Part. 18 - Playing house
WARNING : MATURE CONTENT (21+)
Written by : CH-Zone x Sheliu
Heavy rain outside, get warm inside 😅
(Kata beliau)
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Alena menggeliat sambil membetulkan posisi untuk tidur paling nyenyak yang pernah dia alami. Rasa lelah yang dialaminya, melebihi rasa lelah yang dia dapatkan dari jadwal fashion show yang padat dan berpindah dari satu negara ke negara lain. Yang dia rasakan lebih dari itu karena sudah lelah lahir batin.
Tidak pernah merasakan kelelahan yang begitu besar, juga pikirannya teringat pada sekeranjang ikan segar yang membuatnya sampai harus mencuci tangan berkali-kali untuk menghilangkan bau amis yang menempel di tangan setelah mengolahnya kemarin. Mengingat hal itu, Alena meringis pelan, meski matanya masih terpejam.
“Ssshhh.”
Suara yang menenangkan, sekaligus usapan lembut yang ada di punggung, seketika membuatnya merasa tenang dan begitu nyaman. Tanpa sadar, dia mengeratkan pelukan pada sesuatu yang hangat dan menyenangkan. Gerakannya terhenti ketika dia baru menyadari jika saat ini tidak sedang bermimpi.
Mencoba mengingat lebih banyak tentang apa yang dialaminya semalam dengan alis berkerut. Dibawa Joel ke vila keluarganya, mandi, berpakaian, mengobrol, dan diakhiri sesi berciuman yang disertai sentuhan liar. Shit! Alena spontan membuka mata karena tersentak kaget, lalu meringis pelan karena kepalanya pusing.
“Bad dreams, huh?" bisik Joel lembut, sambil membelai pipinya.
Alena menggeleng dan berusaha mendorong dada Joel agar menjauh, tapi pria itu justru mengeratkan pelukannya. Dengan lengan kekarnya sebagai alas kepala, kaki yang saling bertautan, posisi tidur yang saling berangkulan, dan Joel yang tidak memakai atasan, tentu saja itu adalah posisi yang memalukan bagi Alena. Belum lagi, pikiran tentang murka Nathan jika mengetahui hal ini, sudah membuat Alena kembali gelisah.
“Hey, easy, easy,” ujar Joel sambil menenangkan ketika Alena tiba-tiba menggeliatkan tubuh untuk melepaskan diri dari belitannya.
“Papa…, dia…, aku…,”
“Sssshhh, nothing to worry about, Na. Kau bersamaku,” kembali Joel menenangkan.
Alena mengerjap cemas dan berusaha untuk duduk, dimana Joel sedang memperhatikan ekspresinya dengan seksama. Meski masih lelah dan enggan untuk beranjak karena masih mengantuk, tapi Alena harus segera menyingkir dan pulang ke rumah. Tidak ingin mengalami hari yang buruk untuk kesekian kalinya dalam menghadapi murka Nathan.
“Ada apa?” tanya Joel cemas.
“Aku harus pulang, El,” jawab Alena sambil menoleh pada jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. “Papa pasti akan menghukumku lagi.”
“Dia tidak akan menghukummu,” balas Joel langsung.
Alena menoleh dan menatap Joel heran. “Kau tidak tahu bagaimana dirinya padaku selama ini, El. Dia begitu memaksakan kehendak dan akan sangat berang jika aku tidak menurutinya.”
“Tapi kau sudah berjanji untuk tidak melakukan apa yang tidak disukainya dan dia sudah memberimu kesempatan.”
Alena tersenyum getir. “Tapi justru aku sudah melakukan kesalahan dengan tidak pulang dan bermalam denganmu di sini.”
“Aku bukan pria sembarangan. Kau sudah memilihku untuk menjadi calon suamimu, ingat? Kau bilang ingin menikah denganku.”
“Aku tahu, tapi bermalam dengan…,”
“Kita hanya tidur bersama. Tidak ada yang terjadi semalam.”
“Papa tidak akan percaya!”
“Aku tidak peduli meski dia tidak percaya. Yang jelas, ini bukan masalah besar dan kau tidak akan dihukum.”
“Tapi, El..,”
“Hentikan kekuatiranmu yang tidak beralasan, Na. Setelah kau tidur, aku sudah memberitahu keberadaanmu di sini pada ayahmu semalam. Juga, Dad membantu menjelaskan dirimu yang membutuhkan ketenangan. Tidak ada yang terjadi dan tidak ada yang akan marah. Percayalah.”
“Benarkah?”
Joel mengangguk mantap dan Alena mulai menghela napas dengan lega. Satu tangan sudah terangkat untuk mengusap wajahnya dengan kalut, merasa tidak mampu untuk menghadapi sikap keras kepala dari ayahnya yang berlebihan, juga tidak ingin memicu keributan lagi. Alena benar-benar membutuhkan liburan.
“Ada apa lagi? Apa yang kau pikirkan?” tanya Joel sambil mengusap pucuk kepalanya.
Alena menatap Joel dengan penuh arti, kembali berpikir jika dia memiliki kesempatan untuk berbicara dengannya. Jika memang apa yang diucapkan pria itu tentang menyayangi dan mencintainya, sudah pasti apa yang menjadi permintaannya akan dikabulkan. Spontan, senyum tipisnya mengembang dengan ide brilian yang muncul dalam pikirannya.
“El,” panggilnya dengan nada manja.
Alis Joel berkerut, tidak merasa takjub atau senang, melainkan memberikan ekspresi curiga dan tatapannya menajam. Cih! Dasar pria kaku, maki Alena dalam hati.
“Jangan memulai,” ujar Joel mengingatkan.
Alena langsung mendesah malas dan melemparkan diri kembali ke ranjang, menarik selimut, dan mengambil posisi membelakangi Joel. Merasa kesal dengan respon Joel yang membuat suasana hatinya meredup seketika, karena tidak seperti apa yang dipikirkannya, bahwa pria akan lemah dengan bujukan atau rayuan wanita dengan hanya memanggil namanya dalam nada suara yang manja. Dasar Om-Om saklek, makinya lagi dalam hati.
“Kenapa harus merajuk? Katakan saja apa yang kau inginkan tanpa perlu bersikap seperti bukan dirimu,” bisik Joel yang sudah berada di belakangnya, menyelipkan satu tangan untuk memeluk pinggangnya.
“Tidak jadi!” tolak Alena yang berusaha menutup kepala dengan selimut, tapi selimut itu direbut oleh Joel dan membuangnya ke samping.
Alena mengerang kesal dan segera berbalik, tapi Joel tahu-tahu sudah ada di atasnya, menindihnya dengan seluruh berat badan. Oh please, batin Alena pelan. Haruskah dia terus menekan dan mendesak tubuhnya seperti ini? Apakah libido seorang pria memang sebesar ini? Atau kedua tangan yang memang tidak bisa diam ketika berdekatan dengan wanita? Kembali pikiran-pikiran Alena bekerja.
“Kau tidak suka aku merajuk, tapi sangat cepat dan tangkas dalam bahasa tubuhmu,” desis Alena ketika merasakan ketegangan Joel di perutnya.
Sama sekali tidak bersalah, tapi Joel justru menyeringai senang di sana. “Aku sudah sering menahan diri jika bersamamu, Na.”
“Sejak kapan kau menaruh minat padaku?” tanya Alena dengan cemberut.
Joel menurunkan posisi hingga kening mereka beradu, lalu melebarkan seringaiannya. “Sejak kau bimbel di kamarku, dan hanya kita berdua di sana.”
Alena mengerjap kaget dan menatapnya tidak percaya. Dia yakin jika dirinya masih SMP dan Joel masih dalam menjalani kuliahnya.
“Apa kau pedofil? Aku masih remaja dan…,”
“Tidak terlalu remaja, bahkan kau sudah memiliki bentuk tubuh yang menggairahkan,” sela Joel tanpa beban. “Bentuk payudaramu sudah termasuk cukup besar untuk gadis seusiamu dulu.”
“Pervert!” sembur Alena sambil mendorong dada Joel dan beringsut duduk, ketika pria itu tertawa terbahak-bahak melihat wajahnya yang memanas. “Aku tidak mengira kau akan seperti guru bimbel mesum seperti yang ada di cerita porno yang pernah kutonton.”
Alis Joel terangkat dan berbaring meyamping sambil menopang kepala untuk menatapnya. Tampak begitu menggoda dengan ekspresi nakal tapi mempesona, tubuh yang atletis dengan berbagai macam tato yang memenuhi tubuh, dan kaki panjangnya yang sanggup membuat napas Alena tertahan. Joel tampak seperti dewa seks yang membuat rahimnya menghangat dengan imajinasi liarnya yang berkembang saat ini.
“Jadi, apa yang ingin kau tanyakan?” tanya Joel sambil tersenyum hangat.
Alena memainkan ujung kemeja yang dipakainya, tampak menghindari tatapan Joel yang selalu menilai dirinya, dan berusaha tenang dengan degup jantungnya yang tidak karuan. Dia duduk dengan kaki terlipat, berusaha menutupi kulit tubuh sebisa mungkin, karena sorot mata Joel yang sudah menelusuri tubuhnya tanpa malu-malu. Ugh!
“Bolehkah aku meminta sesuatu padamu?” tanya Alena dengan ekspresi meringis.
“Silakan,” balas Joel dengan alis terangkat.
“Aku ingin liburan,” ujar Alena dengan nada hati-hati, memperhatikan ekspresi Joel yang tampak biasa saja, lalu melanjutkan dengan perlahan. “Kau tahu? Aku cukup stress dan banyak pikiran semenjak pulang ke Jakarta, juga aku merindukan Ashley dan Vanessha.”
Alena menggigit bibir sambil menatap Joel yang masih terdiam, sama sekali tidak memberi respon yang berarti. Sedetik. Dua detik. Tiga detik. Dia menghela napas lelah karena sudah pasti akan ditolak mentah-mentah tentang permintaannya kali ini, sebab Joel masih belum memberi tanggapan.
“Sudahlah, lupakan saja,” ujar Alena lemah.
“Apa kau berpikir jika kau akan bebas setelah memutuskan untuk menikah denganku, dan merasa tidak perlu menghadapi ayahmu lagi? Kau berpikir jika aku memiliki hak untuk memutuskan, dan merasa bisa memenangkan argumen setiap kali berhadapan denganku dibanding ayahmu? Begitu?” tanya Joel dengan nada ingin tahu.
Tidak ada gunanya menyampaikan pendapat atau mengutarakan permintaan pada Joel, karena sudah pasti akan mendapatkan asumsi yang menyakitkan seperti itu. Alena menyesal sudah menyampaikan keinginannya dan merutuki kebodohannya sekarang.
“Kau tahu? Pertanyaanmu sudah membuatku merasa tertuduh. Jangan sampai aku menyesal karena sudah memilihmu,” tukas Alena dengan tegas. “Jika memang tidak mengizinkanku, tidak apa-apa. Aku tidak akan memaksa. Aku sudah terlalu lelah untuk berargumen atau berdebat.”
Alena beranjak dari ranjang dan menyibakkan tirai untuk membiarkan sinar matahari menerobos masuk ke dalam kamar. Pintu kaca segera dibuka dan berjalan keluar menuju balkon kamar yang memberi pemandangan kolam renang vila dan taman bunga yang cantik.
“Maaf jika sudah membuatmu marah,” ucap Joel yang sudah menyusul dan langsung memeluknya dari belakang. “Kita masih dalam tahap berdiskusi dan baru dimulai sejak semalam. Aku masih berusaha mencerna dan kau yang masih labil dalam memutuskan sesuatu. Jadi, bisakah kita tidak bertengkar lagi?”
Alena menoleh pada Joel dengan ekspresi lelah. “Kau yang memulai pertengkaran, El. Kau yang bertanya, dan aku menjawab, lalu kau menuduhku.”
“Aku tidak menuduhmu.”
“Tapi kau memang menuduhku, dari ucapan dan tatapan. Semuanya.”
“Baiklah. Aku minta maaf,” ujar Joel menenangkan, sambil mengubah posisi agar mereka saling berhadapan. “I am truly sorry, Baby. Aku benar-benar tidak berniat untuk membuatmu marah.”
Melihat ekspresi serius Joel dan nada suaranya yang tulus, Alena hanya mampu menganggukkan kepala sebagai balasan. Tidak bisa tersenyum, karena perasaannya menjadi kalut. Merasa tidak dipercaya, dituduh atau dianggap berbohong, adalah hal yang tidak disukai Alena. Dia merasa pendapat dan masukannya adalah sia-sia, hanya karena ingin membuktikan diri.
“Aku tidak menyukai ekspresi sedihmu, sungguh. Aku minta maaf, okay?” ujar Joel sambil menangkup wajahnya dan mendongakkannya untuk menatap lebih dalam.
“Aku baik-baik saja,” balas Alena sambil melepas tangan Joel dari wajahnya.
“Tidak! Kau tidak baik-baik saja. Kau mungkin sedang merasa terganggu dengan apa yang terjadi. Perlu kau ketahui, itu tidak seperti apa yang kau pikirkan. Ayahmu menyayangimu, kami semua menyayangimu. Kau adalah anak perempuan kesayangan bagi para ayah, dan sangat istimewa bagiku dan Noel. Kau tahu jelas akan hal itu,” tukas Joel dengan lugas.
Alena memberi senyuman hambar sambil mengangguk. Menjadi kesayangan tidak menyenangkan seperti itu, tapi justru menghambat setiap gerak geriknya. Entah apa yang dipikirkan para ayah sampai harus menjaga anak perempuan dengan ketat, meski sebenarnya mereka bisa menjaga diri sendiri.
Spontan, Alena mendekat pada Joel dan memeluk pinggangnya, lalu bersandar di dadanya. Tidak bisa memungkiri jika memeluk pria itu adalah kesukaannya sekarang, karena bisa memberinya ketenangan yang menyenangkan. Kecupan ringan mendarat di pucuk kepalanya dan Joel mengeratkan pelukan.
“Apa kau ingin sarapan?” tanya Joel kemudian.
“Aku belum lapar,” jawab Alena sambil menggeleng.
“Ingin bermain sebentar?” tanya Joel lagi.
“Bermain apa?” balas Alena sambil mendongak, dimana Joel melepas pelukan dan melepas training pants-nya tanpa ragu, yang sukses membuat Alena berseru kaget. “Kyaaaa, apa yang kau lakukan?”
“Ingin mengajakmu berenang,” ucap Joel sambil menarik Alena dan mencengkeram sisi atas kemeja dengan erat, lalu mengoyaknya hingga robek.
“Kyaaa, apa yang kau inginkan, Bajingan?” pekik Alena sambil menutup tubuh tapi sia-sia, sebab Joel sudah lebih dulu melepaskan kemeja robek itu dari tubuhnya, yang hanya memakai celana dalam.
“Lepaskan aku!” seru Alena sambil mundur untuk menghindari cekalan Joel.
“Ayo kita bermain!” balas Joel yang semakin maju untuk mendekat.
“Tidak! Apa kau gila? Bagaimana jika ada orang yang melihatku seperti ini dan…,”
“Hanya ada kita berdua di vila ini! Tidak ada yang akan melihat kita,” sela Joel sambil mencengkeram kedua tangannya dan menariknya mendekat.
“Tidak, El! Kolam renang ada di bawah dan ini masih di balkon kamar. Aku…,”
“Justru itu letak kesenangannya,” sela Joel sambil mengangkat tubuhnya dengan mudah, dan menaiki pijakan di sisi tembok balkon.
“El, aku akan sangat marah jika kau berniat melakukan… Kyaaaa, brengsek kau! Bre….,”
Umpatan Alena tenggelam bersamaan dengan dirinya yang sudah masuk ke dalam kolam renang, bersama dengan Joel yang masih memeluknya erat.
Pria gila itu membawanya terjun dari balkon kamar di lantai teratas vila, nyaris membuatnya sesak karena belum siap dengan tindakan darurat seperti itu. Dalam pelatihan, selalu ada peringatan terlebih dahulu, sebelum mendapatkan tantangan. Kali ini, Joel benar-benar berniat untuk membuatnya ketakutan.
Alena meraup oksigen sebanyak-banyaknya ketika sudah muncul di permukaan, berusaha menggapai sesuatu untuk diraih, dan bahu Joel adalah hal pertama yang ditangkap oleh tangannya. Dia mendelik sinis ketika melihat Joel menyeringai puas seolah tidak ada yang terjadi. Pria itu mengangkat tubuhnya, mengarahkan dua kakinya untuk melingkar di pinggang, lalu mulai bergerak ke sisi kolam.
“Kau benar-benar brengsek,” desis Alena dengan suara gemetar.
“Aku tidak menyangka jika kau akan ketakutan hanya seperti ini. Demi apa pun, ketinggian yang kita lakukan tidak setara dengan sky diving yang sering kau dapatkan di pelatihan, Sayang,” balas Joel sambil terkekeh geli.
“Itu membutuhkan aba-aba, tapi kau tidak!” seru Alena sambil memukul bahu Joel dengan kesal.
“Aku sudah memberi tahu soal bermain dan letak kesenangannya,” elak Joel santai, lalu menekan tubuh Alena pada dinding kolam, ketika mereka sudah tiba di sudut.
“Apa ini yang kau sebut bermain dan ingin berenang?” tanya Alena dengan napas tertahan ketika Joel sudah memiringkan wajah untuk menyesap telinganya, memberikan sensasi geli yang menyenangkan di sana.
“Mmmm, bermain sambil berenang adalah seperti ini,” gumam Joel sambil asik menyesap dan menggigit gemas telinga, lalu perlahan meliukkan lidah untuk menyusuri sisi wajahnya dengan bernapsu.
“Engghhh, El,” desah Alena ketika tangan Joel sudah bekerja untuk meremas lembut satu payudaranya.
Kemudian, Joel melumat bibirnya, lalu menggigit bibir bawah, dan mendesakkan lidah ke dalam mulutnya dengan liukan yang terlatih. Hal itu membuat Alena limbung dalam gairah yang tak diinginkan. Meski otaknya menolak, tapi reaksi tubuhnya tidak mampu untuk menolak. Seolah sudah terbiasa dengan sentuhan Joel, dan menginginkan lebih banyak dari sebelumnya.
Satu tangan besar Joel yang lainnya mulai meremas bokongnya kencang, membuatnya mengerang pelan dan terdengar begitu nikmat. Matanya mengerjap lirih pada cuaca cerah di atas sana, ketika Joel sudah membungkuk ke arah dadanya, menggeliatkan lidah, menjilat sepanjang kulit leher, lalu menyesap satu putingnya dengan hisapan keras.
“El,” erang Alena lirih.
Kakinya yang melingkar di pinggang Joel, memudahkan pria itu memindahkan tangannya dari bokong menuju ke titik sensitifnya, membelai celah dari balik celana dalamnya dengan gerakan naik turun, nyaris membuat Alena kehabisan napas dengan sensasi asing yang menyeruak dari dalam. Meski dirinya berada di dalam kolam, tapi dia bisa merasakan kelembapan yang keluar dari inti tubuh, membuatnya merasa nyeri dan dinding kewanitaannya seperti berdenyut.
“Ah,” satu desahan terlepas dari mulutnya dan itu membuat Joel menggeram berat.
Kembali pria itu mengangkat tubuhnya, kali ini sambil berjalan menaiki undakan anak tangga yang ada di kolam, untuk menuju ke dasar sambil terus melancarkan cumbuan. Alena direbahkan di atas kursi panjang yang ada di sisi kolam, dan Joel segera melepaskan celana dalam yang masih dikenakan.
“El, ini… Ah!”
Alena merasa tidak memiliki rasa malu ketika dirinya mendesah keras sekarang dalam posisi yang begitu memalukan. Dua siku menahan tubuh untuk melihat apa yang Joel lakukan padanya. Pria itu menjilat tubuhnya dengan begitu nikmat sambil melebarkan kedua kakinya tepat di depan kepala.
Jilatan Joel membuatnya menggila dengan gerakan naik turun dalam ritme yang teratur. Tidak hanya sampai situ, kini dia menyesap klitorisnya dengan keras sambil melepas, lalu menyesap dan melepas sambil menarik dengan mulutnya. Kembali dilanjutkan dengan jilatan yang semakin cepat.
Erangan Alena terdengar semakin sering dan begitu mendamba. Dua siku sudah tidak mampu menahan tubuh karena dirinya sudah merebah pasrah di atas kursi panjang itu, membiarkan Joel memberinya kenikmatan yang dirindukannya. Yeah, sentuhan Joel membuatnya candu, dan itu sering terbayang setiap kali dia menutup mata. Shit!
Saat tangan Joel mulai berperan untuk memijat sisi kewanitaan-nya, seiring dengan jilatan dan hisapan yang semakin liar di celahnya yang basah, di situ mata Alena terpejam erat, bersamaan dengan jeritan yang tak tertahankan, dan sekujur tubuhnya bergetar hebat, menggelinjang kuat dengan dorongan spontan yang dilakukan pinggulnya.
“Shit, Na. I can’t hold it anymore!” umpat Joel parau.
Alena masih memejamkan mata untuk merasakan denyutan keras yang terjadi dalam inti tubuh saat gelombang hasrat mengerubunginya, seolah memicu dirinya untuk semakin merasakan nafsu yang begitu besar dan kuat.
Matanya melebar kaget ketika mendapat desakan kuat yang terjadi di bawah sana, dilihatnya Joel sudah berada di atasnya, tampak bernapas dalam buruan kasar, dan berusaha untuk mendesak tubuhnya.
“E-El, apa yang…, engghhhh,” rintih Alena yang tiba-tiba merasakan kesakitan dalam tubuh.
“Maafkan aku,” desis Joel sambil terus mendesakkan diri ke dalam tubuhnya.
Setiap kali Joel mendorong, setiap kali itulah Alena merintih, bahkan terisak pelan karena terasa menyakitkan. Pria itu berniat untuk menyetubuhinya, dan akan mengambil dirinya seutuhnya. Menyadari hal itu, Alena tidak merasa perlu menyesal sekarang. Cepat atau lambat, dirinya memang harus mencoba dan melepas keperawanannya. Membiarkan Joel yang mengambilnya adalah keinginannya sejak dulu. Lagi pula, dia sudah memutuskan untuk menikah dengan pria itu.
“Ssshhh, maafkan aku,” bisik Joel sambil mengecup bibirnya berkali-kali ketika isakan Alena semakin pilu. “Maafkan aku. Oh dear, you’re fucking tight, Na.”
Joel sudah sepenuhnya masuk ke dalam tubuhnya. Terasa begitu sesak, nyeri, dan sakit hingga ke tulang pinggulnya. Kesan pertama yang dia dapatkan soal bercinta adalah tidak menyenangkan, dan merasa film porno yang menampilkan ekspresi wanita yang begitu menikmati saat pria memasukinya adalah kebohongan publik.
“Kau tidak memberi peringatan jika akan melakukan hal ini,” desis Alena dengan suara tercekat.
“Maaf,” hanya itu yang bisa diucapkan Joel dan kembali mencumbunya, memberi sentuhan dan remasan di dada, lalu menjilat sekujur tubuhnya, hingga membuat napas Alena kembali memberat dengan hasrat yang kembali timbul dalam diri.
Seperti mengira Alena kesakitan, Joel kembali berbisik dalam suaranya yang begitu parau. "Maaf."
“Shut up and don’t ruin my mood, Bastard!” ucap Alena sambil memejamkan mata dan mencoba menikmati apa yang dilakukan Joel sekarang.
Pria itu mulai bergerak dengan melakukan dorongan yang sangat pelan, lalu menarik dengan hati-hati, kemudian mengulangnya, sambil terus melancarkan cumbuan dan sentuhan di sekujur tubuh Alena.
Hawa panas mulai menyebar, bukan karena cuaca pagi menjelang siang yang belum sepenuhnya terik, tapi menguar begitu saja seiring dengan gerakan yang dilakukan Joel. Debaran jantungnya semakin cepat, napasnya memberat, kian sesak sampai harus membuka mulutnya untuk meraup oksigen lebih banyak, dan rasa sakit itu perlahan berubah menjadi sensasi kenikmatan yang melumpuhkan pikiran Alena sekarang.
Dua tangannya sudah bergelayut di bahu Joel, dan dua kaki yang mulai melingkari pinggangnya. Desahan demi desahan mulai terdengar, seiring dengan gerakan pelan Joel, yang kini berubah menjadi hentakan keras, dan lebih tergesa. Seperti bisa mengikuti alur permainan Joel, tubuh Alena mulai terasa ringan dan licin di bawah, mempermudah gesekan yang terjadi di dalam.
Berbicara tentang gesekan, Alena mulai bisa merasakan ketegangan Joel yang menggesek dinding kewanitaan-nya, begitu keras dan terasa menyesakkan saat pergerakan keluar masuk terjadi. Terus dan terus, bahkan semakin lama, Alena tidak bisa menampik kenikmatan yang dirasakannya. Yang tadinya terasa lamban, kini mulai merambat naik dengan cepat, persis ketika Alena merasakan hisapan Joel pada tubuhnya, kini dia limbung dalam gelombang hasrat dengan dua kali lipat lebih kencang dari sebelumnya.
Alena menjerit kencang dengan tubuh yang sudah terguncang hebat, ketika Joel mengentak lebih keras, lebih dalam, lalu segera melepas penyatuan, dan mengerang panjang seiring dengan semburan cairan hangat di atas perutnya. Gelombang hasrat itu seolah menyerap seluruh energi dalam tubuh hingga membuatnya lemas seperti jelly.
Dia membuka mata dan menatap Joel yang tampak begitu nikmat di sana. Selama beberapa saat, mereka terdiam sambil menenangkan diri dan bertatapan dengan penuh arti.
Joel mengembangkan senyum tipis, lalu mencium keningnya dengan dalam, dan mengarahkan satu tangan besarnya untuk mengusap cairan sperma yang ada di perutnya.
Alena meringis pelan, dan baru merasakan kesakitan dan nyeri membaur menjadi satu dalam kewanitaan-nya. Joel pun menunduk untuk melihat tubuhnya dengan penuh penilaian, lalu menyeringai puas di sana.
“Maaf untuk itu,” bisik Joel pelan. “Kita sudah bermain, saatnya berenang.”
“A-Apa? Kau ingin kita berenang sekarang? Aku lemas, El,” keluh Alena ketika Joel sudah menggendongnya dan berjalan untuk membawanya masuk ke dalam kolam renang bersama.
“Justru dengan berada di dalam kolam, tubuhmu menjadi lebih rileks. Percayalah, kau akan merasa lebih baik,” balas Joel, lalu mencium bibirnya dengan dalam.
Alena hanya mengikuti apa yang diarahkan Joel padanya. Menikmati momen kebersamaan selepas bercinta dengan sesi berenang yang ternyata membuat tubuhnya terasa lebih ringan, meski rasa nyeri masih terasa di inti tubuh.
Keduanya berenang dan melakukan beberapa putaran, sesekali mengobrol singkat layaknya sepasang kekasih, dan mengakhiri waktu bermainnya dengan menikmati sarapan yang sudah mendekati jam makan siang.
Tidak membiarkannya bekerja, Joel menyiapkan beberapa hidangan sederhana untuk dinikmati mereka, dan menghabiskan sisa hari itu dengan tidur siang hingga menjelang malam, dan barulah Alena diantar pulang ke rumah.
Seperti apa yang dikatakan Joel bahwa Nathan tidak terlihat marah, justru biasa saja dan tidak banyak bicara. Sementara Lea tampak begitu sumringah setelah mendengar keputusan Alena untuk menikah dengan Joel, dan bercerita apa saja dengan mereka.
Akhir dari hari itu adalah ucapan yang membuat Alena tidak mampu menahan senyum sumringah ketika Joel berbisik tepat di telinga, sebelum pamit pulang padanya. “I love playing house with you. Let's do it again, next time."
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Yang udah baca versi lama, pasti akan komentar "Lho, kok bukan di ranch?"
🤣🤣🤣🤣🤣
Yang sabar yah, klan Christian emang suka gitu, nggak Daddy, nggak anak, nggak cucunya.
Bagaimana Senin-mu hari ini?
Mudah2an kalian selalu semangat dan senantiasa dalam perlindungan Tuhan.
Stay happy and stay safe.
I purple you 💜
06.04.2020 (21.04 PM)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top