Part. 5 - Bad f*ckin' day
Jika ada hari terburuk, mungkin hari ini adalah yang terburuk, yang dialami Alena. Sebenarnya tidak begitu buruk juga, hanya saja, keadaan menjadi tidak menyenangkan setelah pembicaraan saat perjalanan tadi.
Masih tidak menyangka jika seorang Joel, bisa mengeluarkan perkataan seperti memilliki banyak uang untuk memelihara beberapa wanita simpanan. Sial! Alena terus berpikir keras tentang kebenaran ucapan itu. Satu pihak merasa tidak percaya, tapi di lain pihak, juga bisa saja terjadi. Sebab, buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya.
Ayah baptisnya, Christian, adalah ayah kandung Joel, dimana pria tua itu menjadi seorang womanizer ulung yang cukup berbahaya di masa mudanya. Dan untuk seorang pria beristri seperti Joel, dengan lancang sudah menciumnya begitu saja, mengambil ciuman pertama dengan tindakan yang tidak mampu ditolak. Shit! Alena semakin geram saja.
Belum lagi, sikap sok perhatiannya yang menjengkelkan, seperti mengusap kepala, membersihkan bibir, dan mengingat kesukaannya. Cih! Sungguh sangat pencitraan sekali. Alena cukup heran dengan dirinya yang bisa begitu menyukai sosok bajingan angkuh yang sedang berjalan di sampingnya.
"Aku tidak percaya jika kau harus bersikap seperti ayah pemarah dan tidak ingin anak perempuannya kabur," desis Alena dengan suara rendah, sambil menyusuri koridor kampus mengarah pada aula.
Setiap orang yang berada di sekeliling, menatap Alena dengan penuh minat, menyapa dan berseru kegirangan, bahkan ada yang mengikuti dan berbaris dalam dua barisan sebagai pengiring untuk menuju ke aula.
Rangkulan erat di bahu, membuat Alena menahan diri untuk tidak berteriak, karena harus menjaga ekspresi wajahnya. Kesan ramah yang palsu, membuat wajah Alena menjadi kaku. Dalam hati, dia sudah semakin geram dengan tindakan Joel yang dinilainya berlebihan.
Pria itu bersikap dingin dan sinis pada sekelilingnya, bertindak layaknya bodyguard, yang begitu siaga dalam menjauhkannya dari orang-orang yang ingin menyentuh atau sekedar berjabatan tangan dengannya.
"Kau harus bersyukur jika aku masih mengijinkanmu. Jika aku adalah Nathan, sudah pasti aku akan menyeretmu pulang dan menguncimu di kamar," balas Joel dingin, sambil mendelik tajam pada sisi kanan yang mulai mendesak untuk mendekat padanya. "Fuck! Aku benar-benar gerah dengan kerumunan ini."
"Salahmu sendiri yang ingin ikut denganku," sahut Alena sambil melebarkan senyuman hangat pada salah satu mahasiswa yang memberinya sebuket bunga. "Terima kasih."
Dari rangkulan, kita berubah menjadi dekapan, diiringi dengan dorongan agar Alena berjalan lebih cepat. Ugh! Alena ingin memprotes dan melemparkan tatapan menyesal pada mahasiswa tadi, karena buket bunga itu jatuh.
"Aku akan membuat perhitungan bagi para adik yang membuat acara ini, demi sebuah makan siang gratis! Dasar murahan sekali!" desis Joel geram, sambil mendesaknya untuk berjalan lebih cepat, menghindari kerumunan yang semakin banyak, dan seruan yang begitu kencang.
"Kau tidak berhak membuat perhitungan dengan mereka," sahut Alena.
"Kenapa tidak?"
"Karena mereka hanya ingin memberi sedikit kebahagiaan untuk teman-temannya."
"Kebahagiaan? Dengan menjual kakak perempuannya, untuk menemui kerumunan yang melihatmu seperti makanan siap saji?"
"Ini termasuk tuntutan pekerjaan, yang artinya aku dikenal banyak orang, dan sudah pasti disukai."
Joel menggeram dan langsung menyipitkan mata, ketika bisa melihat para adik sudah berkumpul di aula. Ada semua para bungsu dari para sahabat ayahnya. Adiknya, Alejandro, tampak terlihat masam dan berdiri di samping Alex, adik dari Ashley. Juga ada Victor dan Verdinand, adik dari Vanessha. Joana, adik dari Joel, terlihat cemas dan berbisik dengan Nayla, adik dari Noel. Terakhir, ada si kembar, Zac dan Zayn. Mereka tampak tidak bersemangat dan seperti sudah tertimpa masalah.
"El," panggil Alena sambil memeluk lengan Joel tiba-tiba. Langkah mereka terhenti, dan Joel menatapnya bingung.
"Ada apa?" tanya Joel.
"Jangan melakukan apa pun terhadap mereka, please. Hari ini adalah hari terakhirku di London, dan aku ingin membuat segala sesuatunya berjalan dengan baik. Aku tidak ingin mendatangkan masalah bagi mereka, jadi tolong jangan memberinya hukuman," jawab Alena dengan tatapan penuh harap.
Joel tertegun. Menatap Alena dengan seksama selama beberapa saat, seolah mencari keseriusan di dalam ekspresinya. Kali ini, Alena tidak berpura-pura. Sebab, selain dirinya sendiri, Alena sangat menyayangi para adik yang juga begitu menyayanginya. Ashley pernah mengatakan jika Alena terlalu memanjakan mereka, tapi itu bukan masalah. Sudah seharusnya, menjadi yang tertua di antara mereka, harus menjadi orang yang bisa melindungi dan menolongnya.
"Apa yang bisa kudapat, jika aku mengabulkan permintaanmu?" tanya Joel dengan tatapan yang turun ke arah bibirnya. Shit! Dasar bajingan, umpatnya dalam hati.
"Aku akan bersikap manis padamu," jawabnya, setelah terdiam selama beberapa detik.
"Dan tidak akan mencari masalah dengan hal seperti ini lagi," tambah Joel cepat.
Mata Alena melebar senang, dan spontan berjinjit untuk memberi ciuman di pipi Joel sebagai ucapan terima kasih. "Kau memang bisa diandalkan. Terima kasih! Kalau begitu, aku permisi dulu."
Mengabaikan pelototan tajam dari Joel, Alena segera berlari kecil untuk menghampiri para adik, memeluk mereka dan menenangkan agar tidak perlu cemas. Para adik mulai ceria, mengarahkannya untuk duduk di sebuah kursi utama, dengan sebuah meja besar. Tampak beberapa barisan sudah terlihat sambil menggenggam majalah FashionMagz dengan wajahnya sebagai cover.
Dengan senang hati, Alena menandatangani cover majalah, menjawab pertanyaan dari mereka yang mengidolakannya, melakukan beberapa potret dari ponsel masing-masing, dan tampak sumringah dengan momen menyenangkan seperti ini.
Bagi Alena, hal seperti ini bukanlah seperti idola dengan penggemar, tapi seperti bertemu dengan teman baru yang menyenangkan. Berkenalan dengan orang banyak, memperluas wawasannya lewat dari sebuah cerita atau pengalaman mereka. Buket bunga yang tak terhingga, kotak-kotak hadiah yang melimpah, dan para adik yang kesenangan menerima semua itu.
Di lain pihak, Joel tampak mengawasi Alena dari kejauhan. Berdiri berdampingan dengan adiknya, Joana, yang terlihat sumringah setelah mendapatkan sejumlah uang darinya barusan. Cukup jauh dari kerumunan, sehingga tidak ada yang menyadari keberadaan dua kakak adik itu.
"Aku masih tidak percaya jika kau akan melakukan hal yang tak terduga seperti tadi pagi, Brother. Uncle Nathan dan Dad sampai beradu mulut, sehingga kami sampai tidak mampu menikmati sarapan, lalu menyingkir secara perlahan," ucap Joana kemudian.
"Aku tahu," balas Joel sambil menghela napas lelah.
"Apa kau sudah berubah pikiran, Brother?" tanya Joana dengan tatapan penuh arti.
Joel mengerjap pelan, lalu menggelengkan kepala. "Dari dulu, aku tidak pernah berubah pikiran."
"Tapi, kau sudah membuat kesalahan, dan itu adalah pilihanmu. Perlu kau ketahui, aku tidak akan mau menerima dirimu sebagai kakak bajinganku, jika kau menyakiti Alena. Dia adalah kakak terbaik yang kumiliki," tukas Joana.
"Itu sudah berlalu, Joana. Jangan diungkit kembali dan...,"
"Bukan mengungkit, hanya mengingatkan. Kau tidak perlu harus merasa bersalah dengan membayarku untuk memberikan informasi terkini tentang Alena," sela Joana kalem.
Mata Joel melebar kaget. "Joana, apa ada orang lain yang tahu soal ini?"
Joana mengembangkan senyuman geli. "Soal apa? Tentang kau yang memintaku sebagai mata-mata untuk menguntit kak Alena yang pergi berkencan dengan para pria, yang luar biasa tampan diluaran sana? Atau tentang upahku sebanyak 100 poundsterling untuk setiap laporan terbaru, selama lima tahun terakhir, hingga mencapai 253,200 poundsterling?"
"Kau tidak memakai uang yang kuberikan?" tanya Joel kaget.
"Maksudmu adalah 100 poundsterling yang ini, dan yang lainnya?" balas Joana sambil memamerkan selembar uang di hadapannya. "Hasil laporan soal Uncle dan Dad yang sudah berangkat ke tempat pertemuan dariku, dan kau membayarku seperti sekarang? Tidak, Brother. Aku tidak menggunakannya. Aku sengaja membuat rekening baru dan memasukkan semua yang kuterima darimu, selama lima tahun ini. Anggap saja, pekerjaan sampingan yang memberi keuntungan besar bagiku untuk berinvestasi."
Joel hanya tertawa hambar sambil menyilangkan tangan, dan mengarahkan pandangan pada Alena kembali. Wanita itu tampak begitu menikmati apa yang dilakukannya saat ini. Tanpa beban. Tanpa amarah. Hanya senyuman yang tidak pernah lepas dari wajahnya.
"Aku masih tidak mengerti tentang kau yang tidak menerima perasaan kak Alena, dan memilih wanita itu. Kau tahu jika...,"
"Namanya adalah Chloe, dan aku tidak mau mendengar kau terus membicarakannya. Hargai aku sebagai kakakmu, dengan menjaga suasana hatiku, Joana. Aku tahu kau begitu menyukai Alena dan sangat dekat padanya, tapi keputusan yang sudah kulakukan, tidak ada kaitannya dengan hubungan kalian," sela Joel tegas.
Joana hanya menghela napas sambil menggelengkan kepala. "Aku benar-benar tidak mengerti untuk pembelaan yang selalu kau lakukan tanpa alasan. Mom dan Dad pun sudah gerah padamu, dan aku yang selalu menenangkan mereka. Sudahlah, aku sudah lelah dan kami sampai harus menerima hukuman untuk tidak memakai fasilitas apa pun selama dua minggu."
"Aku akan membebaskan kalian dari hukuman itu," balas Joel mantap.
Joana mengangguk sambil terkekeh pelan. "Bagus, jadilah kakak tertua yang bermanfaat bagi para adiknya. Aku undur diri dan tidak ingin terlihat seperti sedang berkencan dengan pria tua. Permisi!"
Joel memutar bola matanya dan menyaksikan kepergian Joana yang sudah berlari kecil, sambil tergelak di sana. Masih pada posisinya berdiri, menatap Alena yang terlihat begitu ceria. Berbanding terbalik jika berhadapan dengan dirinya, meski masih bisa menjaga sikap untuk berpura-pura ramah dan bersikap basa basi, di hadapan para ayah seperti semalam.
Ponselnya berbunyi, dan Joel segera menerimanya karena sudah tahu jika orang itu akan menelepon.
"Yes, Uncle," jawabnya langsung.
"Apa kau sudah cukup bersenang-senang dengan putriku?" desis suara bariton di sebrang sana.
Joel hanya menghela napas dan tidak menyukai bagaimana pria tua itu terus bersikap sinis padanya. "Aku akan tiba di tempat pertemuan sekitar satu jam dari sekarang, atau setelah aku mengantar Alena pu...,"
"Bawa Alena sekalian!" sela Nathan tajam.
"What?"
"Bawa Alena ke tempat pertemuan, sebab aku menunjuknya sebagai perwakilan dari firmaku. Itu adalah tugas pertamanya sebagai ahli warisku."
"Aku tidak yakin jika dia akan...,"
"Tidak usah memberitahunya. Biarkan dia mengetahui hal ini, saat sudah mengikuti pertemuan. Jangan terlambat!"
Klik! Telepon dimatikan. Shit! Joel mendengus sambil memasukkan ponsel ke dalam saku celana. Terlihat tidak senang dan ingin memuntahkan amarahnya, bagi siapa saja yang hendak memancing emosinya saat ini.
Dari kejauhan, Alena diam-diam memperhatikan ekspresi yang ditampilkan Joel di sana. Tampak begitu menyeramkan dan tidak seperti sosok yang dikenalinya selama ini. Tidak bertemu selama lima tahun, ada banyak perubahan yang terjadi. Well, dia mengakui jika dirinya pun berubah, tapi Joel? Ada kesan bahwa pria itu sepenuhnya berbeda dari Joel yang dulu.
Mata Alena membulat, ketika melihat Joel membalas tatapannya, dan spontan menunduk untuk melanjutkan tanda tangan di cover majalah yang tersodor padanya. Berusaha untuk memusatkan perhatian pada sesi fan meeting ini, tapi ada rasa tidak nyaman. Dari sudut matanya, Joel seperti berjalan menghampirinya, seolah ada ancaman bahaya yang akan menghampiri.
"Apa kau sudah selesai?" tanya Joel tanpa basa basi, ketika sudah tiba tepat di sampingnya.
Zac dan Zayn yang berdiri di sisi lain, langsung bergeser menjauh dan mulai menyerukan pada barisan yang lain agar mundur. Meneguhkan diri dan sudah menarik napas panjang sebelumnya, Alena menoleh dan memberikan ekspresi dingin, meski degup jantungnya sudah bergemuruh cepat.
"Kau bisa pergi, jika ada urusan, El. Aku...,"
"Urusanku hari ini adalah kau," sela Joel tajam, lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling, dan menatap pada para adik yang tampak menegang. "Tidak ada sesi foto, tidak ada ramah tamah. Jika ingin majalah sialan itu ditandatangani, kumpulkan saja. Alena akan menandatanganinya, jika senggang nanti."
"Hey, itu tidak bisa," seru Alena sambil beranjak dan menghadap Joel.
Betapa sialannya pria itu, memiliki tinggi di atas rata-rata, sehingga harus lebih tinggi satu kepala meski Alena sudah memakai heels setinggi 15 senti. Dia bahkan harus mendongak untuk bisa menatap sorot mata tajam Joel sekarang.
"Kenapa tidak bisa?" tanya Joel tidak senang.
"Karena kau tidak berhak mengaturku, El!" jawab Alena sinis.
Joel mendelik tajam ke arah kerumunan dan mendesis. "Siapa pun yang berani mengambil potret dan merekam, aku pastikan akan membuat hidup kalian menderita!"
Alena menoleh dan mendapati para mahasiswa yang melayangkan ponsel ke arah mereka, segera menurunkan dan menatap Joel dengan ekspresi meringis. Para adik sudah bekerja untuk menenangkan, membubarkan barisan. Alena tidak menyukai sirat kekecewaan yang ditampilkan para mahasiswa yang belum mendapat giliran.
"Lihat apa yang kau lakukan! Kau membuat mereka kecewa," seru Alena sambil menunjuk mereka, dan menatap Joel dengan kesal.
"Aku? Kenapa aku yang disalahkan?"
"Kau tidak merasa bersalah?"
"Tidak!"
Alena menahan diri untuk tidak meluapkan emosi yang tidak berguna, dengan mengepalkan kedua tangan di sisi tubuh. "Kau memang bajingan yang tidak pernah merasa bersalah karena sudah mengecewakan orang lain, El. Aku sangat kecewa padamu. Jika dulu kau menyebalkan, kali ini kau sangat menjengkelkan!"
Joel memberikan respon yang tak berarti. Tampak tidak peduli dengan ucapan Alena barusan. Meski dia tidak membalas, tapi sorot matanya masih menghunus tajam di sana.
"Apa kau sudah selesai?" tanya Joel lagi, kali ini dengan nada suara yang lebih sinis dari sebelumnya.
"Aku tidak mau ikut denganmu!" seru Alena cepat.
"Tidak?" tanya Joel dengan alis terangkat setengah.
"Tidak!" jawab Alena lantang.
"Sama sekali tidak mau?" tanya Joel lagi.
"Tidak! Aku tidak mau! Sekarang, pergilah! Aku muak denganmu! Aku membencimu! Benci sekali!" jawab Alena geram.
Joel mendengus dan menatap Alena dengan tatapan penuh ancaman. Tidak mempedulikan keadaan sekitar, karena sepertinya kerumunan sudah berhasil dibubarkan. Para adik pun tidak ada yang berani membantu, hanya bisa mengawasi dari kejauhan.
"Kau tidak akan menyukai dengan apa yang akan kulakukan, jika membantahku, Alena," ucap Joel dengan tenang.
Bad code, batinnya. Jika Joel sudah menyebut namanya seperti itu, berarti akan ada hal yang tidak diinginkan terjadi. Tapi bukan Alena namanya, jika dia tidak bersikeras untuk meneguhkan pendirian, sekalipun ada resiko besar yang harus ditanggungnya.
"Dan jika kau berani padaku, maka aku bersumpah akan menjadi mimpi buruk bagimu, Joel," balas Alena sambil memicingkan matanya.
Para adik membulatkan mata, menatap Alena dengan takjub dari balik bahu Joel. Mereka hanya mengulum bibir untuk menahan senyuman, ketika melihat ekspresi Joel yang menggelap saat mendengar balasan telak dari Alena.
Tidak ada yang bersuara, karena sepertinya aula sudah berhasil dikosongkan, entah bagaimana caranya. Hanya tersisa Alena, Joel, dan para adik yang masih setia menjadi penonton di sana. Menyerah, tidak ada dalam kamus Alena. Meski mungkin nantinya dia akan kalah, tapi setidaknya dia sudah berusaha keras untuk memperjuangkan dirinya dalam mendapatkan hak hidupnya.
Sudah berusia 22 tahun, dan bukan lagi anak kecil yang harus diatur. Dia masih tahu batasan, juga larangan. Tapi tidak berlebihan seperti ini. Mungkin saja, apa yang dilakukan Joel, hanya sekedar suruhan ayahnya, seperti yang sudah-sudah, tapi Alena tidak peduli. Yang dia tahu, kenyamanannya terusik dan sudah merasa terganggu dengan adanya pengalihan yang tidak diperlukan seperti tadi.
"Kurasa, mimpi buruk sepertimu, tidaklah seburuk itu," gumam Joel pelan, sambil menyeringai licik di sana. "Dan aku sama sekali tidak masalah, jika harus menambah pekerjaan dengan mengurus hal kecil sepertimu."
"Oh, kau belum tahu bagaimana aku akan membuat hidupmu menderita, El," sahut Alena dengan dagu terangkat.
"Buktikan padaku," tantang Joel dengan alis terangkat menantang. "Aku ingin melihat seperti apa penderitaan yang kau tawarkan. Tapi itu nanti! Nanti setelah aku selesai dengan urusan ayahmu hari ini!"
"JOEL!" teriak Alena, ketika Joel tiba-tiba membungkuk dan mengangkat tubuhnya begitu saja, menggendongnya di satu bahu seperti memanggul karung beras.
"Kak Joel!" pekik para adik, yang langsung mendapat hunusan tajam dari Joel, dan mereka hanya bisa bergeming.
"Turunkan aku, Bajingan! Turunkan aku!" Alena berseru sambil menggeliatkan tubuh dan memukul punggung Joel.
Plak! Sebuah tamparan kecil mendarat di bokong Alena, membuatnya bergeming dan tersentak selama beberapa saat. Apakah barusan adalah pukulan yang sangat disengaja? Bahkan diakhiri dengan remasan di bokongnya. Shit! Alena yakin jika Joel terkekeh pelan sambil berjalan cepat untuk meninggalkan aula, berjalan menyusuri koridor kampus menuju ke luar, dan sukses menjadi pusat perhatian.
"B-Barusan kau meremas bokongku," desis Alena dengan napas yang sudah memburu kasar.
"Yeah, apa kau ingin mendapatkannya lagi? Dengan senang hati, aku akan memberikannya padamu," balas Joel dengan nada mengejek, dan kembali melakukan hal yang sama, kali ini remasannya lebih kencang dari sebelumnya.
"Bajingan tengik!" teriak Alena kesal, kembali menggeliatkan tubuh untuk turun dari gendongan, memukul lebih keras di punggung Joel, dan berakhir menjadi sia-sia. Karena apa yang dilakukannya, tidak berarti apa-apa untuk Joel.
Sepanjang perjalanan menuju ke mobil, Alena terus meronta-ronta sambil mengumpat, dan terus memukul punggung Joel. Begitu mereka sudah di dalam mobil, Alena langsung bergerak menjauh dari Joel, lalu berusaha membuka pintu mobil di sisi lainnya, tapi tidak berhasil karena pria itu sudah lebih dulu menahan gerakannya.
"Lepaskan aku!" bentak Alena sambil melayangkan satu tangannya yang bebas untuk menampar pipi Joel, dan mendarat dengan mulus di sana. PLAK!
Suara tamparan itu begitu keras dan nyaring, membuat Alena memekik kaget ketika melihat tanda merah di pipi Joel. Mengerjap cemas, Alena tampak ciut dan takut jika pria itu akan semakin berang. Tapi justru, Joel hanya memerintahkan supir pribadinya untuk segera melajukan kemudi.
"El,..." suara Alena tercekat, dan sudah ingin menangis ketika melihat bekas tamparan itu semakin memerah di pipi Joel.
Joel tidak menanggapi panggilannya, hanya mengeluarkan ponsel, dan melakukan panggilan dalam suara yang rendah. "Russell, pastikan kejadian di aula barusan, tidak sampai menjadi berita. Selesaikan semuanya."
Ponsel dimasukkan, dan Joel kembali memberikan perintah kepada supirnya. "Brant, kita langsung menuju ke Baxter.Landcorp."
Alena tidak ingin lagi bersuara, selain hanya terdiam dan mengarahkan pandangan ke luar jendela. Merasa tidak nyaman dengan apa yang dilihatnya, sejak reuni kembali dengan Joel semalam. Perubahan yang terjadi, jelas tidak hanya dialami olehnya, tapi pria itu juga. Hingga berujung pada titik dimana mereka tidak saling mengenal satu sama lain, dan mencoba berpikir ulang tentang sesuatu yang pernah dirasakannya.
Akhirnya, Alena menghela napas dan menganggukkan kepala, sambil bersyukur dalam hati, bahwa memutuskan untuk meninggalkan pria itu adalah keputusan yang sangat tepat. Selain karena tidak sudi harus bersaing dengan jalang itu, Alena juga tidak perlu menghadapi Joel yang tidak dikenalinya sama sekali.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Apa kabarmu? Kuharap baik2 saja.
Cuaca tidak stabil, membuat kondisi tubuh menurun. Jaga diri, yah 💜
Aku nggak bisa update di minggu ini, karena ada urusan yang sangat penting untuk dilakukan.
Cuma bisa kasih pesan ke kalian : Tetaplah sehat dan bahagia.
Dari aku, yang mengusahakan update lanjutan cerita ini, di sela-sela merawat tuan puteri yang sedang opname di rumah sakit. 💜
08.01.2020 (22.15 PM)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top