Part 9 - The secret

Emang dasar pecinta klan Christian 😏
Kalian kompak mintanya si El, mentang2 keturunan yang suka ngegas 😛

Siap ngegas? Tahan dulu.
Ada bucin tergercep jadi cameo di sini 😅
Salam hormat dulu sama Kakak Sepupu.


🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Dengan kepala yang masih terasa begitu berat dan nyeri, Alena menaruh sebuah handuk dingin di atasnya. Meringis sesaat ketika menerima sensasi dingin di sana, Alena menghela napas dengan mata yang masih terpejam. Dalam hatinya sudah merutuk keras terhadap apa yang dirasakannya saat ini, karena tubuhnya begitu letih dan tak bertenaga.

Entah sudah berapa banyak dirinya minum, yang jelas kali ini terasa berbeda dari biasanya. Hangover sering terjadi, tapi tidak sampai membuatnya mengalami mimpi buruk dan bangun dalam keadaaan luluh lantah. Sangat lemas, tak berdaya, dan merasa ada sesuatu yang janggal di tubuhnya.

"Berapa banyak yang kau minum, Sister?" tanya Noel sambil menyodorkan secangkir kopi hangat padanya.

Alena membuka mata dan menerima cangkir itu. Tidak langsung diminum, karena kopi bukanlah kesukaannya. "Aku tidak tahu."

Noel duduk di hadapannya, lalu menyilangkan kaki. Kakak sepupunya itu memperhatikannya dengan alis terangkat setengah, lalu menyeringai licik di sana. Terlihat sekali seperti memikirkan sesuatu yang membuatnya senang, dan itu tidak disukai Alena.

"Apa yang kau lihat?" tanya Alena ketus.

"Hanya untuk memastikan apakah kau baik-baik saja?" balas Noel santai.

Alis Alena berkerut bingung. "Tentu saja, aku baik-baik saja, kecuali rasa sakit di kepalaku!"

Duduk di ruang utama, dimana hanya Alena dan Noel di sana. Alena tidak tahu kemana perginya semua orang, sebab ketika dia terbangun, tidak ada siapa pun di mansion itu.

"Apa kau sama sekali tidak mengingat semalam? Kau yang pergi ke klub bersama Ashley dan Nessie," tanya Noel lagi, kali ini dengan nada dingin ketika menyebut satu nama terakhir.

Oh please, haruskah Noel bersikap posesif kepada wanita yang hanya dianggapnya sebagai adik? Alena bahkan merasa tersinggung karena posisinya sebagai adik sepupu tidak memberi arti bagi Noel.

"Aku yang mengajak mereka, jadi salahkan aku saja. Jangan mereka," tukas Alena dengan tegas, lalu mengerutkan alis. "Omong-omong, dimana Ashley dan Vanessha?"

Noel tersenyum kecut. "Dalam hal ini, kau tidak bisa menanyakan orang lain, karena harus memikirkan dirimu sendiri, Na. Kau sudah membuat masalah dan semakin memperparahnya dengan kekacauan. Untung saja, aku dan Joel berkolaborasi untuk mengelabui para ayah semalam. Jika tidak, entah seperti apa nasibmu."

"Jika kau memang sudah berkolaborasi dengan baik, lalu kenapa harus mengoceh padaku sekarang? Apa yang menjadi masalahnya?" balas Alena dengan nada tidak senang.

"Apa kau serius tidak ingat apa pun?" sahut Noel dengan ekspresi tidak percaya.

"Apa aku terlihat sedang berbohong? Demi apa pun, aku bahkan tidak tahu apa yang terjadi semalam, selain mendapat mimpi buruk yang membuatku lemas."

"Mimpi buruk?"

Alena mengangguk. "Dua mimpi buruk yang membuatku ngeri."

Alis Noel terangkat, dan kini tampak memperhatikan dengan seksama. "Bisa kau ceritakan? Kau tahu jelas, kakak sepupumu ini adalah orang yang pintar menjaga rahasia."

Alena bergeming, sambil menatap Noel dengan tajam. Sebagai anak perempuan tertua, tentu saja Alena menjadi adik yang disayangi oleh Joel dan Noel, yang adalah dua kakak tertua di atasnya. Meski tidak berbeda jauh, dimana Noel hanya terpaut usia 2 tahun lebih tua dibanding Alena, tapi pria itu memang bisa dipercaya.

"Aku tidak mengerti kenapa aku bisa bermimpi seperti itu," ujar Alena kemudian, seperti ragu untuk melanjutkan, tapi merasa terbeban jika tidak diungkapkan.

Noel hanya terdiam sambil memberi waktu bagi Alena untuk melanjutkan ucapannya. Sama sekali tidak ingin menahan atau memaksa Alena untuk berbicara, tapi justru bersikap begitu tenang dengan sorot matanya yang teduh dan tajam di sana.

"Tapi, kau berjanji untuk tidak memberitahukan mimpi burukku, okay? Karena aku akan merasa sangat malu," lanjut Alena sambil meringis pelan.

"Aku bukan orang yang bermulut besar," balas Noel ketus, tampak tidak senang dengan ucapan Alena.

"Aku tahu," sahut Alena menyetujui, "Terbukti bahwa kau memang memiliki banyak rahasia, dan aku akui kau cukup pintar dalam menjaga rahasia."

"Jadi, apa yang ingin kau sampaikan sebenarnya?" tanya Noel tanpa basa basi.

"Tapi, kekacauan apa yang sudah kubuat, sampai kau perlu memanggilku ke sini?" tanya Alena balik.

"Ceritakan saja apa mimpi burukmu. Siapa tahu, itu adalah ingatanmu yang terlupakan."

"TIDAK!" pekik Alena kaget, sambil menggelengkan kepala, ketika ucapan Noel membuatnya teringat dengan apa yang menjadi mimpi sialannya.

"Ada apa? Ada yang sakit?" tanya Noel cemas, dan spontan beranjak dari duduknya, lalu berlutut di depan Alena untuk memastikan keadaannya.

Alena langsung menggeleng dengan keras. "Kata-katamu yang membuatku histeris. Mana ada mimpi buruk bisa menjadi ingatan yang terlupakan? Jangan sembarangan berbicara."

Noel berdecak kesal. "Jadi, apa yang membuatmu sampai harus seheboh itu? Sudah tahu itu hanya mitos, tapi kau tetap saja histeris."

Noel kembali ke tempat duduknya, dan menyilangkan kaki. Dia mengeluarkan ponsel sambil mengerutkan alis untuk membaca apa pun yang tertera di layar ponselnya dengan ekspresi tidak suka. Alena menghela napas setelah berpikir untuk menyampaikan sesuatu pada kakak sepupu, yang seharusnya bisa dipercaya.

"Hey, katakan padaku tentang kekacauan yang sudah kubuat," seru Alena sambil berpindah duduk ke samping Noel, dimana pria itu langsung mematikan ponsel dan menaruh di saku celana.

"Kenapa harus di sampingku?" protes Noel ketus.

"Jangan sinis padaku. Kenapa sih kau harus berlaku menyebalkan sekarang ini?" cetus Alena tidak suka.

"Bagaimana aku harus bersikap baik, sedangkan kau tidak bisa membalas kebaikanku dengan bersikap normal? Aku dan Joel sering terkena amarah dari ayahmu dan ayahku perihal dirimu yang tidak terkendali," sewot Noel.

"Baiklah! Aku bersalah di sini. Maafkan aku," balas Alena cepat. "Tapi, apa yang sudah kulakukan semalam, Brother?"

Noel memutar bola mata sambil menggelengkan kepala. "Inilah alasan kenapa aku tidak menyukai wanita yang terlalu mandiri dan merasa pintar sendiri."

"Noellll...," rengek Alena sambil memeluk lengan Noel, untuk memohon sedikit belas kasihan.

Meski sebenarnya, tindakan pura-pura manja ini sama sekali tidak mempengaruhi Noel, tapi setidaknya Alena sudah berusaha untuk menjadi gadis manis seperti Vanessha, adik favorit pria itu.

"Kenapa kau harus ngotot untuk mengetahui kekacauan yang sudah kau buat tapi tidak kau ingat itu? Tunggu saja peringatan dari para ayah, supaya kau menjadi jera," cetus Noel sinis.

Alena merengut cemberut, lalu merebahkan kepala di bahu Noel. "Kau sudah tidak menyayangiku. Kau sudah pilih kasih dengan lebih memilih orang lain yang bukan saudara, ketimbang adik sepupumu sendiri. Inilah kenapa aku tidak bisa menjadi anak baik. Aku menjadi wanita yang kurang perhatian dan kasih sayang."

"Ah, kau cukup tahu diri sekali," balas Noel sambil menjauhkan kepala Alena dari bahunya dengan telunjuk. "Menjauh dariku. Aku tidak menerima adik yang tidak tahu terima kasih sepertimu. Biarkan kakak tertua yang lain seperti Joel, yang akan mengurusmu."

Mendengar nama Joel, Alena langsung mendengus kesal dan menatap Noel tidak terima. "Aku tidak mau dia. Tidakkah kau tahu, jika pria sialan itu menjadi sumber mimpi burukku? Seenaknya saja dia menyentuhku dan membuatku merasa lemas di mobilnya."

Noel yang tadinya bersikap sinis, kini berubah drastis menjadi kaget dan takjub. Dengan segera dia mengubah posisi, melihat sekeliling untuk memastikan jika hanya mereka berdua yang ada di situ, dan menatap Alena dengan hunusan tajam. "Coba ulangi apa yang kau katakan tadi?"

Bibir Alena semakin menekuk, dan menatap Noel seperti ingin menangis. "Aku benci mimpiku semalam, Brother. Rasanya seperti nyata. Dia... dia menyentuhku, dan membuatku basah. Aku... Aku tidak tahu kenapa aku bisa bermimpi kotor seperti itu. Untungnya saja, aku bisa membalasnya."

"Membalas?" sahut Noel dengan seringaian geli dan tampak antusias.

Alena mengangguk dengan mantap. "Aku memuntahi wajahnya. Cukup banyak, sampai memenuhi semua interior mobilnya. Well, hal terakhir itu bukanlah mimpi buruk juga, karena aku berhasil membalas apa yang dia lakukan padaku."

Seringaian Noel semakin melebar dan penuh arti. Dia seperti bergumam seorang diri, seperti mengetahui sesuatu yang menyenangkan untuk diketahuinya secara pribadi, dan duduk dengan santai sambil bersandar.

"Kenapa kau terlihat begitu senang?" tanya Alena ketus.

"Karena aku senang mendengarnya," jawab Noel geli.

"Itu adalah mimpi buruk! Dan aku tidak suka jika harus memimpikan suami orang!" desis Alena geram.

"Suami orang?" tanya Noel dengan alis berkerut heran, lalu seperti menyadari sesuatu, dia menganggukkan kepala dengan cepat. "Ah, itu.. Baiklah. Aku mengerti."

"Apa sih? Kenapa kau begitu mencurigakan?" celetuk Alena semakin tidak suka.

"Apa benar kau ingin tahu kekacauan apa yang sudah kau perbuat?"

Alena mengangguk dengan mantap.

"Dan apa kau sudah siap menerimanya, jika kau sudah tahu?" tanya Noel lagi.

"Jangan bertele-tele. Katakan padaku!"

"Baiklah, jika kau memaksa. Perlu kutegaskan bahwa bukan aku yang menyampaikannya begitu saja, tapi kau yang memaksa. Jadi, jika ada yang bertanya kenapa kau tahu, maka jawabanmu adalah..."

"Aku yang memaksa, dan kau yang terpaksa memberitahuku."

"Bingo!" seru Noel sambil menjentikkan jari dengan antusias. Kembali mengubah posisi, kali ini lebih dekat dan seperti berunding dengan Alena.

"Yang pertama adalah... apa yang kau ceritakan bukanlah mimpi buruk, tapi ingatanmu yang terlupakan akibat mabuk," bisik Noel dengan nada hati-hati, membuat Alena membelalak dan menatap Noel tidak percaya.

"T-Tidak mungkin! Kau bohong!" tuduh Alena sambil menunjuk Noel.

"See? Kau tidak siap tapi memaksa," balas Noel tanpa beban.

"Atas dasar apa kau bilang jika mimpi burukku adalah kenyataan?" tanya Alena ngeri.

Membayangkan sesuatu yang seperti itu, membuat Alena bergidik. Bagaimana tidak? Dia bahkan mengerjap cemas, sambil memeluk diri sendiri ketika mengingat bagaimana tampilan berupa Joel yang mencium dan mencumbunya, terekam ulang di kepala. Juga ketika dia merasa sekujur tubuhnya melemas saat mendapatkan sensasi aneh yang menguar dari dalam tubuh. Semua itu memang terlalu nyata untuk dianggap sebagai mimpi.

"Memangnya kau pikir kenapa Joel tidak ada di sini? Sebab, dia sedang sibuk mengawasi pembersihan dan perbaikan mobil kesayangan yang sudah kau kotori dengan muntahanmu, yang kau sebut dengan pembalasan. Juga, melihat ekspresinya saat membawamu pulang semalam, dia tidak semurka seperti biasa, malah bisa dibilang hanya sedikit dongkol, juga bersalah. Entahlah, aku cukup takjub dengan dirinya yang terbilang menahan diri atas bencana yang menimpa mobil kesayangan senilai jutaan dolar-nya itu," ujar Noel yang semakin membuat Alena bergidik ngeri.

"Bukan berarti apa yang ku...,"

"Apakah ada tanda merah yang sudah menghitam di antara payudaramu?" sela Noel dengan mata berkilat nakal.

Deg! Alena menahan napas sambil menangkup dadanya yang bergemuruh kencang. Tidak percaya dengan pertanyaan Noel yang begitu tepat sasaran. Tanda merah yang sudah menghitam itu berada di sekitaran payudaranya, entah ada tiga tanda atau lebih, Alena tidak sempat menghitungnya dengan seksama.

"Itu adalah cumbuan yang menghasilkan hisapan keras, bukan ruam alergi akibat minuman keras, seperti yang disimpukan Ashley semalam," tambah Noel ketika tidak mendapat balasan dari Alena. "Look, Alena. Aku tahu kau mungkin tidak percaya dan berusaha menolak, tapi itulah kenyataannya."

'Bagaimana bisa dia melakukan itu padaku?" rengek Alena sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. "Kenapa dia bertindak seperti pria murahan? Apakah dia tidak merasa sudah mengkhianati istrinya? Sial! Aku benci jika harus menjadi perebut suami orang!"

Noel segera menarik kedua tangan Alena dari wajah, dan menatapnya dengan ekspresi sumringah. "Jadi, kau berkata itu mimpi buruk karena berpikir sudah berselingkuh dengan suami orang?"

Mata Alena sudah berkaca-kaca. "Aku tidak menyukai anggapan seperti itu. Meski aku sering dicap sebagai jalang eksklusif, tapi aku bukan wanita murahan. Otakku masih bisa berpikir untuk memilih kepada siapa aku harus menyukai."

Noel mengangguk setuju, lalu mengusap kepala Alena dengan lembut. "Kau bukan wanita seperti itu. Karena kau adalah Alena, putri kesayangan dari seorang Nathan, juga keluarga besar kita. Sehubungan karena aku adalah kakak sepupu yang pengertian, maka aku beritahu satu hal sebagai balasan yang setimpal karena sudah menceritakan mimpimu dan mempercayaiku."

"Apa lagi sekarang?" tanya Alena dengan suara tercekat.

Noel kembali menyeringai, lalu mencondongkan tubuh untuk berbisik dalam nada yang sangat pelan. "Joel belum menikah, Sayang. Jadi, kau tidak bercumbu dengan suami orang."

Mata Alena melebar dan segera mendorong Noel untuk menjauh. "Bagaimana mungkin?"

"Mungkin saja."

"Aku dan Ashley melihat sendiri bagaimana Joel melamar jalang itu, Noel!"

"Dan apa kau melihat mereka menikah, Na?"

Alena menggelengkan kepala dengan lemah. "Aku...,"

"Kau yang memutuskan untuk pergi, ingat? Dan kau yang tidak mau mendengar penjelasan atau menerima kedatangan Joel sekali pun. Juga, kau yang menginginkan perpisahan itu."

"Tapi dia sudah menyakitiku!"

Noel berdecak malas sambil menatap Alena kesal. "Apa sih yang dipikirkan para wanita di zaman sekarang? Kalian sendiri yang berusaha menyangkal, lalu memutuskan untuk berpisah, dan tidak bertemu dalam kurun waktu lama, tapi selalu menyalahi kaum pria."

"Kalian para pria, juga selalu plin plan dalam menerima perasaan kami!"

"Kami tidak plin plan! Kami memberi apa yang kalian mau, yaitu perpisahan! Sesederhana itu!"

"Itukah yang kau lakukan pada Vanessha? Dimana dia menjadi lebih pemurung dan berusaha membekali diri dengan berlatih beladiri?"

Noel menyeringai sinis. "Sudah tahu sampai mana tentang hubungan kami, Na?"

Alena tertegun, dan menatap Noel dengan ekspresi tidak percaya. "K-Kau dan Van...,"

"Supaya adil, aku akan membuat posisi kita menjadi sama. Karena kau sudah memberitahu tentang rahasiamu, maka aku juga beritahukan rahasiaku," sela Noel sambil menyeringai licik, dan masih dengan suara berbisik. "Sama seperti Joel yang sangat menginginkan wanitanya, demikian aku yang sudah lebih dulu melakukannya. Jadi, Nessie sudah kutetapkan sebagai milikku."

Lagi. Alena tertegun dan menatap Noel dengan bingung. Tidak mampu membalas, karena degup jantungnya semakin bergemuruh cepat. Sama sekali tidak menyangka terhadap apa yang tampak dari kesan Noel yang biasanya ramah dan hangat. Persis seperti Joel yang sudah berubah begitu banyak, dilihat dari kesan dan ekspresinya.

"Ssshhh, tidak usah kaget. Kuharap kau bisa menjaga rahasia, sama seperti diriku yang tidak akan membeberkan apa yang terjadi. Juga, tidak usah bercerita pada Ashley, karena itu tidak berguna," ucap Noel sambil ber-sshhh ria.

"Kau? Vanessha?" gumam Alena dengan suara tercekat.

"Tidak ada yang tidak mungkin, bukan? Mulai hari ini, jadilah manis dan baik, Alena. Aku tidak akan bersikap lembut padamu atas apa yang sudah kau lakukan. Thanks to you, aku menjadi tertimpa sial karena harus mengantar Ashley ke Dubai, padahal aku belum puas melihat Nessie-ku di sini. Sialnya lagi, ayahnya menambah jam kuliahnya sehingga dia harus berangkat pagi-pagi sekali, sebelum aku sempat bertemu dengannya lagi. Semua karena ulahmu!" desis Noel geram.

"K-Kau.."

"Apakah kau sudah cukup puas untuk bersantai di sana, Tuan Puteri?" suara dingin dan tajam dari Joel, terdengar begitu menyakitkan di telinga Alena.

Baik Noel dan Alena, spontan menoleh dan mendapati Joel sudah berdiri menjulang, tidak jauh dari posisi mereka duduk. Tampak mendengus tidak suka, Joel menghunuskan tatapan tajam pada Alena.

"Masih memakai piyama dan belum membersihkan diri? Apakah kau tidak tahu jika jarum jam sudah menunjukkan angka 11?" kembali Joel mendesis.

Joel Christian. Cinta pertama yang sempat dibenci dan dihindari, yang terus dirutuk olehnya sebagai bajingan plin plan karena sudah salah memilih, dan juga menjadi orang yang sudah menciumnya dan menyentuhnya dengan lancang. Orang yang dikiranya sudah menjadi suami orang, membuat Alena tidak mampu bersuara karena kenyataan yang baru saja diberitahu oleh Noel. Entah harus senang atau cemas, yang pasti saat ini, perasaannya menjadi tidak karuan.

Sebuah sentilan keras mendarat di kening, membuat Alena mengadu kesakitan dan sukses membuyarkan pikirannya, seiring dengan gelak tawa Noel di sampingnya. Tampak Joel sudah berdiri tepat di depannya dan memberi hukuman itu padanya. Shit!

"Kenapa kau memukulku? Ini sakit!" pekik Alena kesal.

"Segera kemasi barang-barangmu, karena aku yang tertimpa sial untuk harus membawamu pulang ke Jakarta! Jika dalam waktu satu jam kau belum selesai, maka aku akan menyeretmu dengan cara yang tidak akan kau inginkan, Alena!"

Mendengar namanya disebut dengan penuh penekanan, spontan Alena segera terkesiap untuk beranjak berdiri, dan bergerak cepat untuk menaiki anak tangga menuju ke kamar. Tentu saja, dia mengumpat keras sambil merutuki dirinya sendiri, ketika tawa Noel semakin keras terdengar di belakang.

Saat dia sudah tiba di lantai atas, tampak Ashley sudah berjalan sambil menarik kopernya dengan ekspresi tidak senang. Bisa dibilang, wanita itu tampak marah dan kesal.

"Ash, lu udah mau pergi?" tanya Alena dengan alis berkerut, terlihat tidak rela.

Ashley hanya mendengus dan mendorong Alena yang hendak mendekat untuk memberi pelukan. "Pergi sana, nggak usah peluk-peluk! Nanti gue makin sial!"

"Ya sori, Ash. Gue...,"

"Udah deh, kita jalanin kenyataan yang perlu dijalanin di depan mata aja. Nggak usah merasa nggak enak sama gue, karena beban lu bakalan jauh lebih berat ketimbang gue. Nggak cuma lu aja yang punya bokap sadis, gue juga!" sela Ashley tidak mau tahu.

Alena mengangguk pasrah. "Thanks buat semuanya, Ash. Nanti gue akan coba visit ke tempat lu, dan...,"

"Nggak usah! Selama lu masih diincer sama bokap lu, nggak usah deket-deket gue. Semalam, gue udah mandi kembang. Barusan, gue udah buang duit receh di taman lewat beranda, buat buang sial. Sekarang, gue udah bersih!"

"Sialan lu," rutuk Alena kesal. "Nggak ada bagus-bagusnya ngomong sama lu!"

"Sama aja kayak lu," balas Ashley tidak mau kalah. "Udah deh, gue jalan dulu. Si Noel yang anterin gue. Kenapa sih semua cowok makin nyebelin? Nggak Joel, nggak Noel, semua sama! Sok-sokan dingin, jutek, bikin keki. Kayak gitu kan, bikin gue jadi kangen sama Oppa."

"Oppa yang kerja sama bokap lu?"

"Iya."

"Yang sipit dan belagu itu?"

"Iya."

"Nggak ada keren-kerennya gitu."

"Baguslah kalo dia kurang keren buat lu, artinya dia cuma boleh keren buat gue aja. Ya udah, bye. Gue jalan dulu!"

Alena mencibir sambil melirik sinis pada Ashley, yang kembali menarik koper dengan ekspresi kesal di sana. Tidak terima jika belum mengerjai temannya, Alena segera memeluk Ashley dari belakang sambil tertawa keras. "Kurang lengkap kalo belum dapet salam tempel dari gue! Nih, gue bagi-bagi asupan sial lagi."

Alena pun mencium pipi Ashley dengan paksa, lalu melepas pelukan, dan berlari kencang ketika Ashley hendak melepas heels-nya. Saat dia sudah berhasil masuk ke kamar dan mengunci pintu, di situ dia meringis karena bunyi benturan keras mendarat di pintu.

"Dasar monyet betina! Mulut lu bau, anjir!" teriak Ashley sambil menggedor-gedor pintunya dengan brutal.

Dan Alena tidak mampu membalas, selain tertawa keras sambil memegang perutnya di sana.


🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Apakah kamu punya sahabat yang dekat, dan sama2 gesrek, kayak Alena & Ashley?
Hehehe, aku ada 😛
Actually, hubungan pertemanan yang dilakukan, sampe nggak ada urat malunya, itu adalah hal paling indah dan bertahan lama.

Sahabat rasa saudara.
Semua pasti punya, yekan?
Bertemanlah dengan orang yang mampu membawamu ke hal positif, yang menaruh kasih di setiap waktu, dan menjadi lebih gesrek dari seblmnya 🤣


04.02.2020 (20.30 PM)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top