Chapter 4
"S-Shio-nee, kumohon!"
Shiori terdiam di tempat, ia menatapi adik sepupunya yang tengah membungkuk di hadapannya dengan kedua tangan ia satukan, memohon kepada sang kakak kelas tentang hal yang sama pada pertemuan mereka sebelumnya. Sejenak Shiori melirik sekelilingnya, beberapa murid kelas 2 lainnya menatapi mereka dengan kebingungan, beberapa termakan rasa ingin tahu dan berdiri tidak jauh untuk mendengar percakapan mereka.
"Shicchan," Shiro mengangkat kepalanya dan menatapi Shiori dengan kedua mata penuh harapan, berharap hati sang kakak sepupu akan luluh. Namun harapannya hancur begitu saja ketika Shiori menggeleng pelan sembari menghela nafas. "Tidak berarti tidak, Shicchan," katanya tegas, kedua matanya menatapi Shiro lekat-lekat.
"T-Tapi, Nee-san," rengek sang adik kelas sembari menggapai kedua tangan kakak sepupunya. "Kumohonlah, pikirkan kembali!" pintanya. "Kemarin aku sudah bertemu dengan tim voli putra, mereka semua baik dan tugas manajer itu tidak sesulit yang kau kira. A-Aku yakin anggota lainnya juga dengan senang hati akan membantumu kalau kau ada masalah," jelasnya. "Karena itu, kumohon pikir ulang!"
Kening Shiori mengerut. Ia perlahan mengusap batang hidungnya dan menatapi sang adik kelas dengan datar. "Shiro," mendengar namanya disebut tanpa nama panggilan membuat Shiro bergidik ngeri, ia menatapi kakak sepupunya dengan kedua mata terbuka lebar, khawatir dengan apa yang akan dilakukan olehnya. "Dengar, aku tahu kau sangat ingin menjadi manajer, kau sangat ingin tetap memiliki koneksi dengan olahraga yang sangat kau cintai itu, dan aku tahu kau tidak berani mengurusi sekumpulan laki-laki seorang diri. Tetapi ketahuilah kalau aku sendiri juga sibuk," katanya dengan tegas.
Dengan malu Shiro menundukkan kepalanya dalam-dalam, berusaha untuk tidak membuat kontak mata dengan kakak sepupunya. "S-Shio-nee.. aku tahu kau sedang sibuk dengan semua yang sedang terjadi saat ini. T-Tetapi, meskipun begitu bukankah kau tidak perlu mengambil beban-beban itu sendiri? A-Ada aku dan Hide, kami bisa membantumu. Bibi juga bisa! K-Kalau kau menjadi manajer pun.. aku ada di sana, anggota lainnya juga sangat baik! Mereka bisa membantumu!"
"Shiro, maaf," Shiori menghela nafas sembari mengusap kepala adik sepupunya. "Tetapi aku tetap tidak bisa menerima permintaanmu," katanya. Ia menggigit bibirnya sendiri ketika melihat Shiro menunduk dengan penuh rasa malu dan rasa bersalah, ia pun menutup matanya dan menghela nafas lagi. "..maafkan aku," ia menunduk. "Sungguh, aku mau membantumu, Shiro, tapi.."
Mendengarnya langsung memberikan harapan untuk Shiro lagi. "B-Benarkah? K-Kalau begitu apa yang membuatmu berpikir ulang?" tanyanya.
"Seperti kataku kemarin, aku sibuk dengan sekolah, sebagai murid dan ketua kelas, dan juga kerja sampinganku. Jangan lupakan lagi Ayame dan yang lainnya, mereka tidak bisa kutinggalkan sendiri. Kalau pun aku ada waktu luang, pasti kugunakan untuk beristirahat," katanya. "Kalau aku memang bisa menemanimu, pasti akan kulakukan. Tetapi tidak untuk saat ini," sambungnya.
"N-Nee-san, ayolah.." Shiro menunduk perlahan. "Aku tidak tahu siapa lagi yang harus ku ajak. Semua teman seangkatakanku menolak, Hide sibuk dengan klubnya sendiri. Pilihan terakhirku hanyalah Nee-san, karena aku tahu Nee-san belum ikut klub apapun," katanya. "A-Aku juga yakin Nee-san pasti bisa membantu banyak di klub! Kau kan dewasa dan bisa melakukan banyak hal, lagipula aku juga menemanimu! Berarti aku bisa membantumu! Karena itu, meskipun kau tetap tidak mau.. pikirkan kembali. Kumohon," pintanya.
Shiori menatapi adik sepupunya lekat-lekat. Bohong kalau berkata dia lelah dengan permintaan dari sang adik sepupu, bahkan adik kandungnya juga kerap menanyakannya tentang permintaan Shiro. Tetapi bohong juga kalau misalkan Shiori berpikir dia tidak peduli. Dalam hatinya dia senang Shiro tetap mau menjadi bagian dari voli, dia senang Shiro tidak menganggap voli sebagai hal yang tabu. Di sisi lain ia juga khawatir, adik sepupunya memang terlihat kuat, namun ia masih memiliki sisi yang rapuh. Dia juga khawatir berbagai hal buruk bisa terjadi kalau ia berada bersama sekumpulan laki-laki sendiri.
Sembari mengusap kepalanya sendiri, Shiori menghela nafas. Dia baru saja akan membalas permintaan Shiro, namun dihentikan oleh suara seorang siswi yang memanggil dari kejauhan.
"Yukimura! Adachi-sensei mencarimu!" kata siswi tersebut sembari berjalan mendekat. "Ada hal penting yang ingin dia bicarakan denganmu. Saat ini dia menunggu di ruang guru," jelasnya. "Sebaiknya kau cepat pergi. Bisa saja ini benar-benar darurat."
Shiori tersenyum kecil kepada siswi tersebut. "Ah, baiklah. Terima kasih banyak, Mizushima-san," ucapnya sembari menundukkan kepalanya sedikit. Ia melambai kepada siswi tersebut sembari memperhatikannya berjalan memasuki kelasnya sendiri. Perlahan Shiori menghela nafas dan berbalik menuju adik kelasnya. "Maaf, Shicchan. Hari ini kita sudahi dulu ya," katanya. "Aku tahu kau benar-benar membutuhkan seseorang yang setidaknya kau kenal untuk menjadi manajer.. tetapi kali ini tolong cari yang lainnya," katanya. "Sampai jumpa."
Shiro ingin sekali menghentikan kakak sepupunya dan memohon untuk terakhir kalinya, tetapi ia menahan dirinya untuk melakukan itu dan melambai kepada Shiori yang segera berbalik dan berjalan meninggalkannya. Ia menggigiti bibir bawahnya dengan gelisah, sebelum ia menghela nafas. Perlahan ia berbalik dan berjalan meninggalkan lorong kelas dua. Ia baru saja melangkah menuju tangga, ia sudah menabrak seseorang.
"A-Ah! Maafkan aku!" pekik Shiro, pipinya memerah karena rasa malu. "A-Aku tidak sengaja—eh?" ia berhenti ketika melihat wajah yang familiar saat ia mengangkat kepalanya. Sepasang mata cokelat tua bertemu dengan mata hitam legam, ia terkesiap dan mundur satu langkah. "K-Kuroo-senpai."
"Oh, Yoshioka," sang senior melemparkan seringaian khasnya kepada sang adik kelas. "Sedang apa kau di lorong kelas 2? Kukira kau itu kelas 1," katanya sembari melihat sang adik kelas dari kepala sampai kaki. "Apa kau tersesat atau mencari seseorang?"
Shiro menjawab dengan sebuah gelengan kepala. "Bukan seperti itu, aku baru saja menemui kakakku, kakak sepupu," katanya. "Dia.. adalah yang kuajak untuk menemaniku menjadi manajer," jelasnya sembari mengusap kepalanya malu-malu. "K-Kalau senpai sendiri? Sedang apa di lorong kelas 2?"
"Hmm? Aku ingin mencari Kenma," katanya. "Sekalian memastikannya untuk tidak bermain game selama istirahat. Bisa-bisa saja dia lupa memakan bekalnya," gumamnya, hanya untuk dirinya sendiri. "Kalau begitu aku pergi duluan, sampai jumpa," ia melambai sembari berjalan meninggalkan sang adik kelas.
Shiro hanya menatapi sang kapten tim voli, ia tetap berada di tempat untuk beberapa saat, sebelum ia menghela nafas dan berjalan menuruni tangga. Selama berjalan kembali menuju kelasnya, Shiro tetap memikirkan jawaban dari kakak sepupunya. Memang ia tahu kalau Shiori itu sibuk bukan main—dia selalu sibuk semenjak memasuki kelas 8, semenjak pengasuhnya berhenti bekerja karena pensiun. Dia juga tahu Shiori selalu berusaha keras untuk membantu orang-orang sekitarnya, dia juga tidak bisa menolak semua permintaan, sehingga itu hanya menambah bebannya.
Dalam hatinya Shiro sangat ingin menjadi manajer bersama dengan Shiori. Satu, karena Shiro tidak memiliki keberanian untuk berdiri di hadapan orang-orang. Dua, karena Shiro tahu Shiori bisa membantu banyak, terlebih dengan kemampuan yang Shiori miliki. Tiga, Shiro juga ingin menjadi lebih dekat dengan kakak sepupunya yang sibuk setiap saat kecuali pada saat-saat tertentu, yang terbilang langka. Dan terakhir, Shiro tetap ingin dekat dengan voli.
Sembari menghela nafas, Shiro memasuki kelasnya. Ia menyadari Hideaki dan Shibayama menatapinya keheranan ketika melihat sang siswi masuk dalam keadaan lesu. Tetapi Shiro hanya mengabaikannya dan duduk di mejanya dengan kepala di atas meja, tersembunyi di antara kedua lengannya.
Ia baru mengangkat kepalanya ketika mendengar suara langkah kaki mendekat dan kursi yang ditarik. 'Sesuai dugaan,' pikirnya ketika melihat Hideaki dan Shibayama duduk dekat dengannya, menatapinya dengan mata yang menyimpan beberapa pertanyaan. "Shio-nee menolakku," katanya sembari mencibir, matanya lebih terfokus pada Hideaki yang menatapinya dengan tatapan terkejut.
"Dia masih menolakmu?" tanya sang sepupu terkejut. "Padahal aku sudah mencoba menghasutnya untuk menerima permintaanmu, tetapi sepertinya dia belajar untuk menjadi keras kepala dan berkata tidak ya," katanya sembari bersandar pada bangkunya. "Aku tidak bisa membantu banyak selain ikut memintanya ikut. Tetapi.. tolong jangan sampai berlebihan ya. Kau bisa membuatnya semakin stres."
Kata-kata tersebut terasa menyakitkan untuk Shiro. Hideaki benar, dia bisa membuat Shiori semakin stres dengan terus memintanya menjadi manajer—itu adalah hal yang berusaha Shiori hindari. Sekarang ia mulai mengerti perasaan yang mengganjal di hatinya.
"A-Ah," Shibayama menatapi Shiro dengan khawatir, sebelum ia mengusap kepalanya. "K-Kau tahu.. sebenarnya kita semua tidak memaksamu untuk menjadi manajer," katanya. "..ah, mungkin Yamamoto-senpai iya. Tapi, kita tidak benar-benar memaksa. Jadi kalau kau tidak bisa, aku yakin yang lainnya bisa mengerti! Jadi jangan khawatir," katanya.
Shiro menatapi Shibayama untuk sejenak, ia tersenyum kepadanya. "Terima kasih, Shibayama-kun. Aku senang kau mengerti, tetapi.. aku juga memiliki alasan sendiri untuk ingin menjadi manajer tim voli," katanya sembari bersandar pada kursinya, matanya terfokus pada tangannya yang sudah ia letakkan pada pangkuannya. "..Aku.. tetap ingin bisa menjadi bagian dari tim voli, meskipun hanya sebatas manajer."
Hideaki dan Shibayama melirik satu sama lain. Keduanya sama-sama mengerutkan keningnya, merasakan iba kepada sang gadis yang malang tersebut. Hideaki perlahan menepuk kepala siswi tersebut dan menghela nafas pasrah. "Sudahlah, kalau kau mau.. lakukanlah. Kalau kau memang tidak mau berhenti saja," katanya sembari beranjak pergi. "Dan jangan cemberut terus. Shiro yang kukenal itu ceria, mungkin kadang terlihat bodoh sih.. tetapi dia tidak akan menyerah dan pasti selalu memikirkan perasaan lainnya."
Shiro menatapi Hideaki dengan tatapan datar—ia bingung untuk memilih merasa tersanjung karena kata-kata saudaranya sendiri atau merasa terhina dan marah karena dia baru saja memanggilnya bodoh. Pada akhirnya ia hanya tersenyum simpul. "Setidaknya aku bisa memasak dan tidak pernah membakar panci~"
"H-Hei! Kau tidak boleh menyebutkan itu! Curang!" geram Hideaki tidak terima. "Kh, Shiro sialan! Kenapa menyerangku dengan topik itu! Dasar licik!"
"S-Sudahlah kalian berdua," Shibayama tertawa canggung sembari berusaha melerai keduanya. Dalam benaknya ia bertanya-tanya seperti apa keseharian mereka kalau keduanya seperti ini. Ia menengok menuju dinding ketika mendengar bel berdering. "Oh, ayo Yukimura-kun. Pelajaran akan dimulai."
"Iya, iya," Hideaki mendengus sembari berjalan menuju tempat duduknya dengan kesal. Ia masih tidak terima dengan kelakuan Shiro—bagaimana tidak? Harga dirinya diserang oleh sepupunya sendiri. Shibayama yang melihat kelakuannya hanya tersenyum canggung sebelum tersenyum kepada Shiro dan berjalan menuju bangkunya sendiri, namun ia berhenti ketika Shiro memanggilnya.
"Sepulang sekolah.. aku akan berkunjung ke gym.. tidak apa kan?" tanyanya memastikan. "Kalau kalian tidak keberatan. Mungkin aku bisa membantu beberapa hal juga," katanya.
Shibayama menatapinya sejenak, sebelum ia tersenyum polos. "Kenapa tidak? Malah kami berterima kasih kalau kau mau membantu kami, Yoshioka-san!"
Shiro tersenyum bahagia, namun sebelum ia dapat mengucapkan terima kasih sang guru sudah masuk ke dalam kelas dan memulai pelajaran. Shiro hanya melambai pada Shibayama sebelum ia berusaha untuk fokus pada pelajaran. Namun ia tetap tidak berhenti memikirkan cara untuk mengubah pilihan Shiori.
***
Shiro mempercepat langkahnya, namun tetap berusaha untuk menahan dirinya untuk tidak berlari. Ia mengutuk dirinya karena lupa bahwa hari ini adalah jadwal piketnya, sehingga Shibayama meninggalkannya. Dalam hatinya ia merasa sedikit malu dan kesal karena Hideaki menyempatkan dirinya untuk menjahilinya karena Shiro sudah berjanji untuk membantu di gym nanti—tetapi dia malah berakhir tetap di kelas karena tugas piketnya.
Ia menghela nafas lega ketika akhirnya ia tiba di depan pintu gym. Ia berusaha mengatur nafasnya sembari bertumpu pada lututnya. Shiro menarik nafas dalam-dalam, sebelum ia melangkahkan kakinya menuju gym dan membuka pintu di hadapannya dengan perlahan. Seperti yang ia duga, yang lainnya tengah berlatih—Naoi dan Nekomata berada di pinggir lapangan sementara Yaku melatih Lev si sisi lain lapangan.
Sejenak Shiro diam di ambang pintu, memperhatikan para anggota berlatih. Ia tersenyum simpul, melihat kemampuan masing-masing orang. Padahal dia sudah dua kali—sekarang merupakan kali ketiga—tetapi Shiro masih saja terpukau. Ia terkikih pelan ketika melihat Lev gagal melakukan receive seperti Yaku. Pada saat itulah Naoi menyadari keberadaannya dan berjalan mendekat.
"Yoshioka," panggilnya, membuat Shiro membatu dan menatapinya dengan canggung. "Akhirnya kau tiba. Shibayama berkata kau akan datang tetapi sedikit telat. Jadi, apa kau akan memberikan kami jawabannya?" tanya Naoi memastikan.
Sejenak Shiro menatapi sang pelatih, ia terdiam dan menggaruk kepalanya pelan sebelum menunduk dalam-dalam. "A-Anu, maaf, sensei.. tetapi teman yang kuajak.. masih menolak," katanya. "B-Bukan berarti aku membatalkan niatku! Hanya saja.. untuk sementara aku tidak akan menjadi manajer tetap, setidaknya sampai ada yang mau menemaniku," katanya menjelaskan.
Naoi hanya menganggukkan kepalanya tanda mengerti. "..Jadi, bagaimana kalau kau menonton kami lagi? Kau tahu, untuk membiasakan diri. Kemarin kau sangat kaku saat berada di hadapan yang lain, itu bisa menghalangimu di waktu yang akan datang, bukan?" tanyanya. "Shibayama baru saja mengisi minumannya, tolong bantu dia membagikan minuman-minumannya, ya," pinta sang pelatih.
"S-Siap!" pekik Shiro. Ia segera berjalan memasuki gym dan mendekati Shibayama yang tengah membawa minuman-minuman berenergi. "Shibayama-kun, kubantu!" katanya sembari ikut mengambil beberapa botol dan berjalan di sebelahnya.
Shibayama tersenyum ketika melihat kedatangan teman sekelasnya. "Ah, terima kasih, Yoshioka-san!" katanya. "Maaf ya aku meninggalkanmu, sepertinya kau merasa tidak enak saat kutinggal tadi."
"Oh, itu bukan salahmu," Shiro tertawa. "Itu semua salah Hide yang seenaknya mempermalukanku," desisnya pelan sembari menggenggam botol di tangannya dengan erat. "Inuoka! Lev! Ini minuman kalian!" serunya, memanggil dua murid kelas 1 lainnya.
"Aah~ terima kasih, Yoshioka!" seru Inuoka girang sembari mengambil botol di tangan Shiro.
"Terima kasih~" ucap sang siswa jangkung sembari mengambil botolnya. Ia langsung menegak minumannya sendiri dan menghela nafas lega. Pada saat itu ia menyadari Shiro menatapinya dengan teliti, membuantya kebingungan. "Ada apa, Shiro-chan?" tanya Lev, mulai merasa risih ditatapi dengan intens.
Shiro mengedipkan kedua matanya, ia tertawa pelan dan mengusap kepalanya malu-malu. "M-Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu merasa tidak nyaman," katanya. "Tapi.. bagaimana ya. Aku hanya memperhatikan sedikit.. Lev itu.. memiliki postur tubuh yang bagus," katanya. "Lengan dan kakimu panjang, sepertinya kau memiliki kekuatan yang banyak juga. Kau juga sangat tinggi!" sang middle blocker tersipu malu mendengarnya. "Tetapi kau payah dalam receive, service pun juga."
Kata-kata tersebut langsung menusuknya, menorehkan luka yang amat dalam pada hatinya. Beberapa pemain yang mendengarkan langsung tertawa—bahkan Yamamoto tersedak minumannya sendiri. Tetapi Kuroo dan Yamamoto-lah yang tertawa paling keras, membuat Lev mencibir tidak suka.
"S-Shiro-chan, kenapa kau sejahat ini padaku?" rengeknya. Sang siswi pun terkejut, menyadari kata-katanya terlalu.. blak-blakan untuk sang middle blocker. "H-Huh! T-Tapi itu tak apa! Yang pasti aku akan membuatmu terpukau saat menjadi ace nanti!" serunya penuh rasa percaya diri.
Namun para senior menertawakan kata-katanya. Yamamoto berjalan mendekat dan menepuk bahu siswa keturunan Jepang-Rusia itu dengan keras dan menghela nafas. "Berani juga ya kau itu, Lev," katanya sembari menyeringai. "Bahkan kau saja masih kesulitan memukul bola yang dilempar ke arahmu, block pun juga masih salah! Dan bagaimana caranya kau bisa menjadi ace kalau latihan saja kau masih sering kabur, dasar tiang listrik!"
"H-Heeh?! T-Tapi aku bosan dengan latihan receive! Aku ingin melakukan spike!" keluh Lev tidak terima. "Ugh, kalian para senpai kejam," cibirnya tidak suka.
Shiro hanya menatapinya sejenak, sebelum ia ikut tertawa—Lev menatapinya, tidak terima ditertawai oleh sang calon manajer. "Yah, Lev.. jangan berpikir seperti itu donk," kata Shiro. "A-Anu.. bukan berarti kasar atau apa, tetapi kalau kau egois.. yang ada kau tidak akan berkembang. Kalau memiliki kelemahan lebih baik meningkatkannya agar menjadi lebih baik, bukan?"
"M-Memang sih.." Lev mendengus kesal. "K-Kalau begitu, lihat saja nanti! Aku akan membuatmu terpukau dan menjadi ace terbaik di Nekoma!"
"Yah, lakukan yang terbaik ya," balas Shiro canggung, tidak tahu harus menjawab apa lagi.
Lev menganggukkan kepalanya. Shiro hanya tersenyum kecil melihat sang middle blocker mulai bersemangat lagi. Perhatiannya teralihkan ketika Naoi berjalan mendekati mereka untuk mengingatkan para anggota untuk bersiap melanjutkan latihan mereka. Sejenak Shiro berpikir kalau sudah saatnya bagi dia untuk pulang karena semakin lama ia merasa canggung berada di gym sendiri, tetapi Naoi menghentikannya.
"Kau tahu, Yoshioka. Kau bisa membantu banyak kalau kau menjadi manajer," katanya. "Shibayama juga memiliki kesempatan untuk berlatih lebih banyak—dia yang selama ini menjadi manajer sementara, meskipun dia seorang libero," sang pelatih menjelaskan.
Shiro tertawa canggung sembari mengusap kepalanya. "S-Sejujurnya.. aku memang sangat ingin menjadi manajer di sini," kata-katanya membuat Yamamoto, Lev, dan Inuoka berbinar-binar bahagia. "Tetapi.. seperti kataku sebelumnya, aku tidak akan menjadi manajer secara official kalau temanku masih belum menerimanya," katanya.
"Teman yang kau ajak itu.. sebenarnya siapa?" tanya Inuoka kebingungan. "Aku ingat kau pernah bertanya kepada seluruh angkatan kita siapa yang mau menjadi manajer bersamamu. Tetapi sepertinya kau berhenti meminta bantuan teman seangkatan kita.."
"Oh, itu karena.. aku sudah menemukan seseorang yang jauh lebih cocok, mungkin?" gumam Shiro. "D-Dia kakak kelas kita, aku tidak yakin kalian pernah mendengarnya karena dia sendiri.. cukup jarang berinteraksi dengan murid lainnya. Katanya dia selalu sibuk," jelasnya. "Ah, namanya Yukimura Shiori. Dari kelas 2-5."
"Yukimura?" Fukunaga menengok menujunya dan menatapinya kebingungan. "Kau mengajak Yukimura untuk menjadi manajer kita?"
"S-Shohei berbicara!" seru Yamamoto, yang langsung mendapatkan pukulan pada pinggangnya dari Yaku.
Shiro hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan Fukunaga. "Ah, senpai mengenalnya? Ada kau keberatan kalau Shio-neesan menjadi manajer kita?"
Namun Fukunaga menggeleng. "Tidak keberatan," katanya. "Aku sekelas dengannya di kelas 1."
"O-Oh! Begitukah? Aku.. baru mendengarnya," kata Shiro. "Ah.. dan karena untuk saat ini Nee-san belum menerimanya.. aku mungkin hanya kemari untuk melihat sebentar saja. T-Tapi aku tidak akan berhenti mengajak Nee-san."
"Bukankah itu terlalu memaksa.." semua perhatian teralihkan menuju Kenma yang berdiri di belakang yang lainnya, sang setter berambut dua warna mengalihkan pandangannya dari Shiro dan melanjutkan kata-katanya. "Aku.. melihatmu tadi siang. Dia sudah menolakmu bukan? Kalau kau terus meminta bantuannya.. bukankah itu berarti kau memaksanya untuk melakukan hal yang tidak ingin dia lakukan?"
"K-Kenma, jangan seperti itu," tegur Kuroo pelan. "Ah.. um, Yoshioka," ia memanggil Shiro dan tersenyum kecil kepadanya. "Maafkan Kenma ya. Tapi aku harap kau bisa mendapatkan teman untuk menjadi manajer."
Shiro membalas senyumannya dengan terpaksa. "Tidak apa," katanya. "Ah, anu.. hari ini aku pulang duluan. Kemarin aku pulang sedikit lebih sore dan ibuku khawatir bukan main," jelasnya. "J-Jadi, terima kasih sudah mengijinkanku melihat lagi, sampai jumpa."
Setelah mengucapkan perpisahan kecil, Shiro langsung berjalan keluar gym—tidak lupa untuk mengucapkan perpisahan kepada Nekomata dan Naoi tentunya. Ia menghela nafas sembari berjalan menuju gerbang utama. Dalam benaknya terngiang kata-kata seniornya tadi. Memang benar, kalau dipikir-pikir ia sedikit terlalu memaksa. Shiro menggigit bibir bawahnya dan mengepalkan kedua tangannya. Ia berjalan sedikit lebih cepat, namun berhenti ketika melihat seseorang yang familiar berjalan menujunya sembari melambaikan tangannya.
"Hide-kun?" Shiro segera berjalan mendekatinya dan menatapinya kebingungan. "Kenapa kau masih di sini? Apakah hari ini ada latihan band juga?" tanyanya.
"Eh, tadi aku sempat latihan sebentar," kata Hideaki sembari tersenyum santai. "Klubku tidak memiliki jadwal tetap untuk kegiatannya, jadi kami bisa bertemu kapan saja. Kebetulan hari ini ada jadi aku mampir sebentar," jelasnya. "Dan juga Nee-san meminta bantuanku untuk menemanimu kalau kau akan pulang lebih sore karena melihat voli. Kemarin malam Nee-san juga khawatir karena kau pulang lebih sore dari biasanya."
"E-Eh? N-Nee-san tahu?" pekik Shiro. "Uuh, ibu itu selalu menceritakan segalanya ke Nee-san. Kalau begini dia hanya semakin terbebani, bukan?" cibirnya. "..A-Ayo pulang sekarang. Kalau kita semakin lama, ibuku akan khawatir."
"Iya, iya," Hideaki terkikih dan menepuk kepala sepupunya. "Tetapi, kupikir Nee-san tidak terbebani, lho," katanya. "Meskipun sibuk, Nee-san pasti akan menyisakan waktu dan perhatian untuk orang yang dia sayangi. Buktinya dia memberitahukanku untuk menemanimu dan juga menyisakan waktu untuk berbicara denganmu meskipun dia menolakmu juga."
"..Uu, iya," Shiro mencibir lagi dan menunduk. "..S-Sudahlah.. jangan berbicara hal seperti ini! Ayo pulang! Aku mau makan es krim nanti!"
"Kalau begitu ayo mampir menuju konbini dekat rumah~!"
***
Hoiyoy! Chapter 4 telah dipublish yay!
Masih ada beberapa chapter yang ada di draft hanya menunggu untuk diedit dan ada yang masih belom selesai artoworknya
Chapter-chapter selanjutnya juga masih lebih fokus ke sekitar Shiro dan Shiori karena arc perkenalan, tapi Fi dan Demy (selaku ngurus plot) berusaha ngimbangin untuk tetep ada tim Nekoma
Dan eyyup! Sekian saja dari Demy, terima kasih sudah mampir untuk membaca ya~♡
With love,
Demy
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top