4. kalimat baik, untuk diri sendiri.
Viola berjalan gontai, merapatkan diri pada jaket hitamnya. Lagi-lagi harus melarikan diri dari rumah ketika mamahnya datang menengoknya. Kenapa baru sekarang perempuan itu memperdulikannya? Kenapa tidak dari dulu saat Kasa masih disini?
Viola mematikan ponselnya yang sedari tadi berbunyi, menghela napas berat. Ia duduk di salah satu bangku dekat taman, di samping gerobak mang Naryo si penjual martabak.
Hari sudah larut dan Viola tak tahu harus kemana. Ia ingin pergi ke rumah Janelle temannya, namun dengan keadaan seperti ini tak mungkin Janelle tidak akan menanyakan tentang masalahnya. Dan Viola paling tidak bisa untuk menceritakannya, ia sudah terbiasa memendamnya sendiri.
"Sendirian aja neng?"
Viola memejamkan matanya, ah sial. Salah satu alasan kenapa Viola paling benci keluar saat malam hari adalah karena ia sering bertemu laki-laki tidak jelas yang suka menggodanya.
Viola sudah bersiap untuk beranjak pergi sebelum tangannya ditarik pelan oleh seseorang.
"Ini gue Harland."
Viola mengerjap, merasa lega ternyata bukan laki-laki tidak jelas seperti yang ia pikirkan. "Lo ngapain disini?"
Harland menunjuk gerobak martabak di depannya. "Beli martabak."
Viola ber-oh ria mendengar jawaban Harland, ia diam memperhatikan mang Naryo yang sedang membuat martabak dengan Harland di sampingnya mengikuti.
"Suka keju ngga Pi?" tanya Harland, matanya masih setia melihat cara pembuatan martabak.
"Suka, tapi enakan matcha."
Harland melirik sekilas, "orang aneh."
"Dih? Lebih aneh mana sama lo yang suka manjat gedung?"
"Lebih aneh orang yang suka matcha," balas Harland iseng.
"Eh lo belum pernah ngerasain enaknya matcha ya?? Matcha tuh enak banget jangan salah!" ucap Viola menggebu-gebu, tak terima rasa favoritnya dibilang aneh oleh Harland.
Harland tertawa kecil melihat Viola, "Tapi paling ngga enak tuh rasa cokelat," ucap Harland.
"Setuju, pahit." Kali ini Viola mengangguk, menyetujui. Setelahnya hening, mengakhiri perdebatan mereka tentang mana rasa yang lebih enak. Kini keduanya tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing.
Harland menerima pesanannya, kemudian ia beralih ke Viola. "Mau ikut gue ngga?"
"Kemana?"
"Ke cafe."
Viola mempertimbangkan tawaran Harland, berpikir mungkin ini ide yang bagus namun Viola sendiri tak tahu Harland mengajaknya ke tempat seperti apa. "Engga usah."
"Terus lo mau kemana? Udah jam 11."
Viola mengecek jamnya, sudah hampir tengah malam tapi ia masih enggan pulang ke rumah.
"Mau ikut ngga?" tanya Harland sekali lagi. "Nih tadi gue pesenin martabak rasa matcha buat lo, ayo."
Viola merasa ragu sebentar sebelum akhirnya mengiyakan. "Yaudah ikut deh."
****
Hangat adalah kalimat yang bisa merepresentasikan cafe ini menurut Viola. Namanya cafe Niskala, milik salah satu alumni sekolah yang ternyata teman Harland juga.
Cafe bernuansa vintage dengan beberapa lukisan yang dipajang di sudut cafe, juga lagu lawas yang mengalun membuat Viola tak memungkiri kalau ia merasa seperti masuk ke dimensi yang berbeda saat sudah di dalam.
Dari semua lukisan yang ada disini, salah satu yang menarik perhatian Viola adalah lukisan yang ada di dekat pintu masuk. Dengan polesan warna yang lebih berbeda dari yang lain, gambaran seseorang yang sedang memeluk anak perempuan terlihat jelas terlukis di atas kanvas.
"Keren banget ya sampe ngga denger gue panggilin dari tadi?"
Viola tersentak, sempat lupa ada Harland disini. "Eh sorry, kenapa?"
Harland reflek tersenyum, merasa pilihannya untuk mengajak Viola kesini adalah suatu hal yang bagus. "Ayo ke atas."
Viola mengekori Harland, langkah kakinya membawa mereka menaiki tangga. Selama berjalan, Viola tak henti-hentinya mengedarkan pandangan, mengagumi interior cafe yang keren ini.
"Ehh, kesini Viola."
Viola hampir saja menabrak dinding di depannya kalau tangan Harland tidak lebih dulu menariknya.
Harland tak bisa menahan tawanya, tangan pemuda itu terangkat, mengusap puncak kepala Viola sesaat.
"Jangan ketawa," bisik Viola, merasa malu karena terlalu fokus melihat-lihat.
Tawa Harland mereda, kembali berjalan namun tautan di tangan mereka belum terlepas. "Tau ngga? Lukisan-lukisan disini dibikin sendiri sama pemilik cafenya."
Viola menoleh semangat, "serius??? Pemiliknya yang mana??"
"Tuh yang lagi duduk disana, namanya Arthur." Harland menunjuk seorang laki-laki bercelana kulot sedang mengotak-atik kamera analognya.
"Widihh udah gandengan tangan aja nih."
Celetukan dari Jean membuat keduanya menoleh diikuti yang lain menyadari kehadiran mereka.
Viola yang baru menyadarinya langsung melepas genggaman tangan mereka begitu saja,
"Tumben lo bawa cewe Lan,"
"Ohh yang ini yang lo maksud?" timpal yang lain.
Harland memutar bola matanya jengah. Ia menaruh satu bungkus martabak di atas meja, lalu menutupi telinga Viola dan menyuruhnya tetap jalan. "Udah jalan aja, jangan dengerin omongan setan."
Viola dan Harland memilih duduk di dekat jendela yang dikelilingi rak buku. Viola sempat melihat ada perempuan juga disini, yang bisa Viola tebak pasti mereka pacar-pacar cowok tadi.
"LOH VIOLA KOK DISINI??"
Viola terlonjak kaget melihat Janelle bersama Justin yang membawa motor Harland kemarin, datang berbarengan.
Sebelum Viola sempat menjawab, Jane sudah buru-buru mendekat, mengechek keadaan sahabatnya. "Lo ngga papa kan? Ngga habis kenapa-kenapa kan?? Kok ngga ngabarin gue?"
"Iyaa gue ngga papa tuh beneran ngga papa, ngga luka sedikitpun," ucap Viola menjauhkan diri dari Jane.
"Santai kali Jen, kalau sama gue udah pasti aman," sahut Harland.
Jane memicing curiga, "kok lo bisa sama Viola Lan??"
Justin yang daritadi diam akhirnya menarik pacarnya untuk pergi, "udah Jen biarin mereka berdua, katanya kita mau nonton film?"
"Vioo kalau butuh gue panggil aja nama gue tiga kali ya!!" teriak Janelle yang sudah ditarik paksa oleh Justin.
"Iyaa siap." Viola tertawa kecil melihat Jane.
Jane memang berubah jadi seprotektif ini sejak
Kasa sudah tak ada dan mengetahui Viola kini tinggal sendirian. Membuat Viola harus selalu mengabarinya jika terjadi sesuatu. Viola merasa beruntung bisa berteman dengan Jane yang sangat peduli padanya. Namun terkadang karena itu juga Viola enggan menceritakan masalahnya, ia takut Jane terlalu khawatir padanya.
"Ini tempat apa?" tanya Viola pada Harland yang sedang membuka martabak yang tadi ia beli.
"Ini udah jadi basecamp kita, tempatnya luas karena awalnya mau dijadiin tempat nyantai buat pengunjung tapi ngga jadi," jelas Harland, menyodorkan satu potong martabak pada Viola.
"Biasanya disini ngapain aja?" tanya Viola ragu-ragu.
"Ya main, kadang nonton atau ngga ngobrol-ngobrol aja. Biasanya banyak yang disini sampe pagi juga." Harland melirik Viola, "lo mikir kita aneh aneh ya Pi?"
Viola menerima martabak dari Harland dengan perasaan bersalah karena memang benar ia sempat berpikir seperti itu tadi.
"Walau keliatannya mereka kaya anak ngga bener, aslinya mereka baik kok. Kalau lo ada apa-apa tapi ngga ada gue, lo bisa minta tolong ke mereka aja," ucap Harland membantah semua pikiran negatif Viola.
Viola mengangguk, memakan Martabaknya dalam diam. Pikirannya kembali dipenuhi kepingan-kepingan ingatan masa lalu yang ingin Viola hilangkan dari hidupnya jika bisa.
"Lo lagi ada masalah?" tanya Harland, menyadari wajah gadis itu lebih muram dari biasanya.
Viola memalingkan wajahnya ke jalan raya yang terlihat dari jendela disampingnya. Tak menjawab, cuma mengangguk kecil.
Viola melirik Harland, takut-takut Harland akan menanyakan masalahnya. Karena sebenarnya ada banyak sekali masalah sampai Viola sendiri tak tahu cara menceritakannya.
"Lo bisa bikin bangau dari kertas ngga?"
Viola mengangkat kepalanya bingung, "Bisa. Kenapa?"
"Ajarin gue caranya."
Tiba-tiba? ia pikir Harland akan memintanya bercerita tentang masalahnya. Ah, Harland memang benar-benar tidak bisa ditebak.
Viola mengajari Harland caranya perlahan, setiap langkah-langkah nya Harland ikuti dengan seksama.
"Gue bisa Pi," ucap Harland percaya diri. Viola memperhatikan Harland yang serius melipat kertas origami miliknya. Namun tak lama ia memukul punggung lelaki itu.
"KATANYA BISA???" tanya Viola yang geram melihat Harland yang malah berakhir membuat pesawat terbang bukannya bangau.
"BENER KAN BEGINI?"
"ITU KAN PESAWAT BUKAN BANGAU!"
"YAUDAH AJARIN LAGI."
"MAKANYA TADI LIATIN GUE SAMPE SELESAI DULU." Viola mengambil satu lembar kertas yang baru lalu menunjukkan kembali caranya pada Harland.
"Habis begini tuh dilipet ke belakang," ucap Viola. Mereka serius membuat origami sampai selang beberapa saat akhirnya Harland menyerah dan kembali membuat pesawat.
"Emang udah paling bener gue bikin pesawat aja," ujar Harland pasrah, merebahkan dirinya ke bean bag di sampingnya.
Viola berdecak kesal, akhirnya memilih untuk lanjut membuat bangau-bangau berikutnya. Tapi salah satu pesawat yang diterbangkan Harland mendarat tepat di dekat tangannya. Di salah satu sisinya tertulis kalimat 'you did well today, Harland. you did your best and ended up being the best too.'
Viola menatap sang pemilik pesawat itu gamang, "ini... Lo yang nulis?"
"Oh? Iya gue yang nulis," Harland mengambil pesawat kertas itu dari tangan Viola. "Aneh ya? Gue emang suka nulis kalimat begini kalau bikin origami."
"Yah, seenggaknya kalau dunia ngga bisa baik sama gue, gue tetep harus baik ke diri gue sendiri," sambung Harland.
Harland teringat kembali dengan seseorang yang pertama kali menyuruhnya menuliskan kalimat baik untuk diri sendiri, lalu tertawa pahit, bagaimana orang itu masih meninggalkan banyak kenangan indah bersamanya. And its hurt knowing the person who gave him the best memories becomes memory.
Viola termangu mendengar ucapan Harland. Ia tak berhenti memusatkan pandangannya pada Harland sedari tadi. "Lo keren."
Harland tersentak mendengar kalimat itu keluar dari mulut Viola, singkat namun Harland bisa melihat kesungguhan di mata Viola. "Makasih." Pemuda itu tersenyum tanpa sadar, balik memandang Viola lekat.
"Lo juga kalau mau bisa tulis kalimat baik buat diri lo sendiri di bangau-bangau yang lo bikin, Vi."
Layaknya magis, ucapan Harland membuat mood Viola naik begitu saja dan langsung semangat menuliskan kalimat di atas Kertas bangau miliknya. 'giving myself a pat in the shoulder, i did well today. Let's go eat a lotss of cakes tomorrow Viola!!'
The only good things that happened to Viola today is she can spend her whole night with someone like Harland.
Jangan lupa ucapin kalimat baik buat diri kalian sendiri juga. ((Anw maaf kepanjangan, aku ngga tau mau dipotong di bagian mana T_____T))
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top