Part 3 - Unreachable Mankiller
5 years earlier...
Alena memotong waffle-nya dalam potongan besar, lalu memasukkan ke dalam mulutnya sampai penuh. Sudah menghabiskan dua porsi besar waffle, beserta es krim rasa matcha, dan sekarang menikmati porsi ketiganya. Ashley yang duduk di sebrangnya, hanya bisa meringis ngeri melihatnya.
"Please deh, Na. Gue tahu banget kalau sekarang lagi promo setengah harga. Tapi nggak gitu juga makannya. Lu bisa sakit perut!" cetus Ashley sambil menggelengkan kepala.
Alena mengabaikan ocehan Ashley dengan terus mengunyah, dan tidak membiarkan mulutnya kosong. Begitu sudah menelan, maka suapan besar kembali terisi ke dalam mulut, sambil menarik napas berat.
Saat ini, Alena sedang marah, kesal, dan dongkol di saat yang bersamaan. Untuk menahan amarah, dia memilih untuk makan sampai kekenyangan, ketimbang menangis.
Sebab, baru saja dia mendapati kenyataan pahit yang tidak disukainya. Meski sebenarnya, ada sedikit kecemasan, tapi tidak sampai harus benar-benar terjadi. Bahwa pria brengsek yang bernama Joel Christian itu, baru saja melamar kekasih jalangnya yang bernama Chloe. Tentu saja, hal itu diketahui Alena secara diam-diam. Yaitu bersembunyi di balik pilar tembok bangunan, bersama dengan Ashley untuk mengawasi proses lamaran itu belangsung. Menjijikkan, pikir Alena geram.
"Aduh, susah banget yah kalau ngomong sama orang yang lagi patah hati!" keluh Ashley sambil memutar bola matanya dengan kesal.
"Gue nggak patah hati!" seru Alena dengan mulut penuh, lalu meneguk segelas air putih untuk membantunya menelan makanan.
"Terus apa?"
"Gue lagi kesel banget, Ash!"
"Yah, mau gimana lagi? Si Joel nggak mau sama lu, yah lu nggak bisa maksa dong."
"Heh? Gue bukannya maksa, yah! Siapa suruh jadi cowok yang selalu kasih gue lampu ijo?! Dia tahu gue suka sama dia, tapi sama sekali nggak nolak waktu gue minta apa-apa sama dia!" ucap Alena tidak terima.
"Lha, barusan itu apa? Lu makan kayak orang gila, gara-gara dia nolak lu, kan?" balas Ashley heran.
"Gue merasa nggak terima karena dia udah berkhianat sama gue," sahut Alena keras kepala.
"Joel itu bukan pacar lu, jadi dia nggak berkhianat," koreksi Ashley tegas.
"Tapi dia sayang dan peduli banget sama gue, Ash! Perhatian, pengertian, lembut, dan sabar banget ngadepin gue."
"Nggak cuma sama lu aja kali! Semua juga digituin sama Joel. Kita semua disayang sama Joel dan Noel kok. Mereka berdua kan emang kakak terfavorit di kalangan kita."
"Kok lu jadi ngebela dia, sih? Lu temennya gue, atau simpenannya Joel?" cetus Alena kesal.
"Lagian juga, lu yang terlalu baper. Udah sih, ribet banget jadi cewek. Kayak nggak ada cowok lain aja. Lu sendiri tahu, kalau kita tuh masih terlalu receh buat mikirin cinta-cintaan kayak gini. Kemarin kita baru ujian akhir semester, Cuiy! Belum juga kuliah, lu udah kayak kepengen jadi emak berdaster aja," cibir Ashley.
Alena mendengus kesal, dan mengusap mulutnya dengan kasar. "Gue merasa Joel salah pilih. Dari sekian banyak cewek, kenapa harus sama dia? She's totally fucking bitch, Ash!"
"I know! Gue juga kesel kenapa Joel bisa tetep mau sama dia, padahal kita pernah liat tuh cewek jalan sama cowok lain. Tapi kan yang namanya cinta, nggak paham logika, Na. Kayak lu aja sekarang."
"Daddy Christian pasti nggak bakalan setuju, apalagi Mommy Miranda. Mereka berdua udah pasti bakalan menentang abis-abisan. Pokoknya, gue nggak rela Joel sama dia, Ashley!" rengek Alena sambil menghentakkan kaki.
Ashley hanya menopang dagu, sambil menatap Alena dengan malas. "Gitu yah rasanya, kalau udah suka dan cinta mati sama cowok? Mudah-mudahan, gue nggak ampe sebego itu nantinya."
Alena mendesis sinis pada Ashley, dan tidak ingin membahas lebih lanjut. Semakin dibicarakan, rasa tidak rela dan amarahnya semakin menjadi. Dia perlu mencari pengalihan agar tidak terlalu terpuruk dalam rasa ketidakadilan yang sama sekali tidak menyenangkan seperti ini.
Ada yang bilang, mencintai itu tidak harus memiliki? Cih! Munafuck sekali, pikir Alena geram. Sudah menyukai Joel sejak masih anak-anak, tentu saja ada rasa tidak terima yang menguat saat ini. Menjadi anak perempuan pertama dalam lingkaran keluarga besarnya, membuat Alena menjadi kesayangan di kalangan para ayah, termasuk dua kakak tertua, yaitu Joel dan Noel.
Kini, dia harus menerima kenyataan yang tidak adil, yaitu menerima kekalahan dari seorang jalang bernama Chloe itu. Cih! Alena tidak sudi! Sebab, dilihat dari segi apa pun, Alena jauh lebih baik dari wanita sialan itu. Baginya, mencintai sudah harus memiliki, apa pun yang terjadi. Jika memang sampai tidak bisa, maka tidak usah berduka. Itu saja.
"Jadi, sekarang maunya lu gimana? Masih tetep ngotot, atau menyerah?" tanya Ashley akhirnya.
Alena menyeringai sinis mendengar pertanyaan Ashley barusan. Tentu saja, kata menyerah tidak ada dalam kamus hidupnya. Ngotot pun juga perlu dipikirkan, karena dia tidak akan membuang waktu untuk hal yang percuma. Sesuatu yang baik, sudah pasti layak diperjuangkan. Jika apa yang diperjuangkan menjadi sia-sia, maka tidak ada cara lain selain melepasnya dan melupakannya, untuk membuka kesempatan bagi hal baru yang jauh lebih baik. Demikian prinsip yang sudah ditanamkan ayahnya dalam dirinya sejak masih kecil.
"Gue mau jadi cewek yang hebat, Ash. Cewek yang layak diperjuangkan dan nggak disia-siain kayak gini. Lihat aja!" ucap Alena penuh tekad dan sorot mata tajam yang terkesan dingin.
"Nah, itu baru temen gue!" seru Ashley sambil mengepalkan satu tangan ke udara.
🌷🌷🌷🌷🌷
Present day...
Sial! Sial! Sial! Alena terus mengumpat dan merutuki diri sendiri, sambil terus mengusap mulutnya keras-keras. Semua karena Joel yang sudah begitu lancang mencium bibirnya, dan sukses mencuri ciuman pertamanya.
Yang membuat Alena bertambah geram, adalah ketidaksanggupannya untuk menolak, atau bertindak untuk melakukan sesuatu pada Joel. Karena ketika pria itu menciumnya, seluruh sendi otot Alena terasa lemas, nyaris tak bertenaga, hingga ciuman itu usai. Bahkan, Joel masih sempat menyeringai licik, dan meninggalkannya begitu saja, setelah menciumnya dengan sembarangan.
"Damn! Gue bener-bener udah najis! Ya Lord, kenapa gue bisa ciuman sama laki orang?" umpat Alena sambil berjalan mondar-mandir di dalam kamar, lalu memeluk tubuhnya sendiri.
Pikirannya masih dipenuhi dengan adegan ciuman itu. Bibir yang berbau mint dan whiskey, lidah yang meliuk lincah di dalam rongga mulut, juga gigitan lembut di bibir bawah, dan erangan pelan yang dikeluarkan dirinya. Shit! Alena menggeleng-gelengkan kepala untuk mengusir semua pikiran terkutuk itu.
Bingung dan kalut, Alena tidak tahu harus mencurahkan isi hatinya kepada siapa. Bagaimana pun, ciuman itu adalah aib, dan rasanya tidak mungkin jika harus dijadikan konsumsi publik, mengingat dua sahabatnya, Ashley dan Vanessha, memiliki mulut yang tidak bisa dikendalikan jika sedang terlibat dalam pembicaraan yang seru dengan para adik.
Curhat sama Mama? A big no! batin Alena kesal. Sama Papa? Bisa dihajar! Arrrggghhhh, Alena menjadi kesal setengah mati sekarang. Entah apa yang harus dilakukan saat ini, karena tidak bisa tenang dalam membayangkan ciuman itu. Joel sudah pasti adalah manusia terkutuk yang perlu disumpahi oleh Alena saat ini.
Tidak bisa tidur, bahkan bisa dibilang terjaga semalaman, Alena perlu mencari pengalihan untuk mengabaikan Joel. Sebuah keharusan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kali Alena uring-uringan hanya karena Joel. Pengalihan. Shit!
Alhasil, pukul lima subuh, Alena turun ke dapur, membuat seluruh staf rumah kebingungan. Mengambil alih pekerjaan untuk membuat sarapan bagi para adik yang akan berangkat kuliah, Alena memasak apa saja yang diinginkannya. Sebuah pengalihan yang sukses membuat perhatiannya teralihkan, dengan membuat berbagai varian menu sarapan, lengkap dengan kopi dan teh.
Selesai membuat sarapan, yang berakhir pada pukul tujuh, Alena mulai merasa lelah dan kembali ke kamarnya. Tentu saja, dia langsung terlelap tanpa perlu mengingat kejadian itu. Sayangnya, tidak sampai dua jam, alarm ponselnya sudah berbunyi.
Berdecak kesal dengan bunyi alarm yang mengusik tidurnya, Alena meraih ponsel untuk melihat jadwal harian yang sudah tertulis di sana. Fansign. Damn! Alena hampir melupakan permintaan para adik yang meminta kesediaannya untuk bertemu dengan para mahasiswa, yang katanya adalah pengagum dirinya.
Menjadi seorang model ternama, membuat Alena memiliki kesibukan yang cukup lumayan, selain menjalani pendidikannya. Meski begitu, Alena menyukai apa yang dikerjakannya. Modelling, adalah salah satu pekerjaan yang disukai, terlebih jika menjadi model untuk clothing line keluaran ibunya sendiri, Lea.
Selalu bersikap professional dalam pekerjaan yang dilakukan, Alena segera bersiap dan membersihkan diri. Meski kali ini, bukanlah kontrak kerja yang harus dipenuhi, melainkan permintaan dari para adik yang sudah disayanginya.
Ayahnya, Nathan, memiliki para sahabat yang sudah dianggap seperti keluarga sendiri. Terdiri dari enam pria tua, termasuk ayahnya, mereka menjaga hubungan persahabatan itu, hingga seluruh keturunannya pun demikian. Tumbuh bersama, bermain bersama, meluangkan waktu untuk berakhir pekan di mansion yang sengaja dibangun, hingga sering berlibur, membuat para anak juga menjalin persahabatan yang begitu erat layaknya saudara.
Jika Joel dan Noel adalah kakak laki-laki yang menjadi favorit, maka Alena sudah menjadi kakak perempuan terfavorit, selain Ashley dan Vanessha. Terhitung dari Joel hingga Vanessha, mereka adalah anak tertua di dalam keluarga masing-masing.
Setelah bersiap, Alena segera keluar dari kamar dan turun ke ruang makan, dimana semua sudah berkumpul di situ. Sebelum mencapai ruangan itu, Alena bisa mendengar suara debat yang berasal dari Nathan dan Christian. Oh dear, tidak bisakah dirinya diberi ketenangan sedikit saja? Kemudian, tatapannya mendelik tajam pada Joel yang sedang duduk di sisi kiri meja. Pria itu tampak datar dan bersikap dingin. Cih!
"Pagi yang sangat ramai dan bersemangat sekali di sini. Apakah ada yang sudah kulewatkan?" cetus Alena sambil berjalan dan menempati kursi kosong yang sengaja disisakan untuknya, tepat di sebelah Nathan yang menempati kursi utama.
Mengedarkan pandangan ke sekeliling, Alena bisa melihat ekspresi tegang dari para adik yang sedang sarapan di situ. Kecuali Joel tentunya.
"Morning, Everyone," sapa Alena dengan sebuah senyuman.
"Morning," balas mereka dengan nada pelan.
Alena melirik ke arah Nathan, dan mempelajari ekspresinya yang menekuk cemberut. Tampak begitu tidak senang, sehingga Alena hanya bisa menghela napas lelah. "Morning, Pa."
Tidak membalas sapaan, dan itu sudah biasa. Alena mengambil sandwich tuna ke dalam piring, lalu mulai memotong sandwich-nya, ketika sebuah majalah dengan foto dirinya, ditaruh di atas meja dengan hentakan kasar oleh Nathan.
"Jelaskan! Apa maksud dari cover majalah ini? Apa-apaan julukan Unreachable Mankiller, huh?" desis Nathan geram.
Melirik sekilas pada majalah yang ada di sisi piringnya, Alena memasukkan potongan sandwich sambil menatap Nathan dengan ekspresi biasa saja. Terlihat tidak minat dengan apa yang sedang dipermasalahkan Nathan sekarang.
"Sudah menjadi hal yang biasa, jika aku mengisi cover majalah, bukan?" balas Alena kalem.
"Tapi tidak dengan berpakaian terbuka dan menjadi bahan gunjingan dengan julukan seperti ini!" sahut Nathan keras kepala.
"Itu hanya kerjaan para haters yang tidak senang denganku, juga para bajingan yang tidak terima ditolak olehku, Pa," ucap Alena.
"Jadi, gitu? Kau kesenangan jika berurusan dengan para bajingan, hingga membuat beberapa orang membencimu karena...,"
"Bukan seperti itu," sela Alena tegas. "Itu adalah terakhir kalinya, dan aku pastikan tidak akan lagi seperti itu. Bukankah kau sudah memutuskan kontrak kerjaku dengan agency? Juga CH-Entertainment? Jika ya, berarti tidak ada lagi yang perlu diributkan."
"Aku sudah gerah dengan pemberitaan miring seperti ini. Apa untungnya kau mengerjai mereka, lalu menolak dengan cara yang memalukan?"
"Apa kau ingin aku berpacaran dengan orang seperti mereka?"
"Tentu saja tidak!"
"Kalau begitu, apa masalahnya?"
"Masalahnya aku tidak menyukai sikapmu yang seperti ini! Bagaimana jika mereka bertindak jauh dengan menyakitimu? Apa yang akan kau lakukan?!"
"Mereka tidak akan melakukan hal seperti itu, Papa. Sebab, mereka memiliki selusin perempuan lainnya sebagai cadangan, untuk menggantikan diriku."
"Jika kau sudah tahu seperti itu, lantas untuk apa kau membuang waktu meladeni mereka?"
Aktifitas makan Alena terhenti, lalu kembali menatap Nathan dengan ekspresi dingin, dan berbicara sambil mengangkat alisnya tinggi-tinggi. "Untuk memberi pelajaran kepada mereka, bahwa tidak semua wanita bisa diperlakukan sembarangan, dan direndahkan seolah wanita itu bisa dibeli dengan uang!"
Semua yang ada di sana tampak menahan napas, ketika mendengar suara Alena yang terdengar begitu lantang. Menyaksikan bagaimana ekspresi Nathan menjadi semakin menggelap, dan Christian yang tampak menyeringai bangga melihat perlawanan yang dilakukan Alena saat ini.
"Kenapa kau berani melawan dan menghinaku, Alena?" ucap Nathan dengan penuh penekanan.
Alena hanya tersenyum getir. "Bagian mananya aku menghinamu, Papa? Aku hanya memberi jawaban untuk pertanyaanmu, dan menjelaskannya tanpa ada yang perlu kututupi. Sekarang, kau kembali menyalahkanku."
"Tapi...,"
"Bisakah kau memberiku ketenangan? Jujur saja, aku sudah tidak tahu harus bagaimana menghadapimu. Apa yang kulakukan, selalu salah di depanmu. Kau tidak pernah mengindahkanku, dan terus menyalahkanku!" sela Alena dengan mata menyipit tajam.
"Kau melanggar aturanku! Seharusnya kau segera kembali ke Jakarta setelah lulus kuliah! Lihat apa yang kau lakukan sekarang? Kau menjadi anak pembangkang dan tetap menjalani pekerjaan yang terus mempertontonkan lekuk tubuhmu!" bentak Nathan sambil menghentakkan satu tangan di meja, menimbulkan suara gaduh yang membuat yang lainnya melonjak kaget.
"Berhenti berteriak di depanku!" pekik Alena kesal. Amarah yang menyeruak, membuatnya menangis begitu saja tanpa permisi.
Melihat hal itu, Nathan tersentak dan segera beranjak dari kursi untuk menghampiri Alena, lalu memeluknya dengan erat. Membisikkan kata maaf sambil mengusap punggungnya. Ck! Apakah pria harus selemah itu, hanya karena air mata dari wanita, tanpa perlu dikaji ulang untuk maksud dan tujuan menangis? Demi Tuhan, Alena bahkan tidak merasa sedih atau terharu karena sikap ayahnya, justru sebaliknya, dia merasa sangat muak.
"Maafkan kami, Uncle. Semua karena kami yang memulai lebih dulu tentang cover majalah FashionMagz edisi bulan ini, dan permintaan kami pada Kak Alena untuk fansign di aula kampus hari ini," suara Zac Raymond, salah satu putra kembar dari Uncle Adrian, terdengar gugup namun tanpa ragu. Demi membela kakak perempuan favoritnya.
"Jangan memarahi kakak kami. Dia adalah wanita yang baik," timpal Zayn Raymond, diikuti anggukan kepala dari yang lainnya.
"Papa, Kak Alena tidak...," suara Alejandro terhenti, ketika melihat Nathan mendesis tajam pada putranya.
Tidak ada lagi yang berani bersuara, dan Alena pun sudah selesai dengan tangisan kemarahan, tapi Nathan masih memeluknya. Tak lama kemudian, Alena merasakan kehadiran seseorang berada di sisi belakang kursinya. Spontan menoleh dan mendapati Joel sudah berdiri di sana.
Nathan mengangkat satu alisnya, menatap Joel dengan tajam dan penuh penilaian. "Ada apa, Joel?"
Pertanyaan Nathan dijawab Joel dengan meraih lengan Alena, lalu menariknya berdiri untuk menjauh dari jangkauan Nathan. Alena mengerjap bingung sambil menatap Nathan dan Joel secara bergantian, sementara Christian malah menopang dagu untuk melihat kejadian itu seolah pertunjukan yang menarik.
"Apa yang kau...,"
"Pertemuan dengan Mr. Leo akan dilakukan nanti siang, atau sekitar jam makan siang. Kuharap kau tidak lupa tentang hal itu, Uncle," sela Joel dengan tegas.
"Tapi kau...,"
"Dan aku membutuhkan Alena saat ini, untuk bisa mengantarku ke satu tempat yang tidak kuketahui. Tenang saja, aku akan membawanya kembali tepat waktu, dan memastikan diriku tidak akan terlambat pada pertemuan itu," sela Joel kembali.
Tanpa menunggu balasan Nathan, Joel segera menarik Alena keluar dari ruangan itu, dan pergi menuju ke mobilnya yang sudah terparkir di depan lobby mansion.
"Really? Kembali berperan menjadi kakak tertua, setelah menjadi bajingan semalam?" cibir Alena sengit, dan melotot tajam pada Joel yang sudah membukakan pintu belakang mobil untuknya.
"You're most welcome," balas Joel tanpa ekspresi.
Alena hanya memutar bola mata dan masuk ke dalam mobil, menempati kursi belakang, dimana Joel masuk di sisi lain, duduk berdampingan dengannya. Memilih posisi duduk sejauh mungkin dari Joel, Alena menatap waspada sambil memperhatikan seorang supir yang terlihat familiar. Seperti pernah melihatnya, tapi entah dimana.
"Supirmu jauh lebih tampan darimu," komentar Alena sambil menyilangkan kaki, dan memperhatikan supir yang sudah mulai melajukan kemudi.
Ekspresi orang itu tampak begitu datar, seolah tidak mendengar apa-apa darinya. Herannya, sorot mata yang terpancar darinya, atau Joel, sama-sama begitu tajam dan waspada. Aneh, pikir Alena heran.
"Perlu kau ketahui, Na. Sekali lagi kau mengeluarkan ucapan dengan sembarangan, maka kau akan mendapatkan sesuatu yang lebih dari semalam," balas Joel tanpa beban.
Alena berdecak kesal. "Omong kosong macam apa yang kau lakukan tadi, El? Memintaku untuk mengantar ke tempat yang tidak kau ketahui? Really? Kau bahkan tinggal di sini lebih lama dariku!"
"Aku menghindarimu dari amukan ayahmu."
"Why?"
"Karena aku tidak suka!"
"Kenapa kau harus tidak suka?'
"Karena prinsipku masih sama seperti dulu. Jika aku tidak bisa membahagiakanmu, maka aku tidak akan mencelakaimu. Oleh karena itu, aku ingin melindungimu, sekali pun itu hanya dari amukan ayahmu seperti tadi."
Jika hal itu diucapkan Joel saat Alena masih remaja, mungkin dirinya akan menjadi wanita paling bahagia di muka bumi ini. Tapi sekarang? Alena hanya bisa menyeringai sinis sambil berckckck ria.
"Aku tidak memintamu melakukan hal itu," ujar Alena dingin.
"Aku tahu. Tapi apa kau tidak malu, jika harus menjadi tontonan untuk para adik? Setidaknya, sebagai kakak perempuan tertua, kau perlu memberi contoh pada mereka," sahut Joel kalem.
Alena terkekeh. "Justru aku sedang memberi contoh untuk mereka."
"Apa?" tanya Joel dengan alis berkerut heran.
"Apa kau pikir, aku akan benar-benar sedih diteriaki oleh ayahku? Itu sudah biasa, Brother. Aku hanya muak dengan sikap pemarahnya yang sudah keterlaluan itu. Dan seperti biasanya, ayahku akan mengalah dan menjadi pria lemah seperti pada umumnya, hanya karena aku sudah menangis," jawab Alena dengan senyuman penuh kemenangan.
"Tadi kau menangis karena...,"
"It called acting. You should try it sometime," sela Alena sambil mengangkat bahu. "Dan rasa puas saat melihat ayahku lemah, menjadi tidak maksimal ketika kau datang dengan sikap pahlawanmu yang sama sekali tidak diperlukan."
Senyuman Alena semakin melebar, ketika melihat Joel tertegun dan menatapnya tidak percaya. Bahkan, dia yakin jika bisa melihat sorot mata Joel yang seolah tidak mengenal dirinya, dan tidak menyangka akan perubahannya. Baguslah, pikir Alena. Sudah saatnya membalas apa yang sudah pernah dilakukan pria itu padanya.
Penolakan dan ciuman pertama yang diambil dengan sembarangan, semakin membuat Alena meneguhkan dirinya untuk perlu mengatur strategi kuat, demi menghancurkan hidup pria sialan yang masih terus menatapnya secara terang-terangan. Seolah dirinya adalah lawan yang tangguh dan kuat untuk menghadapinya.
Well, lihat saja nanti. Alena bahkan tidak akan membiarkan Joel senang dengan bersikap gugup atau canggung, yang sering ditunjukkan wanita ketika berhadapan dengan pria yang memberi ciuman pertama. Sebaliknya, dia akan menguatkan diri untuk menghadapi naluri bajingan pria itu, demi membuktikan diri bahwa dia adalah seorang penakluk pria yang tidak akan mudah dijangkau oleh siapa pun. Tanpa terkecuali.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Seseorang bisa dikatakan sebagai pria, klo memiliki pemikiran sederhana sbb :
"Jika dia tidak bisa membahagiakanmu, maka dia tidak akan mencelakaimu."
Bahagia, itu dari diri sendiri.
Jika dari seseorang, itu adalah bonus, bukan sumber kebahagiaan.
Jangan terbalik, yes?
Satu lagi!
Jika kamu tetap menjadi diri sendiri, tanpa perlu menjadi orang lain saat bersama dengan orang itu. Selamat! Kamu sudah menemukan orang yang tepat 💜
Apa? Masih sendirian?
Nggak usah sedih. Yang pacaran aja, belum tentu happy ending 😏
Sotoy banget? Elah!
Yang lagi ngebacot ini, udah pernah ngerasain diselingkuhi dan disakiti.
Terus? Ya udah gitu aja.
Orangnya masih hidup dan jalani hidup dengan bahagia 😙
Revisi : 17.12.19 (21.41 PM)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top