Chapter 5

"Aku memikirkannya. Apa menurutmu Nee-san sedikit kejam denganku? Maksudku... Nee-san bersikukuh menolak ajakanku, padahal Shio-nee tipe orang yang sulit menolak bukan?" Komentar Shiro sembari memilih es krim dari freezer yang ada di konbini. Gadis itu menggeser penutup kaca freezer dan mengambil salah satu es krim rasa vanila. "Tapi sepertinya, itu hanya sugestiku saja," lanjut siswi Nekoma tersebut sembari berjalan menuju rak camilan. Ia membiarkan freezer terbuka karna Hideaki tengah mengambil salah satu es krim.

Hideaki menutup freezer setelah mengambil es krim stik. "Tapi akhir-akhir ini Shio-nee memang sedang sibuk," balas sepupunya sembari berjalan mengikuti Shiro. "Lagi pula otou-san dan okaa-san baru pergi dinas kemarin dan kita tak tau kapan mereka pulang. Shio-nee pasti akan merasa bertanggung jawab untuk mengurus rumah dan kita."

Shiro hanya bisa menghela nafas panjang memikirkan kakak sepupunya yang entah mengapa terlihat sangat sibuk. Sejujurnya Shiro sendiri merasa sedikit tidak menyukai apa yang dilakukan Shiori saat ini—maksudnya kesibukan yang menjadi keseharian Shiori. Shiro merasa Shiori seperti memaksakan diri, mengurusi adik-adiknya memang kewajibannya sebagai seorang putri sulung, tapi pekerjaan paruh waktu dan ketua kelas, Shiro rasa kakak sepupunya itu bisa memilih salah satu diantaranya supaya tidak terlalu terbebani. Bukannya tidak menghargai pilihan Shiori, tapi Shiro merasa khawatir dengan kakak sepupunya yang sibuk sehingga tak jarang ia memaksakan diri dan melupakan kesehatannya sendiri.

Memikirkan ajakannya menjadi manager ditengah kesibukan yang ada, membuat Shiro memasang wajah lesu. Ia meraih sebungkus keripik kentang dari rak makanan ringan yang ada di depannya dengan malas. "Ah~ aku jadi merasa bersalah," gumam Shiro yang kini sudah memegang bungkus keripik kentangnya.

"Tapi menurutku, mengajak Shio-nee tidak ada salahnya. Hanya saja jangan terlalu memaksanya jika Nee-san sangat serius menolaknya," ujar Hideaki sambil berjalan menuju kasir untuk membayar makanannya.

"Jadi, apa sekarang aku termasuk 'memaksa'-nya?" Shiro berjalan menyusul Hideaki sambil memiringkan kepalanya—isyarat bahwa ia belum mengetahuinya.

Hideaki menghentikan langkahnya dan mengambil uang dari dompetnya, sedangkan Shiro berdiri di belakang Hideaki untuk mengantri membayar. "Mungkin belum," balasnya dengan tatapan yang menatap ke penjaga kasir. Sekali lagi Shiro bertanya, "Kenapa?"

Setelah Hideaki memberikan uangnya dan menerima es krimnya, ia menengok ke arah Shiro. Sedangkan Shiro melangkah maju untuk membayar camilan yang di belinya, namun tatapannya mengarah pada Hideaki. "Sepertinya karna Nee-san terlihat berbeda setelah kau mengajaknya menjadi manager. Entahlah, Nee-san jadi terlihat sedikit lebih riang dari pada biasanya."

Perlahan senyuman cerah muncul di wajah Shiro. Ia merasa sedikit beban di bahunya menghilang ketika tau Shiori tidak sebegitu serius menolak ajakan Shiro. Artinya ia masih punya kesempatan untuk mengajak Shiori menjadi manager voli bersamanya.

"Ini kembaliannya." Suara penjaga kasir membuat ekspresi Shiro kembali seperti biasa. Ia mengambil kembaliannya dan pergi sambil membawa belanjaannya. Hideaki membukakan pintu untuk Shiro dan gadis itu berjalan mendahului sambil menepuk bahu Hideaki sebagai isyarat terima kasih.

"Oh, Yoshioka!" Mendengar namanya disebut, Shiro segera berhenti melangkah dan mengalihkan pandangannya ke depan. Hideaki yang baru saja keluar dari konbini juga ikut memperhatikan Shiro.

Gadis itu langsung tersenyum dan membungkuk hormat ketika melihat Yaku berjalan menghampiri. Shiro juga bisa lihat beberapa anggota voli mengikuti Yaku di belakangnya sambil melakukan hal-hal konyol—seperti Yamamoto yang sedang memasang ekspresi aneh kepada Kuro misalnya.

"Ah, selamat sore. Aku tak menyangka bisa bertemu kalian disini," ujar Shiro.

"Oh, ada Yoshioka juga disini." Sapa Kuro ketika menyadari Yaku tengah berdiri di hadapan Shiro. Shiro hanya tersenyum dan mengangguk pelan.

Disisi lain, Hideaki yang masih berdiri di depan pintu konbini bisa melihat tangan Shiro yang sedikit bergetar. Laki-laki itu langsung menahan tawa ketika melihat Shiro yang berusaha menyembunyikan kegugupannya untuk menghadapi para senpai di tim voli. "Shicchan, apa mereka anggota tim voli?" Tanya Hideaki yang pada akhirnya memutuskan untuk menghampiri Shiro.

"A-ah. Iya. Mereka anggota tim voli," jawab Shiro singkat.

Yamamoto yang baru menyadari bahwa ada Shiro di dekatnya langsung berteriak menyesal. Teriakannya itu berhasil menarik perhatian semua orang yang ada disana. "Aku tidak seharusnya memasang ekspresi aneh begitu di depan Yoshioka!! Ini semua gara-gara kontesmu Kuro!"

"Yamamoto, berisik." Kenma pun angkat bicara. "Lagi pula yang mengajak untuk memasang ekspresi teraneh itu 'kan kau sendiri."

"A-aku hanya memberi ide! Memberi ide!"

Shiro hanya bisa tersenyum melihat Yamamoto. "Shiro-chan! Kau belum pulang?" Lev tiba-tiba saja menghampiri Shiro sambil melambaikan tangannya. Hideaki yang berdiri di samping Shiro hanya terdiam kagum melihat tinggi sang anggota voli blasteran itu. Lev membungkuk dan bertumpu pada lututnya untuk mensejajarkan tingginya dengan tinggi Shiro. "Aku kira kau pulang duluan. Ternyata pergi kencan dengan pacarmu ya."

Shiro dan Hideaki sangat terkejut ketika Lev mengira mereka sedang berkencan, disisi lain Yamamoto sudah bersandar pada Kuro dan tak sadarkan diri. "D-d-dia bukan pacarku!"

"Yukimura Hideaki! Aku sepupu Shiro," ujar Hideaki memperkenalkan diri sekaligus mempertegas hubungan dirinya dengan Shiro.

"K-kami hanya mampir membeli camilan untuk di rumah," ujar Shiro memperjelas situasi. Sang libero Nekoma itu mengangguk kecil setelah menyadari Shiro dan sepupunya sudah tidak membawa tas—yang artinya, mereka sempat pulang sebelum datang ke konbini. "Ah, bagaimana latihan hari ini?" Tanya gadis itu.

Yaku tersenyum ramah. "Begitulah. Berjalan seperti biasa," ujarnya. "Meski agak terasa berbeda karna tidak ada Yoshioka. Akhir-akhir ini kau sering datang berkunjung, jadi kami mulai terbiasa dengan dirimu."

Shiro tersenyum kikuk sambil menggosok tengkuknya. "B-begitukah? Ahaha." Balasnya diiringi tawa canggung. Gadis itu sudah tak tau apa yang harus ia bicarakan. Keadaan menjadi canggung dalam sekejap—setidaknya menurut Shiro.

Untuk sesaat, Shiro menyimpan harapan besar pada Hideaki untuk memecahkan suasana yang ada. Sayangnya Laki-laki itu tengah berbincang dengan Lev dan anak kelas 1 lainnya, nampaknya ia tak akan menyadari situasi Shiro. Hingga akhirnya Kenma berjalan menuju pintu masuk konbini seraya berkata, "Aku masuk duluan."

"Oi, Kenma, kau tidak ingin menyapa Yoshioka dulu?" Tegur Kuro yang merasa sikap temannya itu tidak sopan. Dan satu gelengan singkat menjadi respon dari ucapan Kuro. Laki-laki berambut hitam itu hanya menghela nafas sebelum dirinya yang meminta maaf pada Shiro. "Maafkan dia. Kenma memang sedikit cuek," ujarnya.

"Tak apa," balas Shiro singkat sambil tersenyum ramah. "Kalau begitu kami juga pergi dulu," ujarnya sebelum berbalik hendak berjalan pergi.

Senyuman ramah menjadi balasan untuk ucapan Shiro. Yaku mengangguk pelan dan mengarahkan tubuhnya ke arah pintu masuk konbini. "Baiklah. Hati-hati dijalan," balas libero Nekoma itu yang kemudian mulai melangkah pergi.

"Kami menantikanmu menjadi manager, Yoshioka," ucap Kuro sebelum dirinya berjalan mengikuti Yaku dan masuk ke dalam konbini. Shiro diam sejenak, seakan dirinya mencerna terlebih dahulu kalimat yang dilontarkan senpai-nya itu. Kemudian senyuman tipis muncul menghiasi wajah Shiro.

"Shicchan, ayo pulang." Hideaki menepuk bahu Shiro, membuat gadis itu sedikit tersentak. Dengan segera Shiro merespon ucapan Hideaki dengan anggukan pelan. Mereka pun berjalan beriringan meninggalkan konbini. "Ngomong-ngomong......" Shiro menoleh ke arah Hideaki. ".... ada apa dengan anak kelas 2 itu? Dia memandangi kita."

Shiro menengok ke belakang dan mendapati Yamamoto tengah memandangi dirinya dan Hideaki dengan tatapan aneh. Hal itu membuat Shiro sedikit takut, sedangkan Hideaki hanya bisa berusaha menghindari kontak mata dengan Yamamoto. Perlahan Shiro kembali memandang lurus. "D-dia memang sedikit aneh. T-tapi... kuakui kali ini tatapannya itu membuatku takut," ujar Shiro yang setelah itu bisa tenang karna mendengar teriakan Kuro untuk menyuruh Yamamoto berhenti membuat ekspresi aneh.

Untuk sesaat Shiro dan Hideaki saling terdiam. Tatapan aneh Yamamoto sebelumnya itu membuat suasana aneh timbul di antara mereka. Hingga akhirnya Hideaki angkat bicara. "Sepertinya mereka tim yang kuat."

"Tentu saja! Dan kau tau yang paling suka? Aku suka ketika melihat Kozume-san melemparkan toss!" Dan secara spontan Shiro menjawab ucapan Hideaki. "Receive Yaku-san juga hebat. Oh! Dan block milik Kuro-san! Ugghh... aku suka semuanya!!"

Hideaki hanya bisa tertawa melihat reaksi Shiro—gadis itu terlihat seperti tak bisa menahan seluruh emosinya ketika sudah membicarakan soal voli, terlebih lagi saat ini ia sedang kagum dengan tim voli dari sekolahnya. "Shicchan masih sama seperti dulu ya," ujar Hideaki. "Siapa tadi anak kelas 1 yang blsteran? Dia nampaknya sangat jago bermain voli."

"Ah, maksudmu Lev?" Tanpa berpikir panjang, Shiro langsung mengenal siapa orang yang Hideaki maksud. "Sejujurnya teknik bermainnya masih buruk dan banyak kekurangan," ujarnya dengan nada bicara santai.

"Kau kasar sekali mengomentari seseorang seperti itu, Shicchan."

"B-bukan! Aku belum selesai berbicara. Maksudku... Lev memang masih kurang dalam bermain, tapi dia punya potensi," Ujar sang gadis sambil mengambil es krim yang ada di kantong plastiknya. "Tinggi badannya itu bisa jadi modal. Dan kalau kuperhatikan, dia memang punya bakat jadi pemain voli. Lev hanya telat bermain voli."

"Hmm.. aku mengerti maksudmu. Jadi karna itu kau ingin menjadi manager tim voli putra?" Tanya Hideaki.

Es krim yang sedikit meleleh membuat Shiro agak telat menjawab pertanyaan Hideaki. Ia menjilati es krimnya sebelum lelehannya jatuh ke tanah atau mengalir ke jarinya. "Mungkin. Yang pasti setelah aku melihat latihan mereka, aku jadi termotivasi untuk menjadi manager mereka," balas Shiro.

Seketika, sebuah pemikiran muncul di benak Shiro. Membuat gadis itu langsung berhenti melangkah dan melamunkan sesuatu. Hideaki menyadari Shiro yang tertinggal. Sepupunya itu pun ikut behenti melangkah dan menoleh ke arah Shiro. "Ada apa?"

"E-eh! Apanya?" Seru Shiro terkejut. "Ah.. tidak, tiba-tiba saja aku terpikirkan sebuah cara untuk membujuk Nee-san menjadi manager bersamaku."

Mata Hideaki tertuju pada es krim yang di pegang Shiro. "Hm. Terserah apa yang kau pikirkan. lihat es krimmu sekarang." Shiro yang baru sadar es krim miliknya semakin mencair langsung terburu-buru memakan es krimnya. "Kau seperti anak kecil saja, Shicchan," ujar Hideaki mengomentari Shiro yang kewalahan dengan es krimnya.

"Jangan ejek aku. Salah es krimnya yang meleleh. Aku yakin es krim milikmu juga mencair."

"Ah! Kau benar, aku juga beli es krim!"

"Hide-kun pelupa~."

"Jangan ajak aku bertengkar, Shicchan."

***

Hey hey hey!! Lama tak berjumpa (?)
Maaf karna kami slow update (padahal chapter di bukunya belum banyak //eh). Tapi kami sangat berterima kasih bagi kalian yang sudah membaca dan menunggu buku ini update (/>w<)/

Sebenarnya Fi dam Demy sudah membuat lebih dari 10 part untuk buku ini, tapi kami belum mengeditnya untuk di publish. Dan membuat artwork juga membutuhkan waktu (meski Fi yakin Demy ngerjain artworknya cepet :v).

Umm...dan sepertinya buku ini akan berjalan agak lambat untuk beberapa bulan ini, dikarenakan Fi tetap harus fokus UN—uji nyali //shot. Meski begitu buku akan terus update kok^^

Mungkin segitu dulu hai hai (?) dari Fi. Sekali lagi, thanks for reading~

See you in the next chapter!!
With love, Fi.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top