Chapter 6
Shiori diam termenung di bangkunya sendiri. Kedua matanya terus-terusan berbalik dari buku paket kecil di tangannya dan buku catatannya selama mencatat, namun ia kerap kali berhenti mencatat dan melamun sembari menatapi buku catatannya. Sebuah helaan nafas keluar dari bibirnya, ia menggigit bibir bawahnya sembari bersandar pada kursinya. Buku serta pensil di tangannya ia letakkan di meja dengan perlahan.
Sejenak matanya terfokus pada jam dinding di atas papan tulis. Shiori menghela nafas, dalam benaknya muncul bayangan adik kelasnya sendiri yang kerap kali mengunjunginya di waktu istirahat. Shiori tidak bisa berbohong dia senang melihat Shiro antusias untuk tetap menekuni olahraga yang ia cintai, tetapi dia tidak menyangka Shiro malah akan mengajaknya untuk ikut serta. Bukan berarti Shiori tidak suka, sebenarnya dia suka-suka saja. Lagipula semenjak kecil keluarganya memang menekuni berbagai olahraga; entah bola voli, baseball, lari, renang, atau sebagainya, intinya setidaknya dalam setiap keluarga ada satu yang ingin menjadi atlit.
Perhatian Shiori teralihkan ketika ia mendengar suara decitan besi dengan lantai keramik dari sebelahnya, begitu ia menengok ia sudah melihat salah satu teman sekelasnya, yang juga teman SMP-nya dulu, duduk dengan meja dan kursi yang sudah berdempetan dengan mejanya sendiri. Shiori hanya menatapinya sementara siswi berambut bob itu mengeluarkan bukunya dan mulai mencatat. Keduanya diam di antara keramaian teman sekelas mereka, sebelum siswi itu melihat dari bukunya dan menatapi Shiori kebingungan.
"Kemana adik kelasmu yang biasanya datang berkunjung?" ia bertanya dengan kebingungan, menyadari absen dari adik kelasnya yang sudah terasa seperti pelanggan tetap dari kelas 2-5. "Biasanya dia datang dan kalian berbicara di depan. Semuanya sampai merasa familiar dengan anak itu, kau tahu. Lagipula dia siapamu?"
Shiori terkikih pelan. "Aah, aku juga mempertanyakannya," gumam sang ketua kelas sembari mengambil pensilnya dan lanjut menulis. "Dia sepupuku, belakangan ini dia mengajakku untuk menemaninya menjadi manajer tim voli laki-laki sekolah kita. Dia merasa tidak nyaman menjadi manajer sendiri. Ngomong-ngomong, bagaimana apa kau sudah memakan bekalmu, Suzuki-san?"
"Eh, serius? Lagi-lagi kau bertanya hal itu padahal kau sendiri belum makan siang," keluh Suzuki sembari mengerutkan keningnya. "Aku lupa membawa bekal hari ini.. jadi aku.. membiarkan saja lewat. Kantin pasti ramai, karena itu aku malas. Lagipula aku ingin meminta bantuan untuk PR matematika, ada soal yang aku tidak mengerti."
Sejenak Shiori menatapi buku di meja Suzuki. Ia hanya bergumam pelan sebelum mengeluarkan kotak bekal dari laci mejanya. "Kalau begitu ayo makan bersama, aku membawa bekal lebih," katanya. "Dan soal mana yang tidak aku mengerti? PR kita itu mengenai matriks, bukan?" tanyanya sembari membuka kotak bekalnya dan memberikan Suzuki sumpit miliknya.
"Uwah, Yukimura memang baik sekali~" kata Suzuki sembari mulai memakan sedikit bekal milik Shiori. "Mm, matematika memang menyebalkan. Aku tidak mengeri bagaimana caranya kau bisa bertahan dengan nilai yang bagus meskipun kau itu sibuk bukan main. Dari SMP kau belum berubah," gumamnya sembari mengambil satu karage dan memberikannya kepada Shiori.
Shiori memakan karage tersebut sembari mengambil buku catatan Suzuki. Ia mengunyah makanannya dengan pelan sebelum mulai melingkari beberapa angka. "Di sini kesalahanmu.. seharusnya seperti ini," katanya, setelah menelan makanannya, sembari mulai mengajari teman sekelasnya tersebut.
Sejenak Suzuki memperhatikan Shiori dengan tenang, terkadang memakan bekal di pangkuannya atau menyuapi sang ketua kelas dengan hati-hati. "..Hei, berbicara dengan tim voli laki-laki," ia bersandar pada kursinya sembari mengambil telur dadar dari kotak bekal Shiori. "Kudengar ada murid yang bertampang mengerikan dan aneh dari sana. Kata Iwasaki dari kelas ketiga, salah satu anggotanya, Yamamoto dari kelas 2-1, yang berambut mohawk itu, pernah berdiri di depan pintu kelasnya dan menatapi tajam ke dalam kelas-kelas, terutama para perempuan," jelasnya sembari memakan telur dadar di ujung sumpitnya. "Daripada kau menjadi manajer tim bola voli, jadilah manajer tim baseball."
Tawa pelan keluar dari bibir Shiori. "Ah, begitukah?" 'Sekarang aku lebih khawatir tentang para anggota dibanding kegugupan Shicchan..' batin Shiori sembari meletakkan buku catatan milik Suzuki. "Bagaimana ya.. sebenarnya aku tidak terlalu ingin menjadi manajer tim baseball. Tetapi kalau voli tentu saja karena Shiro. Dan di sisi lain, Adachi-sensei sudah mengingatkanku tentang kegiatan ekstrakulikuler."
"Oh ya, Yukimura belum ikut klub manapun ya?" gumam Suzuki sembari menutup kotak bekal milik Shiori dan meletakkannya di laci meja sang ketua kelas. "Memang sih si rambut mohawk itu mengkhawatirkan. Tetapi kudengar pemain-pemain dari sana, terutama sang kapten, itu lumayan tampan lho. Setidaknya itu yang kudengar. Mereka juga cukup kuat menurut teman-teman yang lain," katanya. "Si rambut puding dari kelas 2-3, dan Fukunaga dari kelas 2-2 adalah anggota tim voli juga 'kan? Menurutku mereka lumayan juga. Dan juga si murid kelas 1 keturunan Rusia itu! Entah kenapa tim voli kita memiliki anggota yang tampan dan unik."
Shiori hanya bisa membayangkan orang-orang yang disebutkan oleh Suzuki. Ia tertawa pelan. "Itukah yang kau lihat?" tanyanya sembari menutup buku catatannya sendiri. "Ah, tolong bereskan mejanya sendiri ya," katanya mengingatkan.
"Iya, ibu~" goda Suzuki sembari berdiri untuk memindahkan meja yang ia gunakan.
Shiori hanya tertawa geli melihat kelakuan teman sekelasnya. Sejenak ia memperhatikan Suzuki, sebelum ia kembali terfokus pada buku catatannya dan diam termenung. Dia memikirkan kembali adik sepupunya. Sebenarnya tadi pagi ia mulai merasa ada yang aneh dari Shiro, hanya saja ia tidak bisa menjelaskannya dengan kata-kata. Pada akhirnya Shiori hanya diam sebelum ia melihat keluar jendela.
***
Shiori menghela nafas sembari memberhentikan sepdanya. Ia menunggu Shiro turun dari sepedanya sebelum ia sendiri ikut turun dan berjalan menuju tempat parkir khusus sepeda. Setiap pagi mereka selalu seperti ini, Shiori menunggu Shiro dan berangkat sekolah bersama, dengan Shiro membonceng padanya. Hal ini sudah menjadi kebiasaan mereka semenjak Shiori memasuki SMP.
Helaan nafas keluar dari bibir Shiori. Ia menuntun sepedanya dengan perlahan. Pagi ini dia sudah merasakan ada hal yang berbeda; tadi pagi Shiro tampak sangat ceria, seakan dia baru saja mendapatkan hadiah natalnya lebih cepat. Padahal belakangan ini Shiro selalu tampak lesu saat mereka akan berangkat bersama.
"Shio-nee!" Shiori berbalik menuju adik sepupunya sendiri. Ia menatapi siswi berambut pendek tersebut dengan kebingungan, bertanya-tanya ada apa. "A-Anu, itu! Aku tahu kalau Nee-san mungkin masih akan menolak ajakanku.."
Ah, Shiori mengerti sekarang. Sejenak Shiori mengalihkan perhatiannya untuk memarkir sepeda miliknya dan berbalik untuk berjalan mendekati Shiro. "Shicchan, sekarang masih pagi.. dan kau menawariku sekarang? Kenapa tidak nanti? Kau bisa telat kalau kita berbicara di sini," tegurnya. Sang murid kelas 2 juga tahu kalau beberapa murid lain tengah memperhatikan mereka.
Namun Shiro menggelengkan kepalanya. "Ini tidak lama!" kata Shiro. "Nanti.. nanti sepulang sekolah.." Shiro mengepalkan tangannya dan tersenyum menantang, matanya menatapi Shiori dengan penuh antusias dan tekad. "Sepulang sekolah, datanglah ke gym! Lihat saja tim voli saat latihan, dan hanya sebentar saja! Aku berjanji tidak akan membuatmu telat untuk kerja sampinganmu!"
Shiori mengangkat salah satu alisnya, sebelum ia tersenyum canggung. "Uh, hari ini shift-ku lebih sore dari biasanya. Jadi kenapa tidak?" katanya. "Kalau begitu akan kusempatkan diriku untuk datang."
Mendengarnya, Shiro langsung berseru girang dan tertawa bahagia. Shiori hanya bisa tertawa canggung sembari menggelengkan kepalanya. Ia melambai kepada sang adik kelas yang langsung berbalik dan berlari meninggalkan kakak sepupunya sendiri. Shiori hanya menghela nafas sembari berjalan memasuki sekolahnya, kepalanya terpenuhi oleh ajakan-ajakan Shiro.
***
Shiori menghela nafas sebelum ia berdiri dari bangkunya, secara tidak langsung menarik perhatian Suzuki di sebelahnya. "Eh? Kau baru mau pergi sekarang? Kemana kau akan pergi?" tanyanya penuh rasa ingin tahu.
"Hanya ke toilet sebentar," kata Shiori sembari tersenyum canggung.
Suzuki hanya mengangguk tanda mengerti dan kembali fokus pada kegiatan yang ia lakukan. Tanpa menunggu apapun, Shiori langsung berjalan keluar kelasnya.
Selama berjalan menyusuri lorong kelas dua, Shiori tetap diam. Matanya kerap melirik kelas-kelas dengan pintu terbuka atau murid-murid yang berjalan melewatinya—terkadang ia menyempatkan untuk menegur murid yang berlari di lorong. Sejenak ia teringat kembali kata-kata Suzuki, ada anggota voli di kelas 2-3 dan 2-1; setidaknya kalau Fukunaga dia sudah tahu karena tahun lalu mereka teman satu kelas.
Sejujurnya Shiori tidak pernah mengetahui banyak mengenai tim voli sekolahnya sendiri, lagipula dia selalu sibuk dengan urusan keluarga dan sebagainya. Karena kesibukannya dia juga harus keluar dari klubnya lebih dulu dibanding teman seangkatannya pada saat kelas 9 dulu. Dan sejujurnya Shiori sendiri tidak terlalu menyukai kesibukannya, akibatnya dia menjadi cukup jarang menyisakan waktu untuk teman-teman atau bersosialisasi.
Langkah kakinya terhenti ketika ia melihat seseorang yang familiar—amat familiar—baginya. Kedua alisnya terangkat ketika mata mereka bertemu, namun akhirnya ia tersenyum sembari melangkah mendekat. "Oh, Hide," sapanya. "Sedang apa? Apa kau mencari kakak kelasmu?" tanyanya sembari memperhatikan adiknya yang berdiri dengan sedikit canggung.
"Eh? Oh.. iya," jawab sang adik sembari menggaruk rambutnya. "Aku mencari Kurosawa-san. Kemarin aku meminjam bukunya untuk latihan," jelasnya sembari mengangkat buku di tangannya. "Kalau Nee-san.. ada apa? Kenapa tidak di kelas?"
"Toilet," jawab Shiori singkat. Ia tertawa pelan ketika melihat adiknya hanya ber-oh pelan sembari menganggukkan kepalanya. "Nanti malam kau mau makan apa? Tolong jangan minta kare lagi, kemarin sudah cukup," kata Shiori sembari mengerutkan keningnya ketika Hideaki baru akan membuka mulutnya.
"Eeh? Tapi aku mau kare," keluh Hideaki sembari mencibir. "..Aah, baiklah. Kalau begitu hari ini makanan kesukaan Aya saja. Tempura, tapi kalau bisa tolong buatkan aku nasi goreng juga," pintanya. "Nasi goreng dan tempura udang terdengar enak juga.."
"Nasi goreng tempura, kalau begitu," Shiori terkikih ketika melihat adiknya tengah membayangkan makan malam nanti. "Ah, ngomong-ngomong.. Hide, bagaimana keadaan Shicchan hari ini? Tadi dia tidak datang ke kelasku dan tadi pagi dia juga berakting aneh, kupikir sesuatu terjadi.."
Hideaki menatapi kakaknya kebingungan. "Eh? Begitukah?" tanyanya. "Aah, Shicchan memang tetap di kelas tadi. Tapi dia juga tampak senang dan bersemangat. Kau tahu, dia sampai memperhatikan baik-baik di pelajaran sastra tadi.." Hideaki menatapi kakaknya penuh pengertian ketika Shiori terkesiap dan menutupi mulutnya sendiri. "Mengejutkan bukan? Aku sendiri juga kebingungan. Tapi, bukankah itu bagus juga? Nilai sastranya mungkin akan naik lagi kali ini.."
"Benar juga sih.." Shiori tertawa pelan. Dia menatapi adiknya untuk sejenak sebelum menghela nafas. "Ah, iya.. tadi pagi juga.. Shicchan mengajakku untuk datang ke gym sepulang sekolah nanti. Kemungkinan juga akan memintaku untuk melihat latihan voli," jelasnya. "Kau juga yang menawarkan Shicchan untuk mengajakku, bukan?"
"Wah, jadi itu rencananya?" Hideaki mengangkat alisnya, terkejut. "Dan.. ya, memang sih aku yang menawarinya untuk mengajak Shio-nee. T-Tapi, bukankah bagus kalau Nee-san bisa menghabiskan waktu lebih banyak dengan Shicchan? Nee-san itu sibuk bukan main, padahal Nee-san masih kelas 2 SMA. Setidaknya nikmati masa mudamu."
Shiori menggeleng pelan. "Hide, aku mengerti kalau kau ingin aku menghabiskan waktuku untuk yang lainnya, setidaknya sesuatu selain bekerja. Tapi kalau misalkan Tou-san dan Kaa-san sesibuk ini.. bagaimana caranya aku melakukannya?"
"Setidaknya biarkan aku atau Shicchan atau Aya membantu," usul Hideaki. "Otou-san sendiri juga sering menegurmu untuk istirahat. Jangan bekerja terus. Otou-san dan Okaa-san ingin kau bisa menikmati masa-masamu tanpa stress, mereka juga sangat mengkhawatirkanmu, Nee-san," tegurnya sembari menatapi kakaknya lekat-lekat.
Mata Shiori terfokus pada adiknya untuk sejenak. Ia tertawa pelan, teringat kembali ceramah kedua orangtuanya beberapa hari yang lalu sebelum mereka pergi dinas. Memang benar mereka mengingatkan Shiori untuk tidak selalu bekerja, atau setidaknya menimati waktu-waktunya dengan santai. "Aah, kalau begitu kau bisa membantu. Setidaknya dengan mulai belajar untuk tidak membakar panci dan wajan atau mulai belajar menjahit kancing bajumu sendiri," kata Shiori dengan datar, membuat adiknya bergidik ngeri di bawah tatapan sang kakak.
"Urk—! Apa kau perlu menyebutkannya?" rengeknya tidak terima. "O-Oke, aku mengerti aku harus menghindari tugas memasak atau setidaknya yang berhubungan dengan dapur karena kelalaianku, tetapi tidak perlu menatapiku seperti itu!" pintanya sembari melangkah mundur. "Ugh, Nee-san itu benar-benar jahat."
"Aku juga menyayangimu, Hide," balas Shiori santai sembari tersenyum polos. "Tapi kau sendiri juga sudah sering membantuku. Kau mengurusi rumah dengan baik, setidaknya Katsuo dan Mayu mengakuinya," katanya. "Ah, iya.. aku juga ingin bertanya tentang pendapatmu. Bagaimana menurutmu tentang tim bola voli sekolah kita?"
Hideaki mengedipkan kedua matanya. Ia bergumam sejenak sembari berpikir sebelum mengangkat bahunya. "Aku tidak pernah menonton pertandingan mereka, tetapi kudengar mereka cukup kuat. Sebenarnya anggota-anggotanya juga terlihat kuat, kemarin aku sempat bertemu dengan mereka ketika pergi ke konbini bersama Shicchan," jelasnya. "Ada murid kelas satu keturunan Rusia-Jepang dan dia benar-benar tinggi. Lalu.. Nee-san ingat Shibayama 'kan? Teman sekelasku itu? Dia juga anggota tim bola voli," katanya.
"Aah, si keturunan Rusia itu? Teman sekelasku juga menyebutkannya," gumam Shiori. "Ah, apa Shicchan baik-baik saja dengan mereka? Aku khawatir kalau ternyata Shicchan sendiri tidak nyaman.."
"Dia gugup, tentunya," jawab Hideaki secara matter-o-factly. "Tapi dia sendiri benar-benar bertekad untuk menjadi manajer mereka. Buktinya dia tidak berhenti, bukan?" tebak Hideaki. "Tapi.. kalau dipikirkan lagi.. ada satu orang yang membuatku khawatir pada Shicchan bukan main. Dia, uuh.. anak kelas 2 dengan rambut mohawk. Tampangnya membuatku merinding. Kapten mereka juga bertampang mengerikan.." gumamnya.
'Dia yang disebutkan oleh Suzuki juga,' Shiori hanya menghela nafas. "Kalau ingin membuktikan.. mau tidak mau aku harus datang ke gym sepulang sekolah, ya.." gumamnya. "Tetapi berkunjung tidak terlalu merepotkan. Ah, terima kasih sudah mau bercerita, Hide. Aku menghargainya."
"Apa saja untuk Nee-san," Hideaki menyeringai bangga. "Oh, ya. Dan juga.. Nee-san. Kupikir.. kalau kau menjadi manajer.. itu adalah hal yang bagus," katanya. Ia berdehem ketika melihat kakaknya hanya menatapinya dengan kebingungan. "Maksudku.. kalau dipikir-pikir, Nee-san juga terlihat senang. Mungkin sulit untuk disadari, tetapi belakangan ini aku menyadari kau lebih sering tersenyum."
Sesaat, Shiori hanya menatapi Hideaki dengan kebingungan. "Seperti itu kah?" tanyanya kebingungan. Ia hanya terkikih ketika melihat adiknya mengangguk. "Ara, baiklah kalau begitu.." ia melirik menuju jam tangan adiknya dan terkesiap kecil. "Kalau begitu aku pergi dulu. Malam ini kuusahakan pulang lebih cepat," katanya sebelum ia melambai dan berjalan pergi meninggalkan adiknya.
Hideaki hanya menatapi punggung kakaknya yang berjalan pergi. Perlahan ia tersenyum dan terkikih pelan. "Aah, Shicchan pasti akan benar-benar bahagia mendengar ini," katanya sebelum ia berjalan menuju tempat tujuannya.
***
"Permisi.." Shiori perlahan membuka pintu geser ruang kelas 1-4. Ia mengedipkan matanya ketika menyadari ia tidak menemukan adik sepupu maupun adiknya sendiri, yang ia temukan hanyalah sekumpulan murid yang tengah melakukan piket sekolah. "Ara, apakah ada yang tahu ke mana Shiro pergi? Yoshioka Shiro," tanyanya.
Salah satu murid berambut kucir dua menatapinya kebingungan. "Oh, Yoshioka-san kah? Tadi dia pergi duluan," katanya. "Memangnya ada apa, senpai?" tanyanya memastikan, rasa khawatir terdengar tipis di kelasnya.
Untuk beberapa saat Shiori diam di tempat, menatapi murid tersebut. Akhirnya ia menggeleng pelan dan tersenyum. "Tidak ada apa-apa," katanya. "Aku hanya ingin memastikan sesuatu. Terima kasih banyak," ia membungkuk kepada murid-murid yang sedang piket sebelum menutup pintu dengan perlahan dan berjalan melewati lorong.
Perlahan Shiori mengeluarkan ponselnya dan melihat waktu yang tertera pada layar ponselnya. Baru lima menit setelah bel pelajaran berakhir. Tentu saja ia tidak menyangka Shiro akan langsung pergi begitu saja, setidaknya Shiori membayangkan dia akan berbicara atau bercerita dengan Hideaki dulu dan pergi tanpa terburu-buru.
Sembari menghela nafas, Shiori mengukirkan senyuman tipis di bibirnya. Untuk sekarang yang membuatnya khawatir bukan main bukanlah pilihan Shiro menjadi manajer tim bola voli laki-laki, melainkan anggota-anggota dari tim bola voli laki-laki. Dia sempat bertanya-tanya kepada teman sekelasnya—kebanyakan menjelaskan mengenai salah satu anggota berambut mohawk yang sering menatapi beberapa perempuan di angkatannya, entah apa alasannya.
Ketika gedung gym sudah terlihat di depannya, Shiori berhenti melangkah untuk sejenak. Ia menatapi gedung tersebut, dari luar ia bisa mendengar suara samar-samar dari decitan sepatu dan orang-orang yang berseru. Rasanya seperti nostalgia bagi Shiori. Detik berlalu dan Shiori masih saja berdiri di depan pintu gym yang tidak tertutup rapat.
Shiori mengintip sedikit ke dalam—sesuai dugaannya anggota-anggota tim voli tengah latihan. Ia menerjapkan matanya ketika melihat Fukunaga di salah satu sisi lapangan, bermain bersama dengan murid berambut mohawk dengan reputasi cukup buruk itu. Sejenak ia berpikir untuk mengetuk atau setidaknya melakukan sesuatu agar keberadaannya diketahui, tetapi ia tidak yakin juga kalau itu adalah ide yang bagus.
Ketika Shiori mengalihkan pandangannya ke sisi lapangan, ia mendapati Shiro yang tengah duduk tidak jauh dari dua pria yang sepertinya adalah pelatih mereka—Shiori mengenali salah satu di antaranya; Naoi-sensei yang merupakan guru olahraga di sekolahnya. Shiori mengerutkan keningnya, berpikir kembali apakah sebaiknya ia masuk atau menunggu saja, tetapi dia juga harus segera pulang untuk menjemput adiknya dari sekolahnya.
Akhirnya Shiori menghela nafas pasrah. Ia melangkah memasuki gym—terkejut ketika tidak ada yang menyadarinya. Tanpa berpikir lagi ia berjalan tanpa membuat suara apapun menuju Shiro. Shiori hanya tetap diam ketika Shiro tetap tidak menyadarinya, maupun para anggota tim voli. Dalam hatinya ia memberi applause atas kefokusan mereka pada latihan mereka.
Tanpa bersuara Shiori duduk di sebelah sepupunya, matanya terfokus pada wajah sang adik sepupu. Perlahan ia mengalihkan perhatiannya untuk memperhatikan latihan voli tim sekolahnya dan kembali fokus pada Shiro. Ia merasakan perasaan dan semangat yang sama dari mata para pemain dan mata Shiro yang berbinar-binar. Semuanya tampak berapi-api, setidaknya bagi Shiori.
Sejenak Shiori diam termenung, memikirkan kembali adik sepupunya. Dua hari dia sudah mengajaknya untuk menjadi manajer tim voli sekolahnya, dalam dua hari itu pun Shiori juga menolak dengan tegas (dan terlalu kasar, setidaknya bagi Shiori sendiri). Kalau hari ini juga termasuk pun berarti Shiro sudah tiga hari berusaha mengajaknya memasuki tim voli sebagai manajer mereka.
'Dia sama sekali tidak berubah,' batin Shiori, senyuman tipis terukir pada bibirnya. Shiori sudah menjaga Shiro dari kecil, tentu saja dia tahu banyak tentang adik sepupunya tersebut. Shiori selalu melihat mata Shiro yang berbinar-binar dan penuh semangat pada satu hal saja—voli. Semenjak ia melihat permainan voli yang ditunjukkan oleh ibunya dan sepupu jauhnya dari Hyogo, Shiro jatuh cinta pada permainan bola besar tersebut. Sekali lagi Shiori merasa sedikit bersalah karena telah menolak dan menjadi penghalang bagi Shiro untuk tetap menjadi bagian dari olahraga favoritnya.
Sekali lagi Shiori melihat antara tim yang tengah berlatih dan Shiro. Senyuman di bibirnya mengembang. Dalam hatinya ia benar-benar bangga dengan tekad adik sepupunya. Hideaki memang tidak salah kalau sebenarnya dia terlihat lebih senang dan bahagia di rumah. Meskipun melelahkan, melihat tekad Shiro membuat hati Shiori berbunga-bunga. Pada akhirnya ia tertawa pelan, menarik perhatian Shiro dari tim yang tengah berlatih.
Keduanya bertatapan satu sama lain untuk sejenak. Dua pasang mata berwarna cokelat bertemu, membuat kontak mata untuk waktu yang tidak terlalu lama. Shiori-lah yang akhirnya mematahkan kecanggungan dengan sebuah senyuman. "Hai," sapanya.
Satu, dua menit berlalu, Shiro masih diam saja. Kepalanya masih bekerja untuk mengulang dan mencerna apa yang tengah terjadi di hadapannya. Perlahan kedua matanya melebar, sebelum ia terkesiap dan berdiri dari tempat duduknya secara tiba-tiba—kursi yang tadi ia duduki terjatuh, membuat suara yang menggema dan menarik perhatian semua orang di dalamnya.
"EEEEH?!"
Shiori tidak dapat menahan dirinya dan tertawa kecil melihat reaksi adik sepupunya. "Ara ara, maaf mengejutkanmu, Shicchan," katanya canggung sebelum ia ikut berdiri dan menatapi belasan pasang mata yang menatapinya penuh rasa ingin tahu dan keterkejutan. "..Sepertinya ada banyak yang perlu dijelaskan, ya.." gumamnya sembari melirik Shiro yang masih menatapinya dengan mata terbuka lebar. "..Shicchan?"
***
Hoiyooooy~ agak lama dari terakhir kali Fi dan Demy update ya? Eheh //shot
Seperti kata Fi di chapter sebelah, maaf slow update dikarenakan kesibukan dunia nyata kami ahahah *nangis* /?
Dan memang, chapter yang dibuat sudah sampe 10+, yang kurang hanya artwork
Demy bisa ngerjain artworknya cepet, tapi Demy juga manusia, akhirnya ditelen artblock dan malah bikin gambar lain sobs
Dan di sisi lain, sementara Fi yang mau fokus untuk UN, Demy berhubung masuk SMK juga mulai sibuk sama tugas semester 2 yang banyak tugas produktif
Tapi, Demy usahain untuk segera buat artwork chapter selanjutnya biar bisa update!
Sekian dari Demy, dan terima kasih banyak kepada pembaca yang setia♡
See you next time!
With love,
Demy
[Also!]
Jangan lupa mampir menuju account personal kami! @FidelaFi dan @DemyNyan
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top