kamu bisa mulai cerita sekarang."
Dengan perkataan itu, aku memutuskan untuk menceritakan apa yang sudah terjadi semalam. Aku memulainya dengan memberitahu tentang kedatangan Indri yang mendadak ke kediamanku. Dengan detil, aku ceritakan apa yang Indri katakan padaku soal pernikahannya dengan Cameron, dan masalah apa yang dia miliki.
Setelahnya, aku beritahu juga tentang penemuan kalung batu rubi biru itu. Aku mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi terhadap kalung itu, dan haruskah aku khawatir akan apa yang terjadi? Kemudian, karena apa yang terjadi di Bank Exodus, apakah benar kalau kalung itu asli? Lalu, kenapa tidak ada yang pernah tahu kalau Cameron sempat menikah?
Dengan semua pertanyaan itu, aku menyelesaikan semua yang perlu untuk aku sampaikan. Pak Jameson terdiam selama beberapa saat, kelihatannya beliau berusaha mencerna apa yang baru saja dia dengar. Aku tidak berusaha memecahkan momen hening itu, karena seperti aku, tentunya Pak Jameson butuh waktu untuk memproses semuanya.
Hanya saja, sikap diam yang diperlihatkan oleh Pak Jameson ini berubah setelah beberapa saat. Aku bisa melihat kalau mata beliau mondar - mandir ke berbagai arah selama beberapa saat. Hal ini merupakan hal yang sebenarnya biasa dilakukan oleh Pak Jameson. Kalau beliau melakukan sikap ini, biasanya beliau tengah berpikir keras.
Tindakan Pak Jameson itu membuatku penasaran karenanya. Apa yang sebenarnya beliau pikirkan? Aku tahu kalau fakta yang aku sampaikan memanglah agak mengejutkan, tapi bagian mana yang mengganggu Pak Jameson sehingga beliau sampai berpikir keras?
"Ah iya, siapa nama lengkap mantan istri Cameron tadi?" tanya Pak Jameson, dengan tiba - tiba.
"Indriana Chester. Memangnya ada apa, pak?" sahutku.
Pak Jameson kembali terdiam, dan dia terlihat kembali asyik dengan pikirannya. Aku mau tidak mau jadi penasaran akan apa yang ada di dalam pikirannya. Apakah Pak Jameson punya pendapat tersendiri akan hal ini? Respon beliau tidak seperti David yang kaget karena dia tidak tahu akan fakta ini, beliau malah terlihat seperti campuran antara penasaran dan tidak percaya.
Sayangnya, kebisuan yang ada di antara kami tidak bisa menjawab pertanyaan yang aku miliki. Apalagi momen bisu kali ini cukup lama, karena sepertinya Pak Jameson terlalu asyik dengan apa yang ada di dalam kepalanya. Aku memutuskan untuk menyadarkan Pak Jameson, agar momen kebisuan ini bisa berakhir.
"Pak Jameson?" tanyaku.
Pak Jameson kini melihat ke arahku dengan gelagapan. Sepertinya beliau memang terlalu asyik dengan pikirannya, dan aku tidak akan menyalahkannya. Beliau tersenyum ke arahku, kemudian dia terkekeh.
"Ah, maafkan aku. Sepertinya aku terlalu asyik berpikir," kata Pak Jameson.
"Tidak apa, pak. Memangnya, apa yang ada di dalam pikiran bapak?"
"Fakta yang kamu berikan itu ... menarik. Terutama karena bertentangan dengan fakta yang saya tahu. Cameron tidak bilang padaku kalau dia pernah punya hubungan dengan seorang wanita."
Aku menghela napasku. Karena itulah aku tidak habis pikir, semua yang aku dengar dari Indri itu serasa mustahil. Aku bisa percaya kalau bisa saja Cameron bercerita kalau dia pernah menikah, tapi aku tidak percaya kalau dia memang betul - betul pernah menikah. Entahlah, aku hanya bingung saja. Seperti kata Pak Jameson, apa yang aku ketahui bertentangan dengan fakta baru ini.
"Karena itulah saya tidak habis pikir, pak. Belum lagi soal kalung itu. Bagaimana bisa saya mengembalikan benda itu kepada Indri? Apakah memang saya yang harus mengembalikannya, atau aku tidak perlu khawatir dengan bisnis apa yang dimiliki oleh Albert?"
Pak Jameson mengerutkan alisnya. Sekali lagi beliau berpikir, tapi kali ini beliau mengangguk. Aku bingung akan responnya itu, tapi aku tidak punya waktu untuk berpikir karena Pak Jameson langsung saja mengatakan sesuatu.
"Apa yang kamu dengar tentunya sulit untuk dipercaya. Aku sih maunya juga tidak percaya akan hal itu. Kenapa kamu tidak coba cari tahu akan kebenaran cerita yang diberikan oleh Indri terlebih dahulu? Kalau kamu sudah tahu kalau ceritanya itu benar atau salah, baru kamu boleh khawatir soal kalung rubi itu."
Kuhela napasku, "Tapi bagaimana caranya? Aku tidak yakin kalau aku bisa menemukan jejak dari pernikahan Cameron, atau seseorang yang ceritanya bisa dipercaya."
"Hei, kau harus mencobanya! Coba kau minta bantuan David untuk mengecek data pernikahan dan perceraian di Inkuria, mungkin itu akan membantumu. Atau, kau juga bisa mencari keberadaan keluarganya. Aku tahu kalau Cam tidak banyak cerita soal mereka, tapi setidaknya dia pasti meninggalkan sedikit petunjuk padamu akan siapa keluarganya yang berada di Inkuria, kan?"
Perkataan Pak Jameson ada benarnya. Aku tahu kalau aku bisa berusaha mencari data melalui arsip KUA, atau mencari keberadaan Jonathan Pacifia. Tapi, bisakah aku mendapatkan fakta itu? Aku tidak yakin kalau aku bisa menemukan salah satunya.
"Sebenarnya ada. Aku menemukan beberapa kertas surat yang Cameron alamatkan kepada Gregory Pacifia, pamannya."
"Nah, itu sudah petunjuk yang bagus. Kenapa kamu tidak cek amplopnya untuk mengetahui alamatnya? Kalau kamu sudah tahu ini sejak dua tahun lalu, kenapa tidak kamu lakukan?"
"Karena amplop suratnya memang tidak ada. Yang ada hanyalah kumpulan suratnya. Petunjuk lain yang aku punya adalah sepupunya, Jonathan Pacifia."
"Sudahkah kamu mencari tahu soal Jonathan?"
"Sudah. Aku tahu kalau dia adalah pemimpin dari Pacifia Construction, dan di situlah aku berhenti melakukan penyelidikan."
Pak Jameson menepuk jidatnya, "Ya Tuhan, katanya kamu itu penasaran akan rahasia apa yang dimiliki oleh Cameron, tapi kok kamu tidak pernah berusaha untuk mencarinya? Selama hampir dua tahun ini kamu ngapain saja sih? Kamu kira rahasia itu akan datang sendiri dari langit?"
"Aku ... aku tidak yakin. Sepertinya aku tidak akan siap untuk mengetahui akan apa yang dirahasiakan oleh Cameron. Selain itu, sepertinya aku tidak terlalu perlu untuk mengetahuinya."
Pak Jameson memandangku, kemudian tersenyum. Aku tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran beliau, tapi aku tidak kaget kalau beliau tahu beberapa hal yang aku tidak tahu soal Cameron. Atau soal orang - orang di Inkuria yang mungkin berhubungan dengan Cameron. Entahlah, Pak Jameson tentunya tahu beberapa hal.
"Aku tidak menyalahkanmu karena kamu berpikir begitu. Kamu menghormati Cameron sebagai sahabatnya, dan mencari tahu seputar masa lalu dan rahasianya itu seperti melewati batas yang ada di antara kalian. Kadang, memang lebih baik kalau kamu tidak tahu beberapa hal yang seperti itu. Tapi, kamu harus tahu, karena ini soal sahabatmu yang tersayang. Sudah saatnya kau untuk tahu kenyataan apa yang selama ini disimpan oleh Cameron."
Belum sempat aku meresponnya, Pak Jameson mengeluarkan buku saku kecil dari kantungnya, kemudian ponselnya. Dia mengetikkan sesuatu selama beberapa saat, lalu menuliskan sesuatu di buku sakunya. Beliau merobek halamannya ketika sudah selesai.
Kertas itu disodorkan padaku, dan aku mengambilnya. Ketika membacanya, aku mendapati sebuah alamat yang berada di kawasan perumahan mewah di Inkuria. Aku menatap Pak Jameson selama beberapa saat, kemudian kembali ke kertas yang ada di tanganku.
"Itu alamat pribadi Jonathan. Kamu bisa coba untuk temui dia kalau mau," kata Pak Jameson.
Kini aku menatap Pak Jameson dengan ekspresi kaget. Beliau membalas tatapanku dengan sebuah senyuman, yang membuatku kini menyadari satu hal penting. Jadi, selama ini Pak Jameson tahu siapa Jonathan Pacifia dan dia tidak memberitahuku?
"Tunggu dulu, bagaimana bisa bapak mendapatkan alamat ini?" tanyaku.
"Nathan adalah salah satu dari beberapa klien pertama di SPE. Aku sendiri yang menangani kasusnya saat itu. Kalau kau memang melakukan penyelidikan yang menyeluruh soal Jonathan, maka kamu akan tahu kalau pada tahun 2016 dia sempat tersandung kasus korupsi yang mencoreng namanya. Tapi, dia meminta bantuanku dalam masalah itu, sehingga kasus korupsi itu bisa terbongkar."
Aku tidak mencari tahu banyak hal tentang Jonathan, tapi aku tahu kasus apa yang Pak Jameson maksud. Kasus korupsi itu menggegerkan kota Inkuria, dan aku membaca beberapa artikel tentang kasus itu. Tapi aku tidak tahu kalau Pak Jameson juga ambil andil dalam kasus itu.
"Kasus itu? Aku tidak tahu kalau bapak terlibat dalam kasus itu."
"Aku kan tidak cerita, dan cara kerja kita kan memang begitu. Itu adalah kasus besar pertama yang masuk ke SPE. Aku toh tidak terlalu ingin terlihat mencolok, jadi aku bekerja secara anonim saat itu, untuk melindungi Jonathan. Tapi, kita bisa bahas kasus itu lain hari. Yang penting, sekarang coba kau hubungi Jonathan. Aku yakin dia bisa memberimu pencerahan soal Cameron."
"Bapak yakin kalau aku memang harus mendatanginya? Dia kan orang sibuk, aku tidak ingin mengganggunya. Kalau aku datang begitu saja ke kediamannya, aku yakin kalau aku akan diusir oleh satpam rumahnya."
"Kamu ada benarnya. Karena itulah, aku tidak memberikan nomor teleponnya untuk membantumu. Padahal, aku tahu kalau Jonathan akan membantu kalau aku langsung menghubunginya. Tapi, kan kamu bisa menghubunginya dengan alamat itu. Akan lebih enak kalau kamu sendiri yang jelaskan padanya akan apa yang terjadi, daripada aku yang menelponnya. Coba kamu kirim surat ke alamat pribadinya, aku rasa dia akan membalasnya kalau kamu menjelaskannya dengan baik, dan juga kalau itu soal Cameron."
"Bapak yakin?"
"Tentu saja! Kalau kamu ragu, coba kamu tulis saja alamat kantor ini di amplop. Dia sudah bilang kalau aku butuh bantuannya, maka dia akan segera membantu. Kau sudah lihat sendiri, Pacifia Construction adalah kontraktor yang membangun kantor baru kita. Jadi aku rasa, dia tidak akan keberatan untuk menemuimu. Toh, kamu sahabatnya Cam, dia pasti akan dengan senang hati menjelaskan apa yang kau butuhkan."
Aku menghela napas. Pak Jameson benar, sekarang aku sudah tahu alamat Jonathan, jadi tidak ada salahnya kalau aku mencoba menghubunginya. Sepucuk surat tidak akan menyakitkan untuk dikirim. Mungkin saja aku akan mendapatkan pencerahan dari apa yang selama ini mengganjalku.
Tapi aku kini jadi heran, kenapa Pak Jameson baru sekarang memberitahu hal sepenting ini? Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa banyak sekali hal yang tidak aku ketahui?
"Kenapa baru sekarang, pak? Kurasa bapak sudah tahu kalau aku pastinya akan mencari keberadaan keluarga Cameron, tapi kenapa baru sekarang bapak memberitahu saya?"
Pak Jameson terkekeh, "Maafkan aku. Itu semua adalah pesan dari Cameron. Kau ingat kan, kalau dia mengirimkan surat padaku? Nah, di dalam surat itu, Cameron mengatakan kalau aku boleh membantumu dalam mencari Jonathan. Hanya saja, aku harus menunggu sampai saat yang tepat. Cam tidak memberitahu kapan saat yang menurutnya tepat itu, tapi katanya aku akan tahu kapan saatnya. Dia ada benarnya, karena aku tahu kalau sekarang sepertinya adalah saat yang tepat bagimu untuk mengetahuinya."
Pernyataan Pak Jameson tadi membuatku mengangguk. Rupanya Cameron sudah merencanakan semua ini? Aku tidak kaget sih, karena kalau tidak, aku pasti sudah bisa mendapatkan jurnal pribadinya. Apapun yang dia rencanakan, sepertinya kini aku tengah berada di dalamnya.
"Baiklah kalau begitu. Aku akan coba kirim surat ke Jonathan. Semoga saja dia akan membalasnya."
"Aku tahu kalau dia akan membalasnya. Percayalah. Jonathan pasti sudah mendengar tentangmu dari Cameron, dan bisa saja dia sudah menunggu kabar darimu."
Aku mengerutkan keningku, "Apa bapak pernah membicarakan aku dengan Jonathan?"
"Tidak. Tapi kami membahas sedikit soal Cameron. Toh, kan Cam yang menyarankan agar Jonathan datang kepadaku ketika dia berada dalam masalah saat itu."
"Apa bapak sudah tahu tentang siapa Cameron sebenarnya?"
Pak Jameson terdiam sejenak, sebelum akhirnya beliau mengangguk. Jadi selama ini, hanya aku yang belum tahu akan siapa Cameron sebenarnya? Permainan macam apa sih yang sebenarnya Cameron rencanakan untukku sebelum dia mati?
"Ya, aku tahu beberapa hal tentang Cameron. Tapi, perlu kukatakan kalau aku mengetahuinya bukan dari Cameron sendiri atau dari Jonathan. Aku mendapatkan sepenggal cerita dari seseorang yang mengenal Cameron dengan baik, dan dia akan jadi orang yang menjelaskan semuanya kepadamu."
"Bapak tidak bisa mengatakan apa - apa, ya?"
"Kalaupun aku bisa, aku tidak akan mengatakannya. Bukannya aku bermaksud jahat padamu, tapi sepertinya akan lebih baik jika kamu tahu sendiri ceritanya. Aku cuma tahu sepenggal, bukan semuanya. Ceritaku mungkin tidak akan bisa dipercaya karena tidak lengkap. Aku bahkan tidak tahu akan kebenaran cerita Indri, tapi ada beberapa hal yang jadi pertanyaan karena fakta yang aku dapatkan agak bertentangan dengan apa yang Cameron katakan. Aku bisa saja mencari tahu kebenarannya, tapi kamu lebih berhak untuk tahu soal itu daripada aku."
Aku mengangguk, "Baiklah, kalau memang mau Cameron seperti itu, aku akan mengirimi Jonathan surat. Kalau memang sudah saatnya aku tahu, maka aku akan menyiapkan diriku untuk itu."
Pak Jameson tersenyum, "Baguslah. Memang sudah saatnya kamu tahu tentang kenyataan apa yang Cam simpan darimu."
Ya, aku memang mengatakan kalau aku harus menyiapkan diri untuk mengetahui soal keluarga Cameron. Tapi, apakah aku akan siap ketika saatnya sudah datang? Terutama dengan adanya semua kebingungan ini, aku tidak yakin aku akan bisa menerima fakta yang ada dengan baik. Semoga saja kepalaku tidak semakin sakit ketika aku mengetahuinya apa yang sebenarnya terjadi ....
~~~~~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top