PROLOGUE
“Ini adalah cupcake terenak yang pernah kunikmati. Thank you so much, Love.”
Aku menahan diri untuk tidak tertawa mendengar panggilan itu. Sangat menggelikan. Tapi juga memuaskan. Terlebih ketika melihat ekspresinya yang senang, senyum sumringah, dan sorot mata penuh cinta di sana. Well, perpaduan itu membuatnya terlihat semakin bodoh.
"You're most welcome. Aku memang sangat ingin memberikan kesan manis dalam pertemuan kita kali ini, Drew," balasku dengan wajah yang kubuat semanis mungkin.
Andrew Gillian, pria yang sudah mendekatiku selama dua bulan ini. Bertemu di sebuah coffee shop dengan adegan klasik yang selalu ada di drama-drama yang membosankan. Buku wanita yang terjatuh dan sang pria yang mengambilkan. Perkenalan singkat. Saling bertukar nomor telepon. Dan komunikasi pun berlanjut hingga hari ini.
Dalam seminggu, penilaianku tentangnya adalah membosankan. Selain gemar bercerita apa saja, selera humornya payah, dan tidak pandai dalam mencari topik pembicaraan. Tapi dia tidak jelek. Sungguh. Sebab, dia memiliki paras rupawan yang mampu membuat semua wanita berdebar tidak karuan lewat dari senyumnya yang menggoda. Oh, jangan lupakan sepasang mata birunya yang tajam. Secara visual, dia sempurna.
“Kau selalu memberi kesan manis dalam hidupku, Love,” ucapnya lembut sambil mengusap bibir yang terkena butter cream dengan ibu jari.
Aku spontan menarik selembar tissue dan membantu untuk mengusap bibirnya. Shit! Tidak menyangka jika pria sialan itu menangkup jemari tanganku sambil menatap dengan intens. Well, sepertinya sinyal yang kuharapkan akan segera dilancarkan. Karena katanya dia ingin mengatakan sesuatu.
Okay! Let's get lost in this game...
"Ngomong-ngomong, apa yang ingin kau bicarakan padaku? Kuikir kau cukup sibuk di jam kerja seperti ini,” tanyaku sambil menarik tangan dari genggamannya dengan lembut dan sopan.
Dia mengerjap pelan, lalu menarik nafas panjang. Terlihat gelisah tapi percaya diri di saat yang bersamaan. Kemudian, menarik kursinya agar mendekat padaku. Oh dear! Haruskah dia dekat-dekat seperti ini?
"Alena...,” panggilnya lembut.
“Yeah?”
“Apa kau ingat jika kafe ini adalah tempat pertama kali kita bertemu?” tanya Andrew.
Aku mengangguk sebagai jawaban, masih menunggu dengan setia untuk apa yang ingin disampaikannya. Saat ini, degup jantungku sudah bergemuruh kencang, merasakan perasaan yang menggebu-gebu, begitu bersemangat untuk sesuatu yang menjadi kepuasan tersendiri.
“Karena itulah aku ingin menyampaikan sesuatu yang sangat penting. Ini semua tentang kita,” lanjutnya dengan senyum sejuta pesona.
Bring it up, Bastard! C’mon!
“Okay, Apa yang ingin kau sampaikan?” tanyaku penuh minat.
Tersenyum hangat, lalu menggelengkan kepala. Andrew tampak ingin mengulur waktu. Shit!
“Bukankah ada hal yang ingin kau sampaikan juga? Ladies first.”
Ugh!
“Aku bisa menunggu!” ucapku cepat dengan sikap antusias yang keluar begitu saja. Menyadari kesalahan kecil itu, aku langsung memberikan senyuman bersalah padanya. “Maaf, aku sudah terlanjur dibuat penasaran olehmu. Bagaimana jika kau lebih dulu yang menyampaikan sesuatu padaku?”
Kembali tersenyum, Andrew meraih satu tanganku lalu mencium lembut di punggung tangan. Holy fucking shit! Degup jantungku semakin bergemuruh, lebih cepat dari sebelumnya. jika saja tidak ada Andrew, aku bisa berteriak kegirangan saat ini. Tidak sabar untuk menunggu kelanjutannya.
“Baiklah, jika itu maumu,” ucap Andrew kemudian. Terlihat menarik napas, lalu tersenyum canggung seolah sedang menyembunyikan kegugupannya. “Kau tahu jika kita sudah saling mengenal dan dekat selama dua bulan ini, bukan?”
Tahan dirimu, Alena! Jangan langsung mengangguk, cukup bergeming sebentar, dan beri senyuman terindahmu sebagai respon terbaik. And that’s it! Itulah yang kulakukan barusan dan sukses membuat ekspresi Andrew bertambah sumringah.
“Pertemuan denganmu adalah anugerah terindah yang pernah terjadi dalam hidupku. Dan akan menambah kebahagiaanku, jika kita bisa terus bersama sampai bulan-bulan atau tahun-tahun berikutnya. Maka dari itu, maukah kau menjadi kekasih jiwaku, Alena?”
Seharusnya aku tidak terlalu terkejut mendengar pernyataan itu, karena memang itulah yang kuharapkan. Tapi mau tidak mau, mataku melebar dengan ekspresi kaget yang tidak bisa kututupi saat dia mengeluarkan sesuatu dari saku celana, membukanya, dan mengarahkannya padaku. For Godsake! That’s a ring! A wedding fucking ring!
“A-Andrew, ini…,”
“Dan maukah kau menjadi tunanganku?”
Tatapanku masih tertunduk pada cincin paling indah yang pernah kulihat. Dan tentu saja, aku tidak bisa berpura-pura untuk tidak menyukainya. Dengan model unik berupa dua cincin yang bisa dipakai secara terpisah atau bersamaan, cincin itu sangat indah dan akan menggetarkan setiap hati perempuan. Sialnya, termasuk diriku.
“Apa kau yakin dengan semua ini, Drew? Kita baru mengenal selama dua bulan dan kau sudah melamarku?” tanyaku dengan alis terangkat setengah, tidak melupakan senyuman lebar yang terus menghias wajahku dan berhasil membuat Andrew semakin berseri-seri.
“So sure, Love. Tidak peduli berapa lama, entah itu satu minggu, satu bulan, ataupun dua bulan, bagiku kau berbeda. Kau memberikan arti cinta yang tidak biasa lewat semua kebaikan dan perhatianmu,” jawab Andrew hangat, lalu kembali mencium punggung tanganku.
Apa katanya barusan? Aku? Memberikan arti cinta lewat kebaikanku? Yang benar saja! Aku bahkan belum melakukan apapun selain menemaninya menonton sebuah konser balet yang membosankan dan enam buah cupcake yang dianggapnya sebagai hasil buatanku. Cih!
Dan demi apa pun, dalam kurun waktu dua bulan saja, dia sudah berani melamar? Apa dia sudah gila? Dia bahkan tidak mengenalku atau tidak diperkenankan untuk menyentuhku! Bahkan, aku tidak pernah membiarkan dirinya untuk menciumku, selain merelakan punggung tangan yang diciumnya tadi.
“Jadi, maukah kau menerima perasaanku, Alena?” tanya Andrew lembut.
Kembali tersenyum hangat, aku menaruh satu tangan di atas punggung tangannya yang berada di atas tanganku yang lainnya. “Tentu saja tidak.”
Jika ekspresi Andrew tampak sumringah sebelumnya, kini berubah menjadi kaget dan bingung. Ada sirat kekecewaan di wajahnya dan aku menghitung dalam hati sekitar lima detik ketika dia menatapku tanpa mampu berkata apa-apa.
“A-Apa maksudmu?” tanyanya bingung.
“Aku. Tidak. Menerima. Lamaranmu. Atau apapun yang kau tawarkan padaku saat ini,” jawabku lugas.
“But why? Bukankah kita menikmati setiap momen kebersamaan ini? Bahkan, kita sering bertukar cerita dan...,”
“Katakanlah aku hanya berusaha untuk membuatmu percaya jika hubungan kita lebih dari sekedar teman. Tapi itu tidak berarti aku serius,” selaku sambil menarik tangan dari genggamannya.
Andrew menatap tidak percaya. “Kau mencoba mempermainkanku?”
“Aku tidak berniat seperti itu. Hanya memberi apa yang kau inginkan dariku, yaitu perhatian. Kau berusaha menarik perhatian dan aku memberikannya. Impas bukan?” balasku santai.
Matanya mulai melebar, alisnya terangkat menantang, dan menatapku dengan ekspresi emosi yang tertahan. “Apa bedanya? Seorang pria memang selalu berusaha menarik perhatian dari wanita yang disukainya. Dengan kau memberi respon positif, itu berarti kau memiliki perasaan yang sama denganku.”
Menyunggingkan senyum lebar, aku mengangkat tangan untuk menepuk pipinya dengan pelan. “Maafkan aku, Sayang. Aku sama sekali tidak berniat membuatmu salah paham, tapi percayalah, aku tidak memiliki perasaan yang sama denganmu. Mendekati pun tidak.”
Apa katanya itu soal perasaan? Maksudnya cinta? Cih! Yang benar saja. Satu kata itu sudah menjadi kata keramat, yang bisa kuartikan dengan istilah haram bagiku.
“KAU!” seru Andrew dengan suara tertahan, tampak berang sambil melotot galak padaku.
Ah, there you go, Beast! Ego lelaki yang tidak terima direndahkan mulai bekerja dalam diri Andrew. Terlihat sekali bahwa pria itu memang hanya sekedar melakukan drama lamaran yang memuakkan untuk mendapat seorang wanita. Mudah mengucapkan cinta, tapi segera melepasnya setelah mendapatkan apa yang diinginkan. Sangat tipikal bajingan sekali.
Tidak ingin membuang waktu lebih lama, aku segera beranjak. Andrew ikut beranjak dan berusaha menahan langkahku dengan menghadang jalan.
“Tunggu, Alena! Kau tidak bisa pergi begitu saja! Setidaknya beri aku kesempatan,” serunya sambil mencengkeram lenganku dan spontan aku menepis tangannya.
“Tidak ada kesempatan ketika aku tidak pernah memberimu kesempatan sejak awal, Drew!” balasku dengan lantang.
Ekspresi beragam muncul di wajah Andrew saat ini. Marah, kecewa, kesal, semua bercampur menjadi satu. Tapi justru aku sangat menikmati semua itu.
“Lalu apa yang ingin kau sampaikan padaku? Apa kau ingin memutuskan hubungan kita sejak awal?” desis Andrew sinis.
Aku mengangguk tanpa ragu. “Correct. Pertemuan pertama dan terakhir di tempat yang sama, dengan sebuah cupcake yang kau nikmati tadi adalah perpisahan yang manis, bukan? Karena itu, pergilah dan lupakan aku.”
Andrew sepenuhnya tertegun dan hal itu menjadi sebuah pemandangan yang memuaskan bagiku. Wajah yang memucat, rahang mengetat, dan amarah yang tertahan tapi tidak rela. Semua itu sempurna. Setelah puas dengan pemandangan itu, aku berbalik dan segera berjalan keluar tanpa mempedulikan panggilan Andrew yang terdengar frustrasi.
Keluar dari kafe, aku menengadah ke atas dan tersenyum pada cuaca yang begitu cerah. Sangat indah dan sayang jika kepuasan yang kurasakan tidak dirayakan. Sepertinya, berbelanja sepuasnya akan menjadi cara yang cukup adil untuk merayakan hari ini.
Senyumku mengembang ketika ponsel berbunyi. Mataku melebar senang membaca siapa yang meneleponku sekarang.
“Hello,” sapaku riang sambil memasuki mobilku yang terparkir tidak jauh dari kafe itu.
“...,”
“Tentu saja, Phil. Aku tidak akan lupa dengan janjiku. Jam tujuh aku sudah siap dan kau bisa menjemputku.”
“...,”
“Sampai jumpa nanti.”
Telepon dimatikan. Hmm, sepertinya rencana belanja harus tertunda karena hambatan kecil seperti tadi. Baiklah. Saatnya melakukan penyelesaian kedua untuk hari ini. Yaitu memutuskan hubungan yang sudah lewat dari waktu yang kutetapkan.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Versi terbaru akan dibuat sedikit nakal karena kepala genk nggak boleh kalah sama ajudan 😂
Ritme pertemuan akan dibuat secepat dan sesering mungkin, biar lebih ngegigit dan gemesh2 gimana gitu.
P.S. Kalo gak ada halangan, besok aku update Wayne 🙆♀️
Btw, Bapaknya Alena udah buka PO yah, silakan mampir ke lapak Nathan untuk mengetahui cara ordernya.
Good night 💜
03.12.19 (21.09 PM)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top