── sepuluh ; alpha

"Aku menemukanmu, (Y/n)."

Kuakui suasana saat ini terasa menyeramkan. Bagai berada di dalam film horor dan sekarang merupakan momen di mana hantunya akan muncul dan mengejutkan si tokoh utama. Namun, yang lebih terkejut adalah para penonton, tentu saja. Karena jumpscare itu tidak memiliki script bagi penonton. Kecuali jika ada satu orang yang begitu niat hingga membuat jumpscare list di kolom komentar.

"Kenapa kamu lari?"

Aku hanya menggeleng. "Gak apa-apa, Sho. Kok kamu bisa nemuin aku di sini?" tanyaku heran. Setahuku tempat ini merupakan tempat persembunyian yang tidak diketahui oleh teman-temanku. Sebagai satu-satunya tempat untukku, seorang diri saja.

"Jawab dulu pertanyaan aku, (Y/n)."

Oke, kuakui kini Sho tampak menyeramkan. Padahal wajahnya masih sama seperti sebelumnya. Terlihat normal dan tidak terdapat perbedaan. Namun, aura yang dikeluarkannya itu terasa lebih mengintimidasi dan mencekam.

"Pengen aja sih."

"Pengen aja?" balas Sho, yang membuatku cepat-cepat mengangguk.

"Kamu gak tau seberapa susahnya kita nyariin kamu tadi? Kamu emang gak tau, makanya bisa ngomong semudah itu," ujar Sho. Entah mengapa, perkatannya itu membuat diriku terasa ditusuk oleh sesuatu yang tajam. Amat sakit, juga pedih.

"Maaf..."

Jika yang berdiri di hadapanku saat ini adalah Kiki, mungkin ia akan tertawa, lalu mengusap kepalaku dengan pelan. Namun, yang ada di depanku sekarang bukanlah Kiki, melainkan Sho. Sho yang tidak tahu apa permasalahan di dalam hidupku. Lebih tepatnya, aku yang menolak untuk memberitahu pada siapapun, kecuali Kiki. Entahlah, aku merasa begitu percaya pada Kiki meskipun penampilannya sama tidak meyakinkannya dengan Sho.

"Terus, sekarang kamu mau ngapain?"

Aku mencengkeram rok abu-abuku dengan erat. Aku merasa diriku ini masih tidak ingin menemui siapapun. Pertemuanku dengan Sho di sini pun termasuk suatu kebetulan. Entah Sho yang memang mengetahui tempat persembunyianku atau ia tak sengaja melaluinya ketika ingin membolos, seperti biasanya.

"Napas aja. Terus pulang," jawabku singkat. Aku tidak terlalu ingin memikirkannya. Apa lagi, masalah hidupku sendiri sudah bisa menjadi penyebab aku mengalami kebotakan dini.

"Kamu bolos lagi, Sho?" tebakku. Sho hanya mengangguk. Ia mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Rupanya merupakan sehelai sapu tangan. Yang ternyata diberikan untukku.

"Buat bersihin darah di sikumu itu," tunjuk Sho pada luka di sikuku. Aku sendiri bahkan tidak menyadari jika terdapat luka di sana. Kupikir aku tidak terluka lagi selain di lutut.

"Makasih ya, Sho."

Dengan sapu tangan yang kainnya terasa lembut itu, aku mengusap permukaan kulit sikuku sendiri. Dapat kurasakan rasa perih ketika aku menyentuhnya langsung. Jika rasanya memang sesakit ini, mengapa aku tidak merasakannya ketika terjatuh tadi? Apakah karena aku terlalu kebal dengan rasa sakit akibat apa yang kualami selama ini?

***

Pada akhirnya, aku memutuskan untuk kembali ke kelas. Aku tidak mungkin bolos seperti Sho dan tetap pintar di kelas. Karena aku bukan ia, dan Sho pun bukan aku. Yah, fakta itu sudah sangat jelas.

Ketika aku menarik napas setelah berlari di detik-detik terakhir, pintu jelas dibuka dari dalam. Tentu saja aku terkejut. Rupanya pelakunya merupakan Kiki. Ia pun sama kagetnya kala melihatku berdiri di luar. Namun, yang membuatku lebih terkejut adalah keberadaan seorang guru di dalam kelas.

"(Y/n)? Kamu dari mana aja?" tanya Kiki dengan tatapan yang err... aku tak dapat mengartikannya. Ia terlihat khawatir, risau, dan juga marah? Entahlah, aku tidak tahu.

"Maaf, Ki."

"Lah, kok malah minta maaf?" Kiki terkekeh pelan.

Ia kemudian berjalan beberapa langkah ke depan. Sebelum berbalik dan kembali menatapku. "Kamu mau ikut aku gak, (Y/n)?"

"Ke mana?" tanyaku.

"Ke KUA."

Aku sontak membelalak. Terkadang candaan Kiki menuju tak terbatas dan melampauinya. Aku hanya mendengus dan berjalan di sisinya. Kiki tidak mungkin benar-benar akan mengajakku ke KUA, bukan?

"Jadi, kamu mau ikut aku ke KUA ya?" Kiki menatapku dengan seriangaian di wajahnya. Aku sontak menjauh beberapa langkah darinya. Serentak dengan tatapanku yang menatapnya heran.

"Sebenernya kamu itu mau ke mana, Ki?" tanyaku serius. Tidak mungkin ke KUA. Ia pasti hanya bercanda. Aku yakin seratus persen.

"Ke toilet, (Y/n)."

"Hah?"

Seketika aku melongo. Sepertinya pergi ke KUA masih lebih baik daripada ke toilet. Karena meskipun aku dan Kiki pergi ke KUA, belum tentu ia akan mendaftarkan kami sebagai sepasang suami-istri.

Astaga, apa yang aku pikirkan?

***

Pada akhirnya aku pun menunggu Kiki kembali dari toilet. Tentu saja, aku menunggunya di depan kelas. Tidak mengikutinya hingga ke toilet. Sambil menunggu, kuperhatikan seisi kelas melalui jendela yang ada di dinding. Dapat kulihat aktivitas teman-temanku ketika Pak Eko sedang menjelaskan di depan sana.

Namun, tiba-tiba Upi menoleh ke jendela. Sontak aku berjongkok agar tidak terlihat di sana. Pun sambil berharap Upi tidak melihatku. Karena ia pasti akan histeris dan membuat Amu juga tersadar akan keberadaanku. Sementara, Toro mungkin akan tenang-tenang saja.

"Kamu ngapain jongkok di situ, (Y/n)?"

Kiki berdiri di sisi kananku. Sepertinya ia baru saja kembali dari toilet. Di tangannya terdapat setumpuk kertas yang tidak kuketahui apa itu.

"Abis cari ilham, Ki," jawabku asal seraya bangkit berdiri.

"Cari ilham tentang tanggal yang tepat buat nikah sama aku, 'kan?" Kiki menatapku dengan tatapan jahilnya itu. Yang sudah menjadi ciri khasnya. Aku hanya menghela napas panjang.

"Buruan masuk ke kelas, Ki. Kasian Pak Eko gak ada yang dengerin," cetusku.

"Siap, Bu Ketua." Kiki memegang kenop pintu. Lalu, ia kembali menoleh padaku. "Nanti aku yang alihkan perhatiannya Pak Eko. Saat itu terjadi, kamu cepet-cepet duduk di bangkumu, ya. Siap?"

Dengan perasaan ragu namun juga yakin karena keberadaan Kiki, aku pun mengangguk. Rasanya aku terlalu gugup untuk momen ini. Karena apa? Karena ini adalah saat untuk pertama kalinya aku terlambat masuk kelas. Jangan terkejut, oke?

"Ayo, (Y/n)!"

Rupanya kertas yang dibawa Kiki benar-benar bisa mengalihkan perhatian Pak Eko. Yang pada akhirnya berhasil membuatku duduk di kursiku sendiri. Sekaligus mengejutkan Amu karena kemunculanku yang tiba-tiba.

"Lho, (Y/n)?!"

"Hai, Amu," sapaku seolah-olah tidak terjadi apa-apa. "Kamu kaget ya? Maaf, hehe."

"Asli, asli itu keren banget. Kok bisa masuk kelas kayak gitu?!" seru Amu menggebu-gebu.

"Bisa kok, Mu." Karena Kiki. Ya, itulah jawaban yang paling tepat. Namun, aku tidak mengatakannya karena tak ingin membuat Kiki terlibat saat ini.

"Spill tutornya."

Aku hanya tertawa ketika mendengar perkataan Amu yang selanjutnya. Kemudian, kami kembali fokus mendengarkan Pak Eko di depan. Sesaat aku mencuri pandang pada Kiki. Rupanya ia juga tengah menatapku. Yang kubalas dengan ucapan terima kasih tanpa suara dan senyum di akhirnya. Namun, Kiki langsung memalingkan wajahnya ke arah lain. Menghindari tatapanku.

Ada apa dengannya?

***

Sejak lima menit yang lalu, tatapanku tertuju pada dua buah buku yang tergeletak di atas meja belajarku. Dua buku bercetak tebal itu tiba-tiba sudah ada di sana. Yang bahkan tidak pernah kuketahui keberadaannya selama ini.

Kuambil salah satunya. Tertulis "Taklukkan Soal-soal TPS dan TKA Saintek dalam Waktu 10 Detik!" pada bagian sampul. Dilihat dari tebalnya buku itu, aku tahu harganya pasti mahal. Ralat, memang mahal. Aku pernah melihatnya di sebuah toko buku ketika sedang menghabiskan akhir pekan dengan Amu dan Upi. Yang membuatku berpikir dua kali untuk membelinya meskipun sebenarnya aku membutuhkannya saat ini.

Yang lainnya pun sama. Yang sebelumnya kuambil merupakan latihan-latihan soal. Sementara, yang lainnya adalah kumpulan materi yang sama tebalnya dengan buku latihan soal tadi. Melihat ketebalan buku itu dan jumlah halamannya yang sudah pasti melebihi angka seratus, aku justru merasa bersemangat alih-alih merasa malas.

Namun, untuk saat ini, tidak ada yang lebih penting selain mengetahui siapa pemberi buku ini. Yang pastinya ia merupakan orang yang sangat baik. Apakah Mama? Atau Kak Mars?

Jika bukan keduanya, lantas siapa yang memberikannya padaku begitu saja?

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top